History:
Received : 09 November 2023 Revised : 10 Januari 2024 Accepted : 25 Januari 2024 Published: 26 Febuari 2024
Publisher: LPPM Universitas Darma Agung Licensed: This work is licensed under Attribution-NonCommercial-No
Derivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0)
PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL JAMINAN SOSIAL BAGI PEGAWAI PEMERINTAH YANG BEKERJA PADA PENYELENGGARA NEGARA
Erlina Pangestiaji 1)
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 1) Corresponding Author:
Abstrak
Rekruitmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja merupakan jalan tengah bagi kebutuhan pegawai pemerintah dikarenakan pemerintah memiliki keterbatasan untuk merekruit pegawai pemerintah permanen. Para pegawai pemerintah non-permanen ini tetap diberikan hak jaminan sosial sebagaimana pegawai pemerintah permanen. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur kewajiban pemerintahan untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial untuk rakyat Indonesia. Hasil riset ini membuktikan Mahkamah Konstitusi telah mempertegas jaminan sosial sebagai hak konstitustional juga bagi pegawai pemerintahan sebagaimana diputuskan dalam sidang tanggal 30 September 2021. Putusan Mahkamah Konstitusi juga memberi dukungan bagi penyelenggaraan program jaminan sosial dan pensiun yang telah lama dilaksanakan oleh PT TASPEN (Persero). Selain Putusan Mahkamah Konstitusi, riset ini juga menggunakan literatur-literarur hukum dan peraturan perundang-undangan sebagai bahan penelitian.
Riset ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Kata Kunci: pegawai pemerintah, jaminan sosial, pt taspen, konstitusi
Abstract
Recruitment of government employees with work agreements is a middle ground for the needs of government employees because the government has limited access to recruit government employees. These non-permanent government employees are still given social security rights as are permanent government employees. The 1945 Constitution regulates the government's obligation to organize a social security system for the people of Indonesia.
The results of this research prove that the Constitutional Court has affirmed social security as a constitutional right also for government employees as decided in a session on September 30, 2021. The Constitutional Court ruling also provides support for the implementation of social security and pension programs that have long been implemented by PT. TASPEN (Persero). In addition to the Constitutional Court Decision, this research also uses legal literature and laws and regulations as research material. This research uses normative legal research methods.
Keywords: government employees, social security, PT Taspen, constitution
232 PENDAHULUAN
Kebutuhan pegawai pemerintah setiap tahun timbul disebabkan adanya sejumlah pegawai pemeritah memasuki masa pensiun dan kebutuhan tambahan pegawai akibat penambahan volume kegiatan pemerintahan. Membuka lowongan pegawai pemerintah sebagai suatu cara dalam rangka mensejeterahkan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Bekerja sebagai pegawai pemerintah mendapatkan posisi khusus secara kultural di kalangan masyarakat Indonesia.
Sekalipun bersifat non-permanen, namun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja tetap memiliki peran khusus karena tugasnya membantu pemerintah melayani negara.
Di samping itu, terdapat harapan Ketika bekerja bagi pemerintah, maka diharapkan akan memberi kepastian masa depan melalui program jaminan sosial. Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 September 2021 memperkuat jaminan sosial sebagai hak konstitusional diatur dalam UUD 1945. Para pendiri negara Republik Indonesia telah mendiskusikan jaminan sosial dalam menyusun UUD 1945 dan mengaturnya dalam konstitusi. Pengaturan Sistem jaminan Sosial merupakan kenyataan universal sebagaimana diperlihatkan dalam Deklarasi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember 1948. Sistem Jaminan Sosial juga diatur dalam Konvensi International Labour Organization Nomor 102 Tahun 1952 (Harman, 2013).
