118 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka pada bab ini akan disimpulkan dari hasil analisis mengenai rumusan masalah tersebut
1. Secara internasional terdapat sumber hukum yang menjadi standar dalam memberikan perlindungan terhadap hak pekerja migran yaitu International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (selanjutnya disebut sebagai Konvensi Pekerja Migran 1990). Konvensi Pekerja Migran 1990 ini terbentuk dengan maksud untuk menghormati hak asasi manusia dan yang utama adalah untuk memberikan perlindungan secara internasional terhadap hak-hak dari seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya.
Oleh sebab itu, dengan adanya Konvensi Pekerja Migran 1990 ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja migran dan yang terutama dapat melindungi pekerja migran selama bekerja di negara tujuan kerja untuk bekerja.
Selain sumber hukum internasional, dibutuhkan juga sumber hukum nasional untuk memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia membentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004). Akan tetapi dalam pelaksanaannya Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 ini masih dirasa kurang optimal dalam memberikan perlindungan terhadap para Pekerja Migran Indonesia.
Akhirnya, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tersebut dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017).
119
Pada tanggal 12 April 2012 Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya dan juga Indonesia telah menandatangani Konvensi Pekerja Migran 1990 tersebut pada tanggal 22 September 2004 di New York.208 Setelah Indonesia melakukan ratifikasi Konvensi Pekerja Migran 1990, menyebabkan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families ( Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya) ( selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012).
Meskipun Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Pekerja Migran 1990 akan tetapi, dalam kenyataannya masih terdapat beberapa ketentuan dari Konvensi Pekerja Migran 1990 ini yang tidak diatur dan tidak dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Padahal setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Pekerja Migran 1990 ini seharusnya ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Konvensi Pekerja Migran 1990 secara langsung diterapkan dalam aturan hukum Indonesia.
Berikut ini adalah hak-hak pekerja migran yang tidak dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yaitu:
1. Hak untuk bebas keluar masuk negara asal ( Pasal 8 Konvensi Pekerja Migran 1990)
2. Penciptaan prosedur atau lembaga untuk menyalurkan aspirasi atau kepentingan pekerja migran (Pasal 42 Konvensi Pekerja Migran 1990)
3. Pembebasan bea dan pajak ekspor impor ( Pasal 46 Konvensi Pekerja Migran 1990)
4. Pemberian izin tinggal dan izin kerja beserta aktivitas yang dibayar ( Pasal 49 Konvensi Pekerja Migran 1990)
208 Herman Thahir, Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya,hlm.1.
120
5. Aktivitas yang dibayar ( Pasal 51 sampai dengan Pasal 53 Konvensi Pekerja Migran 1990)
6. Peran negara dalam mempromosikan kondisi yang baik, seimbang, dan berkemanusiaan ( Pasal 64 Konvensi Pekerja Migran 1990) 7. Mencegah dan menghapuskan pergerakan ilegal dan pemanfaatan
pekerja migran dalam situasi tak-reguler ( Pasal 68 Konvensi Pekerja Migran 1990)
8. Kebijakan yang tidak kurang menguntungkan (not less favourable) bagi pekerja migran dan anggota keluarga (Pasal 70 Konvensi Pekerja Migran 1990)
9. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi ( Pasal 10 Konvensi Pekerja Migran 1990)
10. Hak untuk tidak diperbudak, diperhambakan, kerja paksa, kerja wajib ( Pasal 11 Konvensi Pekerja Migran 1990)
11. Hak atas perlindungan hukum terhadap gangguan ( Pasal 14 Konvensi Pekerja Migran 1990)
12. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi ( Pasal 16 Konvensi Pekerja Migran 1990)
13. Hak untuk tidak dirampas kebebasannya ( Pasal 17 Konvensi Pekerja Migran 1990)
14. Hak yang setara dengan warga negara di hadapan pengadilan ( Pasal 18 Konvensi Pekerja Migran 1990)
15. Hak untuk tidak dinyatakan bersalah atas tindak pidana karena tindakan atau kelalaian yang bukan tindak pidana ( Pasal 19 Konvensi Pekerja Migran 1990)
16. Larangan pemenjaraan akibat kegagalan memenuhi kewajiban perjanjian ( Pasal 20 Konvensi Pekerja Migran 1990)
