• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DANA DI ATAS DUA MILIAR RUPIAH PADA BANK YANG DILIKUIDASI

TESIS

OLEH

MOHAMMAD FAHMI AMRULLAH NPM: 22002022025

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2022

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DANA DI ATAS DUA MILIAR RUPIAH PADA BANK YANG DILIKUIDASI

ABSTRAK

Lembaga Penjamin Simpanan dapat dikatakan sebagai lembaga asuransi yang didirikan dengan tujuan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Hal tersebut dapat dilihat dari aturan yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 yang menjamin pengembalian dana nasabah sampai sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Bagi nasabah yang memiliki nilai simpanan yang berada dibawah nilai yang dijaminkan, maka hal ini bisa memberikan rasa aman akan jaminan dana yang disimpannya pada bank.

Perubahan besaran yang dijamin ini, kemudian yang menjadi permasalahan adalah Bagaimana Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana di atas dua miliar rupiah dan Apa upaya hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi apabila simpanannya melebihi jumlah yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan metode pendekatan kepustakaan, perundang-undangan, dengan sumber bahan hukum sekunder, primer dan tersier, serta dianalisis dengan metode deskriptif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dari adanya likuidasi suatu bank terhadap nasabah penyimpan dana yang dananya melebihi dari penjaminan LPS sebagai perlindungan hukumnya, Undang-Undang LPS memberikan hak kepada nasabah penyimpan tersebut bahwa simpanannya yang melebihi dua miliar rupiah akan mendapat pembayaran dari hasil penjualan aset bank dalam proses likuidasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Ayat 1 Undang- Undang LPS, serta untuk simpanan yang tidak dijamin karena memenuhi syarat yang terdapat dalam Pasal 19 dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau mengajukan gugatan ke pengadilan.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

(3)

ABSTRACT

The Deposit Insurance Corporation can be regarded as an insurance institution that was established with the aim of restoring public confidence in the banking industry. This can be seen from the rules that have been stipulated in Law No. 7 of 2009 which guarantees a refund of customer funds of up to Rp.

2,000,000,000 (two billion rupiah). For customers who have a deposit value that is below the guaranteed value, this can provide a sense of security for the guarantee of funds deposited with the bank.

This change in the guaranteed amount, then the problem is how the legal protection for customers depositing funds above two billion rupiah and what are the legal remedies for customers depositing funds in liquidated banks if their deposits exceed the amount guaranteed by the Deposit Insurance Corporation. This research uses normative research, with a library approach, legislation, with secondary, primary and tertiary legal sources, and analyzed by descriptive method.

The results of this study indicate that legal protection from the liquidation of a bank for depositors whose funds exceed the LPS guarantee as a legal protection, the LPS Law gives the depositor the right that deposits exceeding two billion rupiah will receive payment from the sale proceeds. bank assets in the process of liquidation, in accordance with the provisions of Article 54 Paragraph 1 of the LPS Constitution, as well as deposits that are not guaranteed because they meet the requirements contained in Article 19 can file an objection to the LPS or file a lawsuit in court.

Keywords: Legal Protection, Deposit Insurance Agency.

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu penunjang pembangunan perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian dan merupakan salah satu komponen perekonomian nasional yang sangat penting.1 Dalam menjaga stabilitas, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perbankan sebagai suatu lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam sistem perekonomian, merupakan urat nadi dari sistem keuangan yang beraktifitas menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, deposito, perlu pengaturan secara khusus agar bank dalam menjalankan aktifitasnya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur bank sebagai jasa keuangan.2

Pada dasarnya bank merupakan lembaga kepercayaan, kemauan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank karena dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya tersimpan dengan aman dan dapat diperoleh kembali disertai imbalan berupa bunga. Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada Tahun 1997-1998 serta ditandai dengan dilikuidasinya 16 (enam belas) bank mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Masyarakat pada waktu itu menarik dananya secara besar-besaran

1 Zulfi Diane Zaini, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, Cetakan I, Keni Media: Bandung, 2012, hal. 1.

2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

(5)

2

(rush) dari bank dan menukarkannya ke dalam mata uang asing atau disimpan dalam bentuk tunai.3

Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa kepercayaan terhadap perbankan perlu diperkuat dengan memberikan jaminan atas dana yang telah disimpannya.

