• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ... - Journal Unpak

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ... - Journal Unpak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS/PPAT TERKAIT DOKUMEN PALSU MELALUI CARD READER

Verent Nathalia Putri*, Rouli Anita Valentina **.

Fakultas Hukum, Univeristas Indonesia

Kampus UI Depok, Depok, Jawa Barat, 16424, Indoneisa E-mail: verent.nathalia@gmail.com

Naskah diterima : 25/03/2022, revisi : 28/04/2022, disetujui 10/05/2022

Abstrak

Notaris sebagai pejabat umum berperan dalam mengemban jabatan kepercayaan dari masyarakat dalam pembuatan akta autentik. Notaris dapat merangkap sebagi Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya dengan memperhatikan tempat dan wilayah jabatannya. Notaris atau PPAT harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta autentik, khususnya menerima dokumen/surat palsu dari para penghadap. Hal ini tidak jarang menimbulkan permasalahan hukum yang menyebabkan Notaris atau atau PPAT ikut turut terlibat. Penelitian ini menganalisis mengenai peralihan hak atas tanah karena jual beli oleh penghadap yang menggunakan dokumen/surat palsu terhadap akta autentik. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dan menganalisis melalui metode kualitatif. Notaris atau PPAT tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban terhadap adanya indikasi pemalsuan dokumen atau surat oleh penghadap sepanjang Notaris atau PPAT telah bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak serta menjaga kepentingan pihak dalam pembuatan akta autentik yang dikehendaki para penghadap berdasarkan keterangan penghadap. Bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris atau PPAT terkait dokumen atau surat palsu antara lain dengan penerapan prinsip kehati- hatian dalam menerima dan memastikan dokumen atau surat penghadap sudah benar dengan identifikasi dan verifikasi melalui Pembaca Kartu Tanda Penduduk Elektronik.

Kata kunci: Notaris, PPAT, Perlindungan Hukum, Dokumen Palsu, Card Reader Abstract

Notary as a public official has roles in carrying out trust from communities to create an authentic deed. Notary can hold concurrent position as Land Deed Official

(2)

or PPAT by taking into account the area dan region of his position. Notary or PPAT must apply precautionary principle in creating authentic deeds, particularly in receiving false documents or letters from the parties. This does not close the possibility to cause legal implications to Notary/PPAT to get involved. This research analyzes the transfer of land right in terms of buying and selling by the parties who use false documents or letters against an authentic deed. This research was conducted with juridical normative research method using secondary data and analyzed through qualitative method. Notary or PPAT cannot be held responsible for any indications of falsification of documents/letters by the parties to the extend that Notary or PPAT has acted in trustworthy, honest, thorough, independent, impartial manner and safeguards the interests of the parties in creating an authentic deed desired by the parties based on the statements of the parties. The form of protection against Notary or PPAT in regard to false documents/letters are the application of the precautionary principle in receiving and assuring that the documents/letters appear to be genuine by identification and verification through the Electronic Identity Card Reader.

Keywords: Notary, Land Deed Official, Legal Protection, False Document, Card Reader

A. Pendahuluan

Dalam melakukan perbuatan hukum, masyarakat memerlukan alat bukti. Alat bukti dalam bentuk akta autentik secara jelas hak dan kewajiban para pihak. Menurut Subekti, akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan suatu hal peristiwa, karenanya suatu akta harus ditandatangi1.

Dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) menyatakan bahwa “akta autentik merupakan akta yang dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.” etentuan mengenai akta autentik yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang telah mengalami perubahan dengan diundangkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 2 Tahun 2014 (“UUJN”) menyatakan bahwa

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.” Selanjutnya, Pasal 1 ayat (7) UUJN mengatur bahwa “akta Notaris adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang telah ditetapkan Undang-Undang ini.” Keberadaan Notaris sebagai Pejabat Umum berwenang membuat akta autentik yang secara jelas hak dan kewajiban sehingga menjamin kepastian hukum kepada para pihak dalam akta dan pihak ketiga. Akta Notaris diharapkan dapat menghindari terjadinya

1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermesa, 1984), cet. XVIII, hlm. 178.

(3)

sengketa dikemudian hari. Jika terjadi sengeka, akta autentik yang merupakan alat bukti dapat memberikan sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara2.

Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) dengan kewajiban mengikuti tempat kedudukan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUJN. No. Pasal 7 ayat (1) mengatur pelaksanaan jabatan PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris di tempat kedudukan Notaris.

Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum di tengah-tengah masyarakat dan kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuatnya jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan3 Notaris kepastian dan perlindungan akta yang dibuatnya. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.4 Demi terwujudnya kepastian dan perlindungan hukum, pembuatan akta autentik oleh Notaris/PPAT harus berdasar pada keterangan- keterangan penghadap yang didukung dengan asli dokumen/surat yang diperlihatkan/diserahkan oleh para penghadap kepada Notaris.

okumen/surat tersebut perlu dilakukan pengecekan keaslian dokumen kepada otoritas yang bersangkutan. Salah satu bentuk pengecekan dokumen dalam hal keperluan peralihan hak atas tanah PPAT melakukan pengecekan sertifikat ke Kantor Pertanahan Nasional merupakan bagian dari kewajiban PPAT sebelum pembuatan akta mengenai peralihan hak atau pembebanan Hak atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Layanan Pengecekan Sertifikat bertujuan untuk memastikan kesesuaian Data Fisik dan Data Yuridis pada Sertifikat5.

Prinsip kehati-hatian harus dijadikan prinsip yang utama dalam membuat Akta oleh Notaris/PPAT. surat/dokumen yang diperlihatkan/diserahkan oleh salah satu penghadap atau oleh pihak lain yang mana terjadi pengingkaran isi akta atas dasar surat/dokumen palsu yang diberikan. Atas perbuatan memengaruhi keabsahan akta autentik yang dibuat oleh Notaris/PPAT dan menimbulkan kerugian kepada penghadap lain dalam akta. Misalnya adalah penghadap yang memberikan dokumen palsu e-KTP.

E-KTP atau KTP elektronik adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan pengamanan khusus yaitu chip yang berisi rekaman elektonik data penduduk6. Adanya e-KTP dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dapat memfasilitasi pengelolaan data kependudukan secara integrasi dalam satu sistem informasi administrasi kependudukan. Misalnya, lembaga perbankan yang telah

2 Nurman Rizal, Implementasi UUJN Kaitannya Dengan Pengawasan, Renvoi 30 (November 2005): 35.

3 Edwar, Faisal A. Rani dan Dahlan Ali, "Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum Ditinjau dari Konsep Equality Before The Law," Hukum dan Pembangunan, (2019): 180-20.

4 Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003), hlm.121.

5 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Layanan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Secara Elektronik, Petunjuk Teknis Nomor 5/Juknis-100.HK.02/VIII/2021 tanggal 9 Agustus 2021, hlm. 16.

6 Ismiati Dwi Rahayu, “Aneh – Fotokopi KTP Dihukum,” www.medianotaris.com. 11 Mei 2013.

(4)

menerapan pengecekan data nasabah melalui Card Reader. 7 Notaris seharusnya juga dapat memanfaatkan keberadaan e-KTP dalam melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap data-data penghadap melalui Card Reader8.

Salah satu kasus surat/dokumen pernah terjadi Notaris X selaku PPAT di Jakarta Utara yang masih dalam proses penyelidikan. ada Juni tahun 2016. Bahwa Notaris X mendapatkan pekerjaan (order bank) dari Bank Y untuk pembuatan Akta Jual Beli, Perjanjian Kredit, Surat Kuasa Pemberian Hak Tanggungan, dan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Legalitas data para penghadap, dalam hal ini adalah Tuan M dan Nyonya E (Pihak Penjual) dan Tuan AW (Pembeli). ebelumnya, telah diserahkan oleh Bank kepada Notaris yang meliputi; Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Keluarga, Kutipan Akta Perkawinan/Buku Nikah dan Akta Lahir.

Selanjutnya, dokumen-dokumen asli untuk keperluan peralihan hak dan pembebanan hak tanggungan sudah diserahkan oleh Bank kepada Notaris yang meliputi;

Sertifikat atas Tanah dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB). Pada saat tandatangan Akta Jual Beli, asli dokumen legalitas dari Tuan M dan Nyonya E (Penjual) dan Tuan AW (Pembeli) sudah diperlihatkan kepada Notaris X selaku PPAT. Pelaksanaan peralihan hak dan pembebanan hak tanggungan telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan pembuatan akta-akta autentik tersebut oleh Notaris X selaku PPAT.

