• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJUANGAN RAKYAT TASIMALAYA MELAWAN PENJAJAHAN JEPANG (THERESIA LISA RANTE)

N/A
N/A
Mario Mengko

Academic year: 2024

Membagikan "PERJUANGAN RAKYAT TASIMALAYA MELAWAN PENJAJAHAN JEPANG (THERESIA LISA RANTE)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERJUANGAN RAKYAT TASIMALAYA MELAWAN PENJAJAHAN JEPANG (THERESIA LISA RANTE)

PENDAHULUAN

Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam. Kekayaan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia kemudian dalam perkembangannya membuat Indonesia kemudian menjadi salah satu negara yang ingin untuk dikuasai oleh negara-negara lain. Dalam bukti Sejarah tercatat bahwa kurang lebih ada 4 negara yang menjajah Indonesia sebelum Indonesia dinyatakan Merdeka. Dari keempat negara itu Jepang menjadi negara yang sebenarnya menjajah Indonesia dalam kurun waktu yang terpendek (kurang lebih tiga tahun) tetapi membawa dampak yang paling parah jika dibandingkan dengan Spanyol, Portugis maupun Belanda.

Penjajahan Jepang di Indonesia rakyat kemudian bangkit dan melakukan perlawanan untuk menuntut kemerdekaan. Salah satu dari banyak Upaya rakyat melepaskan diri dari penjajahan Jepang adalah PERJUANGAN RAKYAT TASIKMALAYA.

PENYEBAB TERJADINYA GERAKAN PERJUANGAN RAKYAT TASIKMALAYA Agama dan rasa nasionalisme menjadi faktor utama yang mendorong rakyat Singaparna untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Rakyat Singaparna terkenal dengan kebenciannya terhadap kolonialisme. Mereka juga mempunyai semagat kemerdekaan yang kuat. Rasa cinta tanah air inilah yang kemudian melatarbelakangi pecahnya Perlawanan Singaparna.

Berikut ini beberapa penyebab Perlawanan Singaparna:

- Pemaksaan melakukan seikerei

Alasan yang paling kuat rakyat Singaparna untuk menentang pemerintahan diktator Jepang berasal dari alasan-alasan agama. Sebab, pemerintah Jepang memberlakukan kewajiban Seikerei, yaitu membungkuk hormat ke arah Jepang, yang juga mengandung arti perintah untuk menyembah matahari. Hal inilah yang sangat dibenci oleh para santri di Singaparna. Seikerei seolah-olah menggeser kiblat dari Tanah Suci Mekkah ke Jepang, sehingga membuat duka dalam hati umat Islam di Singaparna.

(2)

- Kewajiban menyerahkan beras

Jepang memberlakukan kewajiban kepada rakyat Indonesia untuk menyerahkan beras di setiap masa panen. Peraturan ini membuat rakyat di Singaparna mengalami kesulitan besar.

Daerah-daerah yang biasanya kaya pangan justru mengalami kekurangan beras karena pemerintah Jepang mengangkut seluruh hasil panen. Para petani pun tidak dapat lagi menikmati hasil kerja mereka.

- Eksploitasi perempuan

Kemarahan rakyat Singaparna juga dipicu oleh eksploitasi perempuan yang dilakukan Jepang. Jepang menipu perempuan-perempuan Indonesia dengan iming-iming kesempatan bersekolah di Tokyo. Namun, para perempuan Indonesia justru dikirim ke zona perang, seperti Burma dan Malaya, untuk memberikan hiburan bagi tentara Jepang.

PEMIMPIN GERAKAN PERLAWANAN TASIMALAYA

Pemimpin Gerekan perlawanan ini adalah KH Zaenal Mustofa. Zaenal Mustofa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya Hudaemi. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawapi dan Ny. Ratmah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna (kini termasuk wilayah Desa Sukarapih Kecamatan Sukarame) Kabupaten Tasikmalaya (ada yang menyebut ia lahir tahun

1901 dan Ensiklopedia Islam menyebutnya tahun 1907, sementara tahun yang tertera di atas diperoleh dari catatan Nina Herlina Lubis, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat). Namanya menjadi Zaenal Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1927. Disebutkan sejak tahun 1940, KH.

Hudaemi memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Dalam bidang agama, ia belajar mengaji dari guru

agama di kampungnya. Kemampuan ekonomis keluarga memungkinkannya untuk menuntut

(3)

ilmu agama lebih banyak lagi. Pertama kali ia melanjutkan pendidikannya ke pesantren di Gunung Pari di bawah bimbingan Dimyati, kakak sepupunya, yang dikenal dengan nama KH.

