Perkembangan Aspek Keamanan Ekonomi dalam Konsep Human Security
Hidayat Chusnul Chotimah1 Junior Perdana Sande2 Eri Dwi C3 Dwi Rizqia Yusvarini4 Seunghoon Hong5
Abstrak
Paradigma keamanan saat ini telah berkembang dari sekedar keamanan yang berfokus pada negara dan batas-batasnya dengan menggunakan kekuatan militer sebagai strategi menjaga stabilitas negara kemudian meluas pada aktor individu dan menyangkut aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kebebasan politik. Konsep keamanan tradisional yang berfokus pada militer dianggap belum bisa memberi jaminan keamanan kepada masyarakat di suatu negara. Dari sinilah kemudian keamanan berubah haluan dari negara menjadi individu dan ancaman tidak lagi hanya berupa militer tetapi juga non-militer. Ide tentang keamanan manusia pun membuat keamanan dan pembangunan menjadi saling bersinggungan. Keduanya kemudian menjadi satu pada tahun 1994 pada saat UNDP meluncurkan Human Development Report yang secara eksplisit berfokus pada topik keamanan manusia. Dalam laporan ini juga dijelaskan bahwa ancaman terhadap keamanan manusia dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori dimana salah satunya adalah keamanan ekonomi. Dalam konteks keamanan ekonomi, di dalam paper ini akan membahas lebih jauh cakupan dari keamanan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada actor negara tetapi juga individu. Oleh sebab itu, ada dua tingkat analisis dalam yang akan dibahas dalam konteks perkembangan keamanan ekonomi dalam konsep human security. Pertama, pada level negara dan antar-negara (inter-state), di mana ekonomi diperlakukan sebagai faktor penentu keamanan negara, dan dampak keamanan negara pada kemakmuran ekonomi diperhitungkan dalam pertimbangan ekonomi. Kedua, pengembangan teori ekonomi dihadapkan dengan keamanan ekonomi non-negara seperti entitas sosial yaitu individu.
1. Pendahuluan
Menjelang berakhirnya Perang Dingin, negara-negara Selatan telah menderita kekacauan ekonomi akibat dari praktek kolonialisasi yang terjadi pada masa Perang Dunia. Aturan kolonial telah menciptakan distorsi sosial dan ekonomi di negara-negara Selatan. Dua proses pada era kolonialisasi juga memberikan
1 Dosen Hubungan Internasional Universitas Teknologi Yogyakarta
2 Alumni Magister Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
3 Alumni Magister Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
4 Alumni Magister Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
5 Saemaul Globalization Foundation
66
kerugian struktural. Pertama, uang tunai atas hasil tanaman perkebunan dan ekstraksi bahan baku diekspor ke negara-negara industri maju (Utara) yang mengabaikan aspek pertanian. Kedua, bentuk industrialisasi diperkenalkan di beberapa daerah untuk mendukung barang primer yang diimpor dari negara-negara maju, sehingga mengabaikan industri lokal dan memperburuk ketergantungan atas produksi dari negara-negara maju (Ahmed, 2004:117). Munculnya rezim perdagangan global pasca Perang Dunia II juga dijadikan sebagai alat untuk melayani kepentingan ekonomi negara-negara maju dengan mengekstraksi kekayaan dari negara-negara Selatan. Negara-negara industri maju terus memproduksi barang yang bernilai tinggi dengan disuplai bahan baku dan tenaga kerja murah dari negara-negara Selatan, sehingga kemudian hal tersebut memperlebar ketidaksetaraan antara Utara-Selatan. Tatanan ekonomi internasional yang terbentuk pasca Perang Dunia II, melahirkan beberapa signifikan paralel dengan pendahulunya di era kolonial. Di mana menurut Nef, Periode Pasca- kolonial menandakan tata ekonomi dunia yang jauh lebih terpusat, konsentris, dan dilembagakan yang mendasari komponen perdagangan, keuangan, dan perlindungan hak-hak milik bisnis internasional (Ahmed, 2004:118).
