• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN DI KARESIDENAN BANYUMAS PADA TAHUN 1895-1817 - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN DI KARESIDENAN BANYUMAS PADA TAHUN 1895-1817 - repository perpustakaan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Jalur kereta api yang melintasi Purwokerto, Karesidenan Banyumas merupakan salah satu jalur kereta api aktif yang menghubungkan jalur lintas utara dan jalur lintas selatan. Jalur ini menghubungkan Kroya sampai Cirebon. Jalur kereta api aktif ini salah satu jalur yang ramai dilintasi kereta api. Jalur ini merupakan jalur peninggalan kolonialisme Belanda yang masih aktif digunakan hingga saat ini. Jalur ini pada saat kolonialisme Belanda merupakan jalur milik negara yang dibangun untuk menghubungkan Kroya dengan Cirebon. Jalur lain yang melewati Karesidenan Banyumas selain jalur yang digunakan saat ini adalah jalur Maos-Purwokerto-Wonosobo yang juga merupakan jalur peninggalan penjajahan Belanda yang saat ini status jalur tersebut menjadi jalur tidak aktif.

Pada tahun 2018 kabar pengaktifan kembali jalur ini kembali mencuat, namun rencana pengaktifan kembali jalur tersebut belum menemui kejelasan (Satelit Post, 17 Februari 2019). Mobilitas tinggi dan semakin ramainya daerah Banyumas menjadi sebab dibangunnya kembali jalur kereta api baru. Selain itu dibangunnya bandara di Wirasaba Purbalingga dapat memperlancar arus mobilitas penduduk, sehingga menimbulkan rencana pengaktifan kembali jalur yang sudah dibuat oleh kolonialisme Belanda yaitu jalur Purwokerto-Wonosobo yang saat ini dalam tahap kajian.

(2)

Penggunaan transportasi kereta api di daerah Karesidenan Banyumas sendiri sudah dimulai sejak zaman kolonialisme Belanda. Transportasi kereta digunakan untuk keperluan perkebunan dan lainnya. Perusahaan kereta api juga berkembang pesat karena berkembangnya perkebunan. Pada akhir abad ke-19 menurut para pengusaha swasta, transportasi yang bersifat massal dinilai sebagai kebutuhan yang mendesak. Para pengusaha mengeluhkan kesulitan pengangkutan hasil-hasil perkebunan untuk diekspor dan pengangkutan barang-barang impor dari pelabuhan ke daerah pedalaman. Atas permintaan pengusaha swasta ini, mulai dibukanya jaringan kereta api di Jawa (Katam dalam Novita, 2016: 5).

Banyak perusahaan kereta api swasta berdiri di Indonesia. Jalur-jalur kereta maupun trem banyak dibuka. Jaringan kereta api tersebut mempunyai pengaruh besar pada pengangkutan hasil-hasil bumi ataupun industri perkebunan swasta.

Selain itu juga mempermudah mobilitas penduduk, serta telah mendorong urabanisasi.

Untuk keperluan perkebunan tebu dan pabrik gula di Karesidenan Banyumas pihak kolonial berusaha keras membangun sarana transportasi yang menghubungkan daerah inti Banyumas ke berbagai daerah (Sukardi, 2014: 94).

Sarana jalan yang belum memadai, mengingat perkembangan teknologi transportasi telah berkembang begitu jauh. Sarana angkutan kereta api merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari, karena sangat dibutuhkan untuk pengangkutan barang-barang perkebunan dari Banyumas dan sekitarnya (Sukardi, 2014: 96).