Zainal Muhsin. Dari Gunung Pari, ia kemudian mondok di Pesantren Cilenga, Leuwisari, dan di Pesantren Sukamiskin, Bandung. Selama kurang lebih 17 tahun ia terus menggeluti ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Karena itulah ia mahir berbahasa Arab dan memiliki pengetahuan keagamaan yang luas. Lewat ibadah haji, ia berkenalan dengan ulama-ulama terkemuka. Ia pun mengadakan tukar pikiran soal keagamaan dan berkesempatan melihat pusat pendidikan keagamaan di Tanah Suci. Kontak dengan dunia luar itu mendorongnya untuk mendirikan sebuah pesantren. Maka sekembalinya dari ibadah haji, tahun 1927, ia mendirikan pesantren di Kampung Cikembang dengan nama Sukamanah. Sebelumnya, di Kampung Bageur tahun 1922 telah berdiri pula Pesantren Sukahideng yang didirikan KH. Zainal Muhsin. Melalui pesantren ini ia menyebarluaskan agama Islam, terutama paham Syafi’i yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam Jawa Barat pada khususnya.

Di samping itu, ia juga mengadakan beberapa kegiatan keagamaan ke pelosok-pelosok desa di Tasikmalaya dengan cara mengadakan ceramah-ceramah agama. Maka sebutan kiai pun menjadi melekat dengan namanya. KH. Zaenal Mustofa terus tumbuh menjadi pemimpin dan anutan yang karismatik, patriotik, dan berpandangan jauh ke depan. Tahun 1933, ia masuk Jamiyyah Nahdhatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai wakil ro’is Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.

Zaenal Mustofa secara terang-terangan mengadakan kegiatan yang membangkitkan semangat kebangsaan dan sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah. Dia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda yang kerap disampaikannya dalam ceramah dan khutbah-khutbahnya. Atas perbuatannya ini, ia selalu mendapat peringatan, dan bahkan, tak jarang diturunkan paksa dari mimbar oleh kiai yang pro Belanda.

Pada saat Perang Dunia II, tepatnya pada 17 November 1941, KH. Zaenal Mustofa bersama KH. Ruhiat (dari Pesantren Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap Belanda dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka ditahan di Penjara Tasikmalaya dan sehari kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung, dan baru bebas 10 Januari 1942.

Kendati sudah pernah ditahan, aktivitas perlawanannya terhadap penjajah tidak surut.

Akhir Februari 1942, KH. Zaenal Mustofa bersama Kiai Rukhiyat kembali ditangkap dan

(4)

dimasukkan ke penjara Ciamis. Kedua ulama ini menghadapi tuduhan yang sama dengan penangkapannya yang pertama. Hingga pada waktu Belanda menyerah kepada Jepang, ia masih mendekam di penjara.

Pada tanggal 8 Maret 1942 kekuasaan Hindia Belanda berakhir dan Indonesia diduduki Pemerintah Militer Jepang. Oleh penjajah yang baru ini, KH. Zaenal Mustofa dibebaskan dari penjara, dengan harapan ia akan mau membantu Jepang dalam mewujudkan ambisi fasisnya, yaitu menciptakan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Akan tetapi, apa yang menjadi harapan Jepang tidak pernah terwujud karena KH. Zaenal Mustofa dengan tegas menolaknya. Dalam pidato singkatnya, pada upacara penyambutan kembali di Pesantren, ia memperingatkan para pengikut dan santrinya agar tetap percaya pada diri sendiri dan tidak mudah termakan oleh propaganda asing. Ia malah memperingatkan bahwa fasisme Jepang itu lebih berbahaya dari imperialisme Belanda.

Pasca perpindahan kekuasaan dari Belanda ke Jepang, sikap dan pandangannya itu tidak pernah berubah. Bahkan, kebenciannya semakin memuncak saja manakala menyaksikan sendiri kezaliman penjajah terhadap rakyat.

Pada masa pemerintahan Jepang ini, ia menentang pelaksanaan seikeirei, yakni memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan menundukkan badan ke arah negeri matahari (Tokyo). Ia menganggap perbuatan itu bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tauhid karena telah mengubah arah kiblat. KH. Zaenal Mustofa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang pada tanggal 25 Februari 1944 (1 Maulud 1363 H). Mula-mula ia akan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, kemudian melakukan sabotase, memutuskan kawat-kawat telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi, dan terakhir, membebaskan tahanan- tahanan politik. Untuk melaksanakan rencana ini, KH. Zaenal Mustofa meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok yang terbuat dari bambu, serta berlatih pencak silat. Kiai juga memberikan latihan spiritual (tarekat) seperti mengurangi makan, tidur, dan membaca wirid-wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Persiapan para santri ini rupanya tercium Jepang. Akhirnya pada bulan Februari pasukan Jepang menyerang Pesantren Sukamanah. Dengan persenjataan lengkap, Jepang memberondong KH Zaenal Mustofa dan santrinya.