Berdasarkan SAPRI Report disebutkan bahwa Rezim ekonomi global telah menghasilkan defisit perdagangan dan utang; menurunkan pertumbuhan ekonomi, efisiensi dan daya saing; misalokasi keuangan dan sumber produktif; yang mendisartikulasikan ekonomi nasional; kehancuran nasional kapasitas produktif;
dan kerusakan lingkungan yang luas. Menurut Food and Agricultural Organisation (FAO), kondisi kelaparan di Dunia Ketiga di luar Blok Timur dan China, meningkat sekitar 15 juta selama tahun 1970 dan sekitar 37 juta selama beberapa tahun pertama 1980-an. Menurut United Nations Development Programme (UNDP), kesenjangan antara negara kaya dan miskin dua kali lipat antara tahun 1960 dan 1989. Dengan demikian pada tahun 1960, pendapatan dari 20 persen populasi dunia di negara- negara terkaya adalah 30 kali lebih besar dari 20 persen di negara-negara termiskin (Ahmed, 2004:120).
Kondisi-kondisi tersebut diperparah dengan adanya pinjaman IMF pada masa Perang Dingin. Setiap tahunnya, sejak 1983 negara-negara Selatan telah membayar pinjaman lebih untuk layanan hutang mereka (yaitu pembayaran hutang
dan beban bunga). Hal ini sangat mengurangi dana yang tersedia dan yang dibutuhkan untuk investasi di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi makanan dan daerah kritis lainnya dari belanja publik. Misalnya, antara tahun 1983 dan 1993, IMF menerima $2.9 milyar yang lebih besar dari pinjaman yang sebelumnya diberikan. Sementara, pada tahun 1973, total hutang internasional dari negara- negara Selatan sekitar $100 miliar. Data ini menunjukkan bahwa globalisasi dan tatanan ekonomi internasional telah berdampak pada keamanan ekonomi dan keamanan manusia, yang mengarah pada peningkatan dalam kemiskinan (ketidakamanan ekonomi), kelaparan (rawan pangan) dan penyakit (ketidakamanan kesehatan) sehingga memperdalam ketidakamanan manusia, dan menetapkan konteks kausal mendasar untuk ketidakamanan di tingkat nasional. (Ahmed, 2004:121). Oleh sebab itu, makalah ini akan memfokuskan pada aspek keamanan ekonomi dalam dimensi keamanan manusia (human security) dengan menganalisis bagaimana arti penting dimensi ekonomi dalam keamanan manusia? bagaimana hubungan keamanan ekonomi dengan aspek keamanan lainnya dalam human security? dan bagaimana tantangan dan perkembangan konsep keamanan ekonomi?
2. Pembahasan
2.1. Dimensi Ekonomi dalam Human security
Pasca perang dingin isu keamanan yang berubah dari high politic issues ke low politic issues menjadikan konstelasi tiap negara berbeda-beda dalam menanggapi perubahan tersebut. Barry Buzan menegaskan bahwa konsep keamanan mengalami pergeseran isu-isu keamanan tradisional menuju pada isu keamanan non-tradisional terutama pada people oriented yang berkembang menjadi multidimensional seperti ekonomi, sosial dan lingkungan yang berkaitan dan tidak terpisahkan satu sama lain (Buzan, 1991:433). Barry Buzan menyatakan terdapat lima dimensi yang saling terkait, yakni : military, political, economic, societal dan environmental. Permasalahan keamanan saat ini lebih kompleks tidak hanya terbatas pada persaingan kekuatan negara besar dunia, namun telah melewati kehidupan berbangsa di seluruh dunia melalui pesatnya globalisasi ditandai dengan perkembangan teknologi dan informasi, integrasi dunia dalam ekonomi dan meningkatnya intensitas hubungan antar negara dalam dunia ekonomi, politik serta sosial yang memunculkan masalah-masalah keamanan baru yang lebih langsung
68
mempengaruhi keamanan nasional, yakni isu ancaman keamanan baru non tradisional (non traditional security issues) terutama menyangkut human security.