Ada dua perusahaan yang membuka atau membangun jalur kereta api di wilayah Karesidenan Banyumas. Perusahaan yang pertama adalah perusahaan

(3)

Staats Spoorwagen (S.S) yang merupakan salah satu perusahaan milik negara yang mempelopori pembangunan jalur kereta api di Indonesia. Perusahaan ini membuka jalur kereta api yang menghubungkan Kroya dengan Cirebon. Jalur yang menghubungkan Kroya dengan Cirebon ini melewati wilayah Karesidenan Banyumas. Sebelumnya perusahaan Staats Spoorwagen telah membuka jalur yang menghubungkan Bandung dengan Yogyakarta. Setelah itu Staats Spoorwagen kemudian membuka jalur yang menghubungkan Kroya dengan Cirebon yang melintasi Sungai Serayu yang dibangun sekitar tahun 1915. Berbeda dengan jalur- jalur lain di Pulau Jawa, jalur ini menembus daerah pegunungan dengan jalur yang berliku-liku. Sehubungan dibukanya jalur yang menghubungkan Kroya dengan Cirebon yang dibangun oleh perusahaan Staats Spoorwagen, maka dibangunlah Stasiun Purwokerto yang terletak di tengah-tengah jalur ini yang dibangun sekitar tahun 1915-1917. Jalur ini sampai sekarang masih aktif dan menjadi salah satu jalur yang ramai dilewati oleh kereta api.

Sementara yang kedua adalah perusahaan swasta Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS). Perusahaan ini membangun dan membuka jalur kereta yang menghubungkan Purwokerto dengan Banjarnegara hingga Wonosobo. Pada tahun 1895, SDS membangun jaringan kereta api di karesidenan Banyumas. Pada tahap pertama jaringan jalan kereta api yang dibangun itu menghubungkan kota Maos ke arah Purwokerto. Mulai beroperasi secara resmi pada pada bulan Juli 1895. Dari Purwokerto ke arah timur, menuju distrik Sokaraja, kota Purbalingga, dan Banjarnegara. Pada bulan September 1896, jalur kereta api Purwokerto sampai Sokaraja secara resmi dapat dioperasikan, sedangkan dari Sokaraja ke arah

(4)

Purbalingga dan Banjarnegara baru selesai pembangunannya pada bulan Maret 1897. Jalur kereta api tersebut dapat dipastikan siap penggunaannya pada pertengahan tahun 1897 itu juga (Sukardi, 2014: 98).

Pada masa pendudukan Jepang, Jepang melakukan pencopotan rel yang berada di jalur SDS. Fenomena pencopotan rel oleh Jepang dari Maos hingga Tanjung menunjukkan bahwa Jepang memandang hal itu sebagai pemborosan.

Jalur tersebut tidak ada pabrik gula atau pabrik lain yang secara ekonomi menguntungkan. Keberadaan pabrik gula di Purwokerto tahun 1893 sedikit mengisi kekosongan kepentingan ekonomi (Priyadi, 2019: 151).

Mengkaji perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas sangatlah menarik. Karesidenan Banyumas pernah merasakan perkembangan perkerataapian pada masa penjajahan sehingga menjadikan Banyumas menjadi bagian sejarah Indonesia yang menyangkut jalur kereta api. Beberapa bangunan yang berkaitan dengan sejarah perkeretaapian di Banyumas sampai sekarang masih ada yang dapat disaksikan, baik yang masih utuh maupun yang sudah dialih fungsikan. Berdasarkan latar belakang di atas muncul permasalahan yang menarik untuk dikaji dengan judul Perkembangan Perkeretaapian Di Karesidenan Banyumas pada Tahun 1895-1917.

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana latar belakang pembukaan jalur kereta api di Karesidenan Banyumas?

2. Bagaimana perkembangan transportasi kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917?

3. Bagaimana dampak pembukaan jalur kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan latar belakang pembukaan jalur kereta api di Karesidenan Banyumas.

2. Untuk menjelaskan perkembangan transportasi kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917.

3. Untuk menjelaskan dampak pembukaan jalur kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dan agar dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaatnya sebagai berikut :

(6)

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat menambah khasanah penulisan sejarah tentang perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada Masa Kolonial tahun 1895-1917.

b. Memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang perkeretaapian di Karesidenan Banyumas, dimana hasil penelitian diharapkan mampu memberikan rangsangan agar dilakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Secara praktis penelitian ini memberikan pemahaman tehadap perkembangan dan dampak transportasi kereta api di Karesidenan Banyumas pada masa kolonial tahun 1895-1917.