Berbekal Senjata pedang bambu dan bambu runcing, KH Zaenal Mustofa dan santri melayani pertempuran dengan heroik. Meskipun akhirnya 86 Santri gugur sebagai syuhada dan

(5)

KH Zaenal Mustofa ditangkap dan dibawa ke Bandung. Pada tanggal 25 Oktober 1944, KH Zaenal Mustofa dieksekusi di Jakarta.

Besarnya pengaruh KH Zaenal Mustofa dalam pembentukan mental para santri dan masyarakat serta peranan pesantrennya sebagai lembaga pendidikan dan pembinaan umat, membuat pemerintah Jepang merasa tidak bebas jika membiarkan pesantren ini tetap berjalan.

Maka, setelah peristiwa pemberontakan tersebut, pesantren ini ditutup oleh Jepang dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun.

Belakangan, Kepala Ereveld Ancol, Jakarta, memberi kabar bahwa KH. Zaenal Mustofa telah dieksekusi pada 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol, Jakarta. Melalui penelusuran salah seorang santrinya, Kolonel Syarif Hidayat, pada tahun 1973 keberadaan makamnya itu ditemukan di daerah Ancol, Jakarta Utara, bersama makam-makam para santrinya yang berada di antara makam-makam tentara Belanda. Lalu, pada 25 Agustus 1973, semua makam itu dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya.

RENTETAN KEJADIAN PERJUANGAN TASIKMALAYA

Pada tahun 1943 KH. Zainal Mustofa bersama para pengikutnya mulai menyusun rencana untuk mengadakan perlawanan. Tapi Jepang yang tidak pernah lepas perhatiannya terhadap mereka sud ah dapat mengetahui rencanatersebut. Rencana tersebut akan dimulai kira-kira tanggal 25 Februari 1944 untuk melaksanakannya merekamempersiapkan diri dengan sangat sederhana, mereka akan hanya bermodalkan bambu runcing dan golok-golokdari bambu. Tetapi itu tidak membuat mereka menyerah karena para santri-santri di pesantren Sukamarnah punmulai berlatih untuk bela diri. Pemerintah Jepang mengetahui kegiatan tersebut dari mata-matanya dan inginmelakukan penyerangan, maka santri-santri di pesantren Sukamarnah bersiap-siap jika Jepang menyerang secaratiba-tiba.

Pemimpin dari kelompok Sukamarnah adalah Domon, Abdulhakim, Najamudin, dan Ajengan Subki,sedangkan kepala dari pesantren tersebut adalah KH Zainal Mustafa dan di bantu dengan wakilnya Najamuddin.Pada tanggal 24 Februari satu hari sebelum terjadinya peristiwa Jepang mengirim satu utusannya goto-sidokan darikepolisian Tasikmalaya dengan beberapa Keiboho Indonesia untuk melakukan perundingan dengan KH. ZainalMustofa. Goto-Sidokan disuruh kembali ke Tasikmalaya untuk menyampaikan pesan ultimatum dari KH. ZainalMustofa

(6)

kepada Jepang yang berisi bahwa pada tanggal 1 Maulid Jepang harus memerdekakan pulau Jawa atauakan ada terjadi pertempuran.

Keesokan harinya rombongan Jepang datang ke Sukamarnah untuk menemui KH. Zainal Mustofa untuk mengadakan perundingan, mereka adalah Kompeitaico Tasikmalaya, Kompeitaico Garut. Tetapi, karena sikapmereka yang dirasa Ajengan Najmuddin dan kawan- kawan tidak baik dengan terpaksa mereka para santriSukamarnah melakukan kekerasan juga walau kepada bangsanya. Karena sudah terkepung oleh para santriJepang menyerahkan semua senjatanya dan ditahan sehari semalam setelah satu hari berlalu baru lah petugas- petugas santri mengizinkan Jepang pulang.

