• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA FREELANCER EVENT ORGANIZER DI INDONESIA

N/A
N/A
Nizza Kartika Sari

Academic year: 2024

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA FREELANCER EVENT ORGANIZER DI INDONESIA "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA FREELANCER EVENT ORGANIZER DI INDONESIA

LATAR BELAKANG

Pemerintahan dan pembuat peraturan di Indonesia selalu berusaha sedemikian rupa demi menjamin hak-hak tenaga kerja baik dari masyarakat negaranya atau masyarakat negara asing yang bekerja di negaranya, tak terkecuali pula pada perlindungan hukum freelance di Indonesia.

Aturan tersebut bahkan telah tercantum pada Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 dipastikan secara tegas jika setiap masyarakat Negara memiliki hak atas tugas yang pantas untuk kemanusiaan.

Demikian juga dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD NRI 1945 yang mengatakan jika: tiap orang memiliki hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan dan tindakan yang adil dan pantas dalam jalinan kerja. Ketetapan konstitusional ini memperlihatkan jika karyawan sebagai masyarakat negara memiliki hak untuk mendapat perlindungan saat melakukan tugas buat mencapai kesejahteraan hidupnya. Aturan ini berlaku untuk setiap jenis kontrak kerja tak terkecuali perlindungan hukum freelance.

Berkaitan dengan perlindungan hukum freelancer atau karyawan harian terlepas tentunya Anda juga wajib mengetahui terlebih dahulu mengenai apa itu freelancer? Freelancer atau yang biasa disebut dengan tenaga lepas sendiri merupakan pekerjaan yang secara waktu memang tidak terikat dengan kontrak jangka panjang tetapi dibalik itu semua, pekerja freelance juga tetap memiliki perjanjian kerja yang kuat terhadap perusahaan. Dengan adanya kebebasan seperti ini maka freelancer dapat bekerja secara fleksibel dibandingkan mengikuti aturan jam kerja dari perusahaan.

Sejauh ini pihak pebisnis yang mengkaryakan freelancer masih menyaksikan freelance sebagai pihak yang kurang diperhitungkan dalam perlindungan hukum. Sementara itu, pihak dari freelancer sendiri kurang pahami apapun sebagai hak-hak pekerja harian lepas dan kewajibannya serta perlindungan hukum freelance yang seharusnya mereka dapatkan .

Dalam kata lain, pihak freelancer sendiri hanya mengikut pada ketentuan yang dibuat oleh perusahaan tanpa mengetahui kontrak kerja freelance . Walau sebenarnya, pada suatu

(2)

jalinan kerja sama yang bagus tidak ada pihak yang lebih menguasai atau lebih bernilai karena baik perusahaan atau freelancer sendiri sama-sama memerlukan jasa keduanya.

RUMUSAN MASALAH

- Bagaimana Pengaturan Freelancer dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan?

- Bagaimana perlindungan hukum mengenai Gig Worker (Pekerja Harian Lepas) dalam Event Organizer?

PEMBAHASAN

A. Pengaturan Freelancer dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003, Freelancer atau Pekerja Harian Lepas dikategorikan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan dibuat suatu perjanjian tertulis (kontrak kerja) yakni terdapat dalam Pasal 57 ayat (1). Namun, perusahaan Event Organizer yang memperkerjakan Pekerja Harian Lepas tidak membuat suatu Perjanjian Kerja/

kontrak kerja tertulis sehingga hak dan kewajiban para pihak menjadi kabur dikarenakan tidak ada norma yang dipatuhi pemberi kerja.

Seringkali pekerja lepas menghadapi kondisi kerja yang buruk seperti upah telat dibayarkan maupun kurang, kemudian bekerja tanpa adanya batas waktu, selain itu tidak mendapatkan perlindungan serta jaminan sosial. Memang mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu telah diatur lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No.100 Tahun 2004. Tetapi kedua peraturan tersebut hanya menegaskan untuk masa kerja dari pekerja lepas adalah kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.