b. Menambah khasanah sumber-sumber tertulis tentang perkembangan perkeretaapian pada masa kolonial di Karesidenan Banyumas tahun 1895- 1917.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Fitriana Novita dengan judul Perkeretaapian di Wonosobo Tahun 1917-1942. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah peneliti memperoleh sejarah dari latar belakang perkeretaapian di Wonosobo, perkembangan perkeretaapian di Wonosobo dan dampak dibukanya jalur kereta api di Wonosobo pada tahun 1917-1942 bagi masyarakat. Pembahasan penelitian tersebut masih terlihat luas, tidak berfokus pada satu titik obyek. Dalam

(7)

pembahasan, menjelaskan perusahaan NISM dan SDS, jadi penjelasan masih telihat luas dan hanya memberikan informasi secara umum.

Penelitian yang dilakukan oleh Yusi Ratnawati dengan judul Perkembangan Perkeretaapian pada Masa Kolonial di Semarang Tahun 1867-1901. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sejarah perkembangan perkeretaapian pada masa kolonial di Semarang tahun 1867-1901. Skripsi ini membahas perusahaan kereta api milik pemerintah dan perusahaan-perusahaan trem swasta di Semarang sehingga pembahasan masih terlalu luas serta membahas dari segi sejarah perkeretaapian di Semarang tahun 1867-1901. Tidak adanya pembahasan terkait dampak yang ditimbulkan dari perkeretaapian di Semarang pada penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Nova Tri Utomo dengan judul Sejarah Kereta Api di Banyumas-Wonosobo 1917-1976. Hasil penelitian ini adalah sejarah kereta api jalur Banyumas hingga Wonosobo pada tahun 1917-1976. Dalam penjelasan pada penelitian ini masih terlihat sangat luas dan belum mendalam.

Penjelasan pada penelitian ini lebih condong pada perkembangan kereta api di Wonosobo dan sedikit membahas perkembangan kereta api di Banyumas. Dalam penelitian ini Banyumas disebut akan tetapi jalur kereta tidak melewati Banyumas sehingga kurang tepat kalau Banyumas disebut dalam penelitian ini. Pembukaan jalur kereta api atau trem Maos-Purwokerto-Banjarnegara hingga Wonosobo kurang dijelaskan secara detail hanya dijelaskan pembukaan dari Maos kemudian melewati Banyumas, Banjarnegara menuju Maos.

Penelitian tentang perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917 yang membahas latar belakang pembukaan jalur kereta api

(8)

di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917, perkembangan transportasi kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917, dan dampak pembukaan jalur kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917.

Pembahasan penelitian pada skripsi dibahas secara mendetail dan dalam.

Pembahasan bukan hanya pada perkembangan saja akan tetapi dibahas mulai dari latar belakang, pemberian konsesi, perkembangan perkeretaapian hingga dampak dari pembukaan jalur kereta api di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917.

F. Kajian Teori dan Pendekatan 1. Kajian Teori

Kajian teori merupakan teori-teori yang dianggap relevan untuk menganalisis objek. Sebagai alat teori-teori yang dianggap paling memadai, paling tepat, baik dalam kaitannya dengan hakikat objek maupun kebaruannya. Dalam masalah yang diteliti yaitu Perkembangan Perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada Tahun 1895-1917, maka menggunakan teori :

a. Teori Modernisasi

Modernisasi dalam konteks ilmu sosial merupakan suatu kajian yang dapat diartikan sebagai satu sikap dan pikiran untuk mendahulukan sesuatu yang baru dibandingkan yang selama ini ada dan sikap ini cenderung berkehendak menyesuaikan soal-soal yang sudah mantap dan menjadi adat kepada berbagai kebutuhan yang relatif baru. Modernisasi memliki dua efek yaitu konservatif dan revolusioner. Konservatif merupakan efek yang bersifat masih mempertahankan prinsip dan tujuan lama dengan suatu penyesuaian dengan tatanan baru sehingga

(9)

terjadi kompromistis paradigma antara konsep lama dan konsep baru.