Sistem Jaminan Sosial bertitik tolak dari konsep “welfare state” modern mulai dianut secara luas sejak abad kesembilan belas selama revolusi industri. Konsep “welfare state”
dintrodusir untuk mempromosikan masyarakat yang lebih egaliter dan mengurangi eksploitasi kelompok-kelompok terpinggirkan tertentu. Pada masa revolusi industri timbul perbedaan besar antara si kaya dan si miskin. Keadilan sosial awalnya berfokus pada isu-isu seperti distribusi modal, properti, dan kekayaan karena tingkat ketidaksetaraan yang ekstrem dan tekanan ekonomi yang lazim pada saat itu, yang dihasilkan dari struktur kelas sosial Eropa (Irianto, 2011).
Dengan mengimplementasi Sistem Jaminan Sosial, Indonesia juga menganut paham sebagai negara kesejahteraan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.
Artinya negara bertanggung jawab mengembangkan kebijakan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang baik dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Gagasan mengenai masa pensiun yang dikelola pemerintah dalam perspektif ekspansif mengingat besarnya upaya bidang bantuan sosial pemerintah untuk menggarap harapan manusia akan kenyamanan sehari-hari dalam mengalahkan keterbelakangan, ketergantungan, pengabaian, dan kemelaratan (Kusuma, 1995).
Pasal 34 UUD 1945 menjadi landasan konstitusional di bidang Jaminan Sosial. Dasar konstitusional itu menjadikan jaminan sosial (social security) merupakan “hak” (rights).
Konsep ini diakomodasi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009
233 tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa urusan sosial masuk dalam urusan Pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan Pasal 34 ayat (3) hasil amandemen yang ditambahkan. Kebutuhan untuk memperkuat perlindungan konstitusi yang mengatur kewajiban negara di bidang kesejahteraan sosial menjadi pendorong perubahan ini.
Adanya pengaturan bantuan sosial pemerintah yang jauh lebih lengkap dibandingkan sebelum adanya perubahan, penting bagi upaya pengakuan Indonesia sebagai negara bantuan pemerintah (welfare state) (Rahman, 1971). Gagasan mengenai masa pensiun yang dikelola pemerintah dalam perspektif ekspansif mengingat besarnya upaya bidang bantuan sosial pemerintah untuk menggarap harapan manusia akan kenyamanan sehari- hari dalam mengalahkan keterbelakangan, ketergantungan, pengabaian, dan kemelaratan. Selain gambaran tentang bagaimana kesejahteraan atau pelayanan sosial diselenggarakan, gagasan negara kesejahteraan juga memuat konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan social (Soemitro, 1990).
Membuka lowongan pekerjaan pegawai pemerintahan membawa konsekuensi bagi pemerintahan untuk memberikan gaji dan insentif-insentif serta jaminan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pegawai pemerintahan kerja kerja juga mendapatkan fasilitas jaminan social serta gaji dan insentif sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Sebagaimana diatur dalam Pasal 106 ayat (1) UU ASN, Pemerintah juga memberikan sejmlah jaminan, yaitu: jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan keselematan kerja, jaminan kematian dan bantuan hukum. Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 70 Tahun 2015 sebagai diubah dengan PP No. 66 Tahun 2017 memberikan tugas PT TASPEN (Persero) untuk mengelola program jaminan hari tua dan jaminan kematian serta pembayaran uang pensiun bagi seluruh pegawai pemerintah (Pakpahan & Sihombing, 2018).
Gaji ditentukan oleh peraturan perundang-undangan bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), yang diangkat oleh pejabat pembina pegawai negeri sipil dan diberi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau tugas kenegaraan lainnya.
Pejabat Pembina Kepegawaian mengangkat PPPK sebagai pegawai dengan perjanjian kerja sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah. PPPK adalah pegawai Aparatur Sipil Negara. PPPK diberi masa kontrak bekerja minimal satu tahun, namun dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi kinerja bila diperlukan. Setelah memenuhi persyaratan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK. Untuk memenuhi kebutuhan Instansi Pemerintah, dilakukan pengadaan calon PPPK. Tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, lamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan sebagai PPPK semuanya
234 berperan dalam rekrutmen calon PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 95 dan Pasal 96 Undang-Undang ASN. Perpanjangan masa kerja PPPK didasarkan pada Evaluasi Eksekusi dilakukan secara tidak memihak, terukur, akuntabel, partisipatif dan lugas oleh Pejabat yang Disetujui di Organisasi Pemerintah tersendiri yang ditugaskan secara bertahap kepada atasan langsung PPPK (Purwoko, 2015).
