PERLAWA NAN
BANTEN
KELOMPOK 1 – XI MIPA 6
POKOK PEMBAHASAN
Ada 4 topik
Latar belakan
Berkaitan g
dengan perlawanan banten terhadap
belanda (VOC)
Puncak perlawa
Entah berakhir nan
damai ataupun banyak yang tewas terbunuh
Tokoh
Tokoh – tokoh yang terlibat
dari pihak banten maupun
belanda (VOC)
Perjanji an
Perjanjian – perjanjian dari pihak Indonesia maupun belanda
(VOC)
Latar Belakang Perlawanan Banten
Banten sebagai kesultanan memiliki potensi geografis dan potensi alam yang membuat para pedagang Eropa khususnya hendak menguasai Banten. Secara geografis, Banten terletak di ujung barat pulau Jawa, dimana jalur perdagangan Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. Selain itu, letaknya yang dekat dengan selat Sunda menjadikan Banten sebagai pelabuhan transit sekaligus pintu masuk ke Nusantara setelah Portugis
mengambil alih Malaka pada tahun 1511.
Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain dari potensi alam dan letak geografis, VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara menyulitkan Heeren XVII untuk mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan.
Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu pusat pertemuan,
dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut
dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat
VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker hendak menguasai Banten.
Latar Belakang Perlawanan Banten
Perlu diketahui, pada saat Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa tahun 1651 sampai dengan 1682, VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang memimpin VOC dari tahun 1653 sampai 1678.
Menurut Nicolaus de Graaff, Joan Maetsuyker merupakan pemimpin VOC terlama dengan kedudukan selama seperempat abad. Pada masa pemerintahan Maetsuyker inilah VOC
mengalami masa keemasannya.Untuk dapat menguasai Banten, langkah yang digunakan oleh VOC adalah dengan memblokade akses menuju ke pelabuhan Banten dengan tujuan
memperlemah sektor perekonomian Bnaten. Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat oleh Belanda. Selain itu, kapal-kapal yang telah berdagang di Banten pun
dicegat oleh Belanda sehingga pelabuhan Banten mengalami penurunan aktivitas perdagangan
dan kegiatan perekonomi terganggu. Menyikapi hal tersebut, Banten mengadakan perlawanan
dengan menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC. Akan
tetapi, VOC menggunakan siasat lain, yaitu dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya
memperbaharui perjanjian tahun 1645, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Sultan Ageng
Tirtayasa.
VOC Tidak pernah berhasil
Usaha VOC menguasai banten ternyata tidak pernah berhasil dilakukan , sehingga belanda
terpaksa membuat Bandar Batavia pada tahun 1619.
Pembangunan pelabuhan dagang ini
mengakibatkan persaingan antara Banten dan Batavia (Belanda) sebagai bandar utama perdagangan internasional di Asia semakin
memanas.
Tokoh – Tokoh berpengaruh
yang terlibat dalam Perlawanan Banten (perwakilan Banten)
berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651
– 1683. Ia memimpin banyak perlawanan
terhadap Belanda
Putra Sultan Ageng Tirtayasa Yang ditugaskan memegang
kekuasan Sementara waktu
Menjadi Penerus Mahkota
Kesultana pada tahun (1672-1687) berkhianat
dan bersekongkol Dengan VOC agar kekuasaaan tidak jatuh
Kepada Arya Purbaya
Isi Perjanjian Banten dan Belanda (VOC)
1) Perjanjian 10 Juli 1659 tetap masih berlaku dengan utuh kecuali beberapa hal yang diubah dalam perjanjian ini. Di samping itu untuk kedamaian antara Banten dan kompeni Belanda, maka Banten dilarang memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada musuh-musuh kompeni. Demikian juga Banten tidak boleh turut campur dalam politik di Cirebon.
2) Penduduk Banten tidak boleh datang ke Batavia, demikian juga sebaliknya, kecuali ada keperluan khusus dengan mendapat surat izin dari yang berwenang. Apabila memasuki daerah-daerah tersebut tanpa surat izin, maka orang itu dianggap sebagai musuh dan boleh ditangkap atau dibunuh.
3) Sungai Untung Jawa (Cisadane) dan garis sambungnya ke selatan dan utara sampai laut Kidul, menjadi batas daerah Banten dan kompeni.
4) Apabila ada kapal milik kompeni atau milik Banten atau warganya terdampar atau mendapat kecelakaan di laut Jawa dan Sumatra, maka haruslah mendapat pertolongan baik penumpangnya atau pun barang- barangnya.
5) Untuk kerugian-kerugian perang dan perampokan oleh penduduk Banten atas kompeni, maka Sultan harus menggantikan kerugian sejumlah 12.000 ringgit kepada kompeni
Isi Perjanjian Banten dan Belanda (VOC)
6) Tentara ataupun penduduk sipil atau siapa saja yang berani melanggar hukum yang telah disepakati ini akan ditangkap dan diserahkan kepada kompeni.
7) Sultan Banten harus melepas tuntutannya atas Cirebon dan harus menganggap sebagai negara sahabat yang bersekutu di bawah lindungan kompeni.
8) Sesuai dengan isi perjanjian tahun 1659 pasal 4 yang menyatakan bahwa kompeni tidak
memberikan sewa tanah atau rumah yang digunakan untuk loji, maka menyimpang dari hal itu kompeni akan menentukan pembayaran kembali dengan cara debet.
9) Sultan berkewajiban untuk waktu yang akan datang tidak mengadakan perjanjian atau
persekutuan, perserikatan dengan kekuatan atau bangsa lain. Kerena hal itu bertentangan dengan isi perjanjian ini.
10) Karena perjanjian ini harus tetap terpelihara dan berlaku terus hingga masa yang akan datang, maka Paduka Sri Sultan Abdul Kahar Abu Nasr beserta seluruh keturunannya haruslah menerima seluruh pasal perjanjian ini, dimaklumi serta dianggap suci, dipercayai dan benar-benar akan dilaksanakan oleh segenap pembesar kerajaan tanpa penolakan, demikian pula dari pihak kompeni.
Perjanjian ini ditandatangani di Keraton Surosowan dan dibuat dalam bahasa Belanda, Jawa dan Melayu yang sama maksud dan isinya. Penandatangan dari pihak kompeni adalah Komandan dan Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wonderpoel, Evenhart van der Schuere serta kapten
bangsa Melayu Wan Abdul Bagus. Sedangkan dari pihak Banten ditandatangani oleh Sultan Abdul Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara dan Pangeran Natawijaya
(Tjandrasasmita, 1967:54)