Pergeseran paradigma keamanan dari keamanan tradisional menjadikan human security tidak bisa lepas dari pemikiran Mahbub ul-Haq yang meluncurkan Human Development Report pada tahun 1990 di PBB. Di dalam laporan tersebut, UNDP menyebutkan bahwa pembangunan harus berfokus pada masyarakat daripada keamanan batas negaranya saja, dan pada peningkatan kesehatan, pendidikan, dan kebebasan politik, selain kesejahteraan ekonomi (King dan Murray, 2001:87). Perdebatan tentang pembangunan ini sejalan dengan perdebatan mengenai keamanan itu sendiri. Konsep keamanan tradisional yang berfokus pada militer dianggap belum bisa memberi jaminan keamanan kepada masyarakat di suatu negara. Dari sinilah kemudian keamanan berubah haluan dari negara menjadi individu dan ancaman tidak lagi hanya berupa militer tetapi juga non-militer. Ide tentang keamanan manusia ini membuat keamanan dan pembangunan menjadi saling bersinggungan. Keduanya kemudian menjadi satu pada tahun 1994 pada saat UNDP meluncurkan Human Development Report yang secara eksplisit berfokus pada topik keamanan manusia. Dalam laporan ini juga dijelaskan bahwa ancaman terhadap keamanan manusia dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori yaitu ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, personal, komunitas, dan politik.
Keamanan ekonomi menurut UNDP didefinisikan sebagai kondisi yang mensyaratkan pemasukan tetap yang layak bagi setiap orang. Hal ini tercapai dari pekerjaan yang layak dan menghasilkan. Selain itu bisa juga dari jaringan pengamanan sosial yang dibiayai publik (negara). Dalam konteks ini, hanya seperempat penduduk dunia yang secara ekonomi aman. Sementara masalah keamanan ekonomi lebih mengkhawatirkan di negara berkembang, walaupun negara maju juga menjadi masalah (UNDP, 1994:25).
Ekonomi menjadi salah satu aspek yang penting dalam keamanan manusia.
Terlebih lagi, pasca berakhirnya perang dingin, fokus negara-negara di dunia ini tidak lagi terhadap peningkatan kekuatan militer untuk menghadapi ancaman dari negara lain melainkan lebih kepada peningkatan perekonomian negara dimana persaingan dunia mulai beralih dari militer ke ekonomi. Keamanan ekonomi menjadi penting, seperti yang disampaikan oleh Sheila R. Ronis dalam pengantar
buku Economic Security: Neglected Dimension of National Security? yang menyebutkan bahwa keamanan ekonomi merupakan salah satu elemen utama dalam keamanan nasional. Saat berbicara mengenai keamanan nasional, kita tidak bisa melepaskan diri dari kemampuan ekonomi suatu negara. Tidak ada pertanyaan lagi bahwa salah satu bagian dari infrastruktur suatu negara adalah perekonomian yang kuat (Ronis, 2010).
Berubahnya fokus negara-negara di dunia dari peningkatan kekuatan militer menjadi peningkatan kekuatan ekonomi memperlihatkan pentingnya dimensi ekonomi dalam konsep keamanan manusia. Terlebih lagi saat ini, ekonomi menjadi alat untuk mempengaruhi negara lain dan kebijakan mereka (Andruseac, 2015).
Saat ini, konflik di dunia internasional tidak lagi tentang ideologi dan pengambilalihan kekuasaan suatu negara, melainkan pertarungan untuk mendapatkan sumber daya, penguasaan terhadap daerah yang kaya akan kandungan mineral, dan benda-benda berharga lainnya yang pada akhirnya akan dibawa ke pasar.
Keamanan ekonomi dalam pandangan tradisional menyangkut manipulasi pemerintah negara lain yang memainkan instrumen yang dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan. Ketidakamanan dalam keamanan ekonomi terletak pada kerentanan terhadap negara lain yang disebabkan ketergantungan ekonomi yang tinggi antar negara. Namun, konsep keamanan ekonomi yang semula berfokus pada negara kemudian mengalami pergeseran makna dan definisi yang mengarah pada situasi dimana seseorang memiliki sumber pendapatan keuangan yang stabil dan memungkinkan terpeliharanya standar pemenuhan kehidupannya dalam waktu dekat sehingga tidak terjadi kesenjangan di tengah masyarakat, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs).