Kewajiban PPPK tidak berbeda dengan pegawai pemerintah permanen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ASN. Pegawai pemerintah memiliki kewajiban secara umum untuk melaksanakan tugas publik dan tanggung jawab pemerintah. Kewajiban bantuan publik mencakup penyediaan jenis bantuan untuk produk, administrasi, dan administrasi peraturan. Pendayagunaan lembaga, pengurus, dan personel merupakan seluruh komponen tugas penyelenggaraan fungsi pemerintahan secara umum. PPPK ditempatkan sebagai salah satu komponen perangkat negara yang terbebas dari pengaruh dan campur tangan seluruh kalangan dan kelompok ideologi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat doktrinal. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yang dikenal juga dengan istilah Dogmatika Hukum di Barat, yaitu jenis penelitian yang lazim dilakukan dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum (Rechtdogmatiek). Metode normatif yang digunakan mengacu pada sumber bahan hukum, yaitu kajian normatif yang tertuang dalam berbagai dokumen hukum.
Studi ini terutama mengandalkan undang-undang asuransi dan jaminan sosial terkait sebagai sumber utama informasi hukum serta Dokumen Perusahaan PT TASPEN (Persero) sebagai lembaga pengelola Jaminan Sosial ASN. Buku, kajian ilmiah, jurnal, dan artikel yang mendukung bahan hukum primer tentang Jamsostek merupakan contoh bahan hukum sekunder yang digunakan. Informasi dan/atau berita mengenai kebijakan jaminan sosial yang ditemukan secara online merupakan contoh sumber hukum sekunder dan tersier digunakan untuk mendukung dalil-dalil dalam sumber primer dan sekunder (Bozkurt et al., 2020).
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Program Jaminan Sosial telah diselenggarakan di sejumlah negara (Tabellini, 2000), seperti di Indonesia dan Korea Selatan. Program jaminan sosial umumnya didanai oleh anggaran belanja negara. Di Indonesia, pelaksanaan program jaminan sosial dijamin dalam UUD 1945 yang dibebankan dalam “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.
Pemberian uang pensiun merupakan salah satu elemen dari Jaminan Sosial. Pemberian uang pensiun dilatarbelakangi pemikiran pegawai pemerintah pasca pensiun sudah mengalami penurunan pendapatan (Mulligan & Sala-i-Martin, 1999). Kebutuhan program jaminan sosial bagi para pensiunan dapat dijelaskan dengan pendepatan beberapa teori berikut ini (Mulligan & Sala-i-Martin, 1999):
235 1) Myopic Prodigality
Versi pertama mengasumsikan orang membuat "kesalahan" ketika mereka masih muda menabung terlalu sedikit. Asumsi ini muncul karena kemungkinan alasan berikut, yaitu: (i) kurangnya informasi yang diperlukan untuk menilai kebutuhan mereka di masa pensiun; (ii) tidak dapat membuat keputusan yang efektif tentang masalah jangka panjang karena mereka tidak mau menghadapi kesadaran bahwa mereka pada akhirnya akan menua; dan (iii) Gagal membuat keputusan dengan skenario kebutuhan masa depan.
2) Rational Prodigality
Karyawan ini mengantisipasi tidak hanya kebutuhan mereka untuk pensiun, tetapi masih memikirkan kebutuhan anak-anak mereka dan orang-orang dekat lainnya seperti cucu mereka. Secara khusus, mereka mengharapkan masyarakat untuk membantu mereka dalam situasi tanpa harapan seperti kemiskinan. Namun, bisa juga terjadi bahwa orang menganggap pensiun ini seharusnya tidak menjadi beban mereka. Solusi untuk masalah ini bisa saja dengan memaksa warga untuk menabung ketika mereka masih muda dan memberi mereka sumber daya kembali ketika mereka tua, dengan skema yang kondisi stabilnya akan terlihat seperti Jaminan Sosial (Prihatin, 2023).