17. Perlindungan atas identitas diri manusia ( Pasal 21 Konvensi Pekerja Migran 1990)
18. Larangan untuk tidak menjadi sasaran pengusiran secara masal ( Pasal 22 Konvensi Pekerja Migran 1990)
121
19. Hak untuk menerima perawatan kesehatan yang sangat mendesak ( Pasal 28 Konvensi Pekerja Migran 1990)
20. Hak dasar anak pekerja migran ( Pasal 29 Konvensi Pekerja Migran 1990)
21. Hak anak pekerja migran untuk akses terhadap pendidikan ( Pasal 30 Konvensi Pekerja Migran 1990)
22. Hak atas kebebasan bergerak dan kebebasan memilih tempat tinggal ( Pasal 39 Konvensi Pekerja Migran 1990)
23. Hak untuk berpartisipasi dan memilih pada pemilihan umum ( Pasal 41 Konvensi Pekerja Migran 1990)
24. Kebijakan untuk memfasilitasi reunifikasi pekerja migran atau reunification ( Pasal 44 Konvensi Pekerja Migran 1990)
25. Perlakuan yang setara bagi anggota keluarga pekerja migran dengan warga negara dari negara tujuan ( Pasal 45 Konvensi Pekerja Migran 1990)
26. Hak untuk mentransfer pendapatan dan tabungan ( Pasal 47 Konvensi Pekerja Migran 1990)
27. Menghindari pengenaan pajak berganda ( Pasal 48 Konvensi Pekerja Migran 1990)
28. Pemberian izin tinggal kepada anggota keluarga pekerja migran ( Pasal 50 Konvensi Pekerja Migran 1990)
29. Kebijakan untuk pekerja migran dan anggota keluarga yang berada dalam situasi tak-reguler ( Pasal 69 Konvensi Pekerja Migran 1990)
Dapat disimpulkan bahwa, dengan masih terdapat adanya hak-hak pekerja migran yang belum dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 maka, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini dapat dikatakan masih belum memenuhi standar perlindungan pekerja migran.
2. Sebelum membahas lebih jauh mengenai pemenuhan standar perlindungan pekerja migran alangkah baiknya, terlebih dahulu
122
membahas mengenai ukuran atau standar yang digunakan untuk menyatakan bahwa peraturan ini yaitu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 sudah dapat dinyatakan lengkap ataukah belum memenuhi standar.
Ukuran atau standar yang digunakan tersebut dilihat dari karakteristik Indonesia sebagai negara pengirim pekerja migran. Sebagai negara pengirim Indonesia wajib untuk melindungi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran. Oleh karena itu, ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini hanya berfokus dalam memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia yang berada di wilayah Indonesia. Dengan kata lain bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 hanya dapat memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia selama masa pra dan pasca penempatan saja dikarenakan, selama masa pra dan pasca penempatan masih dapat dijangkau dengan menggunakan hukum nasional.
Akan tetapi, dikarenakan Indonesia sebagai negara pengirim menyebabkan Indonesia sulit untuk memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia di luar negeri atau selama penempatan. Hal ini disebabkan karena hukum Indonesia tidak memiliki yurisdiksi di luar negeri. Hal ini didukung dengan adanya asas lex loci laboris. Asas lex loci laboris ini dapat diartikan sebagai, “the principle of lex loci laboris, which means applying the law of the country in which a worker is employed.”209 Dengan kata lain bahwa, hukum yang berlaku bagi pekerja migran saat bekerja adalah hukum dari negara yang memperkejakan pekerja migran tersebut. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 18 Algemeene Bepalingen van Wetgeving (selanjutnya disebut sebagai Pasal 18AB) yang menyatakan bahwa, “Bentuk tiap tindakan hukum akan diputus oleh pengadilan menurut perundang-undangan dari negeri atau
209 SpanichDict Daring, diakses dari
https://www.spanishdict.com/examples/lex%20loci%20laboris
123
tempat, dimana tindakan hukum itu dilakukan.”210 Oleh sebab itu, Indonesia sebagai negara pengirim memiliki keterbatasan jangkauan untuk memberikan perlindungan bagi para Pekerja Migran Indonesia.
Sebelumnya telah dibahas bahwa Konvensi Pekerja Migran 1990 berlaku dalam ruang lingkup internasional yang artinya, berlaku bagi semua negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa serta akan mengikat, bagi negara-negara pihak konvensi yang telah meratifikasi Konvensi Pekerja Migran 1990. Hal ini yang menjadikan Konvensi Pekerja Migran 1990 sebagai standar dalam perlindungan pekerja migran.
Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas juga bahwa, Indonesia adalah salah satu negara pihak konvensi yang telah melakukan penandatangan dan ratifikasi Konvensi Pekerja Migran 1990. Akan tetapi, masih terdapat hak-hak dari pekerja migran yang tidak dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Meskipun terdapat hak- hak pekerja migran yang belum dicantumkan akan tetapi, seperti pembahasan sebelumnya bahwa Indonesia adalah negara pengirim.
Sebagai negara pengirim Indonesia wajib untuk melindungi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran.
Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini hanya berfokus dalam memberikan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia yang berada di wilayah Indonesia. Dengan kata lain bahwa, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 hanya memberikan perlindungan selama masa pra ( sebelum bekerja) dan pasca penempatan (setelah bekerja). Berikut ini adalah hak-hak pekerja migran yang tidak dicantumkan selama masa pra dan pasca penempatan yang belum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yaitu:
- Selama masa pra penempatan
1. Hak untuk bebas keluar masuk negara asal
210 Bayu Seto Hardjowahono, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu, Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, Cet.5, 2013, hlm.74.
124
2. Penciptaan prosedur atau lembaga untuk menyalurkan aspirasi atau kepentingan pekerja migran
3. Pembebasan bea dan pajak ekspor impor
4. Pemberian izin tinggal dan izin kerja beserta aktivitas yang dibayar
5. Pembatasan untuk secara bebas memilih aktivitas yang dibayar 6. Peran negara dalam mempromosikan kondisi yang baik,
seimbang, dan berkemanusiaan
7. Mencegah dan menghapuskan pergerakan ilegal dan pemanfaatan pekerja migran dalam situasi tak-reguler
8. Kebijakan yang tidak kurang menguntungkan (not less favourable) bagi pekerja migran dan anggota keluarga
- Selama pasca penempatan yaitu
1. Pembebasan bea dan pajak ekspor impor 2. Hak untuk bebas keluar masuk negara asal
3. Penciptaan prosedur atau lembaga untuk menyalurkan aspirasi atau kepentingan pekerja migran
Dengan tidak dicantumkannya hak-hak tersebut maka akan menimbulkan persoalan terkait dengan pemenuhan standar perlindungan hak pekerja migran. Hal ini dikarenakan seharusnya di dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini mencantumkan hak-hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Konvensi Pekerja Migran 1990 terutama, untuk hak pekerja migran selama masa pra penempatan dan pasca penempatan. Meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 masih terdapat hak-hak yang belum dicantumkan, akan tetapi tidak dapat langsung menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tersebut tidak memenuhi standar perlindungan pekerja migran berdasarkan Konvensi Pekerja Migran 1990.
125
Terdapat beberapa hal yang mendukung bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini tidak dapat langsung dinyatakan tidak memenuhi standar perlindungan pekerja migran. Pertama, dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini sudah lebih berfokus dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak Pekerja Migran Indonesia apabila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.
Kedua, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 adalah sumber hukum nasional Indonesia yang artinya fokus dalam memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia dalam ruang lingkup nasional atau selama berada di wilayah Indonesia. Akan tetapi, dalam hal perlindungan selama masa pra dan pasca penempatan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 masih memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut berupa, masih adanya hak pekerja migran selama masa pra penempatan dan pasca penempatan yang belum dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya perbaikan dikarenakan ketentuan yang terkait selama masa pra dan pasca penempatan masih berada di dalam yurisdiksi Indonesia. Oleh sebab itu Indonesia seharusnya dapat mencantumkan perlindungan hak tersebut.
Sedangkan untuk hak pekerja migran selama masa penempatan dapat dilengkapi dengan menggunakan bilateral agreement. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan daya jangkau hukum nasional Indonesia di negara tujuan.
Hal ini sejalan dengan asa lex loci laboris yaitu, “the principle of lex loci laboris, which means applying the law of the country in which a worker is employed.”211 Selain berdasarkan asas lex loci laboris, ditegaskan kembali dengan ketentuan di dalam Pasal 18 AB yang menyebutkan bahwa, “Bentuk tiap tindakan hukum akan diputus oleh
211 SpanichDict Daring, diakses dari
https://www.spanishdict.com/examples/lex%20loci%20laboris
126
pengadilan menurut perundang-undangan dari negeri atau tempat, dimana tindakan hukum itu dilakukan.”212 Oleh sebab itu, Indonesia hanya memiliki jangkauan untuk memberikan perlindungan selama pra dan pasca penempatan saja. Sedangkan, perlindungan terhadap hak selama penempatan akan dimuat di dalam bilateral agreement antara kedua negara tersebut.