Setelah berjalannya waktu, pada awal tahun 2022, ditemukan permasalahan yang mana dokumen-dokumen pribadi yang diperlihatkan/diserahkan oleh Tuan M dan Nyonya E adalah palsu. Pelaku yang mengaku sebagai pemilik sertifikat/pihak penjual bekerjasama dengan Tuan AW untuk pelaksanaan jual beli rumah (tanah dan bangunan) yang mana dokumen Sertifikat atas Tanah tersebut sudah dilakukan pengecekan keasliannya di Badan Pertanahan Nasional. Tuan AW merupakan mafia tanah yang beritikad buruk dalam melakukan transaksi dan merugikan Bank Y dan pemilik asli atas Sertifikat Tanah tersebut. Dalam hal ini, tujuan utama Tuan AW adalah kredit kepemilikan rumah kepada Bank X.

Berdasarkan uraian di atas, perbuatan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Tuan M dan Nyonya E menimbulkan bagi pihak alah satu Notaris/PPAT yang membuat akta autentik. Notaris/PPAT dalam melaksanakan jabatannya tidak menjalankan prinsip hati-hati atau lalai dalam melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen penghadap secara fisik dan yuridis.

Penelitian ini akan menganalisis pertanggung jawaban Notaris X selaku PPAT yang menerima dokumen/surat palsu dari penghadap dalam pelaksanaan transaksi jual beli. Adapun akan dibahas menganalisis terkait perlindungan terhadap Notaris/PPAT

7 Rochmanuddin, “Kemendagri Wajibkan Perbankan Punya Card Reader e-KTP,” www.liputan6.com, 8 Mei 2013.

8 Perangkat pembaca KTP-el yang selanjutnya disebut Card Reader adalah alat pembaca data elektronik yang tersimpan di dalam cip KTP-el melalui verifikasi sidik jari 1:1. Kementerian Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberian Hak Akses dan Pemaafaatan Data Kependudukan, Peraturan Mendagri No. 102 Tahun 2019, LN Tahun 2019 No. 1611, psl. 1 ayat (19).

(5)

dokumen palsu yang diberikan oleh penghadap dalam pembuatan akta dengan pemanfaatan Card Reader.

B. Metode Penelitian

ini menggunakan bentuk penelitian kepustakaan yuridis normatif, yaitu penelitian dengan norma-norma hukum dengan data sekunder. Penelitian ini bermaksud untuk menelaah norma hukum yang tertulis maupun tidak tertulis9 serta tinjauan terhadap norma hukum tertulis yang mencangkup penelitian terhadap asas-asas hukum.10 Dengan bentuk penelitian yuridis normatif, penelitian ini dapat meneliti praktik Notaris dengan permasalahan yang berkisar pada perlindungan Notaris/PPAT terhadap dokumen palsu dari para penghadap melalui teknik pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil kajian atau referensi, dan lainnya yang berhubungan dengan perlindungan Notaris/PPAT terhadap dokumen palsu dari para penghadap.

Penelitian ini akan memamparkan dan menganalisis lebih lanjut mengenai keperluan pengecekan dan verifikasi tanda pengenal penghadap sehubungan dengan perlindungan Notaris/PPAT terhadap dokumen palsu dari para penghadap. Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Undang-Undang 2 Tahun 2014; Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah; Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak dan sebagainya. Metode analisis data kualitiatif adalah penelitian yang menekankan pada data-data yang diperoleh dari buku, jurnal ilmiah, hasil peneltian, artikel, dan peraturan perundang-undangan sehingga menghasilkan suatu hasil penelitian yang bersifat eksplanatoris.

C. Pembahasan

Notaris sebagai pejabat umum mempunyai peran dalam mengemban jabatan kepercayaan dari masyarakat dalam pembuatan akta autentik. Suatu akta autentik hubungan hukum dan/atau perbuatan hukum yang dikehendaki oleh penghadap. Dalam menjalankan jabatan sebagai Notaris, Notaris dapat merangkap jabatan sebagai PPAT untuk pembuatan akta berkaitan dengan pertanahan. Jasa yang diberikan Notaris dan PPAT terkait erat dengan persoalan trust yaitu kepercayaan antara para pihak.11

Peraturan Jabatan PPAT mengatur tugas pokok dan kewenangan PPAT yakni menjalankan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan pembuatan akta autentik

9 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. Pertama, (Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 9-10.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2008), Cet. 3, hlm. 51.