Revolusioner merupakan efek yang bersifat frontal dengan mengikis habis tatanan lama dan mengganti dengan sesuatu produk baru (Wiranata, 2011: 140- 141). Menurut Max Weber esensi dari modernisasi terletak pada perubahan dari tradisionalitas ke rasionalitas. Hal ini terdapat dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan. Berdasarkan sistem solidaritas maka terdapat sistem komunal dan asosiasi (Kartodirjo, 2014: 187).

Pada masalah yang diteliti teori ini memiliki manfaat untuk mengupas masalah yang diteliti, karena perkembangan perkeretaapian di Banyumas pada tahun 1895-1917 berawal dari masalah pengangkutan barang-barang hasil perkebunan dan pabrik terutama pabrik gula. Mengingat perkembangan transportasi yang berkembang begitu jauh sehingga transportasi massal sangat dibutuhkan. Hal ini membuat Sarana angkutan kereta api merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari, karena sangat dibutuhkan untuk pengangkutan barang- barang perkebunan dan pabrik dari Banyumas menuju Pelabuhan Cilacap atau sebaliknya. Sehingga pada saat itu menjadikan proses menuju kemajuan dalam bidang transportasi terutama perkeretaapian di Karesidenan Banyumas.

b. Teori Transportasi

Transportasi dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Transportasi merupakan salah satu fasilitas bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang serta transportasi dapat meningkatkan

(10)

keterjangkauan suatu daerah karena keterjangkauan sering dikaitkan dengan daerah (Andriansyah, 2015: 1-2).

Selain itu, prasarana transportasi mempunyai dua peran utama, yaitu:

sebagai alat bantu untuk mengarahkan pengembangan di daerah perkotaan; dan sebagai prasarana bagi perpindahan manusia atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan, perkebunan, pedesaan, dan sebagainya.

Dengan melihat dua peran yang telah disampaikan diatas, peran pertama sering digunakan oleh perencana pengembang wilayah untuk dapat mengembangkan wilayahnya sesuai dengan rencana. Peran ini untuk mengetahui ukuran strategis dari suatu wilayah. Sehingga transportasi menjadi sarana yang penting untuk menuju suatu wilayah dan berdampak pada minat masyarakat untuk menjalankan kegiatan ekonomi di suatu wilayah (Andriansyah, 2015: 2-7).

Sebelum kereta api datang, Karesidenan Banyumas sudah menggunakan transportasi baik jalur darat maupun jalur perairan. Pada jalur darat, kendaraan tradisional seperti dokar dan gerobak dipakai oleh masyarakat secara umum.

Kemudian, dibangun jalan raya sehingga dapat memudahkan perpindahan baik orang maupun barang. Selain jalur darat, jalur perairan juga menjadi andalan jalur transportasi. Transportasi yang digunakan menggunakan kapal atau perahu.

Dibangunnya kaliyoso di Banyumas bertujuan untuk memperlancar pengangkutan barang dengan jalur perairan menuju pelabuhan Cilacap.

Kebutuhan akan kereta api menjadi sangat penting di Karesidenan Banyumas untuk pengangkutan barang-barang. Adanya kereta api diharapkan dapat memecahkan masalah pengangkutan barang di Karesidenan Banyumas.

(11)

Kereta api dianggap cepat dan dapat mengangkut banyak barang-barang sehingga menjadi lebih efisien. Adanya kereta api di Karesidenan Banyumas membuat pergeseran pengangkutan barang. Penggunaan transportasi tradisional digeser dengan adanya kereta api. Angkutan tradisional baik jalur darat dan jalur perairan mulai surut perannya dan tergantikan oleh kereta api atau trem milik swasta Serajoedal Stroomtram Maatschappij (SDS). Peneliti memilih teori transportasi karena peneliti menganggap bahwa teori transportasi ini merupakan teori yang cocok untuk permasalahan perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917.

2. Pendekatan

Pendekatan merupakan sebuah cara untuk mendekati, sehingga objek dapat diungkapkan sejelas mungkin. Pengertian yang lain dari pendekatan adalah sebagai sifat suatu ilmu pengetahuan, melaluinya objek diungkapkan secara lebih objektif. Jadi pendekatan adalah suatu cara atau suatu landasan untuk mendekati objek penelitian dengan sebagai sifat suatu ilmu pengetahuan yang mana objek dapat diungkapkan secara lebih objektif.