Sedangkan Konvensi Pekerja Migran 1990 adalah sumber hukum internasional yang dibentuk untuk memberikan perlindungan internasional terhadap hak pekerja migran dan anggota keluarganya. Oleh sebab itu, ruang lingkup perlindungannya secara internasional yang diterapkan secara universal dan berfokus terhadap perlindungan pekerja migran selama bekerja. Ketiga, Indonesia sebagai negara pengirim pekerja migran banyak mengirimkan Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri sebagai domestic workers (asisten rumah tangga). Hal tersebut menyebabkan adanya hak-hak yang tidak relevan untuk diterapkan bagi Pekerja Migran Indonesia yang bekerja sebagai domestic workers tersebut.
Berdasarkan beberapa alasan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejauh ini Indonesia sudah cukup memenuhi standar perlindungan pekerja migran berdasarkan Konvensi Pekerja Migran 1990.
Bukan berarti dengan tidak dicantumkannya hak-hak tersebut langsung menyebabkan Indonesia tidak memenuhi standar perlindungan pekerja migran. Akan tetapi, meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tidak dicantumkan hak-hak yang telah disebutkan di atas bukan berarti hak-hak tersebut menjadi tidak penting. Hal ini dikarenakan hak-hak tersebut seharusnya diatur oleh negara tujuan penempatan, dan bukan oleh Indonesia sebagai negara pengirim.
3. Bentuk dari peran pemerintah dalam upaya untuk memberikan perlindungan selama masa pra penempatan terhadap hak-hak pekerja
212 Bayu Seto Hardjowahono, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu, Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, Cet.5, 2013, hlm.74.
127
migran yaitu dengan melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh inspektor ketenagakerjaan. Inspektor ketenagakerjaan mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Hal ini dimaksudkan agar setiap instansi terkait dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta bertanggung jawab agar calon Pekerja Migran Indonesia baik selama masa pra penempatan atau selama masa tunggu di penampungan mendapatkan perlindungan serta terhindar dari tindakan-tindakan yang dapat merugikan calon Pekerja Migran Indonesia tersebut.
Sedangkan peran pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja migran selama masa penempatan yang tidak dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dapat dilakukan sebagai pembuat regulasi. Pada dasarnya seperti yang tercantum di dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 bahwa Pekerja Migran Indonesia hanya dapat bekerja di negara tujuan kerja apabila negara yang menjadi tujuan kerja tersebut telah memiliki perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan dan Pemerintah Republik Indonesia.
Oleh sebab itu, Indonesia sebagai negara pengirim hanya dapat mengirimkan Pekerja Migran Indonesia ke negara tujuan penempatan yang telah membuat perjanjian dengan Indonesia. Perjanjian yang dibuat biasanya dalam bentuk perjanjian bilateral atau bilateral treaty bukannya Memorandum of Understanding atau nota kesepakatan (selanjutnya disebut sebagai MoU). Hal ini dikarenakan perjanjian bilateral memiliki kekuatan hukum yang mengikat apabila dibandingkan dengan MoU yang baru akan memiliki kekuatan hukum saat dibuat menjadi suatu perjanjian.