2.2. Hubungan Keamanan Ekonomi dengan Dimensi Keamanan Manusia Lainnya
Dalam perspektif human security, terdapat dua bentuk dasar dari kekerasan yakni ‘kekerasan langsung’, misalnya membunuh dengan cepat melalui perang, dan
‘kekerasan tidak langsung’, yaitu kekerasan struktural, perlahan, dan tidak terlihat seperti kemiskinan, kelaparan, penyakit, penindasan, dan ecocide. Kedua bentuk
70
kekerasan tersebut tidak hanya dapat dilihat sebagai hasil dari proses isolasi dan pemisahan, tetapi juga merupakan fungsi dari proses yang saling berkaitan baik antar level domestik maupun internasional (Samuel S. Kim, 1984: 181). Dengan menggunakan kriteria human security dari UNDP pada tahun 1994, jelas bahwa komponen keamanan ekonomi, keamanan pangan, dan keamanan kesehatan, secara langsung saling berkaitan. Baik, keamanan pangan dan keamanan kesehatan secara langsung dapat dirusak oleh ketidakamanan dalam dimensi ekonomi (Ahmed, 2004: 115). Sebagai ilustrasi, kurangnya penghasilan seseorang (ketidakamanan ekonomi) akhirnya menyebabkan kurangnya kemampuan untuk membeli makanan (ketidakamanan pangan) serta memperoleh air bersih dan pelayanan kesehatan (ketidakamanan kesehatan). Kekerasan tidak langsung dilakukan kepada individu atau masyarakat ketika struktur ekonomi dan politik yang tidak adil mengurangi harapan hidup mereka melalui kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar (Tickner, 1995: 18). Oleh karena itu, keamanan ekonomi juga berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dengan komponen human security lainnya, seperti keamanan politik, keamanan personal, keamanan komunitas, keamanan politik, dan keamanan lingkungan.
Pada intinya, keamanan ekonomi memungkinkan untuk mencapai freedom from want yang termasuk di dalamnya pencapaian atas sarana untuk memperoleh makanan, tempat tinggal, akses ke perawatan kesehatan, dan sebagainya. Disisi lain, sangat sulit memisahkan keamanan ekonomi dengan dimensi lainnya dari human security disebabkan setiap aspeknya memiliki keterkaitan dengan aspek lainnya. Keamanan ekonomi bukan hanya sekedar membahas permasalahan kemiskinan walaupun kemiskinan merupakan prioritas utama tetapi jauh dari itu beberapa ancaman dalam keamanan ekonomi juga mencakup pengangguran, akses ke sumber daya yang menghasilkan pendapatan, maupun tunawisma (Siew Mun Tang, 2015: 41-42).
Walaupun pembahasan mengenai dimensi keamanan ekonomi lebih dari sekedar kemiskinan, namun isu kemiskinan tetap menjadi prioritas utama. Di era globalisasi, isu kemiskinan menjadi salah satu isu yang paling sering mewarnai konstelasi hubungan antar negara. Pendapat mengenai dampak globalisasi pada setiap bidang kehidupan di seluruh dunia, sangat beragam dan ambigu. Globalisasi
secara bersamaan dilihat sebagai kendaraan dasar pembangunan dan sebagai sumber berbagai kemalangan. Di satu sisi, para pendukung pasar liberal mengklaim globalisasi dapat mendatangkan dampak positif. Di sisi lain, muncul berbagai fenomena negatif, seperti hegemoni keuntungan finansial oleh orang kaya dan peningkatan kemiskinan, serta konsekuensinya yakni ketidakamanan dan ketidakberdayaan, mempengaruhi terutama negara-negara berkembang. Dalam hal ini pendekatan berdasarkan pemikiran orientasi keamanan tampaknya paling relevan, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan konsep human security dan upaya peningkatan standar hidup merupakan isu kunci dari reorientasi globalisasi, dibandingkan dengan pendekatan yang lebih ke arah kebutuhan dasar manusia (Stiglitz, 2006).
Czeslaw Mesjasz (2008: 579) mengungkapkan bahwa hubungan antara globalisasi dan keamanan ekonomi mengacu pada tiga bidang yang saling mempengaruhi yakni: fungsi pasar global; keamanan ekonomi dari negara-negara;
dan pengaruh globalisasi pada standar hidup. Richard Falk berpendapat bahwa peningkatan angka kemiskinan, kelaparan, dan malnutrisi, terjadi sebagai konsekuensi dari kegiatan negara-negara dalam sistem internasional dalam struktur hierarkis ekonomi kapitalis global, di mana keamanan ekonomi masyarakat miskin transnasional semakin dirusak oleh keamanan ekonomi untuk modal transnasional.