Di Indonesia, Program Jaminan Sosial khusus untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dan Pejabat Negara dikelola/diselengarakan oleh lembaga tersendiri, yaitu PT TASPEN (Persero), selanjutnya disebut TASPEN. PT. ASABRI menjalankan Program-program Jaminan Sosial untuk anggota Kepolisian (POLRI) dan tentara (TNI). Sebagai realisasi Program Jaminan Sosial, TASPEN menyelenggarakan “Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun” sebagai bentuk perwujudan hak yang dimiliki WNI dalam memperoleh perlindungan/jaminan sosial sebagaimana dijamin dan ditegaskan dalam Pasal 28 huruf H ayat (3) dan juga Pasal 34 ayat (2) dalam Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
Pelaksanaan “Program Tabungan Hari Tua dan juga Program Pembayaran Pensiun”
bagi PNS dan Pejabat Negara oleh PT. TASPEN (Persero) memiliki sejarah panjang penyelenggaraan Program Jaminan Sosial. Pensiunan ASN dan juga Pensiun para Pejabat Negara termasuk ASN aktif telah ditegaskan haknya dalam memperoleh jaminan sosial khusus/terpisah yang penyelenggaranya adalah TASPEN. Program jaminan social tersebut diatur dalam PP RI Nomor 26/1981 yang mengatur tentang Pengalihan bentuk Perusahaan Umum TASPEN. Perkembangan selanjutnya adalah peralihan bentuk badan hukum “Perusahaan Umum” menjadi Perusahaan berbentuk Perseroan (Persero) dalam upaya optimalisasi penyelenggaraan “Asuransi Sosial termasuk di dalamnya Asuransi Dana Pensiun (DP) dan Tabungan Hari Tua (THT) untuk Pegawai Negeri Sipil/PNS”, yang merupakan pelaksanaan dari amanat UU 11/69 yang mengatur tentang Pensiun bagi Pegawai dan Janda/Duda Pegawai juncto PP Nomor 25/1981 yang mengatur tentang
236 penyelenggaraan Asuransi Sosial bagi PNS yang telah diubah dengan PP Nomor 20/2013 tentang Perubahan PP Nomor 25/1981 juncto Undang-Undang ASN Nomor 5/2014 yang mengatur tentang Aparatur Sipil Negara.
Selanjutnya TASPEN juga ditunjuk sebagai penyelenggara Jaminan Sosial bagi Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara dan juga mantan pimpinan serta mantan anggotanya berdasarkan UU 7/ 1978 terkait Hak- hak Keuangan/Administratif bagi Presiden dan Wapres serta mantan Presiden dan Wapres Republik Indonesia jo. UU 12/1980 jo. UU ASN 5/2014. Dan untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sendiri merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara berdasarkan UU ASN 5/2014 dan juga ditegaskan memperoleh Jaminan Sosial di antaranya termasuk Jaminan Pensiun dan Jaminan hari Tua berdasarkan Pasal 21 UU ASN baru Nomor 20 Tahun 2023.
Dalam UU ASN nomor 20/2023, pada Pasal 22 ayat (3) disebutkan jaminan pensiun dan jaminan hari tua (JP dan JHT) yang diberikan telah mencakup system jaminan sosial nasipnal dan badan penyelenggara jaminan sosial. Terkait badan/lembaga pengelola jaminan sosial bagi para penyelenggara negara tersebut, TASPEN sejak awal diberi tugas untuk menyelenggarakan Program THT (Tabungan Hari Tua), yaitu sejak tahun 1961 dan melaksanakan Pembayaran Pensiun sejak tanggal 1 Januari tahun 1987 dan atas tugasnya tersebut memperoleh berbagai penghargaan dari Pemerintah, hingga penghargaan internasional. Penugasan Pemerintah untuk melaksanakan program pembayaran pensiun tersebut didasarkan pada berpengalaman, dalam melaksanakan tata kelola kesejahteraan PNS dan Pejabat Negara yang telah dilaksanakan sejak tahun 1961 dan kemudian ditegaskan dalam UU 1969. Selain itu saat ini pembayaran Pensiun masuh menggunakan dana APBN karena belum adanya kontribusi pemerintah dalam melakukan iuran (Pay as You Go). Dengan demikian program ini berkaitan dengan pengelolaan keuangan yang berasal dari negara, sehinnga penting untuk dikelola secarat akuntabel, transparan, efektif, efisien, ekonomis, serta penuh tanggung jawab.