Saat Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negera tujuan penempatan membuat perjanjian maka, perjanjian tersebut diharapkan dapat mengcover atau dapat memberikan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak pekerja migran terutama hak-hak yang sebelumnya tidak diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Selain itu
128
juga saat Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara tujuan penempatan membuat perjanjian bilateral maka, pemerintah negara tujuan penempatan harus membuat kesepakatan untuk dapat memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum negara yang berlaku di negara tersebut serta memperhatikan perlindungan hak pekerja migran seperti yang tercantum di dalam Konvensi Pekerja Migran 1990. Sebelumnya telah dijabarkan bahwa terdapat hak-hak pekerja migran yang belum dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Berikut ini adalah hak-hak pekerja migran selama masa penempatan yang belum dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yaitu,
1. Hak untuk secara bebas memilih aktivitas yang dibayar 2. Aktivitas yang dibayar bagi anggota keluarga pekerja migran
3. Peran negara dalam mempromosikan kondisi yang baik, seimbang, dan berkemanusiaan
4. Mencegah dan menghapuskan pergerakan ilegal dan pemanfaatan pekerja migran dalam situasi tak-reguler
5. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi
6. Hak untuk tidak diperbudak, diperhambakan, kerja paksa, kerja wajib
7. Hak atas perlindungan hukum terhadap gangguan 8. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi
9. Hak untuk tidak dirampas kebebasannya
10. Hak yang setara dengan warga negara di hadapan pengadilan
11. Hak untuk tidak dinyatakan bersalah atas tindak pidana karena tindakan atau kelalaian yang bukan tindak pidana
12. Larangan pemenjaraan akibat kegagalan memenuhi kewajiban perjanjian
13. Perlindungan atas identitas diri manusia
129
14. Larangan untuk tidak menjadi sasaran pengusiran secara masal 15. Hak untuk menerima perawatan kesehatan yang sangat mendesak 16. Hak dasar anak pekerja migran
17. Hak anak pekerja migran untuk akses terhadap pendidikan
18. Hak atas kebebasan bergerak dan kebebasan memilih tempat tinggal 19. Hak untuk berpartisipasi dan memilih pada pemilihan umum
20. Kebijakan untuk memfasilitasi reunifikasi pekerja migran atau reunification
21. Perlakuan yang setara bagi anggota keluarga pekerja migran dengan warga negara dari negara tujuan
22. Hak untuk mentransfer pendapatan dan tabungan 23. Menghindari pengenaan pajak berganda
24. Pemberian izin tinggal kepada anggota keluarga pekerja migran 25. Kebijakan untuk pekerja migran dan anggota keluarga yang berada
dalam situasi tak-reguler
Aturan yang terkait dengan hak-hak pekerja migran selama masa penempatan yang belum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini harus dimuat di dalam perjanjian bilateral. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara pengirim Pekerja Migran Indonesia hanya memiliki ruang lingkup yang terbatas sehingga, tidak dapat menerapkan aturan atau hukum yang berlaku di Indonesia untuk dapat diterapkan di negara tujuan penempatan. Oleh sebab itu, banyak dari hak- hak yang tidak dicantumkan tersebut seharusnya merupakan hak yang harus dilindungi oleh negara tujuan penempatan bukan oleh negara pengirim. Hal ini yang menyebabkan Indonesia tidak mengatur perlindungan hak tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.
Selain memiliki peran sebagai pembuat regulasi, pemerintah juga memiliki peran dalam hubungan diplomatik. Hubungan diplomatik ini harus dilakukan sebagai hasil dari pengawasan atase ketenagakerjaan.
130
Atase ketenagakerjaan akan melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan perjanjian bilateral tersebut. Apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran maka, atase ketenagakerjaan akan melaporkan kepada Duta besar (KBRI). Duta besar ini melalui Menteri Luar Negeri akan melakukan diplomasi dengan pemerintah setempat terkait dengan adanya pelanggaran perjanjian bilateral tersebut.
Terakhir, peran pemerintah dalam memberikan perlindungan pasca penempatan yaitu dengan melakukan pengawasan saat pemulangan Pekerja Migran Indonesia dari negara tujuan kerja sampai dengan negara asal atau daerah asal. Pemulangan Pekerja Migran Indonesia menjadi tanggung jawab dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ( selanjutnya disebut sebagai BNP2TKI).
BNP2TKI ini merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Oleh sebab itu, dibutuhkan dari peran pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap BNP2TKI terkait dengan pemulangan Pekerja Migran Indonesia ke negara asal atau daerah asal. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi para Pekerja Migran Indonesia tersebut saat hendak kembali ke negara asal.