Kendala struktural bagi pencapaian kemanan ekonomi bagi individu di negara- negara miskin adalah pembangunan yang tidak merata dalam ekonomi kapitalis global (Falk dalam Tickner, 1995: 189). Globalisasi ekonomi telah mengakibatkan keuntungan terbatas yang dapat diperoleh oleh mayoritas individu dan kelompok di negara-negara berkembang. Hal ini menyebabkan tingkat pertumbuhan melambat bahkan negatif, kesenjangan ekstrim dalam distribusi pendapatan, penurunan standar hidup, dan peningkatan kemiskinan global.
Globalisasi juga telah mengubah cara berpikir dan mengkonsepsikan keamanan ekonomi. Keamanan ekonomi tidak lagi menjadi agenda nasional dan masalah domestik sebab kesejahteraan suatu bangsa atau masyarakat terhubung dengan stabilitas keuangan dan kemakmuran orang di negara lain. Sebagai contoh adalah krisis keuangan global dipicu oleh bencana kredit sub-prime di Amerika Serikat yang sangat mempengaruhi keamanan ekonomi Cina dan global pada tahun
72
2009. Globalisasi telah mengikis kontrol negara terhadap ekonomi dan menyoroti pentingnya kerjasama internasional. Dimensi keamanan ekonomi telah melampaui apek penyediaan mata pencaharian individu dan juga meliputi kelangsungan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat global (Tang, 2015: 49). Meningkatnya ketidakamanan individu dan sosial telah menghasilkan berbagai efek samping. Efek langsung di tingkat individu dan keluarga adalah peningkatan tekanan mental dan ketegangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk penyakit psikologis dan fisik termasuk depresi, keterasingan, bunuh diri, tekanan darah tinggi, stroke, dan serangan jantung (Ghai, 1997: 10).
Dari sini dapat kita lihat bagaimana dimensi ekonomi juga mempengaruhi dimensi-dimensi lain dalam keamanan manusia. Negara dengan perekonomian yang kuat tentu saja dapat memberikan fasilitas kesehatan yang baik bagi masyarakatnya. Negara tersebut juga dapat menjamin ketersediaan pangan bagi warganya. Namun perekonomian yang kuat kadang membawa konsekuensi yang besar terhadap lingkungan. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam sebagai sumber kekayaan negara memberi dampak yang negatif bagi kelestarian lingkungan suatu negara. Hal ini tentu saja sangat mengancam keamanan lingkungan suatu negara. Oleh sebab itu, dimensi ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keenam dimensi lainnya. Ada keterkaitan antara dimensi ekonomi dan keenam dimensi lainnya, baik itu keterkaitan secara positif maupun negatif.
2.3. Perkembangan Konsep Keamanan Ekonomi
Wacana keamanan ekonomi tidak bisa difokuskan hanya pada ekonomi makro dan masalah kelembagaan saja, tetapi juga harus mencakup interpretasi sistemik dari kondisi di mana keamanan ekonomi dipertimbangkan. Beberapa atribut keamanan seperti ancaman, risiko, kerentanan, dan sekuritisasi, harus disesuaikan dengan mengunakan analisis teori ekonomi yang diambil baik dari makroekonomi dan mikroekonomi (Mesjasz, 2008:569). Ada dua tingkat analisis dalam keamanan ekonomi. Pertama, pada level global, negara, dan antar-negara (inter-state), di mana ekonomi diperlakukan sebagai faktor penentu keamanan negara, dan dampak keamanan negara pada kemakmuran ekonomi diperhitungkan
dalam pertimbangan ekonomi. Kedua, pengembangan teori ekonomi dihadapkan dengan keamanan ekonomi non-negara seperti entitas sosial (lembaga, daerah, perusahaan, individu) (Mesjasz, 2008:571). Dengan demikian, perkembangan konsep keamanan ekonomi dapat dikaitkan dengan entitas aktor yang terlibat maupun aspek lain dalam human security. Berikut ini merupakan unsur-unsur yang dapat membentuk konsep keamanan ekonomi
2.3.1 Keamanan Ekonomi dari Negara
Antara kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh berbagai aktor/pelaku dan keamanan negara dapat dihubungkan melalui tiga cara. Pertama, keamanan ekonomi murni berkaitan dngan ancaman bagi perekonomian yang dapat membahayakan kemakmuran dan fungsi suatu negara. Kedua, kemakmuran ekonomi diperlakukan sebagai latar belakang meningkatkan kekuatan militer.