Untuk mengatasi dampak buruk dari penarikan dana tersebut serta sebagai upaya menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, pemerintah mengeluarkan kebijakan penjaminan terhadap seluruh kewajiban pembayaran bank termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee) melalui Keppres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keppres Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkerditan Rakyat.4

Pelaksanaan penjaminan oleh pemerintah atas seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) terbukti dapat menghentikan arus penarikan dana masyarakat dari sistem perbankan dan secara perlahan menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun luasnya ruang lingkup penjaminan tersebut telah membebani anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya tindakan kurang hati-hati terhadap resiko yang terjadi (moral hazard) baik dari pengelola bank maupun dari masyarakat.

Adanya program blanket guarantee kurang mendorong teciptanya disiplin pasar, sehingga upaya selanjutnya dengan mengganti program penjaminan atas seluruh kewajiban bank menjadi program penjaminan terbatas (limited guarantee)

3 Jonker Sihombing, Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan, PT.Alumni: Bandung, 2010, hal. 3.

4 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 47.

(6)

3

berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37B Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang ±Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pada tanggal 13 Januari 2009 pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut Undang-Undang LPS).

Contoh kasus yang terjadi adalah dilikuidasinya Bank IFI (Indonesia Finance Invesment) pada Tahun 2009. Bank yang sahamnya dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai BTN, PT Pengelola Investama Mandiri dan Grup Ramako ini ditutup. Sejak tahun 2002 Bank IFI telah masuk dalam pengawasan khusus Bank Indonesia dan semakin diperparah dengan krisis keuangan global di tahun 2008.

Pada tanggal 17 April 2009 Bank Indonesia (BI) mengumumkan penutupan bank tersebut. Bank sentral terpaksa melakukan likuidasi bank tersebut karena tidak mampu menambah jumlah modal hingga waktu yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 15 April 2009. Sebelum ditutup, kecukupan modal bank tersebut turun di bawah 8 (delapan) persen. Modal bank merosot akibat tingginya rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) yang mencapai 24 (dua puluh empat) persen.5

Mengenai kedudukan kreditur terhadap pembayaran kewajiban bank dimaksud dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang LPS sebagai berikut. Pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

5 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol 21761/bi-akhirnya-likuidasi-bank-ifi, diakses pada tanggal 24 September 2021, Pukul 13.30 WIB.

(7)

4

a. penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang;

b. penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai;

c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor;

d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS;

e. pajak yang terutang;

f. bagian Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan Simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan

g. hak dari kreditur lainnya.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebesar Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta rupiah), namun dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 Tentang Besaran Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 1 maka besaran simpanan nasabah yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebesar Rp 2.000.000.000 (Dua Milyar rupiah).

Dengan adanya Undang-undang LPS yang mewajibkan kepada setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia menjadi peserta penjamin (sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang LPS), maka kewajiban menjamin simpanan nasabah yang semula terletak pada bank (sebagaimana dituangkan dalam pasal 37B Undang-undang Perbankan), namun jika

(8)

5

bank dicabut izin usahanya akan beralih menjadi kewajiban LPS dengan Pembayaran premi oleh bank kepada LPS sebagai jaminan atas simpanan nasabah yang diperalihkan itu.

Adapun kewenangannya dijabarkan dalam pasal 6 ayat (2) UU LPS sebagai berikut:

a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang Rapat umum Pemegang Saham.

b. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal diselamatkan.

c. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan atau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank, dan

d. Menjual dan mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur

Sejak tanggal 22 Maret 2005 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100.000.000 maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut.

Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 .000.000 mencakup lebih dari 98% rekening simpanan. nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100.000.000 maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari

(9)

6

hasil likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 .000.000 mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.6

Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak berdampak sistemik ditetapkan oleh LPS. Salah satu pertimbangannya didasarkan pada penghitungan biaya yang lebih rendah (lower cost test) antara menyelamatkan bank tersebut dengan membayar klaim penjaminan. Sedangkan keputusan untuk menyelamatkan gagal yang berdampak sistemik ditetapkan dan diserahkan oleh Komite Koordinasi (KK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner. Setelah itu, LPS bertindak sebagai pelaksana dalam penyelamatan bank gagal yang telah diputuskan berdampak sistemik.

Dalam upaya menyelamatkan bank gagal, LPS mempunyai kewenangan, antara lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual / mengalihkan aset bank; melakukan penyertaan modal sementara (PMS); serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. LPS mempunyai jangka waktu penyelamatan paling lama 4 tahun untuk bank tidak berdampak sistemik dan 5 tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya, LPS harus menjual seluruh saham bank

6 Wijaya, Krisna, Penanganan Bank Gagal,

https://lps.go.id/artikel//asset_publisher/0S8e/content/penanganan-bank-gagal

(10)

7

yang diperoleh dari penyertaan modal sementara (PMS) secara terbuka dan transparan.