5.2. Saran
1. Berdasarkan pembahasan yang sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara pengirim. Hal tersebut menyebabkan hukum nasional Indonesia menjadi tidak berlaku untuk negara tujuan penempatan. Akan tetapi, dikarenakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tersebut berlaku di wilayah Indonesia maka, hak pekerja migran selama masa pra dan pasca penempatan masih dapat dilindungi dengan menggunakan hukum Indonesia. Oleh sebab itu untuk hak pekerja migran selama masa pra dan pasca penempatan yang belum dicantumkan di
131
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 seharusnya dapat diperbaiki dan kemudian dapat dicantumkan untuk memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia. Berikut ini adalah hak- hak pekerja migran yang belum dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017
- Selama masa pra penempatan
1. Hak untuk bebas keluar masuk negara asal
2. Penciptaan prosedur atau lembaga untuk menyalurkan aspirasi atau kepentingan pekerja migran
3. Pembebasan bea dan pajak ekspor impor
4. Pemberian izin tinggal dan izin kerja beserta aktivitas yang dibayar
5. Pembatasan untuk secara bebas memilih aktivitas yang dibayar 6. Peran negara dalam mempromosikan kondisi yang baik,
seimbang, dan berkemanusiaan
7. Mencegah dan menghapuskan pergerakan ilegal dan pemanfaatan pekerja migran dalam situasi tak-reguler
8. Kebijakan yang tidak kurang menguntungkan (not less favourable) bagi pekerja migran dan anggota keluarga
- Selama pasca penempatan yaitu
1. Pembebasan bea dan pajak ekspor impor 2. Hak untuk bebas keluar masuk negara asal
3. Penciptaan prosedur atau lembaga untuk menyalurkan aspirasi atau kepentingan pekerja migran
Sedangkan untuk hak-hak pekerja migran selama masa penempatan yang relevan dengan karakteristik Pekerja Migran Indonesia seharusnya aturan tersebut dapat dimuat di dalam perjanjian bilateral. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat mencakup semua perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia yang sebelumnya tidak dapat diberikan oleh Indonesia
132
dikarenakan Indonesia tidak memiliki yurisdiksi di negara tujuan penempatan.
2. Seperti yang diketahui bahwa peran pemerintah dalam mengupayakan perlindungan hak-hak pekerja migran yang belum tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu, peran pemerintah adalah dengan membuat perjanjian bilateral untuk dapat mengcover hak-hak pekerja migran selama penempatan yang belum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Setelah perjanjian bilateral tersebut telah dilaksanakan maka pemerintah diharapkan untuk dapat lebih berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap Pekerja Migran Indonesia yang sedang bekerja di luar negeri. Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh atase ketenagakerjaan, atase ketenagakerjaan ini merupakan perwakilan Republik Indonesia di negara tertentu. Selain melakukan pengawasan, atase ketenagakerjaan ini juga memiliki tanggung jawab seperti yang tercantum di dalam Pasal 21 ayat 1 huruf f yaitu, “pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta perwalian sesuai dengan hukum negara setempat.”
Selain itu juga, atase ketenagakerjaan ini akan melakukan pengawasan dalam penegakkan perjanjian bilateral. Hal ini dikarenakan seharusnya negara tujuan kerja harus menghormati dan memberikan perlindungan kepada Pekerja Migran Indonesia. Apabila dikemudian hari berdasarkan pengawasan atase ketenagakerjaan telah terjadi pelanggaran maka, atase ketenagakerjaan akan melaporkannya kepada Duta besar. Selanjutnya Duta besar melalui Menteri Luar Negeri akan melakukan diplomasi dengan pemerintah setempat terkait laporan terjadinya pelanggaran perjanjian bilateral tersebut.
133
3. Seperti yang telah diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini masih memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, diharapkan dapat dibentuk Peraturan Pemerintah agar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 ini dapat menjadi lebih lengkap dan operasional dalam pelaksanaannya dikemudian hari. Hal-hal yang perlu dibuat dalam peraturan pemerintah adalah mengenai tata cara penempatan Pekerja Migran Indonesia pada saat pra penempatan sampai keberangkatan (termasuk selama masa tunggu di penampungan) dan mengenai tata cara penilaian dan penetapan mitra usaha dan calon pemberi kerja baik.
4. Memerlukan peran dari inspektor ketenagakerjaan untuk dapat mengawasi kinerja dari Pelaksana Penempatan TKI Swasta ( selanjutnya disebut sebagai PPTKIS). Hal ini dimaksudkan agar PPTKIS tersebut dapat memenuhi standar yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.
134 DAFTAR PUSTAKA
Bahan Bacaan Primer
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Faimilies. (Konvensi Internasional Tentang Perlindungan atas Hak- Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1990 )
Bahan Bacaan Artikel atau Jurnal
Aprina Chintya. Kajian Yuridis Perlindungan Hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri. Fikri. Vol. 2. No. 1. 2017.
http://journal.iaimnumetrolampung.ac.id/index.php/jf/article/view/100/104
Badan Pusat Statistik. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018.
http://www.turc.or.id/wp-content/uploads/2018/06/BPS_Berita-Resmi- Statsitik_Keadaan-Ketenagakerjaan-Indonesia-Februari-2018.pdf
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Data Penempatan dan Pelindungan PMI Periode Bulan September 2018.
http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data_05-10-
2018_025400_Laporan_Pengolahan_Data_BNP2TKI_2018_-_SEPTEMBER.pdf
135
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Data Penempatan dan Pelindungan PMI Periode Bulan April 2019.
http://www.bnp2tki.go.id/uploads/statistik/images/data_22-05-
2019_Laporan_Pengolahan_Data_BNP2TKI____Bulan__APRIL.pdf
Institute for Criminal Justice Reform. 2011. http://icjr.or.id/deklarasi-universal- hak-asasi-manusia/
International Labour Organization. Indonesia: Pekerjaan Layak untuk Pekerja Kerja Migran Indonesia.