Pendekatan yang akan peneliti gunakan untuk meneliti permasalahan perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917 adalah menggunakan pendekatan sosiologis dan pendekatan ilmu politik.

Pendekatan sosiologis merupakan suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari segala seuatu yang berkaitan dengan masyarakat, segala sesuatu yang dihasilkan oleh masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan

(12)

antara manusia yang menguasai pada kehidupan itu. Pendekatan sosiologis menjelaskan hakikat masyarakat termasuk implikasinya terhadap suatu penelitian, baik secara praktis maupun teoritis (Nyoman Kutha Ratna, 2010: 370). Dalam kaitan permasalahan yang akan dibahas mengeni perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917, peneliti memilih pendekatan sosiologis karena pada masa itu merupakan masa dimana Karesidenan Banyumas berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda sehingga segala kebijakan kepada masyarakat mengikuti pemerintahan kolonial. Dalam kaitan perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas tak lepas dari peran masyarakat setempat. Pendekatan ini akan dapat memudahkan peneliti mengetahui bagaimana kehidupan sosial serta dampak bagi masyarakat setempat dengan adanya kereta api di Karesidenan Banyumas pada masyarakat tersebut.

Selain pendekatan sosiologis, peneliti juga menggunakan pendekatan ilmu politik untuk meneliti permasalahan perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917. Pendekatan ilmu politik merupakan pendekatan yang mempelajari politik atau kepolitikkan. Politik merupakan usaha menggapai kehidupan yang baik. Sejak dahulu masyarakat mengatur kehidupan secara bersama dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber alam, atau dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas (Budiarjo, 2008: 13-14).

Pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik daripada yang dihadapinya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima

(13)

dengan baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan yang harmonis. Usaha menggapai kehidupan yang lebih baik ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang antara lain mnyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya, perlu dimiliki kekuasaan serta wewenang. Kekuasaan ini diperlukan baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang timbul dalam proses ini (Budiarjo, 2008: 15).

Politik merupakan sejarah masa kini dan sejarah merupakan politik masa lampau. Politik dan sejarah merupakan satu keping mata uang yang tidak terpisahkan sehingga politik masih cukup menonjol, seperti tampak pada penulisan sejarah konvensional. Sejarah politik tidak terlalu dominan seperti pada masa lampau karena tema-tema dalam sejarah telah beranjak dari tradisi yang terlalu diakronis menuju sinkronis (Priyadi, 2015: 131).

Perkeretaapian di Karesidenan Banyumas tidak lepas dari peran politik.

Permasalahan pengangkutan hasil perkebunan dan hasil dari pabrik terutama pabrik gula menjadi permasalahan serius di Karesidenan Banyumas. Para pengusaha mengeluhkan akan transportasi untuk pengangkutan barang-barang hasil kebun dan pabrik. Kereta api menjadi suatu hal yang dapat memecahkan permasalahan tersebut. Kereta api menjadi moda transportasi yang mampu menembus daerah pedalaman dan cepat sehingga mampu memperlancar pengangkutan barang dari dan menuju Karesidenan Banyumas.

(14)

Perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895- 1917 tidak lepas dari politik. Politik menjadi dasar utama dalam permasalahan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917. Oleh karena itu, pendekatan ilmu politik sangat diperlukan dalam penelitian mengenai masalah perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas pada tahun 1895-1917.

Selain pendekatan sosiologis dan politik, peneliti juga menggunakan pendekatan ekonomi untuk meneliti permasalahan perkembangan perkeretaapian di Kabupaten Banyumas pada tahun 1895-1917. Pendekatan ekonomi merupakan suatu landasan kajian yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Dalam kaitan permasalahan yang akan diteliti, selain pendekatan sosiologis peneliti juga memilih menggunakan pendekatan ekonomis karena adanya perkeretapian di Kabupaten Banyumas pada tahun tersebut dapat memudahkan pengangkutan hasil-hasil perkebunan di Kabupaten Banyumas.