Kewenangan Pengelolaan Program THT (Tabungan Hari Tua) Program Pembayaran Pensiun oleh TASPEN juga telah ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 72/PUU- XVII/2019, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Pengalaman dan Manfaat
Secara filosofis, sosiologis, dan yuridis TASPEN telah menjadi pengelola jaminan sosial khusus ASN selama 60 (enam puluh enam) tahun yang. Dari segi aset TASPEN memupuk dana kelolaan/aset peserta sekitar Rp 231 triliun di tahun 2018 dengan jumlah pesertanya kurang/lebih mencapai 6,5 juta peserta, yang terdiri dari +/- 4,5 juta PNS dan Pejabat Negara serta +/- 2,4 juta penerima Pensiun dan kepesertaan tersebut terus tumbuh. Dari segi manfaat, pensiun PNS, Pejabat Negara/pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara memperoleh besaran manfaat yang lebih besar dari manfaat pensiun pekerja yang bekerja pada sektor swasta/lainnya (selain pada penyelenggara negara). Untuk PNS memperoleh
237 manfaat paling kecil Rp1.560.800,- dan paling tinggi Rp4.425.900,-, Sedangkan manfaat PP Nomor 45/2015 yang mengatur Jaminan sosial ketenagakerjaan berupa program Pensiun memiliki manfaat dengan rentang paling kecil Rp300.000,- dan paling tinggi sebesar Rp3.600.000,-. Selain itu terdapat manfaat tambahan tanpa iuran berupa Asuransi Kematian baik untuk peserta, istri/suami, dan anak, sedangkan dalam PP 46/2015, manfaat tersebut tidak ada.
2) Keterpisahan
Prinsip “the law of large numbers” atau hukum bilangan besar di Indonesia diterapkan dalam jaminan sosial bidang kesehatan. Namun kondisi tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019 tidak dapat dipaksakan terhadap jaminan sosial yang berhubungan dengan pilihan profesi masing-masing segmen kepesertaan. Hal tersebut berhubungan dengan prinsip keadilan menempatkan yang sama dalam kondisi yang sama sebagaimana dicetuskan oleh John Rawls. Pegawai Pemerintah harus ditempatkan yang sama dalam Jaminan Sosial dengan pilihan profesi yang sama, yaitu pegawai yang bertugas membantu pemerintah menyelenggarakan negara, dan tidak dapat dipaksakan disatukan dengan pilihan profesi yang berbeda. Konsep multipilar ILO dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan segmen kepesertaannya, sehingga pegawai pemerintah dapat diberikan jaminan sosial yang mencakup pilar satu, pilar dua dan sekaligus pilar ketiga yang dikelola oleh satu lembaga khusus yang mengelola jaminan sosial bagi para pegawai yang bekerja pada pemerintahan.
Keterpisahan ini perlu ditegaskan melihat berbagai pertimbangan dalam pengelolaan jaminan sosial.
Pertama, Berdasarkan tolok ukur di beberapa negara, termasuk Korea Selatan, Filipina, Malaysia dan Thailand, pensiun yang didukung pemerintah bagi kepala negara sudah jatuh tempo secara terpisah antara pekerja sektor swasta/privat (sektor pekerja yang bekerja selain pada penyelenggara negara) dan pegawai publik/publik sektor (bekerja pada penyelnggara negara). Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah negara telah menerapkan pemisahan dan segmentasi peserta dalam tata kelola jaminan sosial. Hal tersebut dipraktikkan berdasarkan pertimbangan bahwa pegawai yang bekerja pada penyelenggara negara memiliki karakteristik yang khusus yang berbeda dengan para tenaga kerja yang bekerja pada sektor swasta. Hal tersebut merupakan hal yang paling dasar yang membedakan status Pegawai ASN, Pejabat Negara, yang merupakan unsur perpanjangan tangan pemerintah sebagai aparatur negara yang memiliki fungsi/tugas di antaranya: membantu pemerintah dalam melayani masyarakat serta melaksanakan kebijakan-kebijakan publik, bahkan dalam Undang-Undang ASN ditegaskan juga berfungsi sebagai perekat kesatuan bangsa.