11 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia-Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta:

UII Press, 2009), cet. 2, hlm. 43.

(6)

sebagai bukti telah dilakukan suatu perbuatan hukum mengenai hak atas tanah maupun hak milik atas satuan rumah susun. Pembuatan akta autentik oleh PPAT harus memerhatikan letak wilayah jabatannya sebagai dasar pendaftaran kerjaanya di Badan Pertanahan Nasional setempat. Perbuatan hukum atas pendaftaran tanah yang menjadi kewenangan PPAT dalam membuat akta adalah sebagai berikut12

1. jual beli;

2. tukar menukar;

3. hibah;

4. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

5. pembagian hak bersama;

6. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah HakMilik;

7. pemberian Hak Tanggungan; dan

8. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Pembuatan akta-akta terkait pendaftaran tanah oleh PPAT tersebut diatas memperlihatkan perbedaan kewenangan antara PPAT dan Notaris dalam pembuatan akta. Akta notaris memuat perbuatan hukum yang dikehendak para penghadap yang kemduian dikonstrantir dan dituangkan dalam akta. Adapun kewenangan seorang Notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN:

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”

Selanjutnya, Notaris dapat melaksanakan tugas/wewenangan yang diatur dalam UUJN sebagai berikut13

1. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

6. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. membuat Akta risalah lelang.

12 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP Nomor 37 Tahun 1998, LN Tahun 1998 No. 52, TLN No. 3746, psl. 2 ayat (2).

13 Indonesia, Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014, LN Nomor 3 Tahun 2014, TLN Nomor 5491, psl. 15 ayat (2).

(7)

8. kewenangan-kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan14.

Notaris diberikan kepercayaan dari masyarakat atas dasar tugas dan kewenangan jabatan yang diberikan oleh Undang-Undang. Notaris harus menjalankan jabatannya sebaik-baiknya dengan bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum15 sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Sementara itu, PPAT juga dituntut untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak16. Ketentutan di atas mengatur bahwa baik Notaris/PPAT harus bertindak tidak berpihak dalam menjalankan profesinya sebagai Pejabat Umum.

notaris dasar pembuatannya akta relass (akta pejabat) dan akta partij (akta penghadap). kta relass merupakan akta yang dibuat oleh notaris yang berisi keterangan dari notaris mengenai apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh Notaris atas dasar permintaan yang berkepentingan. isalnya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa/Tahunan. akta partij merupakan akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan keterangan penghadap yang menerangkan kehendak mereka kepada Notaris yang kemudian Notaris mengkonstantir, menyusun dan merumuskan redaksionalnya dalam kta isalnya Perjanjian Kredit.

PPAT sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu di bidang peralihan/pemindahan hak sebagaimana diatur dalam pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”).

Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 menegaskan:

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.17

Selanjutnya, pembuatan akta PPAT disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang memberi kesaksian mengenai18:

1. identitas dan kapasitas penghadap;

2. kehadiran para pihak atau kuasanya;

3. kebenaran data fisik dan data yuridis perbuatan hukum dalam hal tersebut sebelum terdaftar;

14 Ibid., Psl. 15 ayat (3).

15 Ibid., Psl. 16 ayat (1) huruf (a).

16 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional, Lampiran Keputusan No.

112/KEP-4.1/IV/2017 tentang Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah tanggal 27 April 2017, psl. 3 bagian (f).

17 Indonesia, Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LNRI Tahun 1997 No. 59, TLNRI Nomor 3696, psl. 37 ayat (1).

18 Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional, psl. 53.