Kantor-kantor dagang yang bergantung pada pelayaran di sungai serayu beralih ke kereta api yang memiliki halte dan stasiun. Hal ini sangat berkaitan dengan perekonomian walaupun dari segi perekonomian sangat lah sedikit berdampak namun perlu untuk dipelajari.

(15)

G. Metode Penelitian

Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk melaksanakan riset atau penelitian. Desain penelitian memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan masalah dalam penelitian. Desain penelitian merupakan dasar dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu, desain penelitian yang baik akan menghasilkan penelitian yang efektif dan efisien.

Pemasalahan yang akan diteliti adalah perkembangan perkeretaapian di Kabupaten Banyumas pada tahun 1895-1917. Kajian tersebut merupakan kajian sejarah. Sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Merode sejarah merupakan sebuah metode bagaimana sejarawan mengungkapkan peristiwa yang serba kompleks dalam hal faktor, tokoh dan kausal (Priyadi, 2013: 48). Metode penelitian sejarah mencakup 4 hal yaitu :

1. Heuristik

Heuristik merupakan suatu proses pengumpulan sumber pada penelitian sejarah. Sumber yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo, 1997: 94). Data itu harus dicari dan ditemukan. Langkah ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh peneliti. Peneliti mencari sumber yang berhubungan dengan judul penelitian. Penelitian Sumber sejarah terbagi menjadi 3 yaitu sumber lisan, sumber tulisan, dan sumber bangunan (Priyadi, 2013: 112-118). Dalam permasalahan yang akan diteliti ini peneliti lebih berfokus pada pencarian sumber tulisan dan sumber bangunan karena sekarang ini

(16)

sangat sulit sekali mencari sumber lisan yang merupakan saksi ataupun pelaku pada tahun tersebut yang masih hidup.

Sumber yang dicari adalah sumber tulisan yang berupa arsip dan buku-buku yang relevan. Sasaran pencarian sumber tulisan meliputi website penyedia arsip, Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Puwokerto, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto, dan buku- buku yang relevan. Untuk pencarian sumber bangunan peneliti mencari peninggalan-peninggalan perkeretaapian masa kolonial baik meliputi stasiun, rel, dan sebagainya.

2. Kritik

Kritik merupakan sebuah proses pengujian yang mempertimbangkan faktor historis dari suatu teks untuk dapat menggali maknanya secara lebih mendalam.

Kritik juga merupakan langkah pengujian terhadap bahan-bahan sumber sejarah yang akan digunakan dalam penulisan sejarah. Verifikasi dilakukan untuk menilai apakah data itu asli dan bisa dipercaya (Priyadi, 2013: 118). Setelah mengumpulkan data kemudian data perlu diuji untuk diperoleh fakta-fakta yang bersifat objektif. Pada metode kritik dalam penelitian sejarah terdapat 2 jenis kritik pada penelitian sejarah yaitu

a. Kritik Ekstern

Kritik ekstern dilakukan untuk mencari keotentikan atau keaslian sumber.

Kritik ekstern melihat data dari sisi luar sejarah yang dilakukan dengan mencari kebenaran sumber sejarah melalui sejumlah pengujian terhadap berbagai aspek di luar sumber sejarah. Kritik ekstern pada sumber tertulis menyangkut pada

(17)

bagaimana kondisi fisik dari dokumen maupun catatan yang ditemukan. Apakah dibuat pada zamannya atau dibuat pada masa kini. Hal itu berlaku juga pada artifact atau sumber bangunan. (Priyadi, 2011: 75).

Kritik dilakukan terhadap sumber yang didapat oleh peneliti. Sumber yang didapat adalah sumber dokumen arsip. Sumber dokumen arsip yang peneliti dapat dikritik dengan cara melihat tahun dokumen arsip. Selain itu juga dilihat dari bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Belanda serta juga dilihat salah satu arsip yang terdapat cap stempel dari instansi terkait di masanya.

b. Kritik Intern

Kritik intern merupakan kritik yang menilai apakah sumber itu memiliki kredibilitas atau kebisaan untuk dipercaya atau tidak. Kritik intern dilakukan dengan memperhatikan dua hal yaitu penilaian interinsik terhadap sumber-sumber dan membanding-bandingkan kesaksian dari berbagai sumber agar sumber dapat dipercaya (diterima kredibilitasnya) (Priyadi, 2011: 81).