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo- jakarta/documents/publication/wcms_366944.pdf
International Labour Organization. Skilled Labour A Determining Factor For Sustainable Growth Of The Nation. 2014. http://ilo.org/wcmsp5/groups/public/-- -asia/---ro-bangkok/---ilo-hanoi/documents/publication/wcms_428969.pdf
Erna Ratnaningsih. Paradigma Baru Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. 2017. http://business-law.binus.ac.id/2017/12/31/paradigma-baru- perlindungan-pekerja-migran-indonesia/
Graziano Battistella. Family Reunification: Policies and Issues, Asian and Pacific Migration Journal. Vol. 4. No. 2-3. 1995.
Herman Thahir. Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya.
https://www.academia.edu/11936227/KONVENSI_INTERNASIONAL_TENTA NG_PERLINDUNGAN_HAK-
HAK_SELURUH_PEKERJA_MIGRAN_DAN_ANGGOTA_KELUARGANYA Kurnia Giawa, et.al., Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke luar Negeri Tahun 2013-2015. Jurnal Bumi Indonesia. Volume 6. Nomor 2. 2017.
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/724/697
136
Komnas Perempuan. Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990). 2013.
https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Instrumen%20HAM%20Perem puan/Mengenal%20Konvensi%20PBB%201990%20tentang%20Perlindungan%2 0Hak-Hak%20Seluruh%20Pekerja%20Migran.pdf
Kurniawan Eka Syahputra. Penyebab Indonesia Meratifikasi Konvensi PBB 1990 Tentang Perlindungan Hak Buruh Migran Beserta Anggota Keluarga.
Lalu Hadi Adha. Urgensi Ratifikasi Konvensi International Tahun 1990 Tentang Perlindungan Buruh Migran Dan Keluarganya The Urgency Of Ratifying The 1990 International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. Kajian Hukum dan Keadilan. vol. 1. No. 2. 2013.
http://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/viewFile/239/211
Leolita Masnun. et.al., Ratifikasi International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families Dan Upaya Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Masyarakat & Budaya.
Volume 12 No. 1. 2010.
http://jmb.lipi.go.id/index.php/jmb/article/viewFile/165/145
Makkiyyah. Kesesuaian Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya dengan UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Pptkiln Terhadap Pemenuhan Hak-Hak Anggota Keluarga Pekerja Migran. 2014.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188288&val=6466&title=KE SESUAIAN%20KONVENSI%20INTERNASIONAL%20TENTANG%20PERLI NDUNGAN%20PEKERJA%20MIGRAN%20DAN%20ANGGOTA%20KELUA RGANYA%20DENGAN%20UU%20NO.%2039%20TAHUN
137
Mohamad Nico Diemoz Priastomo De May. Pelaksanaan Sistem Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Yang Berasal Dari Jawa Timur Dalam Otonomi Daerah. Artikel Ilmiah. 2013.
https://media.neliti.com/media/publications/34633-ID-pelaksanaan-sistem- perlindungan-tenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri-yang-beras.pdf
Mohammad Azril Jaya Putra, et.all. Remitan dan Pemanfaatannya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Desa Seriguna Kecamatan Teluk Gelam Oki.
https://media.neliti.com/media/publications/181655-ID-remitan-dan- pemanfaatannya-terhadap-kehi.pdf
Palmira Bachtiar, Dinar Dwi Prasetyo. TKI Purna dan Berbagai Program Reintegrasi di Indonesia. 2015.
http://www.smeru.or.id/sites/default/files/events/06_mapping_of_reintegration_pr ograms_for_low-skilled_migrant_workers_-_dinar_prasetyo.pdf
Pocut Eliza. Laporan Akhir Analisis Dan Evaluasi Hukum mengenai Perlindungan Hak Dan Keselamatan Pekerja Migran. 2016.
https://www.bphn.go.id/data/documents/perlindungan_pekerja_migran.pdf
Ratih Probosiwi. Analisis Undang-Undang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Kawistara. Vol. 5. No.2. 2015.
