PERLAKUAN AKUNTANSI DAN PERHITUNGAN PAJAK ATAS SELISIH REVALUASI ASET TETAP PT.JEMBO CABLE COMPANY Tbk.
Oleh: Mellysa Djohan
Abstract: This research focuses on the revaluation of fixed assets in accordance with the PSAK No. 16 and conditions of taxation. In this study there are three principal issues: (1) how the accounting treatment of fixed assets revaluation surplus, (2) the calculation of tax on fixed assets revaluation surplus, (3) how the impact of revaluation of fixed assets against profit loss and corporate tax. Research methods used are descriptive method. The data type that is used in the form of primary and secondary data. Techniques of data collection was done through interviews and observations. Research results showed the revaluation surplus of fixed assets is Rp.
134.610.371.000, of the revaluation surplus is final taxed at 10% rate. Revaluation surplus of fixed assets will be reported in equity section on accumulated other comprehensive income on balance sheet.
Key words: revaluation, fixed assets, tax
PENDAHULUAN
Aset adalah komponen terpenting dalam sebuah perusahaan dimana aset tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan suatu perusahaan. Aset dapat dibagi menjadi 2, yaitu aset lancar dan aset tidak lancar. Aset tidak lancar dapat disebut juga dengan aset tetap. Aset tetap merupakan aset jangka panjang atau aset yang relatif permanen yang merupakan aset berwujud (tangible assets) karena ada secara fisik. Aset tetap tersebut dimiliki dan digunakan oleh perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual karena merupakan sebagian dari operasi normal. Sehubungan dengan hal tersebut kenaikan atau perubahan harga menyebabkan nilai historis aset perusahaan yang dinilai dalam rupiah akan sangat jauh berbeda dengan harga pasarnya.
Penilaian kembali aset tetap yang berdasarkan harga perolehan (historical cost) akan sangat tidak menguntungkan bagi pihak perusahaan, karena nilai yang diperoleh akan jauh berbeda dibandingkan dengan harga pasar sehingga tidak mencerminkan harga saat ini. Hal ini berpengaruh pada peningkatan nilai asset dalam laporan keuangan yang menyebabkan laporan keuangan yang disajikan kepada pengguna laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
Dalam Aprisca (2010) menyatakan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu perusahaan dalam menyehatkan kembali kondisi keuangannya adalah dengan melakukan penilaian aset tetap yang dimilikinya.
Penilaian kembali asset tetap menurut Fathurrohman (1997) dapat digunakan sebagai sarana bagi pemerintah atau Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatan penerimaan Negara yang berasal dari Pajak Penghasilan Badan, sedangkan bagi wajib pajak sendiri revaluasi asset tetap dapat dijadikan sebagai sarana untuk melakukan perencanaan pajak dengan tujuan untuk menghemat pembayaran pajak penghasilan badan.
Menurut standar akuntansi keuangan, perusahaan tidak dianjurkan untuk melakukan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap tanpa ada peraturan dari pemerintah. Dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 16 disebutkan bahwa standar akuntansi keuangan menganut prinsip penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan (historical cost) atau harga pertukaran (exchange cost). Namun dalam praktek komersial hal ini mungkin dilakukan dengan berdasarkan pada ketentuan pemerintah, yaitu peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Keuangan atau Keputusan Menteri Keuangan tentang revaluasi asset tetap sejak tahun 1996: No.507/KMK.04/1996 perubahan No.18/KMK.04/1998 menetapkan bahwa aktiva tetap perusahaan yang dinilai kembali adalah aset berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang telah dimiliki lebih dari 5 tahun dan masih digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dan juga tidak dimaksudkan untuk dijual. No.384/KMK.04/1998 peraturan ini menekankan bahwa penilaian aset tetap harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut pada saat penilaian dilakukan yang ditetapkan oleh perusahaan penilai yang telah diakui oleh pemerintah tertuang pada pasal 3 ayat (1) dan selisih antara nilai pasar dengan nilai buku fiskal aset tetap yang dinilai kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun berjalan dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat kompensasi yang tertuang pada pasal 3 ayat (3), selain itu selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksudkan pada pasal 3 ayat (3) dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, sebesar 10%., No.486/KMK.03/2002 tanggal 28 november 2002 keputusan ini membahas mengenai penilaian kembali asset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan yaitu dimana wajib pajak badan (BUT) yang disebut juga perusahaan, dapat melakukan penilaian asset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali tertuang pada pasal 1 ayat (1)
Penelitian ini merupakan studi deskriptif untuk menjelaskan permasalahan penelitian berupa : (1) Bagaimana perlakuan akuntansi atas revaluasi aset tetap berwujud khususnya asset tetap berwujud yang dilakukan pada PT. Jembo Cable Company Tbk ? (2) Bagaimana perhitungan pajak atas selisih revaluasi aset tetap berwujud khususnya aset tetap berwujud yang dilakukan di PT. Jembo Cable Company Tbk ? (3) Bagaimana dampaknya terhadap beban pajak dan laba bersih perusahaan?
LANDASAN TEORI
1. Aset Tetap
1.1 Pengertian dan Karakteristik Aset Tetap
Aktiva tetap adalah harta yang dapat digunakan lebih dari satu tahun dalam kegiatan usaha. Sesuai dengan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.16 paragraf ke-5
aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Menurut Kieso (2011) aset tetap dapat juga disebut sebagai plant, asset and equipment yang di definisikan sebagai berikut.“ Tangible assets that are held for use production or supply for goods and services, for rentals to others, or for administrative purposes; they expected to be used during more than one period”.
Adapun karakteristik utama dari plant, asset and equipment adalah sebagai berikut:
a. Diperoleh untuk digunakan dalam operasi dan tidak untuk dijual b. Bersifat jangka panjang dan biasanya dapat disusutkan
c. Ada dalam bentuk fisik/mempunyai bentuk fisik 1.2 Jenis-Jenis Aset Tetap
Pengelompokan aktiva tetap berwujud menurut akuntansi
Aktiva tetap dapat dikelompokkan berdasarkan 3 (tiga) kategori, yaitu (Harahap,2002):
1. Pengelompokkan berdasarkan sudut substansi aktiva tetap dibagi menjadi: aktiva berwujud (tangible assets) dan aktiva berwujud (intangible assets).