25 Februari 1944 pada hari Jum’at Khutbah terakhir dari KH. Zainal Mustafa telah disampaikan dan saat itu juga terdengar suara kendaraan menghampiri pesantren. Salah satu dari keempat opsir jepang melambaikan tanganke Mustofa dengan maksud memanggil Mustofa, Opsir-opsir jepang itu datang dengan maksud menyampaikan bahwa Sukamanah tidak mau bekerja sama dengan Jepang dan tidak mau menurut perintah negara untukmenghadap ke Tasikmalaya. KH. Zainal Mustafa menjawab dengan singkat bahwa dia akan datang besok untukmengembalikan senjata api dengan ganti, kepala tuan dari empat opsir itu tinggal di Sukamanah. Karena santrisukamanah emosi mendengarnya mereka mulai menyerang 4 opsir jepang itu, 3 opsir mati dan satunya lagimelarikan diri. Setelah kejadian ini, Jepang mengirimkan pasukan ke Sukamanah, yang terdiri dari 30 orang kempetai dan 60 0rang polisi negara istimewa (tokubetsu keisatsu) dari Tasikmalaya dan Garut. KH. Zainal Mustafa mulai menyiapkan siasa- siasat bahwa Jepang pasti akan melakukan perlawanan. Pasukan Sukamanah berkekuatan 2000 orang itu diletakkan di kampung Cihaur yang dipimpin oleh Najjamuddin. K.H.Z berpesan agar tidak ada perang dengan bangsa sendiri, ketika pukul lebih kurang 16:00 santri melihat truk yangmendekati garis pertahanan Sukamanah, lalu santri paling depan melaporkan kepada K.H.Z Mustofa bahwa merekaadalah bangsa kita, Jepang menggunakan taktik adu domba antara bangsa sendiri.

Tetap saja K.H.Z Mustafa mengatakan untuk menghindari perlawan dengan bangsa sendiri, tetapi Jepangsudah meluncurkan senjatanya ke santri Sukamanah dan menghujam sebagian dari mereka dan pada saat itulah perang antar bangsa tidak dapat dihindari. Pihak rakyat menyerang dengan mempergunaka pedang dan bamburuncing yang diikuti dengan teriakan takbir. Kira-kira pukul 17:30 semua tempat pertahanan Sukamanah sudahhancur dan banyak

(7)

santri yang tewas. Sedangkan KH. Zainal Mustafa ditawan dan dibawa ke Kompeitaico Tasikamalaya.

PENUTUP : AKHIR PERLAWANAN

Setelah pertempuran selesai KH.Zainal Mustofa menyuruh santri-santrinya untuk mundur danmenyelamatkan diri, sedangkan Jepang menghancurkan pesantren tersebut. Pada tanggal 26 Februari 1944 penjaraTasikmalaya sudah dipenuhi ole 700-800 tahanan. Pada tanggal 27 Februari 1944 datang instruksi rahasia dari KH.Zainal Mustofa ke penjara tersebut untuk menyampaikan pesan kepada santri-santrinya. Pada tanggal 29 Februari1944 diadakan pemeriksaan sampai 3 bulan kedepan, dan pada pertengahan Mei 1944 hasilnya keluar ;

1. Golongan yang tidak bersalah (dikembalikan ke kampung masing-masing).

2. Golongan yang mempunyai sangkut paut dengan pemberontakan tetapi tidak aktif ( dikenai hukuman 5-7tahun, orang yang ada di golongan ini ada 79 orang).

3. Pimpinan pemberontakan dan mereka yang dituduh aktif dalam pembunuhan opsir-opsir jepang dan ikut aktifdalam pertempuran melawan pasukan bersenjata Dai Nippon. ( ada 23 orang termasuk KH. Zainal Mustofa).

Dalam pertempuran ini banyak berguguran para pejuang Indonesia. KH. Zainal Mustafa ditangkap Jepang bersama gurunya Kiai Emar. Selanjutnya KH. Zainal Mustafa bersama 27 orang pengikutnya diangkut keJakarta. Pada tanggal 25 Oktober 1944, mereka dihukum mati.

Sementara Kiai Emar disiksa oleh polisi Jepangdan akhirnya meninggal.

DAFTAR PUSTAKA:

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/05/140000179/perlawanan-rakyat-singaparna?

page=all

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/24/180000179/apa-penyebab-terjadinya- perlawanan-singaparna-?page=all

https://www.mandalapos.co.id/sejarah-perlawanan-kh-zaenal-mustofa-dan-santri-di-tasikmalaya- terhadap-penjajah/

https://www.scribd.com/presentation/495381468/Perlawanan-Rakyat-Tasikmalaya-Kelompok-3- Ppt-Sejarah

(8)

https://id.wikipedia.org/wiki/Zainal_Mustafa

Referensi

Dokumen terkait