Mengenai pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya, LPS memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan tersebut (hak subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank.

Pemberian kewenangan dan hak tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga keberlangsungan program penjaminan simpanan dapat terus dijaga.

Nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan paling tinggi sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) per nasabah. Apabila seseorang nasabah mempunyai beberapa rekening simpanan pada satu bank maka untuk menghitung simpanan yang dijamin saldo seluruh rekening tersebut dijumlahkan.

Lembaga Penjamin Simpanan menjalankan perannya dalam penyelesaian pembayaran klaim dana nasabah bank yang dilikuidasi. Terkait penyelesaian pembayaran tersebut, mekanisme yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan adalah:

a. Pembayaran dilakukan oleh bank pembayar yang ditunjuk LPS melalui kantor-kantor cabangnya yang terdekat untuk memudahkan nasabah/kreditur menerima pembayaran dana simpanannya

b. Dalam memudahkan pelaksanakan pembayarannya, nasabah penyimpan dana dan kreditur diwajibkan membawa dokumendokumen dan bukti-bukti

(11)

8

kepemilikan dana disertai dengan identitas diri berupa KTP, SIM atau identitas lainnya

c. LPS segera mengumumkan pelaksanaan pembayaran, karyawan PT Bank Global dan PT Bank IFI tetap membantu dalam proses penanganan nasabah yang dilakukan LPS.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebesar Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta rupiah), namun dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan Pasal 1 maka besaran simpanan nasabah yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebesar Rp 2.000.000.000 (Dua Milyar rupiah).

Berdasarkan hal tersebut maka Lembaga Penjamin Simpanan dapat dikatakan sebagai lembaga asuransi yang didirikan dengan tujuan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Hal tersebut dapat dilihat dari aturan yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 yang menjamin pengembalian dana nasabah sampai sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Bagi nasabah yang memiliki nilai simpanan yang berada dibawah nilai yang dijaminkan, maka hal ini bisa memberikan rasa aman akan jaminan dana yang disimpannya pada bank.

Perubahan besaran yang dijamin ini, kemudian yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah yang mempunyai

(12)

9

simpanan lebih dari Rp 2.000.000.000.00 (Dua Milyar rupiah) yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan sedangkan ia telah mempercayai lembaga perbankan untuk menyimpan dananya.7

Melihat permasalahan di atas peneliti tertarik melakukan penelitian perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi agar memberikan rasa aman kepada nasabah dalam menitipkan dananya pada lembaga perbankan. Penelitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Di Atas Dua Miliar Rupiah Pada Bank Yang Dilikuidasi”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana di atas dua miliar rupiah pada bank yang dilikuidasi?

2. Apa upaya hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi apabila simpanannya melebihi jumlah yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana di atas dua miliar rupiah pada bank yang dilikuidasi.

7 Antasari, http://idr.iain-antasari.ac.id

(13)

10

2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi apabila simpanannya melebihi jumlah yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

D. Manfaat Penelitian

Memperhatikan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian ini mempunyai manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Kegunaan pengkajian secara teoritis untuk mengembangan ilmu hukum dengann memberikan gambaran dari berbagai aspek terkait dengan nasabah penyimpan dana di Bank yang dijamin oleh Lembaga Penjamin simpanan.

2. Manfaat Peraktik

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya literatur tentang perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

b. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

c. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi, bacaan yang bermanfaat, dan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.

(14)

11 E. Kerangka Teori dan Konseptual

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari ketergantungan berbagai bidang ilmu lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.8

1. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan Pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh hukum.9 Menurut Philipus M Hadjon, ada dua macam perlindungan hukum yaitu perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa yang dimaksud disini adalah upaya dari masyarakat yang menyimpan dananya dibank agar tidak terkena kerugian atas simpanannya dan masyarakat pun dapat lebih berhati-hati pada saat akan melakukan penyimpanan dananya di bank.

Dan perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.10 Disini pun yang dimaksud adalah penyelesaian dari Lembaga Penjamin Simpanan untuk memberi jaminan terhadap simpanan dana nasabah agar nasabah tidak perlu khawatir dalam menempatkan dana simpanannya. Penyelesaian yang dapat dilakukan antara lain dilakukan secara damai yaitu dengan cara Lembaga Penjamin Simpanan

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, UI-Press: Jakarta, 1996, hlm.6.