Ketiga, upaya-upaya militer (pengeluaran militer, keterlibatan dalam perang dan konflik) dapat membahayakan keamanan nasional suatu negara. Sementara itu, Lembaga negara biasanya menghubungkan keamanan ekonomi dengan kemakmuran dan standar peningkatan hidup. Dalam dokumen resmi dari Canadian Security Intelligence Service (2002) disebutkan bahwa keamanan ekonomi adalah pemeliharaan kondisi yang diperlukan untuk mendorong perbaikan berkelanjutan dalam produkstiviatas tenaga kerja dan modal sehingga meningkatkan standar hidup untuk warga suatu negara. Keamanan ekonomi dari negara juga bisa dipersempit menjadi perlindungan terhadap spionase ekonomi, seperti dalam Undang-Undang Keamanan Ekonomi Amerika Serikat 1 Februari 1996 (Mesjasz, 2008:576).
2.3.2 Definisi sistemik Keamanan Ekonomi
Definisi sistemik keamanan ekonomi didominasi dengan konteks kegiatan ekonomi, termasuk fungsi mekanisme pasar, ketersediaan sumber daya, dan tingkat konsumsi. Jika melihata pertimbangan keamanan ekonomi dari perspektif Copenhagen School berfokus terutama pada kelancaran fungsi dari pasar di tingkat global dan lokal. Buzan (1991: 19-20) menyatakan bahwa masalah keamanan ekonomi yaitu terkait dengan akses terhadap sumber daya, keuangan dan pasar yang diperlukan untuk kesejahteraan dan kekuasaan negara. Sementara sektor ekonomi
74
adalah tentang hubungan perdagangan, produksi, dan keuangan (Buzan, Wæver, de Wilde, 1998:7 dalam Mesjasz, 2008). Nesadurai (2005) mengusulkan alternatif konseptualisasi keamanan ekonomi yang didefinisikan dengan memastikan probabilitas kerusakan yang rendah atas (a) aliran pendapatan dan konsumsi minimal yang diperlukan manusia /kebutuhan keluarga; (b) integritas pasar; dan (c) ekuitas distributif. Dalam hal ini, Nesadurai (2005) tidak menolak pendapat neoliberalis untuk mengamankan kemanan ekonomi nasional. Namun, Nesadurai lebih menekankan permasalan keamanan ekonomi yang dilihat dari apek historical, political, dan social contexts dari suatu negara dan masyarakatnya (Mesjasz, 2008:576-577).
2.3.3 Keamanan Ekonomi Individu
Kelompok lain mendefinisikan keamanan ekonomi yang langsung mengacu pada kondisi hidup kelompok sosial dan individu, serta perlindungan terhadap kemiskinan sehingga interpretasi keamanan ekonomi dekat dengan konsep tradisional jaminan sosial dan keamanan manusia. Definisi ini mencerminkan penekanan yang diletakkan pada standar hidup individu. Keamanan ekonomi mengacu pada standar yang terjamin dan stabil hidup yang menyediakan sumber daya bagi individu dan keluarga yang diperlukan untuk berpartisipasi secara ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bermartabat di komunitas mereka (Economic Security Project, 2005 dalam Mesjasz, 2008).
Sementara itu, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Departemen Keamanan Sosial (2006) telah mengusulkan Indeks keamanan ekonomi yang berisi delapan unsur, yaitu i) labour market security, ii) employment protection security, iii) job security, iv) skills security, v) work security, vi) representation security, dan vii) income security, sementara indek ke delapan yaitu old age pension security index juga dimasukkan untuk memperhitungkan keamanan pendapatan orang tua.
Dengan demikian keamanan ekonomi diperlakukan sebagai pemenuhan dasar kebutuhan manusia dan sebagai unsur yang sangat diperlukan bagi keamanan manusia (Mesjasz, 2008:578).