2. Pengelompokkan berdasarkan sudut disusutkan atau tidak aktiva tetap dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu: Depreciation plant assets dan Undepreciation plant assets.
3. Pengelompokkan berdasarkan jenis aset tetap dibagi menjadi: lahan, bangunan gedung, mesin, kendaraan, dan peralatan.
Penggolongan aktiva tetap berdasarkan umur, disusutkan atau tidak disusutkan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan umur aktiva tetap dibedakan atas aktiva tetap yang umumnya tidak terbatas dan aktiva tetap yang umurnya terbatas, yaitu sebagai berikut:
a) Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas
Aktiva ini tidak perlu dilakukan penyusutan terhadap harga perolehan, karena pada dasarnya nilai dari aktiva ini tidak akan menurun sekalipun umurnya bertambah, misalnya : Tanah
b) Aktiva tetap yang umurnya terbatas
Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa manfaatnya bisa diganti dengan aktiva sejenis, misalnya : Mesin
2. Berdasarkan perlakuan aktiva tetap dibedakan berdasarkan disusutkan atau tidak disusutkan.
a) Aktiva tetap yang disusutkan, setiap periodenya karena diasumsikan aktiva tetap tersebut akan mengalami penurunan kemampuan untuk memberikan jasanya. Misalnya : kendaraan, mesin, peralatan
b) Aktiva tetap yang tidak disusutkan, setiap periodenya karena diasumsikan aktiva tersebut tidak mengalami penurunan kemampuan dalam memberikan jasanya. Misalnya : Tanah Berdasarkan jenisnya aktiva tetap dibedakan atas tanah, bangunan, peralatan, mesin-mesin, perkakas, perabot dan kendaraan.
Pengelompokkan aktiva tetap berwujud menurut perpajakan
Menurut undang-undang perpajakan PPh pasal 11 ayat 6 Undang-Undang No.17 tahun 200 tentang pajak penghasilan yang telah disesuaikan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia pada Surat Keputusan Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tanggal 8 april 2002 tentang pengelompokan jenis-jenis harta berwujud, baik yang bangunan maupun yang bukan bangunan.(Lumbantoruan, 2006)
Kelompok bangunan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Kelompok bangunan yang permanent dengan umur 20 tahun 2. Kelompok bangunan yang semi permanent dengan umur 10 tahun.
Sedangkan untuk kelompok yang bukan bangunan dibagi menjadi 4 Golongan yaitu:
1. Golongan 1 dengan umur s/d 4 tahun 2. Golongan 2 dengan umur 4-8 tahun 3. Golongan 3 dengan umur 8-16 tahun 4. Golongan 4 dengan umur 20 tahun 2. Penyusutan
2.1 Pengertian Penyusutan
Aset tetap yang dimiliki perusahaan seperti peralatan, bangunan, dan pengembangan tanah akan kehilangan kemampuan untuk memeberikan mafaatnya kepada perusahaan seiring dengan berlalunya waktu sesuai dengan umur ekonomisnya yang akan menyebabkan berkurangnya nilai aset tetap tersebut.
Menurut Warren (1999) penyusutan adalah Biaya peralatan, bangunan, dan pengembangan tanah harus ditransfer ke akun beban dengan cara yang sisitematis sepanjang umur manfaatnya. Transfer periodik dari biaya ke bebanlah yang dinamakan penyusutan.
Menurut Subramanyam (2009) menyatakan bahwa definisi penyusutan adalah:
“ The process of allocating the cost of a plant to expense in the accounting periods benefiting from its used. Depreciation does not decline in the asset’s market value each period, not does it measure the asset’s deterioration.”
Dengan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyusutan adalah proses pengalokasian biaya pabrik ke beban dalam periode akuntansi yang manfaatnya berasal dari pengunaanya.
Penurunan tidak menurunkan nilai pasar aset setiap periode, tidak mengukur bagaimana kerusakan aset tersebut.
2.2 Metode Penyusutan
Dalam menentukan jumlah beban penyusutan aset tetap yang diakui oleh perusahaan pada setiap periode, ada 3 faktor yang harus dipertimbangkan yaitu:
(1) Biaya awal aset tetap
(2) Umur manfaat yang diperkirakan
(3) Estimasi nilai pada akhir umur manfaat (nilai residu)
menurut literatur akuntansi perusahaan dapat menggunakan metode penyusutan sebagai berikut Kieso (2011):
1. Activity method (Units of use or production) 2. Straight-line method
3. Diminishing (accelerated)-charged method
Sedangkan metode penyusutan sesuai Ketentuan Perundang-Undangan Perpajakan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
1. Metode garis lurus (Straight line Method) atau saldo menurun (Declining Balance Method) untuk aset tetap berwujud bukan bangunan.
2. Metode garis lurus untuk aset tetap berwujud berupa bangunan
Penggunaan metode penyusutan aset tetap berwujud disyaratkan taat asas (konsisiten). Dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Dengan memerhatikan pembukuan Wajib Pajak, apabila ditemukan
adanya alat-alat kecil atau sering disebut small tools yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.(Waluyo, 2008)
Tabel 2.1
Pengelompokan Aset dan Tarif Penyusutan Kelompok Harta
Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode Garis
Lurus
Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode Saldo
Menurun
I. Bukan Bangunan
kelompok 1 4 tahun 25% 50%
kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%
kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%
kelompok 4 20 tahun 5% 10%
3. Revaluasi Aset Tetap
Revaluasi aset tetap adalah suatu penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan agar aset tersebut sesuai dengan harga pasar pada saat dilakukannya revaluasi tersebut. Penilaian kembali (revaluasi) aset tetap dapat meliputi seluruh atau sebagian aset tetap perusahaan, termasuk aset tetap perusahaan yang terhadapnya sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya.