9 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2000, hlm.53.

10 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1987, hlm.117.

(15)

12

mengganti rugi dan bunga kepada pihak perbankan yang izin usahanya telah dicabut akibat kelalaian bank karena tidak mampu mengurus dan melakukan kegiatan operasional dengan baik, ataupun dapat melalui jalur hukum yaitu melalui pengadilan.

Jika konsumen menggunakan jasa dari bank dan di kemudian hari mengakibatkan kerugian bagi konsumen tersebut, hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dari konsumen tersebut yang mana diatur dalam pasal 4 huruf a, c, d, e, g, dan h Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Teori Prinsip Kehati-Hatian

Prinsip kehati-hatian (Prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.11 Hal ini disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, mengatakan bahwa “perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip-prinsip kehati-hatian”. Pada Bab V Undang-Undang Perbankan (terdiri dari pasal 29 s/d pasal 37B), maka dalam pasal 29 merupakan pasal yang termasuk dalam ruang lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan prudent banking sendiri merupakan bagian dari pembinaan dan

11 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama:

Jakarta, 2001, hlm.18

(16)

13

pengawasan bank. Menurut Anwas Nasution, ketentuan prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti sempit.12

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Pada Bank Yang Dilikuidasi”.

Penelitian 1 Penelitian 2 Penelitian 3 Persamaan Perbedaan Nama

Peneliti dan lembaga

Rahayu Mulia Romadoni, Mahasiswa Universitas Airlangga

Asep Suherman, Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Mohammad Fahmi Amrullah, Mahasiswa Pascasarjana Megister Kenotariatan UNISMA

Mahasiswa Program Study Magister Kenotariatan

Asal

Universitas.

Judul Perlindunga n hukum terhadap simpanan nasabah yang tidak dijamin dan tidak layar bayar

Peranan dan tanggung jawab hukum lembaga penjamin simpanan dalam menyelesaik an dan menangani bank gagal (fail bank):

study kasus bank century.

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Pada Bank Yang Dilikuidasi

Membahas tentang perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank.

Penelitian 1:

Perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang tidak dijamin dan tidak layak dibayar Penelitian 2:

Peran dan tanggung jawab hukum lembaga penjamin simpanan Penelitian 3:

Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pada

12 Anwar Nasution, Pokok-pokok Pikiran Tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan dalam rangka pemantapan Kepercayaan kepada masyarakat terhadap industry perbankan, Makalah disampaikan pada seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia Jakarta, 1997, hlm 2.

(17)

14

bank yang dilikuidasi.

Rumusan Masalah

1. Bagaima na kriteria simpanan nasabah yang dijamin dan layak bayar?

2. Bagaima na Penyeles aian bagi simpanan nasabah yang tidak dijamin dan tidak layal dibayar

1. Bagaima na peranan lembaga penjamin simpana n dalam menyeles aikan dan menanga ni bank gagal?

2. Bagaima na mekanis me pertangg ungjawa ban hukum lembaga penjamin simpana n

terhadap bank gagal yang mendapa t dana talangan untuk bailout?

1. Bagaimana bentuk perlindunga n hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi?

2. Bagaimana kedudukan nasabah penyimpan pada bank yang dilikuidasi?

Membahas tentang perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank.

Penelitian 1:

Perlindungan hukum bagi simpanan nasabah yang tidak dijamin dan tidak layak dibayar Penelitian 2:

Peran dan tanggung jawab hukum lembaga penjamin simpanan Penelitian 3:

Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana pada bank yang dilikuidasi.

(18)

15 G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dari tesis yang disusun, maka penulis menyusun kerangka skripsi ini, adapun kerangka dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang dilakukannya analisis yuridis perlindungan nasabah penyimpan dana dalam likuidasi bank. Kemudian untuk menjaga agar penelitian tidak terjadi penyimpangan dalam mengumpulkan data dan ketidakjelasan dalam pembahasannya, maka penelitian dibatasi pada pokok- pokok permasalahan dalam perumusan masalah. Pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini meliputi, bagaimana perlindungan hukum nasabah penyimpan dana pada likuidasi bank dan Bagaimana kedudukan nasabah penyimpan pada bank yang dilikuidasi.