(8)

4. keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta; dan

5. telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.

kasus di atas, Tuan M dan Nyonya E kepada Notaris X selaku PPAT pada saat penandatangan akta autentik. Selain mengenai hal-hal yang nyata dalam dokumen, suatu dokumen dapat dikatakan palsu apabila tanda tangan yang tertera didalamnya tidak benar, misalnya tanda tangan tersebut merupakan tanda tangan tiruan atau tanda tangan seseorang yang tidak ada19. Tindakan dugaan pemalsuan surat/dokumen merupakan suatu tindakan hukum yang memenuhi unsur pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penjual telah mengunakan dokumen legalitas Penjual palsu dokumen KTP suami isteri, KK, Akta Perkawinan dan Akta Lahir dari Pemilik Sertifikat. dokumen/surat oleh

Pembuatan akta autentik yang dikehendaki para penghadap untuk pelaksanaan peralihan hak dan pembebanan hak tanggungan oleh Notaris X selaku PPAT merupakan akta partij menerangkan kehendak mereka kepada Notaris yang kemudian notaris mengkonstantir, menyusun dan merumuskan redaksionalnya dalam akta. Pembuatan akta partij oleh notaris menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang atas kehendak dan keinginan para pihak untuk menuangkan dalam suatu akta autentik dimana menjadi tugas notaris sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat akta autentik yang dikehendaki dengan memperhatikan ketentuan dalam UUJN atas dasar keterangan para penghadap yang didukung oleh asli dokumen-dokumen penghadap.

Notaris/PPAT bukanlah pihak yang bertanggung jawab terhadap adanya indikasi dokumen sebagaimana ditegaskan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973, yakni:

Notaris fungsinya hanya mencatatkan atau menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap dihadapan Notaris tersebut.”

Berdasarkan Yurisprudensi MA di atas, Notaris X selaku PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan menyelidiki kesesuaian data fisik dan data yuridis atas kesesuaian KTP yang disampikan penghadap yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (“Disdukcapil”).

Pertanggungjawaban atas keabsahan dokumen legalitas penghadap berada pada pihak yang memberikan dokumen/keterangan. Notaris X selaku PPAT sebagai Pejabat Umum telah melaksanakan tugas jabatannya dengan penuh tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak dalam pembuatan Akta Jual Beli berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembuatan akta autentik tersebut atas kehendak para penghadap tidak menjamin bahwa para penghadap menyampaikan keterangan/dokumen yang

19 Agus Arif Wijayanto, “Pemalsuan Mata Uang Sebagai Kejahatan Di Indonesia,” Hukum Khaira Ummah Vol. 12 No. 4 (2017).

(9)

benar/valid atau tidak mempunyai beritikad buruk untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana dituangkan dalam akta autentik.

Terkait perlindungan hukum, Notaris/PPAT diwajibkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pembuatan akta autentik untuk hokum. Prinsip kehati-hatian tersebut diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (a) UUJN bahwa notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dalam menjalankan jabatannya. Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya20

Dalam hal mengenal, Notaris mengenal penghadap berdasarkan identitas tertulis yang diperlihatkan atau diserahkan kepada Notaris yang mencakup, KTP, Paspor, Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) atau, Kartu Ijin Tinggal Tetap (KITP), NPWP,KK, Akta Lahir, Akta Nikah dan dokumen pribadi lainnya yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Adapun, pasal 38 ayat (3) UUJN mengatur mengenai badan akta yang memuat:

1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

2. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

3. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan 4. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan

tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

Dalam memenuhi ketentuan Pasal 38 ayat (3) UUJN, Notaris wajib menguraikan identitas diri penghadap dalam akta autentik yang dibuatnya berdasarkan data-data atau informasi yang tertera dalam tanda pengenal yang diserahkan/diperlihatkan kepada Notaris, yakni Kartu Tanda Penduduk.

Dalam memberikan kemudahan pengecekan data kependudukan, Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jendral Disdukcapil memberikan hak akses data kependudukan kepada badan-badan tertentu. Pemberikan hak akses mempertimbangkan aspek perlindungan data perseorangan dan keamanan Negara.

Dalam hal ini berkaitan dengan data perseorangan dan/atau data agregat penduduk dengan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemandaatan Data Kependudukan (selanjutnya disebut “Permendagri 102/2019”).

Pemberian hak akses tersebut Pengguna dan Penyelenggara. Pengguna adalah lembaga negara, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Badan Hukum Indonesia dan/atau Organisasi Perangkat Daerah yang menerima hak akses untuk memanfaatkan data kependudukan penyelenggara adalah pemerintah, pemerintah

20 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, psl. 39 ayat (2) UUJN.