Aset perusahaan yang direvaluasi adalah aset tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Penilaian kembali aset tetap dalam perpajakan hanya diperkenankan apabila terjadi ketidaksetaraan antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga ketidakserasian antara biaya dan penghasilan yang dapat meghasilkan timbulnya beban yang tidak wajar, disebabkan oleh perkembangan harga yang mencolok/perubahan kebijakan dibidang moneter misalnya kebijaksanaan revaluasi nilai mata uang rupiah terhadap mata uang rupiah terhadap mata uang asing dalam keaadan demikian,menteri keuangan diberi wewenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali (revaluasi) aset tetap atau indeksasi biaya dan penghasilan atas selisih penilaian kembali aset dikenakan pajak dengan tarif tersendiri dengan keputusan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi antara 10% s/d 30%
(UU no.17 tahun 2000 pasal 17)
4. Akuntansi atas Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 29 disebutkan bahwa standar akuntansi keuangan menganut prinsip penilaian aset berdasarkan harga perolehan (historical cost) atau harga pertukaran (exchange cost). Setiap entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengukuran awal, yaitu: (1) Model biaya historis atau (2) Model revaluasi. Sedangkan PSAK yang lama tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam pengkuran aset yang dinyatakan sebagai berikut:
“Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah.Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut
terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama “Selisih penilaian kembali aktiva tetap.”
Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (Revisi 2007) mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:
1. Metode Biaya Historis ( PSAK Tahun 1994 dan PSAK Revisi 2007 )
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.
2. Metode Revaluasian ( PSAK Revisi 2007 )
Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Menurut Kieso, Weygandt, Warfield (2011:589) mengenai prosedur akuntansi revaluasi. Aturan umum untuk akuntansi revaluasi adalah sebagai berikut:
1. Ketika perusahaan melakukan penilaian kembali aset jangka panjang berada diatas nilai historis, pencatatan Unrealized Gain dapat meningkatkan Other Comprehensive Income dan Accumulated Other Comprehensive Income.
2. Jika perusahaan mengalami kerugian atas penurunan ( penurunan dibawah nilai historis), kerugian tersebut mengurangi pendapatan dan laba ditahan. Dengan demikian laba atas revaluasi meningkatkan modal bukan pendapatan bersih, sedangkan kerugian mengurangi pendapatan dan laba ditahan.
3. Jika revaluasi meningkat dapat membalikkan penurunan yang sebelumnya dilaporkan sebagai kerugian atas penurunan (Impairment Loss), perusahaan meng-kredit peningkatan revaluasi ke pendapatan menggunakan akun Recovery of Impairment Loss sampai dengan jumlah kerugian sebelumnya. setiap peningkatan penilaian tambahan di atas biaya historis meningkatkan pendapatan komprehensif lain dan dikreditkan Unrealized Gain on Revaluation.
4. Jika penurunan revaluasi membalikkan peningkatan yang dilaporkan sebagai laba yang belum direalisasi (unrealized gain), perusahaan pertama mengurangi pendapatan komprehensif lainnya dengan menghilangkan keuntungan yang belum direalisasi (unrealized gain). Setiap penurunan penilaian tambahan mengurangi laba bersih dan dilaporkan sebagai kerugian atas penurunan (loss on impairment).
5. Tarif PPh pada Penilaian Kembali
Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula, setelah dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang pajak penghasilan yang berlaku, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%. Kompensasi kerugian fiskal tetap harus dilakukan terlebih dahulu, meskipun dalam tahun pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat Penghasilan Kena Pajak dari keuntungan usaha dan atau sumber lainnya.
Perhitungan pajak penghasilan atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan, apabila selisih lebih atas penilaian kembali aset tetap di atas nilai sisa buku fiskal semula maka akan dikenakan PPh terhutang yang bersifat final sebesar 10%. Dan jika terdapat kompensasi kerugian fiskal, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap PPh terhutang tersebut.
𝑃𝑃ℎ 𝐹𝑖𝑛𝑎𝑙 = (𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐵𝑎𝑟𝑢 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑎 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝐹𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙)
METODOLOGI PENELITIAN
Pemilihan objek penelitian ini didasarkan pada perusahaan yang telah melakukan metode penilaian kembali (revaluasi) aset tetap yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, serta perusahaan yang memiliki asset tetap khususnya aset tetap berwujud, sehingga penulis memutuskan untuk memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian. Penelitian ini berjenis studi kasus dimana objek penelitiannya adalah sebuah perusahaan manufaktur yang telah menjadi perusahaan terbuka atau Go Publik yang berada di wilayah Tangerang. Perusahaan manufaktur dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai macam jenis kabel yang akan di distribusikan kepada perusahaan lainnya, selain itu perusahaan ini juga memiliki usaha lain yaitu energi listrik pada anak perusahaannya. Perusahaan tersebut adalah PT. Jembo Cable Company Tbk. yang terletak di Jatiuwung-Tangerang.
Dalam suatu penelitian data merupakan faktor yang sangat penting yang dapat menentukan kualitas suatu penelitian. Sehingga dalam melakukan penelitian dalam pembuatan skripsi, penulis mengumpulkan data dan fakta yang relevan dengan masalah yang terkait. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan untuk penelitian, yang diperoleh langsung dari tempat aktual terjadinya peristiwa, seperti wawancara, pengamatan langsung, ataupun kuesioner (Sekaran, 2006)
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber yang ada, artinya data tersebut telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Sekaran, 2006).
Análisis data adalah merupakan kegiatan mengolah data yang telah terkumpul. Dalam penelitian ini, penulis memberikan interpretasi mengenai kegiatan revaluasi aktiva tetap PT.Jembo Cable Company Tbk. dengan data-data yang telah di peroleh. Teknik analisis yang dilakukan meliputi:
1. Memeriksa laporan keuangan PT.Jembo Cable Company Tbk. mengenai revaluasi aset tetap menyangkut nilai perolehan, penyusutan dan nilai buku.
2. Memerilksa laporan nilai wajar (fair value) dari perusahaan penilai (appraisal company) 3. Melakukan perhitungan selisih lebih atas revaluasi aset tetap dan melakukan analisis
perlakukan akuntansi atas revaluasi tersebut.
4. Melakukan perhitungan pajak untuk selisih hasil revaluasi aset tetap PT.Jembo Cable Company Tbk.
5. Menganalisis dampak revaluasi asset tetap terhadap beban pajak dan laba bersih perusahaan.
HASIL PENELITIAN
Perlakukan Akuntansi Atas Revaluasi Aset Tetap.