Melihat banyaknya pekerja lepas yang tetap memilih bekerja tanpa adanya payung hukum, karena sebagai freelancer memiliki keunggulan dalam kebebasan bekerja namun menyimpan resiko yang lebih besar. Seperti freelancer bisa lepas dari ikatan jam kerja sehingga jumlah jam kerjanya bisa kurang atau lebih banyak dari pegawai kantoran. Perusahaan Event Organizer kerap kali menyimpangi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai waktu kerja karena kegiatan kerja pra, pada saat, maupun pasca penyelenggaraaan suatu acara membutuhkan waktu kerja yang cukup banyak namun perhitungan upah kerja tidak

(3)

sesuai dengan aturan yang ada pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN1985 Tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas dalam pasal 7 “Pengupahan bagi pekerja harian lepas didasarkan atas upah harian yang besarnya tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum yang ditentukan oleh Pemerintah” namun penghitungan upah seringkali dilakukan oleh pihak perusahaan bukan atas kesepakatan pihak pekerja. Sehingga akan menguntungkan pengusaha dikarenakan tidak akan memberikan upah lembur dan fasilitas lainnya untuk para pekerja harian lepas.

Tanpa adanya perjanjian kerja akan menimbulkan fleksibilitas, dilihat dari perspektif pengusaha maupun pekerja lepas akan ada sisi positif dan negatif. Melihat aturan ketenagakerjaan ditegaskan adanya fleksibilitas harus dihindari dikarenakan ada kepastian hukum yang dapat mengadopsi perubahan ini. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100 Tahun 2004, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 sebagai instrumen hukum yang mengatur kedudukan Pekerja Harian Lepas mampu melindungi suatu perubahan keadaan dalam masyarakat seiring perubahan.

B. Perlindungan Hukum Bagi Freelancer (Pekerja Harian Lepas) dalam Event Organizer Di 4 Indonesia

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Perlindungan hukum juga dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa perlindungan hukum merupakan upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga Pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesehjateraan hidup sesuai denganhak- hak asasi. Berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, adapun menurut Imam Soepomo pemberian perlindungan hukum bagi pekerja meliputi 5 (lima) bidang yaitu pengerahan/penempatan tenaga kerja, hubungan kerja, kesehatan kerja, keamanan kerja, dan jaminan sosial buruh.

Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan atau tertulis. Secara normatif bentuk perjanjian tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban bagi para pihak, kemudian adanya

(4)

kepastian hukum dikarenakan dalam bekerja sama dengan berlandaskan saling percaya tidak akan cukup, dan untuk meminimalisir resiko yang terjadi sehingga jika terjadi perselihan akan membantu ketika proses pembuktian. Namun masih banyak perusahaan-perusahaan Event Organizer yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia atau atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.

Selain adanya unsur percaya antar pihak, pekerja yang diperjanjikan kerja secara lisan disebabkan karena ketidaktahuan pekerja/buruh mengenai pentingnya perjanjian kerja.

Kemudian adanya itikad buruk dari pengusaha yang tidak memfasilitasi perjanjian kerja. Hal tersebut tidak sejalan dengan adanya asas kepatutan. Bila perjanjian kerja dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

Perkembangan teknologi dan pembaharuan dalam bidang ketenagakerjaan tersebut dalam penerapannya di Indonesia ternyata belum didukung dengan landasan hukum yang tepat, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100 Tahun 2004, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER- 06/MEN/1985 sebagai instrumen hukum yang mengatur kedudukan Pekerja Harian Lepas, dinilai belum dapat melindungi Gig Worker yang pekerjaannya berlandaskan platform digital dan jangka waktu pekerjaannya yang sebentar.

Pasal 1 pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dijelaskan bahwa “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu”. Hubungan kerja adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang nyata. Dikarenakan suatu hubungan kerja berawal dari kesepakatan antara pemberi kerja (pengusaha) dengan pekerja/buruh berdasarkan sebuah Perjanjian Kerja. Dapat dikatakan, perikatan yang lahir karena perjanjian kerja inilah yang nantinya disebut hubungan kerja.

Hubungan kerja yang dilakukan oleh beberapa Freelancer di beberapa Event Organizer.

Berpedoman pada aturan Nomor KEP.100/MEN/VI/2004, bahwa sifat dari pekerjaan yang di berikan oleh Event Organizer (pemberi kerja) adalah pekerjaan yang sekali selesai atau

(5)

sementara Hal tersebut dipertegas pada Pasal 10 yang mengkategorikan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh kurang dari 21 (Duapuluh Satu) hari dalam satu bulan. Mengenai Perjanjian Kerja telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dikatakan pada Pasal 51 ayat (1) “Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan”. Tanpa disadari bahwa Undang-Undang tersebut turut memberikan peluang adanya ketidakwajiban pengusaha untuk membuat perjanjian kerja perorangan secara tertulis.