Kritik dilakukan terhadap dokumen sumber sejarah, apakah benar kejadian tersebut atau hanya sebuah rekayasa. Peneliti harus memeriksa sumber tersebut, apakah sumber-sumber tersebut saling mengisi atau tidak. Sumber-sumber yang didapat yang berupa arsip kolonial saling mengisi dan saling mendukung.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan menguraikan dan menyatukan data yang sudah dikumpulkan dan telah melewati proses kritik. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang dari subjektivitas. Tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Subjektivitas penulis sejarah diakui, tetapi untuk dihindari

(18)

(Kuntowijoyo, 1997: 100). Tahap ini merupakan data sejarah dan penyajiannya dalam batas-batas kebenaran objektif dalam arti dan maksudnya. Peneliti menguraikan sedetail mungkin fakta-fakta dari berbagai sumber atau data sehingga unsur-unsur terkecil dalam fakta tersebut menampakkan koherensinya (Priyadi, 2011: 88). Fakta-fakta sejarah yang telah diwujudkan perlu dihubungkan dan dikait-kaitkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga antara fakta satu dengan yang lainnya kelihatan sebagai suatu rangkaian yang masuk akal, dalam arti menunjukkan kesesuaian antara satu dengan lainnya. Tahap ini sangat penting dalam penelitian sejarah agar peneliti terhindar dari subjektivitas.

Sumber yang sudah dikritik kemudian masuk ketahap interpretasi. Peneliti menguraikan fakta-fakta dengan sedetail mungkin dari data yang diperoleh yang menimbulkan saling keterhubungan. Fakta-fakta yang diperoleh dihubungkan dan dikaitkan satu sama lain sehingga menjadi rangkaian dan kesesuaian.

4. Historiografi

Historiografi adalah penyajian berupa peristiwa sejarah. Langkah ini merupakan tahap akhir dari penelitian sejarah. Pada tahap ini peneliti menulis hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab. Tujuan peneliti adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan.

Penulisan sejarah sebagai laporan seringkali disebut karya historiografi yang harus memperhatikan aspek kronologis, periodesasi, serialisasi, dan kausalitas, sedangkan pada penelitian antropologi tidak boleh mengabaikan aspek holistik (Priyadi, 2011: 92).

(19)

Untuk menyusun historiografi yang baik setidaknya harus memenuhi empat ukuran yaitu: membuat detail aktual yang akurat, kelengkapan bukti yang cukup, struktur yang logis, dan penyajian yang terang dan halus (Gottschalk dalam Ratnawati, 2015: 13). Pada tahap ini yang akan disusun menjadi sebuah historiografi adalah perkembangan perkeretaapian di Karesidenan Banyumas.

Dalam pembahasannya dibatasi pada tahun 1895-1917. Fakta-fakta yang sudah diinterpretasi kemudian ditulis dari awal hingga akhir yang meliputi masalah yang harus dijawab sehingga menjadi sebuah laporan sejarah.

H. Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari lima bab : Bab Pertama : Pendahuluan memuat tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penelitian yang Relevan, Kajian Teori dan Pendekatan, Metode Penelitian, Sistematika Penyajian.

Bab Kedua : Latar Belakang Pembukaan Jalur Kereta Api di Karesidenan Banyumas pada Tahun 1895-1917.

Bab Ketiga : Perkembangan Transportasi Kereta Api di Karesidenan Banyumas pada Tahun 1895-1917.

Bab Keempat : Dampak Pembukaan Jalur Kereta Api di Karesidenan Banyumas pada Tahun 1895-1917.

BAB Kelima : Simpulan dan Saran.

Referensi

Dokumen terkait

Based on the fixed effect regression test, auditor quality strengthens the positive effect of accruals earnings management on future performance, while market share and financial

The importance of new approaches in teaching in promoting the search for students, leading them to raise the level of knowledge in the classroom, encourage creativity, express their