Setelah dilakukannya penilaian secara harga maupun teknis atas aset tetap PT. Jembo Cable Company Tbk. oleh perusahaan penilai maka didapatkan nilai pasar dan nilai likuidasi atas aset tetap tersebut pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi dari Perusahaan Penilai
No. Uraian Aset Nilai Pasar (Rp) Nilai Likuidasi (Rp)
1 Tanah 91.200.000.000 54.700.000.000
2 Bangunan dan Sarana Pelengkap 43.445.200.000 23.895.000.000 3 Mesin dan Peralatan 68.518.300.000 41.111.000.000
4 Kendaraan Bermotor 2.521.500.000 2.016.000.000
5 Perabot dan Peralatan kantor 2.403.000.000 1.562.000.000
Jumlah 208.088.000.000 123.284.000.000
Sumber: Laporan Perusahaan Penilai
Penilaian kembali (revaluasi) ini dilakukan oleh perusahaan per tanggal 31 Mei, maka untuk mengetahui selisih dari penilaian ini harus didapatkan book value per tanggal 31 Mei 2011.
Penyusutan aset tetap tersebut juga harus dihitung sampai dengan per tanggal 31 Mei 2011 dimana pada kasus ini diasumsikan bahwa pada bulan setelah periode per tanggal 31 Maret 2011 tidak ada penambahan atau pengurangan aset. Perhitungan tersebut dapat disajikan dalam tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Perhitungan Book Value per 31 Mei 2011
(Rp. 000)
No. Uraian Balance 31 Mar
2011
Akumulasi Penyusutan
Penyusutan April - Mei
BV 31 Mei 2011
1 Tanah 13.334.564 13.334.564
2
Bangunan dan sarana
pelengkap 54.715.971 34.944.342 10.502 19.761.127
3 Mesin dan peralatan 212.135.335 174.170.791 57.449 37.907.095 4 Kendaraan Bermotor 5.012.921 4.291.626 27.962 693.333 5
Perabot dan Peralatan
kantor 10.854.830 9.059.120 14.200 1.781.510
Jumlah 296.053.621 222.465.879 110.113 73.477.629
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari data diatas maka total Book Value per tanggal 31 Mei 2011 adalah Rp. 73.477.629.000 dengan total akumulasi penyusutan sebesar Rp. 222.575.992.000 hasil penambahan antara
akumulasi penyusutan per tanggal 31 Maret 2011 sebesar Rp. 222.465.879.000 dengan penyusutan pada bulan April dan bulan Mei sebesar Rp. 110.113.000.
Dengan data Perhitungan Book Value dan Nilai Pasar aset tetap tersebut maka dapat diperoleh nilai selisih lebih revaluasi atas aset tetap tersebut. Dimana hasil selisih tersebut dihasilkan dari harga perolehan awal yang telah dikurangi dengan akumulasi penyusutan yang dibandingkan dengan nilai pasar saat ini yang telah diperhitungkan oleh Perusahaan Penilai (Appraisal Company). Perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3
Perhitungan Selisih Lebih atas Revaluasi Aset Tetap
(Rp.000)
No. Uraian Aset Nilai Buku 31
Mei 2011
Nilai Pasar 31
Mei 2011 Selisih
1 Tanah 13.334.564 91.200.000 77.865.436
2
Bangunan dan sarana
pelengkap 19.761.127 43.445.200 23.684.073
3 Mesin dan peralatan 37.907.095 68.518.300 30.611.205
4 Kendaraan Bermotor 693.333 2.521.500 1.828.167
5 Perabot dan Peralatan kantor 1.781.510 2.403.000 621.490
Jumlah 73.477.629 208.088.000 134.610.371
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari data hasil perhitungan selisih penilaian kembali (revaluasi) aset tetap yang dilakukan, maka untuk total aset tetap yang di revaluasi sebesar Rp 73.477.629.000 dan hasil selisih dari revaluasi tersebut didapatkan atas pengurangan antara Nilai Pasar 31 Mei 2011 dan Nilai Buku 31 Mei 2011 dimana total selisih atas revaluasi tersebut sebesar Rp 134.610.371.000.
Dari hasil penilaian yang telah disajikan diatas, maka untuk perlakuan akuntansi atas revaluasi aset tetap PT. Jembo Cable Company Tbk. sebagai berikut:
1. Tanah
Nilai tercatat (carrying value) dari tanah sebesar Rp. 13.334.564.000 pada tanggal 31 Mei 2011. Tanah merupakan aset yang tidak disusutkan. Nilai wajar (Fair Value) pada tanggal 31 Mei 2011 adalah sebesar Rp. 91.200.000.000. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat dicatat sebagai laba revaluasi yang belum direalisasi (Unrealized Gain on Revaluation) sehingga untuk mencatat tanah dengan nilai wajar tersebut adalah sebagai berikut.
Tanah Rp. 77.865.436.000
Laba Revaluasi yang belum direalisasi Rp. 77.865.436.000 Jurnal untuk mencatat pajak atas laba revaluasi (pajak final 10%):
Laba Revaluasi yang belum direalisasi Rp. 7.786.543.600
Hutang Pajak tangguhan Rp. 7.786.543.600
2. Bangunan dan Sarana Pelengkap
Nilai tercatat (carrying Value) dari bangunan dan sarana pelengkap sebesar Rp.
19.761.127.000 pada tanggal 31 Mei 2011. Bangunan tersebut memiliki umur masa manfaat 20 tahun yang disusutkan menggunakan metode garis lurus dengan akumulasi penyusutan sebesar Rp. 34.954.844.000. Nilai wajar (Fair value) yang telah dinilai oleh perusahaan
penilai atas bangunan dan sarana pelengkap pada tanggal 31 Mei 2011 sebesar adalah Rp.
43.445.200.000. untuk mencatat bangunan dan sarana pelengkap dengan nilai wajar tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mencatat akumulasi penyusutan bangunan dan sarana pelengkap dari mulai diperoleh sampai dengan 31 Mei 2011 dengan jurnal berikut.
Beban Penyusutan Rp. 34.954.844.000
Akumulasi Penyusutan Rp. 34.954.844.000
Untuk mencatat bangunan dan sarana pelengkap yang telah di revaluasi maka perlakuan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menghapus/mengkreditkan akumulasi penyusutan.