https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/7597/5905
Riyanto Arudam. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM). 2017.
https://www.kanalinfo.web.id/2015/09/pengertian-hak-asasi-manusia-ham.html Rosmi Hasibuan. Suatu Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Internasional.
http://library.usu.ac.id/download/fh/hukuminter-Rosmi5.pdf
138
Siti Faridah. Adapun Pengertian Dari Metode Deskriptif Analitis Menurut Sugiono. 2016. https://www.scribd.com/doc/306349047/Adapun-Pengertian-Dari- Metode-Deskriptif-Analitis-Menurut-Sugiono
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. United Nations Convention on Migrants’ Rights International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. 2005.
https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000143557
Ujang Charda. Karakteristik Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja. Jurnal Wawasan Hukum. Vol.
32. No. 1. 2015.
Webadmin. [Kolom Hukum dan Seni] Seri Seni dan HAM #2: ICCPR dan ICESCR 1966. 2017. http://koalisiseni.or.id/kolom-hukum-dan-seni-seri-seni-dan- ham-2-iccpr-dan-icescr-1966/
Hak Asasi Manusia (HAM). Referensi 01. 2011. https://equitas.org/wp- content/uploads/2011/12/modul-2-hal-1-38.pdf
Family Reunification.2005.
https://www2.ohchr.org/english/issues/migration/taskforce/docs/familyreunificati on.pdf
Family Reunification In International Law: The Current United Nations Legal Framework and The Practice of Human Rights Bodies, http://www.nomos- leattualitaneldiritto.it/wp-content/uploads/2018/08/Manca-Family-
reunification.pdf
Sektor informal, http://web.unair.ac.id/admin/file/f_19997_soskot9.pdf
Tenaga Kerja Asing di Indonesia Bertambah 3.800 Orang. 2018.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/08/13/tenaga-kerja-asing-di- indonesia-bertambah-3800-orang
139
Bab II Tinjuan Pustaka, http://digilib.unila.ac.id/2200/8/BAB%20II.pdf Bab II Kajian Pustaka, http://eprints.uny.ac.id/22238/4/4%20BAB%20II.pdf Bab II Kajian Pustaka,
http://repository.fkip.unja.ac.id/file?i=3NzOaxySsy641EUFTZwd9Z-g5mrddu- fZGhE6QEaC8c
Bahan Bacaan Buku
Bayu Seto Hardjowahono. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Cet.5. 2013.
Fulthoni,et.al., Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Memahami Diskriminasi. Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center (ILRC). 2009.
http://mitrahukum.org/wp-content/uploads/2012/09/Memahami-Diskriminasi.pdf [ bukun online]
I Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1. Bandung:
Penerbit Mandar Maju. Cet.1. 2002.
Koesparmono Irsan. Hukum Tenaga Kerja Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
2016.
Lalu Husni. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Cet.14. 2016.
Bahan dari Koran Online
Andri Donnal Putera. Ini Data TKA di Indonesia dan Perbandingan dengan TKI di Luar Negeri. 2018.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/23/154732226/ini-data-tka-di- indonesia-dan-perbandingan-dengan-tki-di-luar-negeri
140
BBC News. Adelina: TKI Yang Meninggal Di Malaysia Akibat Kurang Gizi Dan Luka-Luka Membuat 'Marah Bangsa'. 2018.
https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-43044843
Medcom.id. Upah Tak Dibayar, Aduan Terbanyak dari Pekerja Migran.
2018. https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/wkBDXyeN-upah-tak-dibayar- aduan-terbanyak-dari-pekerja-migran
Merdeka.com. Kisah TKI tak digaji selama 12 tahun di Malaysia. 2012.
https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-tki-tak-digaji-selama-12-tahun-di- malaysia.html
Pikiran Rakyat. Buruh Migran Indonesia Mengalami Penyiksaan. 2014.
http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2014/12/24/309712/buruh-migran- indonesia-mengalami-penyiksaan
Republika.co.id. Polisi Blitar Tangani Kasus Penyiksaan Calon TKW. 2017.
https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/05/04/ope87l284-polisi- blitar-tangani-kasus-penyiksaan-calon-tkw
Validnews.co. Kebijakan Diskriminatif Buruh Migran Tingkatkan Perdagangan Manusia. 2017. https://www.validnews.id/Kebijakan- Diskriminatif-Buruh-Migran-Tingkatkan-Perdagangan-Manusia-taT