2.3.4 Keamanan ekonomi dalam Stabilitas Keuangan Domestik dan Internasional
Pemahaman keamanan ekonomi termasuk sekuritisasi menjadi kompleks di bidang keuangan, mulai dari tingkat perusahaan melalui negara, dan berakhir di tingkat internasional. Bidang keuangan terkait dengan risiko yang merupakan faktor kunci dari dinamika keuangan dan ekonomi internasional, baik yang positif maupun negatif. Risiko keuangan dan kemakmuran hanya dua sisi koin yang sama.
Pada keamanan ekonomi makro, resiko diidentifikasi dengan adanya krisis besar yang mempengaruhi stabilitas keuangan. Krisis finansial dalam skala global dapat meruntuhkan sistem finansial dunia seperti the Great Depression yang terjadi pada 1929 dan krisis finansial global pada tahun 1970-an dan tahun 2008. Sementara krisis finansial dalam skala lokal atau domestik juga dapat menimbulkan contagion effect bagi negara-negara sekitarnya (Mesjasz, 2008:578) misalnya krisis yang terjadi di Thailand yang kemudian merembet ke negara-negara di Asia Tenggara.
Stabilitas keuangan yang terguncang kemudian akan menularkan ketidakamanan ekonomi pada aspek lain seperti kelaparan akibat guncangan ekonomi (misalnya pengangguran, kemiskinan), ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara yang menimbulkan kekacauan politik dan aspek lainnya.
3. Penutup
Dimensi ekonomi merupakan salah satu dimensi penting dalam human security yang muncul sebagai akibat dari pergeseran konsep keamanan setelah Perang Dunia. Di samping itu, keamanan ekonomi ini menjadi fokus utama dalam human security karena dampak dari kolonialisasi kemudian mengakibatkan ketidaksetaraan antara negara-negara Selatan dan Utara sehingga kemudian mengakibatkan kekacauan ekonomi, politik dan sosial yang mengancam manusia.
Dengan demikian, aspek keamanan ekonomi pun menjadi tidak terlepas dari aspek lain dalam dimensi human security. Konsep keamanan ekonomi juga mengalami perkembangan dengan melihatnya dari beberapa unsur yaitu keamanan ekonomi dari negara, keamanan ekonomi yang didefinisikan secara sistemik, keamanan ekonomi individu dan keamanan ekonomi dalam stabilitas keuangan domestik dan internasional.
76 Referensi
Ahmed, Nafeez Mosaddeq, Oktober 2004, ‘The Globalization Of Insecurity: How The International Economic Order Undermines Human And National Security On A World Scale,’ Historia Actual Online, United Kingdom:
Institute for Policy Research & Development.
Andruseac, Gabriel, 2015, ‘Economic Security New Approaches in the Context of Globalization’, Centre for European Studies Working Papers, Vol. VII, No.
2.
Buzan, Barry, 1991, ‘New Patterns of Global Security in the Twenty-First Century’.
International Affairs, Vol.67 No.3.
_________________, People, States and Fear: An Agenda for International Security Studies in The Post Cold War Era. London: Harvester Wheatsheaf.
Ghai, Dharam, 1997, ‘Economic Globalization, Institutional Change and Human Security,’ United Nations Research Institute for Social Development.
Kim, Samuel S., Juni 1984, ‘Global Violence and a Just World Order,’ Journal of Peace Research, no. XXI-2.
King, Gary dan Murray, Christopher J. L., 2001, ‘Rethinking Human Security’.
Political Science Quarterly. Vol.116. No.4.
Mesjasz, Czeslaw, 2008, ‘Economic Security,’ dalam Hans Günter Brauch (eds.), Globalization and Environmental Challenges, Berlin : Springer Berlin Heidelberg, hlm. 569-580.
Ronis, Sheila R, 2010, ‘Economic Security Neglected Dimension of National Security?’, Center for Strategic Conferencing Institute for National Strategies Studies, National Defense University Press.
United Nation Development Programme, 1994, Human Development Report 1994, New York : Oxford University Press.
Tang, Siew Mun, 2015, ‘Rethinking Economic Security in A Globalized World,’
Contemporary Politics, terbitan online dari Routledge Taylor & Francis.
Tickner, J. Ann, 1995, ‘Re-visioning Security’, dalam Smith Ken, Steve (eds.), International Relations Theory Today, Oxford: Polity Press.