2. Mengurangi nilai bangunan dan sarana pelengkap sebesar Rp. 11.270.771.000 yang akan dilaporkan sebesar Rp. 43.445.200.000.
3. Untuk selisih antara nilai wajar (fair value) dan nilai tercatat (carrying value) dicatat sebagai Laba Revaluasi yang belum di Realisasi (Unrealized Gain on Revaluation) atas bangunan dan sarana pelengkap sebesar Rp. 23.684.073.000.
Jurnal yang dicatat atas revaluasi ini adalah sebagai berikut:
Akumulasi Penyusutan Rp. 34.954.844.000
Bangunan dan Sarana Pelengkap Rp. 11.270.771.000 Laba Revaluasi yang belum di Realisasi Rp. 23.684.073.000 Jurnal untuk mencatat pajak atas laba revaluasi (pajak final 10%):
Laba Revaluasi yang belum direalisasi Rp. 2.368.407.300
Hutang Pajak tangguhan Rp. 2.368.407.300
3. Mesin dan Peralatan
Nilai tercatat (carrying amount) dari Mesin dan Peralatan sebesar Rp. 37.907.095.000 pada tanggal 31 Mei 2011. Mesin dan peralatan mempunyai umur masa manfaat 15 tahun yang disusutkan menggunakan metode garis lurus. Mesin dan Peralatan tersebut memiliki nilai akumulasi penyusutan sebesar Rp. 174.170.791.000. Nilai wajar (Fair Value) dari mesin dan peralatan yang telah dinilai oleh perusahaan penilai (Appraisal Company) pada tanggal 31 Mei 2011 yaitu sebesar Rp. 68.518.300.000. untuk mencatat mesin dan peralatan dengan nilai wajar tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mencatat nilai akumulasi penyusutan atas mesin dan peralatan dilakukan penjurnalan sebagai berikut.
Beban Penyusutan Rp. 174.170.791.000
Akumulasi Penyusutan Rp. 174.170.791.000
Untuk mencatat Mesin dan Peralatan yang telah di revaluasi maka perlakuan atas revaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menghapus/mengkreditkan Akumulasi Penyusutan
2. Mengurangi/menurunkan nilai Mesin dan Peralatan sebesar Rp. 143.617.035.000 yang akan dilaporkan sebesar nilai wajar yaitu Rp. 68.518.300.000.
3. Untuk selisih antara Nilai Wajar (Fair Value) dan Nilai Tercatat (Carrying Value) atas mesin dan perlatan tersebut sebesar Rp. 30.647.805.000 dicatat sebagai Laba atas Revaluasi yang Belum direalisasi (Unrealized Gain on Revaluation).
Jurnal yang dicatat untuk revaluasi ini adalah sebagai berikut:
Akumulasi Penyusutan Rp. 174.264.840.000
Mesin dan Peralatan Rp. 143.617.035.000 Laba Revaluasi yang Belum direalisasi Rp. 30.647.805.000
Jurnal untuk mencatat pajak atas laba revaluasi (pajak final 10%):
Laba Revaluasi yang Belum direalisasi Rp. 3.064.780.500
Hutang Pajak Tangguhan Rp. 3.064.780.500 4. Kendaraan Bermotor
Nilai tercatat (carrying Value) dari Kendaraan Bermotor sebesar Rp. 693.333.000 pada tanggal 31 Mei 2011. Bangunan tersebut memiliki umur masa manfaat 4 tahun yang disusutkan menggunakan metode garis lurus dengan akumulasi penyusutan sebesar Rp.
4.319.588.000. Nilai wajar (Fair value) yang telah dinilai oleh perusahaan penilai atas kendaraan bermotor pada tanggal 31 Mei 2011 sebesar adalah Rp. 2.521.500.000. untuk mencatat kendaraan bermotor dengan nilai wajar tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mencatat akumulasi penyusutan kendaraan bermotor dengan jurnal berikut.
Beban Penyusutan Rp. 4.319.588.000
Akumulasi Penyusutan Rp. 4.319.588.000
Untuk mencatat kendaraan bermotor yang telah di revaluasi maka perlakuan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menghapus/mengkreditkan akumulasi penyusutan.
2. Mengurangi nilai kendaraan bermotor sebesar Rp. 2.491.421.000 yang akan dilaporkan sebesar Rp. 2.521.500.000.
3. Untuk selisih antara nilai wajar (fair value) dan nilai tercatat (carrying value) dicatat sebagai Laba Revaluasi yang belum di Realisasi (Unrealized Gain on Revaluation) atas kendaraan bermotor sebesar Rp. 1.828.167.000.
Jurnal yang dicatat atas revaluasi ini adalah sebagai berikut:
Akumulasi Penyusutan Rp. 4.391.588.000
Kendaraan Bermotor Rp. 2.491.421.000
Laba Revaluasi yang belum di Realisasi Rp. 1.828.167.000 Jurnal untuk mencatat pajak atas laba revaluasi (pajak final 10 %):
Laba Revaluasi yang Belum direalisasi Rp. 182.816.700
Hutang Pajak Tangguhan Rp. 182.816.700 5. Peralatan Kantor
Nilai tercatat (carrying value) dari Peralatan Kantor sebesar Rp. 1.781.510.000 pada tanggal 31 Mei 2011. Bangunan tersebut memiliki umur masa manfaat 4 tahun yang disusutkan menggunakan metode garis lurus dengan akumulasi penyusutan sebesar Rp. 9.073.320.000.
Nilai wajar (Fair value) yang telah dinilai oleh perusahaan atas peralatan kantor pada tanggal 31 Mei 2011 sebesar adalah Rp. 2.403.000.000. untuk mencatat peralatan kantor dengan nilai wajar tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mencatat akumulasi penyusutan peralatan kantor dengan jurnal berikut.
Beban Penyusutan Rp. 9.073.320.000
Akumulasi Penyusutan Rp. 9.073.320.000
Untuk mencatat peralatan kantor yang telah di revaluasi maka perlakuan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
4. Menghapus/mengkreditkan akumulasi penyusutan.
5. Mengurangi nilai peralatan kantor sebesar Rp. 8.451.830.000 yang akan dilaporkan sebesar fair value-nya yaitu Rp. 2.403.000.000.