Kedua, Politik hukum pemerintah terkait keterpisahan juga tampak jelas dalam PP 45/2015 jo. PP 46/2015 yang menegaskan pada pokoknya bahwa Penyelenggaraan Program JHT (Jaminan Hari Tua) dan Pensiun untuk Peserta yang bekerja pada pemberi
238 kerja penyelenggara negara diatur dalam PP tersendiri dan tidak diatur dalam PP tersebut. Dengan demikian, pemberian Program JHT (Jaminan Hari Tua) dan Pensiun bagi Pegawai yang bekerja pada penyelenggara negara (Pegawai ASN dan Pejabat Negara) dipisahkan dari pengelolaan program Jaminan Pensiun dan JHT sektor swasta/selain penyelenggara negara (swasta).
Ketiga, UU 17/2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 sendiri telah menegaskan pada pokoknya bahwa tata kelola penyelenggaraan jaminan sosial tetap dilaksanakan dengan memperhatikan/mempertimbangkan kelembagaan dan budaya yang berakar di Masyarakat (penjelasan umum UU 17/2017), Dimana artinya lembaga dan budaya yang sudah ada dan berakar tersebut adalah keterpisahan pengelola jaminan sosial.
Berdasarkan analisis tersebut di atas, badan penyelenggara jaminan sosial dalam UU ASN 20/2023 tidak dapat dimaknai menunjuk badan atau lembaga tertentu meski memiliki penyebutan yang sama, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hal tersebut dipertegas dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU- XVII/2019, dimana pengalihan Program JP dan JHT dari TASPEN ke BPSJ Ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS Nomor 24/2011 adalah inkonstitusional. Uji materiil tersebut diajukan oleh delapan belas orang yang terdiri dari Pensiunan Pejabat Negara, pensiunan Pegawai Negeri Sipil, serta Pegawai negeri Sipil yang masih aktif yang dalam permohonannya menjabarkan adanya potensi kerugian jika jaminan sosial tersebut tidak dikelola secara khusus, alih-alih dialihkan dan digabungkan dengan penyelenggaraan jaminan sosial sektor swasta pada BPJS Ketenagakerjaan. MKRI pada 30 September 2021 telah membatalkan peraturan undang-undang terkait pengalihan jaminan sosial dari TAPSEN ke BPJS ketenagakerjaan tersebut, sehingga jaminan sosial bagi ASN tetap dikelola oleh TASPEN”.
Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan dalil-dalil yang disampaikan oleh para pemohon terkait potensi kerugian mereka, antara lain, yaitu:
1) Penerimaan manfaat pensiun berupa uang pensiun akan berkurang antara 30%
sampai 50%;
2) Pembayaran Pensiun Duda atau Janda dari peserta PT TASPEN (Persero) akan berkurang sekitar 50% sampai 70%;
3) Peserta PT TASPEN (Persero) akan kehilangan berbagai tunjangan termasuk di antaranya Tunjangan Suami/Istri, Tunjangan bagi Anak, manfaat Tunjangan Beras, manfaat Pensiun ke-13, manfaat Tunjangan Hari Raya, manfaat Uang Duka Wafat, manfaat Asuransi Kematian baik bagi diri Peserta, Suami maupun Istri, serta anak), Pensiun Terusan Ketika suami/istri meninggal, serta Pensiun Janda/Duda dan juga Pensiun Yatim Piatu;
Penegasan pengelolaan jaminan sosial bagi Aparatur Sipil Negara termasuk PPPK juga telah ditegaskan dalam berbagai Putusan uji materiil baik Mahkaman Konstitusi
239 maupun Mahkamah Agung, antara lain Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 98/PUU-XV/2017 yang menguji penunjukan pengelolaan jaminan sosial ASN dalam UU ASN 5/2014 yang diamanatkan untuk diatur dalam Peraturan pemerintah dan Putusan Uji Materiil pada Mahkamah Agung yang telah ditetapkan dalam Putudan Nomor 32 P/HUM /2016 yang mempermasalahkan penunjukan TASPEN untuk menyelenggarakan jaminan sosial ASN dalam PP 70/2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi ASN. Kedua putusan tersebut telah menegaskan dan mengamini kekhususan pengelolaan jaminan sosial ASN pada lembaga tersendiri dan terpisah dari pengelolaan jaminan sosial bagi tenaga kerja sektor swasta, meskipun lembaga tersebut (TASPEN) diberi amanat melalui Peraturan Pemerintah, dan bukan melalui undang-undang sebagaimana disyaratkan dalam UU SJSN. Mahkamah berpendapat bahwa penunjukan dengan Peraturan Pemerintah juga merupakan amanat dari Undang-Undang ASN itu sendiri. Mengenai keberagaman atau multi lembaga pengelola jaminan sosial juga telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.
006/PUU-III/2005. Dalam putusan tersebut jaminan sosial dalam UU SJSN Nomor 40/2004 yang semula dalam Pasal 5 telah ditegaskan dikelola oleh ASKES (bagi jaminan sosial kesehatan), Jamsostek (bagi swasta), TASPEN (bagi PNS), dan ASABRI (bagi TNI/Polri) tidak lagi dibatasi dengan jumlah lembaga tertentu, namun dapat dikelola oleh beberapa lembaga yang pembentukannya disesuaikan dengan kebutuhan.
SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara mempunyai ciri khas berdasarkan uraian di atas, demikian juga pegawai pemerintah yang bersifat non- permanen atau dengan perjanjian kerja. Sebagai Abdi Negara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara serta pegawai berstatus lain yang bekerja pada pemerintahan memiliki tugas dan kewajiban melayani masyarakat, sehingga Pemerintah memberikan Jaminan Sosial sebagai hak dan sebagai Penghargaan yang dikelola secara terpisah dan tidak digabung dengan sektor swasta. Pengelolaan jaminan sosial khusus bagi para pegawai pemerintah merupakan Jaminan Pemerintah dalam bentuk kontinjensi. Dengan demikian, sebagaimana kesimpulan para Pemohon uji materiil, jika dialihkan dan digabungkan pengelolaannya dengan tenaga kerja sektor swasta, maka jaminan pemerintah tidak dapat lagi diberikan karena kontinjensi hanya bagi Peserta Jaminan Sosial dari segmen Penyelenggara Negara.
PT TASPEN (Persero) merupakan lembaga penyelenggara yang telah berpengalaman selama hampir 57 tahun dalam mengelola Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun yang khusus bagi Pegawai Negeri dan Pejabat Negara. Keberadaan TASPEN yang sudah mengakar di masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang pemberian Tabungan Hari Tua dan Pensiun bagi Pegawai Negeri dan Pejabat Negara yang diberikan Pemerintah sebagai penghargaan atas pengabdiannya.
Pegawai penyelanggara Negara memiliki karakteristik khusus yang berbeda dari
240 pekerja sektor swasta. Pegawai Penyelenggara Negara merupakan pelaksana kebijakan pemerintah, perekat dan pemersatu bangsa, serta bertugas membantu Pemerintah dalam melayani masyarakat sehingga Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara diberikan Jaminan Sosial yang tidak hanya sebagai hak namun juga sebagai Penghargaan atas Pengabdian selama bertugas dalam Dinas Pemerintah.