(10)

provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan Administrasi Kependudukan21

Upaya pemanfaatan data perorangan dapat dilakukan dengan verifikasi data kependudukan melalui mekanisme pengunaan Card Reader. Perangkat pembaca KTP-el yang disebut Card Reader adalah alat pembaca data elektronik yang tersimpan di dalam cip KTP-el melalui verifikasi sidik jari 1:122 Pengunaan card reader dapat dimanfaatkan setelah dilakukan aktivasi oleh Direktorat Jendral Dukcapil melalui proses prepersonalisasi23 dan personalisasi24. Pengguna yang telah memperoleh card readerdilarang mengalihkan penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatannya kepada pihak lain25

Pengunaan Card Reader dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan tata cara pengajuan pemberian hak akses sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 Permendagri 102/2019 dengan tahapan-tahapan, sebagai berikut:

1. pimpinan Pengguna mengajukan surat permohonan pemanfaatan Data Kependudukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil;

2. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan dimaksud;

3. persetujuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2, ditindaklanjuti dengan penyusunan nota kesepahaman dengan engguna;

4. penolakan sebagaimana dimaksud dalam butir 2, ditindaklanjuti dengan surat;

5. substansi nota kesepahaman terlebih dahulu dikoordinasikan dengan unit eselon I sesuai dengan tugas dan fungsi;

6. nota kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah pihak ditandatangani oleh Menteri dan pimpinan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang mengawasi badan hum;

7. nota kesepahaman ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang diusulkan oleh Pengguna kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

engajuan perjanjian kerja sama pemberian hak akses pengunaan card reader kepada Direktorat Jendral Disdukcapil juga memperhatikan ketentuan dalam Pasal 11

21 Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberian Hak Akses dan Pemandaatan Data Kependudukan, psl. 1 ayat (11) dan ayat (12).

22 Ibid., psl. 1 ayat (19).

23 Prepersonalisasi adalah proses pembuatan struktur file pada cip saat proses pembuatan kartu cerdas.

Kementerian Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perangkat Pembaca dan Penulis Serta Perangkat Pembaca Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Peraturan Mendagri No. 76 Tahun 2020, LN Tahun 2020 No. 1776, psl. 1 ayat (14).

24 Personalisasi adalah proses memasukkan data file ke dalam kartu cerdas yang telah dilakukan prepersonalisasi. Ibid., psl. 1 ayat (15).

25 Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberian Hak Akses dan Pemandaatan Data Kependudukan, psl. 24 ayat (1).

(11)

dan Pasal 12 Permendagri No. 102/2019. Pengajuan pemberian hak akses bagi pengguna daerah provinsi dengan tahapan antara lain26:

1. pimpinan pengguna mengajukan surat permohonan pemanfaatan data kependudukan secara tertulis kepada gubernur melalui Disdukcapil Provinsi/Kabupaten/Kota;

2. gubernur/bupati/wali melalui Disdukcapil Provinsi/Kabupaten/Kota meneruskan surat permohonan pemanfaatan Data Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil disertai dengan penjelasan yang paling sedikit memuat:

a. nama pengguna;

b. tujuan pemanfaatan data kependudukan;

c. elemen data kependudukan yang akan diakses;

d. metode akses data kependudukan;

e. data balikan yang akan diberikan; dan f. jangka waktu perjanjian kerja sama.

3. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pemanfaatan data kependudukan sebagaimana dimaksud dalam butir 2, dituangkan dalam bentuk surat;

4. persetujuan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam butir 3, ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama antara:

a. Disdukcapil Provinsi/Kabupaten/Kota dengan perangkat daerah; atau

b. Disdukcapil Provinsi/Kabupaten/Kota dengan badan hukum Indonesia di tingkat provinsi/kabupaten/kota dan tidak memiliki hubungan vertikal dengan badan hukum Indonesia di tingkat pusat.

5. perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir 4, disampaikan kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk dibukakan akses terhadap data warehouse27;

6. penolakan sebagaimana dimaksud dalam butir 3, dituangkan dalam bentuk surat;

7. perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir 5, paling sedikit memuat:

a. pengaturan maksud, tujuan, hak, dan kewajiban, evaluasi dan pelaporan, jangka waktu, dan pembiayaan;

b. para pihak dalam perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir 4, dilarang memberikan data kependudukan kepada pihak ketiga; dan

c. larangan menggunakan data kependudukan tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama.

8. penandatanganan terhadap:

26 Ibid., psl. 11 dan psl. 12.

27 Gudang Data yang selanjutnya disebut Data Warehouse adalah kumpulan data hasil konsolidasi dan pembersihan hasil pelayanan pendaftaran Penduduk dan pencatatan sipil di kabupaten/kota. Ibid, psl. 1 ayat (13).