6. Untuk selisih antara nilai wajar (fair value) dan nilai tercatat (carrying value) dicatat sebagai Laba Revaluasi yang belum di Realisasi (Unrealized Gain on Revaluation) atas peralatan kantor sebesar Rp. 621.490.000.
Jurnal yang dicatat atas revaluasi ini adalah sebagai berikut:
Akumulasi Penyusutan Rp. 9.073.320.000
Peralatan Kantor Rp. 8.451.830.000
Laba Revaluasi yang belum di Realisasi Rp. 621.490.000 Jurnal untuk mencatat pajak atas laba revaluasi (pajak final 10%):
Laba Revaluasi yang Belum direalisasi Rp. 62.149.000
Hutang Pajak Tangguhan Rp. 62.149.000
Setelah itu Nilai revaluasi atas aset tersebut dibukukan kedalam modal dengan nama akun
“Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap” dalam komponen other comprehensive income sebesar Rp. 134.610.371.000 sesuai dengan yang tertera dalam PSAK 16 (Revisi 2007).
Perhitungan Pajak Atas Selisih Revaluasi Aset Tetap
Perlakuan secara fiskal atas selisih lebih revaluasi aset tetap merupakan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan ketentuan perpajakan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh pada pasal 19 ayat 2 yang menyatakan bahwa untuk selisih penilaian kembali aset tetap diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi.
Tarif PPh final yang dkenakan untuk selih penilaian kembali aset tetap adalah sebesar 10%. Adapun cara perhitungan pajak penghasilan atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap PT. Jembo Cable Company Tbk adalah sebagai berikut.
Pada tabel 4.3 yang menyajikan mengenai perhitungan selisih lebih atas revaluasi aset tetap dapat diketahui bahwa jumlah nilai selisih lebih atas revaluasi yang telah dilakukan PT.
Jembo Cable Company adalah sebesar Rp. 134.610.371.000 maka dapat dihitung Pajak Penghasilan atas revaluasi aset tetap sebesar Rp.134.610.371.000 × 10% = Rp. 1.346.103.710 Pengaruh Revaluasi terhadap Beban Pajak dan Laba Bersih
Untuk menganalisis pengaruh penilaian kembali aset tetap terhadap beban pajak dan laba bersih dapat dilihat dari perbandingan laporan laba rugi sebelum dilakukannya revaluasi aset tetap dan sesudah dilakukannya revaluasi aset tetap, perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan jumlah penyusutan sebelum dan sesudah dilakukannya revaluasi aset tetap. Dimana hasil laba/rugi sebelum pajak akan dijadikan dasar pengenaan pajak penghasilan PPh Badan.
Tabel 4.4
Sebelum Penilaian Kembali Aset Tetap
Setelah Penilaian Kembali Aset Tetap
Perhitungan laba/rugi
31 Desember 2011 (Rp000) Sumber: Hasil pengolahan data
Dari data diatas dapat diketahui perbandingan perhitungan laba/rugi perusahaan sebelum dan sesudah dilakukannya penilaian kembali (revaluasi) aset tetap. Data diatas diketahui bahwa perusahaan mempunyai laba sebelum pajak sebelum dilakukannya penilaian kembali aset tetap sebesar Rp 52.718.777.000. Dalam hal ini diasumsikan pada laporan laba rugi sebelum dilakukannya revaluasi aset tetap memiliki beban pajak sebesar Rp. 11.547.338.000 sehingga nilai laba/rugi bersih tahun berjalan setelah pajak yaitu sebesar Rp 41.171.439.000.
Kemudian setelah diketahuinya data laba/rugi sebelum dilakukan revaluasi aset tetapnya, maka ketika dilakukannya revaluasi maka beban penyusutan aset tetapnya akan berubah mengikuti nilai yang baru (nilai pasar) atau nilai aset tetap setelah dilakukannya revaluasi aset tetap yaitu sebesar Rp. 7.647.354.000.
Setelah diketahui laba/rugi sebelum pajak maka selanjutnya sebelum dilakukannya perhitungan terhadap laba kena pajak yang dikenakan terhadap perusahan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan nilai beban penyusutan setelah dilakukan revaluasi aset tetap menurut akuntansi dengan nilai beban penyusutan setelah dilakukan revaluasi aset tetap menurut ketentuan pajak. Berikut perbandingan perhitungan penyusutan menurut akuntansi dan pajak yang ditampilkan dalam tabel 4.5
Tabel 4.5
Perbandingan perhitungan penyusutan setelah revaluasi aset tetap
No Aset Penyusutan
Akuntansi Pajak
1
Bangunan dan Sarana
pelengkap 1.267.151.667 1.267.151.667
2 Mesin dan Peralatan 2.664.600.556 4.996.126.042
3 Peralatan kantor 367.718.750 367.718.750
4 Kendaraan bermotor 350.437.500 175.218.750
Jumlah 4.649.908.472 6.806.215.208
Sumber: Hasil pengolahan data
Hasil dari perhitungan tabel diatas dapat dilihat adanya perbedaan nilai penyusutan menurut akuntansi dengan menurut ketentuan pajak. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan Penjualan bersih
Beban Pokok Penjualan Laba Kotor Beban Usaha
Beban Penjualan
Beban Umum dan Administrasi Beban Penyusutan Jumlah Beban Usaha
Laba Usaha
Penghasilan dan Beban lainnya Laba sebelum pajak
1.267.418.214 1.136.328.950
131.029.264 26.810.177 29.767.943 3.383.096 59.961.216 71.068.048 (18.349.271)
52.718.777
1.267.418.214 1.136.328.950 131.029.264 26.810.177 29.767.943 7.647.354 64.235.474 66.793.790 (18.349.271)
48.444.519
estimasi umur masa manfaat aset tetap, dimana estimasi umur manfaat menurut akuntasi tergantung penilaian dari akuntan itu sendiri sedangkan menurut ketentuan pajak masa manfaat dan tarif penyusutannya telah ditetapkan menurut Peraturan Menteri Keuangan (No.96/PMK.03/2009).
Dengan adanya perbedaan nilai penyusutan menurut akutansi dan ketentuan pajak, maka untuk menghitung laba kena pajak yang akan dikenakan terhadap perusahaan harus dilakukan koreksi fiskal terlebih dahulu terhadap perbedaan penyusutan tersebut. berikut perhitungan laba kena pajak perusahaan.