Layanan dan Manfaat yang diberikan PT. TASPEN (Persero) jauh lebih baik jika dibandingkan dengan layanan dan manfaat yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Jika Jaminan Sosial tersebut dialihkan dari PT. TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan, maka Para Pemohon jelas akan mengalami kerugian baik dari segi adanya penurunan manfaat secara finansial dan layanan, serta kehilangan unsur penghargaan. Tidak hanya Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara, para pegawai pemerintah dengan status non-Pegawai Negeri Sipil juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan tenaga kerja swasta. Sebagai Abdi Negara Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara memiliki tugas dan kewajiban melayani masyarakat, sehingga Pemerintah memberikan Jaminan Sosial sebagai hak dan sebagai Penghargaan yang dikelola secara terpisah dan tidak digabung dengan sektor swasta. Kondisi tersebut tidak dapat disamaratakan. Keadilan bukanlah menyamakan semua hal. Keadilan adalah menempatkan yang sama pada kondisi yang sama.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), tidak memerlukan satu badan penyelenggara jaminan sosial untuk berdiri. Sesuai dengan asas persamaan di depan hukum, peran Taspen sebagai salah satu penyelenggara sistem jaminan sosial nasional bersama BPJS tidak bersifat diskriminatif.. Pasal 65 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang memerintahkan pengalihan program Asuransi Sosial kepada BPJS dalam jangka waktu paling lambat tahun 2029, adalah bertentangan dengan UUD 1945, karena Putusan MK Nomor 007/PUU-III/2005 Tertanggal 31 Augustus 2005, merupakan tafsir konstitusi terhadap Pasal 34 UUD 1945 sebagai politik hukum yang harus di implementasikan oleh Pembuat Undang-Undang, sehingga karenanya harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan demikian, Pemerintah perlu bertindak lebih jelas dan tegas dalam menerbitkan Undang-Undang terkait Aparatur Sipil Negara beserta peraturan perundang-undangan turunannya untuk mempertegas keterpisahan dan kekhususan pengelolaan jaminan sosial bagi para pegawai yang bekerja pada pemerintah. Selain dalam rangka menjalankan amanat konstitusi sebagai wujud ketaatan negara pada konstitusi yang dibangunnya sendiri, penegasan pemisahan pengelolaan jaminan sosial berdasarkan segmentasi kepesertaan dalam setiap peraturan perundang-undangan juga sangat diperlukan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan penyelenggara jaminan sosial di tataran teknis.
DAFTAR PUSTAKA
241 Bozkurt, A., Jung, I., Xiao, J., Vladimirschi, V., Schuwer, R., Egorov, G., Lambert, S., Al-
Freih, M., Pete, J., & Olcott Jr, D. (2020). A global outlook to the interruption of education due to COVID-19 pandemic: Navigating in a time of uncertainty and crisis. Asian Journal of Distance Education, 15(1), 1–126.
Harman, B. K. (2013). Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi. Kepustakaan Populer Gramedia.
Irianto, S. (2011). Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kusuma, H. H. (1995). Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum.
Mandar Maju, Bandung.
Mulligan, C. B., & Sala-i-Martin, X. (1999). Social Security in Theory and Practice (II):
Efficiency Theories. Universitat Pompeu Fabra, Department of Economics Working Paper, 385.
Pakpahan, R. H., & Sihombing, E. N. A. M. (2018). Tanggung Jawab Negara Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial Responsibility State In The Implementation Of Sosial Security. Jurnal Legislasi Indonesia, 9(2), 163–174.
Prihatin, R. B. (2023). Jaminan Sosial di Indonesia: Upaya Memberikan Perlindungan Sosial Kepada Masyarakat (Social Security in Indonesia: Efforts to Provide Social Protection to the Community). Akarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data Dan Informasi Sekretariat Jendral DPR Republik Indonesia.
Purwoko, B. (2015). Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial (SJS) di Indonesia dalam Perspektif Internasional. E-Journal Widya Ekonomika, 1(1), 36790.
Rahman, H. H. (1971). Political science and government. Eighth Enlarged.
Soemitro, R. H. (1990). Metode penelitian hukum dan jurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tabellini, G. (2000). A positive theory of social security. Scandinavian Journal of Economics, 102(3), 523–545.