Bab ini juga menguraikan tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tentang materi-materi dan teori-teori yang berhubungan dengan analisis yuridis perlindungan nasabah penyimpan dana dalam likuidasi bank. Materi-materi dan teori-teori ini merupakan landasan yang mendasari analisis hasil penelitian yang diperoleh mengacu pada pokok- pokok permasalahan yang telah disebutkan pada Bab I.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis yuridis perlindungan nasabah penyimpan dana dalam likuidasi bank.

(19)

16 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

Meliputi simpulan jawaban pada masalah dan saran-saran yang terkait dengan masalah yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

(20)

98 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Bagi nasabah yang dana simpanannya diatas dua miliar rupiah dan tidak jamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan berhak mendapatkan ganti biaya, rugi dan bunga kepada pihak perbankan yang izin usahanya telah dicabut akibat kelalaian bank karena tidak mampu mengurus dan melakukan kegiatan operasional dengan baik. Lembaga Penjamin Simpanan memiliki kewajiban untuk menjamin dana simpanan nasabah sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku.

2. Akibat hukum dari adanya likuidasi suatu bank terhadap nasabah penyimpan dana yang dananya melebihi dari penjaminan LPS sebagai perlindungan hukumnya, Undang-Undang LPS memberikan hak kepada nasabah penyimpan tersebut bahwa simpanannya yang melebihi 2 miliar rupiah akan mendapat pembayaran dari hasil penjualan aset bank dalam proses likuidasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Ayat 1 Undang- Undang LPS, serta untuk simpanan yang tidak dijamin karena memenuhi syarat yang terdapat dalam Pasal 19 dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau mengajukan gugatan ke pengadilan.

Jika hasil penjualan aset-aset bank tidak mencukupi untuk membayar dana simpanan nasabah penyimpan, nasabah penyimpan dana dapat mengajukan gugatan kepada pemegang saham lama atau pihak yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, yang terbukti menyebabkan bank menjadi bank gagal melalui Pengadilan Negeri.

(21)

99 B. Saran

1. Bagi nasabah penyimpan dana agar selalu memperhatikan tingkat kesehatan bank, memperhatikan tingkat suku bunga tersebut masuk ke dalam suku bunga penjaminan yang dijamin oleh LPS. Kemudian nasabah juga harus memastikan simpanannya tercatat di bank. Sedangkan bagi pihak perbankan, diharapkan untuk selalu mengumumkan kondisi kesehatan bank dan diharapkan bank dapat mematuhi peraturanperaturan perundang-undangan yang telah ada.

2. Selain bank yang bersangkutan, LPS sebaiknya juga mengumumkan kondisi kesehatan bank sacara berkala agar masyarakat mengetahui perkembangan dunia perbankan. LPS juga disarankan agar memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang menyebabkan suatu bank menjadi Bank Gagal.

Melalui penelitian ini disarankan agar LPS lebih ketat lagi di dalam melakukan pengawasan terhadap tingkat kesehatan bank. Di samping itu, disarankan juga agar pemerintah memperhatikan hal-hal yang harus diperbaharui oleh LPS sehingga LPS dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Disarankan juga bagi pemerintah segera membuat peraturan mengenai tata cara mengenai pengajuan gugatan bagi nasabah penyimpan dana yang dana simpanannya belum kembali setelah bank dilikuidasi dan aset bank telah habis.

(22)

100

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adrian Sutedi. (2010). Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang,

Merger, Likuidasi dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.

Hermansyah. (2011). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Indonesia.

Jonker Sihombing. (2010). Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan.

PT.Alumni, Bandung.

Kasmir. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Phillipus M. Hadjon. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.

Surabaya: Bina Ilmu.

Peter Mahmud Marzuki. (2006). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Satjipto Rahardjo. (2003). Sisi-sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia. Jakarta:

Kompas.

Ridwan HR. (2006). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soerjono & Abdurrahman. (2003). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Soerjono Soekanto. (2006). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. (2004). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singka. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soetanto Hadinoto. (2008). Bank Strategy on Funding and Liability Management. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Zulfi Diane Zaini. (2012). Indepedensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah. Bandung: CV. Keni Media.

(23)

101 Peraturan Perundang-undangan

Pasal 3, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Internet

Antasari, http://idr.iain-antasari.ac.id

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21761/bi-akhirnya-likuidasi- bank-ifi.

Referensi

Dokumen terkait

Based on the way they are used, I developed label for each types: (1) respective active which refers to the use of active voice as discursive tactic by making a

The study applies critical discourse analysis to analyse selected news stories relating to politics, economy, security, sports, health, and religion, from four Nigerian national daily