Laba (rugi) sebelum pajak penghasilan 48.444.519.000 Koreksi :
Penyusutan aset tetap (2.156.306.736)
(6.806.215.208 – 4.649.908.472)
Perkiraan laba fiskal tahun berjalan 46.288.212.264
Perkiraan pajak penghasilan badan dihitung berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan neto. Tarif pajak menurut Pasal 17 UU PPh adalah 25% untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya. Perhitungan pajak penghasilan badan adalah sebagai berikut:
25 % × Rp. 46.288.212.264 = Rp. 11.572.053.066
Setelah didapatkan pajak penghasilan badan, maka dapat diperoleh laba (rugi) setelah pajak penghasilan yaitu sebesar Rp 46.288.212.264 – Rp 11.572.053.066 = Rp 34.761.159.198.
Oleh karena itu jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan sehubungan dengan dilakukannya revaluasi aset tetap adalah sebesar PPh final terhutang atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap ditambah dengan PPh badan yang diperoleh dari laba perusahaan yang dikenakan pajak penghasilan badan yaitu sebesar Rp 1.346.103.710 + Rp 11.572.053.066 = Rp 12.918.156.776.
Untuk melihat dampak nya dalam laporan keuangan maka dapat disajikan laporan posisi keuangan sebelum dan setelah dilakukannya penilaian kembali (revaluasi) aset tetap. Sesuai dalam PSAK No.16 yang menyatakan bahwa nilai revaluasi aset dibukukan kedalam modal dengan nama akun “Selisih Lebih Revaluasi Aset Tetap” dalam komponen Laba Komprehensif Lainnya (OCI). Laporan neraca disajikan dalam tabel berikut, sedangkan untuk melihat dampaknya terhadap laporan laba rugi dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Posisi Keuangan Dalam ribuan rupiah
Sebelum Revaluasi Setelah Revaluasi ASET:
Aset Lancar Aset Tetap
Akumulasi Penyusutan
73.477.629 222.575.292
200.440.646 7.647.354 HUTANG:
Utang Lancar
Utang Jangka panjang
1.346.103 MODAL:
Saham R/E
Ak.Laba komprehensif lainnya 134.610.371
Sumber: Hasil pengolahan data
Setelah disajikan dampak dari penilaian kembali terhadap perhitungan laba/rugi dan posisi keuangan maka dapat dilihat adanya perubahan pada akun-akun tertentu yang berkaitan dengan penilaian kembali aset tetap pada sebelum dan setelah dilakukannya penilaian kembali, adapun akun-akun tersebut adalah akun “Aset Tetap” dan akun “Modal” dimana perubahan tersebut akan mempengaruhi besarnya nilai “Total Aset” dan total “Hutang dan Modal”. Dalam akun “Modal” akun “Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap” disatukan kedalam akun “Laba Komprehensif Lainnya” yang juga merupakan komponen dari akun tersebut.
Selain itu untuk mengetahui cara mengevaluasi kinerja aset dapat dinilai dengan rasio keuangan menggunakan laporan keuangan, dimana rasio yang dipilih hanya yang berkaitan dengan aset dan perubahan yang terjadi dalam laporan keuangan yaitu rasio profitabilitas, rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur efektivitas manajemen laba dalam menghasilkan penjualan dan investasi perusahaan, adapun rasio yang dipilih antara lain:
1. Tingkat pengembalian atas investasi (ROI)
Rasio ini merupakan rasio untuk menilai kompensasi keuangan kepada penyedia pendanaan ekuitas dan hutang.
a.
Tingkat pengembalian aset (return on asset) = laba bersih setelah pajak rata−rata total asetSebelum revaluasi = 41.171.439
583.289.018,5
=
7,06 % Setelah revaluasi = 36.872.466646.560.972,5 = 5,70 %
Dari hasil diatas persentase yang diperoleh setelah dilakukannya revaluasi lebih kecil dibandingkan sebelum dilakukannya revaluasi aset tetap disebabkan karena laba yang diperoleh perusahaan pada saat dilakukannya revaluasi lebih kecil. Hal ini berarti bahwa jika perusahaan tidak melakukan revaluasi aset tetap maka kegiatan operasional akan lebih efektif dibandingkan melakukan revaluasi aset tetap.
b. Tingkat pengembalian ekuitas (return on equity) = laba bersih
rata−rata ekuitas pemegang saham
Sebelum revaluasi = 41.171.439
98.871.124 = 41,64 % Setelah revaluasi = 36.872.466
166.176.309,5 = 22,18 %
Dari hasil persentase diatas dimana sebelum revaluasi lebih besar dibandingkan setelah revaluasi menyatakan bahwa perusahaan menghasilkan laba untuk pemegang saham per tahun lebih baik pada saat tidak dilakukannya revaluasi aset tetap.
2. Kinerja operasi
Rasio ini merupakan rasio untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi.
a. Margin laba bersih (net profit margin) = laba bersih penjualan
Sebelum revaluasi = 41.171.4395
1.267.418.214 = 2,44 % Setelah revaluasi = 36.872.466
1.267.418.214 = 2,90 %
Menurut rasio diatas setelah dilakukannya revaluasi aset tetap persentase rasio net profit perusahaan menurun. Hal tersebut menyatakan bahwa jika perusahaan melakukan
revaluasi aset tetap maka perusahaan akan mendapatkan laba yang lebih kecil dibandingkan tidak dilakukannya revaluasi aset tetap.
3. Pemanfaatan aset
Rasio ini merupakan rasio untuk menilai efektivitas dan intensitas aset dalam menghasilkan penjualan disebut pula perputaran aset (asset turnover).
a. Perputaran aset tetap (PPE turnover) = penjualan
rata−rata aset tetap
Sebelum revaluasi = 1.267.418.214
76.945.219,5 = 16,53 kali Setelah revaluasi = 1.267.418.214
140.126.728 = 9,04 kali
b. Perputaran total aset tetap (total asset turnover) = penjualan
rata−rata total aset
Sebelum revaluasi = 1.267.418.214
583.289.018,5
=
2,17 kali Setelah revaluasi = 1.267.418.214646.560.972,5 = 1,96 kali
Hasil kedua pengukuran diatas menunjukan setelah dilakukannya revaluasi aset tetap mengalami penurunan dari 16,53 kali menjadi 9,04 kali untuk PPE turnover sedangkan untuk total asset turnover turun dari 2,17 kali menjadi 1,96 kali. Hal ini mencerminkan bahwa pemanfaatan aset tetap perusahaan jika dilakukannya revaluasi aset tetap kurang efisien.