Hak dari Pekerja Harian Lepas telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan berserta turunannya. Berikut ini ketentuan-ketentuan Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di Indonesia:

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Dalam UU Ketenagakerjaan tidak adanya istilah Pekerja Harian Lepas. Walaupun Pekerja Harian Lepas (freelance) tidak secara eksplisit disebutkan dalam UU Ketenagakerjaan, namun jaminan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang termaktub didalamnya juga berlaku pula untuk Pekerja Harian Lepas. Sehingga Pekerja Harian Lepas dapat dikategorikan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 57-66 UU Ketenagakerjaan.

b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Hal yg dipertimbangkan adanya Peraturan Menteri ini adalah sebagai pelaksanaan dari Pasal 59 ayat (8) Undang-undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, dikarenakan perlu diatur lebih lanjut mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, dan juga Perjanjian Kerja Harian Lepas.

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas.

Pada tanggal 12 September 1985 ditetapkannya suatu Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang terdiri dari 11 pasal dengan memuat secara keseluruhan mengenai Pekerja Harian Lepas.

KESIMPULAN

(6)

Adanya pekerjaan Freelance mempermudah para pencari kerja dalam mendapatkan suatu pekerjaan. Terlihat dari sistem kerja yang tidak kaku dan dapat bekerja dimana saja menjadikan pilihan para pekerja saat ini. Sejak 2017, terjadinya perkembangan di masyarakat khususnya bidang Ketenagakerjaan ternyata tidak dibarengi dengan landasan hukumnya. Sehingga Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 100/Men/Vi/ 2004 Tahun 2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas, sebagai turunan instrumen hukum dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur kedudukan Pekerja Harian Lepas dikatakan belum mampu memanyungi Gig Worker yang ruang dan waktu pekerjaannya tidak terbatas.

Pekerja dalam perjanjian terhadap Pekerja Harian Lepas (Gig Worker) di Event Organizer yang dikategorikan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Dalam pelaksanaannya, Perjanjian Kerja baik secara lisan maupun tertulis dinilai belum memberikan perlindungan bagi para Pekerja Harian Lepas di perusahaan Event Organizer. Sehingga Pekerja belum dapat menikmati hak perlindungan sosial, pegupahan, dan hak lainnya. Melihat ketiga aturan yang melandasi Pekerja Harian Lepas bersifat sendiri-sendiri sehingga antar peraturan mengalami suatu ketimpangan pada isi pasalnya, hal tersebut dikarenakan kurangnya komunikasi secara menyeluruh antara Pemerintah yang mengatur Pekerja Harian Lepas pada saat itu. Dapat dikatakan Pemerintah sebagai pemegang kebijakan juga

Undang-Undang Ketenagakerjaan beserta turunannya belum mampu memberikan upaya perlindungan hukum bagi Gig Worker. Kenyataan yang terjadi di lapangan pada Event Organizer lebih sering mempekerjakan seorang Gig Worker dibandingkan karyawan tetap.

Untuk itu, perlu adanya perlindungan terhadap golongan kerja yang dianggap rentan. Sehingga seorang Gig Worker membutuhkan serikat kerja untuk dapat membantu dalam memahami haknya, dan mendapat pendampingan ketika hak tersebut dilanggar. Sampai saat ini banyak Pekerja Harian Lepas yang memilih bungkam jika haknya telah dilanggar oleh perusahaan.

Dikarenakan Pekerja Harian Lepas merasa jika menggugat perkara tersebut akan sia-sia karena berhadapan dengan Perusahaan Event Organizer.

Referensi

Dokumen terkait

Mengapa ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan aturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-100/Men/VI/2004 Tahun

Ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep- 100/Men/VI/2004 Tahun 2004 Tentang

5. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1991 tentang Latihan Kerja Nasional.. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP-96A/MEN/VI/2004

Perlindungan tenaga kerja wanita yang sedang hamil diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep-224/Men/2003 Tentang

Mengapa ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan aturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-100/Men/VI/2004 Tahun

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/VI Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.. Peraturan Menteri

Riau Abdi Sentosa Berdasarkan Keputusan Meteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 102/Men/VI/2004.Metode penelitian ini adalah jenis penelitian hukum sosiologis

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketetuan Pelakanaan Perjajian Waktu Tetentu, pekerja