(12)

a. perjanjian kerja sama dilakukan oleh kepala Disdukcapil Provinsi/Kabupaten/Kota dengan kepala perangkat daerah; dan

b. perjanjian kerja sama yang telah disepakati oleh kedua belah pihak ditandatangani oleh kepala Disdukcapil Provinsi/Kabupten/Kota dengan pimpinan badan hukum Indonesia yang memberikan pelayanan publik di tingkat provinsi/kabupaten/kota dan tidak memiliki hubungan vertikal dengan badan hukum Indonesia di tingkat pusat/provinsi.

Berdasarkan ketentuan di atas, Notaris/PPAT sebagai pejabat umum tidak termasuk dalam kategori Pengguna Hak Akses Data Kependudukan dan juga belum diatur ketentuan pelaksanaan verifikasi data kependudukan oleh Notaris/PPAT dalam pembuatan akta autentik yang dikehendaki oleh para penghadap. Dengan demikian, upaya Notaris/PPAT untuk memastikan keaslian data yang tertera dalam tanda pengenal yang diserahkan/diperlihatkan kepada Notaris/PPAT antara lain dengan mendeteksi, verifikasi dan validasi kepemilikan KTP-el. Hal ini diperuntukkan sebagai tindakan preventif terhadap penyalahgunaan KTP-el yang bukan milik penghadap/pemalsuan KTP-el.

Pemanfaatan Card Reader oleh Notaris/PPAT selaku Pejabat Umum belum diatur secara tegas Berkaitan dengan kebenaran dokumen/surat, Notaris/PPAT harus menerapkan prinsip kehati-hatian dengan tindakan verifikasi yang cermat dalam sistem Disdukcapil. Hal ini diperuntukkan untuk mendapatkan kejelasan serta kepastian tentang pihak yang menghadap Notaris/PPAT. Hal tersebut juga dimaksudkan agar akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris/PPAT benar dapat memberikan kepastian hukum bagi para penghadap dalam akta autentik tersebut. Namun, perlu dipahami bahwa dalam proses surat menyurat untuk pemeriksaan data penghadap di Dukcapil membutuhkan waktu yang tidak singkat

D. Simpulan

Notaris X selaku PPAT tidak dapat diminta pertanggungjawaban atau dikenakan sanksi terhadap adanya indikasi pemalsuan dokumen oleh penghadap karena Notaris X selaku PPAT oleh karena Notaris X selaku PPAT telah bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak dalam pembuatan akta autentik yang dikehendaki para penghadap berdasarkan keterangan penghadap/dokumen yang diperlihatkan/diserahkan oleh penghadap kepada Notaris/PPAT sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Prinsip kehati-hatian harus diterapkan oleh Notaris/PPAT didalam proses pembuatan akta autentik untuk menghindari keterlibatan dan juga tuntutan terhadap Notaris/PPAT atas kasus pemalsuan dokumen/keterangan oleh penghadap. Suatu upaya Notaris/PPAT untuk memberikan kepastian hukum bagi para penghadap dalam akta autentik dan mencegah penyalahgunaan/pemalsuan KTP-el adalah dengan memastikan data-data atau informasi

(13)

yang tertera dalam tanda pengenal yang diserahkan/diperlihatkan oleh penghadap yang kepada Notaris/PPAT sudah benar/valid dengan melakukan proses identifikasi, verifikasi dan validasi kepemilikan KTP-el penghadap dalam sistem Disdukcapil dengan pemanfaatan Card Reader e-KTP.

Mengenai perlindungan hukum terhadap Notaris/PPAT, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dan/atau Badan Pertanahan Nasional diharapkan dapat mengatur secara tegas terkait perlindungan terhadap Notaris/PPAT dalam penerapan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris/PPAT. Hal ini diperuntukkan dapat memberikan kepastian atas perlindungan hukum bagi Notaris/PPAT serta memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar. Secara khusus dilakukan dengan penerapan verifikasi dan validasi kepemilikan KTP-el melalui Card Reader.

E. Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Ibu Dr. Rouli Anita Velentina, S.H., LL.M., selaku pembimbing dan penulis kedua jurnal ini yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulisan jurnal ini. Terima kasih juga kepada orang tua, kakak, adik dan sahabat-sahabat atas segala dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

F. Biodata Singkat Penulis

Verent Nathalia Putri, S.H.*, lulus dari FH UI pada tahun 2020 dengan peminatan Hukum Ekonomi. Sekarang ia sedang melanjutkan studi di Magister Kenotariatan Universitas Indonesia sejak tahun 2021.

Dr. Rouli Anita Velentina, S.H., L.L.M**, merupakan dosen pengajar Bidang Studi Hukum Fakultas Hukum Univeristas Indonesia sejak tahun 2006. Beliau memperoleh gelar Sarjana Hukum pada tahun 2001 dari Universitas Indonesia, Master of Laws pada tahun 2003 dari University of Melbourne, dan Doctor of Philosophy pada tahun 2019 dari Universitas Pelita Harapan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

I. Peraturan Perundang-Undangan

____________. Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, LN Nomor 17 Tahun

2004, TLN Nomor 4432.

____________. Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, LN Nomor 3 Tahun 2014, TLN Nomor 5491.

____________. Pendaftaran Tanah. PP No. 24 Tahun 1997, LNRI Tahun 1997 No. 59, TLNRI

Nomor 3696.

____________. Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. PP Nomor 37 Tahun 1998, LN Tahun 1998 No. 52, TLN No. 3746.

Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberian Hak Akses dan Pemandaatan Data Kependudukan. Peraturan Mendagri No. 102 Tahun 2019, LN Tahun 2019 No. 1611.

Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perangkat Pembaca dan Penulis Serta Perangkat Pembaca Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Peraturan Mendagri No. 76 Tahun 2020, LN Tahun 2020 No.

1776.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional. Lampiran Keputusan No. 112/KEP-4.1/IV/2017 tentang Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah tanggal 27 April 2017.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Layanan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang Secara Elektronik. Petunjuk Teknis Nomor 5/Juknis-100.HK.02/VIII/2021 tanggal 9 Agustus 2021.

Kepala Badan Pertanahan Nasional. Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.

__________. Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia, Banten 29- 30

Mei 2015.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diterjemahkan Moeljatno. Cetakan 32. Jakarta:

PT. Bumi Aksara, 2016.

II. Buku

Anshori, Abdul Ghofur. Lembaga Kenotariatan Indonesia-Perspektif Hukum dan Etika.

Yogyakarta: UII Press, 2009. Cet. 2.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Rahardjo, Satjipto. Sisi-sisi Lain Hukum di Indonesia. Jakarta: Kompas, 2003.

(15)

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat., Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. Cetakan 8.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermesa, 1984. Cetakan XVIII.

III. Jurnal

Afifah, Kunni. “Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya.” Lex Renaissance Vol. 2 No. 1 (2017): 147 – 161.

Edwar, Edwar, Faisal A. Rani dan Dahlan Ali. "Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum Ditinjau dari Konsep Equality Before The Law." Hukum dan Pembangunan, (2019): 180-20.

Kangagung, Edrick. “Akibat Hukum Akta Notaris yang Dibuat Berdasarkan Surat atau Dokumen dari Para Pihak yang Diketahui Palsu Setelah Akta Dibuat.”

Magnum

Opus Vol. 4 No. 1 (2021).

Prananda, Vitto Odie dan Ghansham Anand. “Perlindungan Hukum terhadap Notaris Perubuatan Akta oleh Penghadap yang Memberikan Keterangan Palsu.”

Narotama Vol. 2 No. 2 (2018).

Rizal, Nurman. “Implementasi UUJN Kaitannya Dengan Pengawasan.” Renvoi 30 (November 2005): 35.

Wijayanto, Agus Arif. “Pemalsuan Mata Uang Sebagai Kejahatan Di Indonesia.” Hukum Khaira Ummah Vol. 12 No. 4 (2017).

IV. Artikel

Rahayu, Ismiati Dwi. “Aneh – Fotokopi KTP Dihukum.” www.medianotaris.com. 11 Mei 2013.

Rochmanuddin. “Kemendagri Wajibkan Perbankan Punya Card Reader e-KTP.”

www.liputan6.com, 8 Mei 2013.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20

Adanya asumsi publik terhadap keberadaan Pasal 51 Ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai asas imunitas atau kekebalan hukum bagi pejabat