4. Struktur Modal dan Solvabilitas
a. Total hutang terhadap ekuitas (total debt to equity) = total kewajiban ekuitas pemegang saham
Sebelum revaluasi = 509.493.213
99.063.532
=
5,14 = 514%Setelah revaluasi = 510.839.316
233.673.903
=
2,18 = 218%b. Utang jangka panjang terhadap ekuitas (long term debt to equity) = kewajiban jk.panjang ekuitas pemegang saham
Sebelum revaluasi = 24.400.496
99.063.532
=
24,63%Sebelum revaluasi = 25.746.599
233.673.903
=
11,01%Dari hasil kedua rasio diatas menunjukan bahwa jika perusahaan melakukan revaluasi maka perusahaan akan memperoleh keuntungan insentif berupa penurunan DER, sehingga struktur modalnya menjadi lebih baik.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas maka perlakuan akuntansi atas revaluasi aset tetap yang dilakukan PT.Jembo Cable Company Tbk telah menerapkan PSAK 16 dimana perusahaan memilih menggunakan model biaya untuk penilaian aset tetap yang dimilikinya. Berdasarkan model biaya, nilai aset yang dilaporkan per 31 Mei 2011 adalah sebesar Rp. 73.477.629.000 sedangkan menggunakan model revaluasian (fair value) sebesar Rp. 208.088.000.000 sehingga terdapat selisih lebih atas penilaian kembali aset tetap tersebut sebesar Rp. 134.610.371.000.
Kemudian nilai revaluasi atas aset tersebut dibukukan kedalam modal dengan nama akun
“Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap” dalam komponen accumulated other comprehensive income. Atas selisih penilaian kembali aset tetap tersebut PT. Jembo Cable Company Tbk.
dikenakan tarif PPh final sebesar 10% sehingga jumlah pajak penghasilan terhutang yang masih harus dibayar PT.Jembo Cable Company Tbk atas penilaian kembali aset tetap adalah sebesar Rp. 1.346.103.710.Dampak dilakukannya revaluasi aset tetap terhadap laba bersih dan beban pajak adalah adanya kenaikan nilai aset sehingga mengakibatkan naiknya beban penyusutan aset tetap yang dibebankan ke laporan laba rugi yang kemudian mempengaruhi beban pajak badan yang ditanggung oleh perusahaan.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak PT. Jembo Cable company Tbk.dengan harapan dapat bermanfaat bagi pihak perusahaan sebagai berikut. Setelah dilakukannya penilaian kembali aset tetap, PT Jembo Cable Company mempunyai beban penyusutan yang lebih besar sehingga laba sebelum pajaknya lebih kecil dibandingkan sebelum dilakukannya revaluasi aset tetap. Selain itu beban pajak yang harus ditanggung perusahaan lebih besar dikarenakan adanya pajak final yang dikenakan terhadap selisih lebih atas revaluasi aset tetap tersebut ditambah dengan pajak penghasilan badan. Sehingga dalam kasus ini disarankan agar perusahaan tidak melakukan revaluasi aset tetap dikarenakan banyak hal yang tidak menguntungkan bagi perusahaan atau jika perusahaan tetap ingin melakukan revaluasi aset tetap maka perusahaan harus melakukan perencanaan yang sangat matang atas dampak-dampak yang mungkin timbul jika dilakukannya revaluasi aset tetap. Jika dilihat dari rasio profitabilitas, perhitungan rasio yang dihasilkan lebih baik sebelum dilakukannya revaluasi aset tetap dibandingkan setelah dilakukannya revaluasi aset tetap. Dengan kata lain perusahaan memiliki efektivitas manajemen laba yang kurang baik dalam menghasilkan penjualan dan investasi jika dilakukannya revaluasi aset tetap. Karena rasio ini mencerminkan suatu pengukuran efektivitas manajemen laba dalam menghasilkan penjualan dan investasi perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
Niswonger, Wareen, Reeve, Fess.1999.Prinsip-prinsip akuntansi Edisi 19.Jakarta. Erlangga.
Syukur, Ahmad Syafi’i. Agustus 2009. Intermediate Accounting dalam perspektif yang lebih luas. Jakarta. AV Publisher.
Baridwan,Z. 1992. Akuntansi Intermediate Edisi 7. Yogyakarta : BPFE
Harahap, Sofyan Syafri. 2002. Akuntansi Aktiva Tetap. Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada Lumbantoruan, Sophar. 1999. Akuntansi Pajak. Jakarta : Grasindo
Tuanakotta, Theodorus. M. 1986. Teori Akuntansi. Jakarta : LPFE – UI Prabowo, Yusdianto,SE. 2006.
Aprisca (2009), “ analisis pengaruh penerapan perencanaan pajak (tax planning) atas penilaian kembali aktiva tetap terhadap laba kena pajak dan kinerja pada PT. ASPEK” Skripsi S1, Jurusan Akuntansi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
International Accounting Standard 16 Property, Plant and Equipment.
Sekaran, Uma (2009), Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Jakarta: Salemba Empat.
Subramanyam, K. R. dan John J. Wild (2010), Financial Statement Analysis, 10th Edition, USA : The Mc Graw Hill Companies.
Kieso, Donald E. (2010), Intermediate Accounting: Volume 1, IFRS Edition, USA : John Wiley&Sons,Inc
Peraturan Menteri Keuangan No. 79/PMK/03/2008 tentang Revaluasi Aset Tetap.
Ikatan Akuntansi Indonesia. (2009), Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta : Salemba Empat Undang-Undang Perpajakan pasal 17 Tahun 2004. Tentang Pajak Penghasilan
Waluyo. 2006. Perpajakan Indonesia, Edisi 6. Salemba Empat: Jakarta
Alfredson, Leo, Picker, Pacter, Radford, Wise (2007), Applying International Financial Reporting Standards, Enchanced Edition, Australia : John Wiley&Sons,Ltd