• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN MENGENAI PRODUK KOSMETIK YANG TIDAK MENCANTUMKAN INFORMASI PRODUK PADA KEMASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN MENGENAI PRODUK KOSMETIK YANG TIDAK MENCANTUMKAN INFORMASI PRODUK PADA KEMASAN"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemerintah Indonesia mengatur hak-hak konsumen yang harus dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU Perlindungan Konsumen merupakan penilaian terhadap hak-hak konsumen secara keseluruhan, bukan terhadap konsumen.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka skripsi ini akan membandingkan das sollen dan das sein ditinjau dari perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen terhadap produk kosmetik yang tidak mencantumkan informasi produk pada kemasannya. Apa akibat hukum yang dapat diberikan kepada produsen kosmetik yang tidak mencantumkan informasi produk pada kemasannya?

Faedah Penelitian

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sistem tanggung jawab perdata pemilik produk terhadap konsumen yang menggunakan kosmetik yang tidak mencantumkan informasi produk pada kemasannya. Untuk mengetahui tindakan hukum apa saja yang dapat diambil oleh konsumen akibat penggunaan kosmetik yang tidak memuat informasi produk.

Definisi Operasional

Siapapun yang mempergunakan barang atau jasa". 8 Konsumen adalah setiap orang yang mempergunakan barang atau jasa yang ditawarkan dalam masyarakat, baik untuk keperluan sendiri, untuk keperluan keluarga, untuk orang lain, atau untuk keperluan makhluk hidup lain, dan tidak untuk dijual kembali. .

Keaslian Penelitian

Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris, yaitu suatu teknik kajian hukum yang berfokus pada bagaimana hukum itu benar-benar diterapkan dalam masyarakat. Fakta-fakta yang berasal dari masyarakat, organisasi hukum, atau lembaga negara dapat dikatakan digunakan dalam penelitian hukum.

Analisis Data

Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data dengan cara membaca buku atau literatur lain, studi kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti yaitu. Online dengan mencari di internet seperti majalah, artikel dan juga e-book.

TINJAUAN PUSTAKA

Perlindungan Hukum

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian lebih dalam dan menuangkannya dalam bentuk skripsi hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terkait Produk Kosmetik yang tidak mencantumkan Informasi Produk pada Kemasannya” . Hadjon menyatakan, ada 2 (dua) bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat, yaitu perlindungan hukum preventif dan represif.

Konsumen

Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta memperoleh barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar serta syarat dan jaminan yang dijanjikan; Hak atas informasi yang benar, jelas, dan adil mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; Hak untuk menerima ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak atau sebagaimana mestinya;

Selain hak pada Pasal 4, terdapat juga hak konsumen yang dirumuskan secara khusus dalam Pasal 7 UUPK yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Membaca atau mengikuti informasi petunjuk dan tata cara penggunaan atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keselamatan dan keamanan; Pada dasarnya perilaku konsumen secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu perilaku konsumen rasional dan irasional.

Perilaku konsumen yang rasional, ketika membeli suatu produk dan jasa, menitikberatkan pada unsur-unsur utama, termasuk tingkat permintaan dan kebutuhan yang mendesak. Perilaku konsumen yang tidak rasional adalah konsumen yang mudah terpengaruh dengan iming-iming diskon atau promosi produk tanpa memperhatikan kebutuhan atau minatnya.

Kosmetik

Kosmetik merupakan salah satu barang yang digunakan masyarakat secara rutin dan terus-menerus, padahal sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Kosmetik merupakan barang yang terbuat dari berbagai bahan kimia dan zat aktif yang akan bereaksi bila dioleskan pada jaringan kulit. Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Kosmetika, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengedarkan Produk Kosmetik, antara lain:

22 Rizka Asri Briliani, Diah Safitri, Sudarno, “analisis tren pemilihan kosmetik wanita di kalangan mahasiswa jurusan statistika Universitas Diponegoro menggunakan biplot komponen utama” Volume 5, Nomor 3, 2016, Jurnal Gaussian, Halaman 545-551.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum bagi konsumen pengguna produk kosmetik yang tidak

Meningkatkan mutu produk dan/atau jasa untuk menjamin keselamatan, kenyamanan dan keamanan konsumen, serta kelangsungan usaha yang menghasilkan produk/jasa tersebut. Monopoli adalah penguasaan seorang pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha atas produksi, promosi, dan/atau penggunaan suatu barang dan/atau jasa tertentu. Konsumen seringkali dihadapkan pada permasalahan berupa ketidakpahaman diri atau ketidakjelasan dalam menggunakan, memanfaatkan, atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang ditawarkan.

Pelaku usaha yang melanggar ayat 1 dan 2 dilarang memasarkan barang dan/atau jasa tersebut dan wajib menariknya dari peredaran. Hak untuk menerima ganti rugi, ganti rugi/penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai syarat dan nilai pertukaran barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

Hak untuk memperbaiki nama baik, apabila terbukti secara meyakinkan bahwa kerugian yang dialami konsumen bukan disebabkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Memberikan informasi yang benar, jelas, dan adil mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau pemasarannya berdasarkan ketentuan baku mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

Memberikan ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan, penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Pertanggungjawaban perdata produsen kepada konsumen kosmetik yang

Perlindungan konsumen menjelaskan tanggung jawab pelaku usaha, yaitu “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian kepada konsumen akibat konsumsi barang dan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan.”56 Oleh karena itu, pelaku usaha harus bertanggung jawab, bertanggung jawab. atas kerugian yang diderita konsumen apabila penggunaan suatu produk atau jasa menimbulkan kerugian bagi konsumen. Kewajiban memberikan ganti rugi : Produsen wajib memberikan ganti rugi kepada konsumen atas kerugian yang diakibatkan oleh produk yang tidak memenuhi standar yang ditentukan. Besarnya ganti rugi yang diberikan harus menutupi seluruh kerugian yang diderita konsumen, baik kerugian materil maupun immateriil.

Dalam hal ini orang yang dirugikan mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, baik berupa kerugian materil maupun immateriil. Kerugian : Unsur ini terpenuhi apabila terdapat kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut. Adanya hubungan sebab akibat : Unsur ini terpenuhi apabila kerugian yang dialami korban disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku.

Dalam hal ini pihak yang menderita kerugian karena wanprestasi berhak menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita, baik berupa kerugian berwujud maupun kerugian tidak berwujud. Salah satu upaya untuk menegakkan perlindungan konsumen adalah dengan menerapkan asas pertanggungjawaban mutlak, dimana seseorang atau suatu badan dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita orang lain tanpa harus menjelaskan kesalahan atau kelalaiannya.

Akibat hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen akibat dari penggunaan

Apabila produsen tidak menyikapi atau tidak mau memberikan ganti rugi, maka konsumen dapat menggugat melalui lembaga penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan permohonan kepada lembaga peradilan (sesuai Pasal 23 Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari lembaga tata usaha negara yang mempunyai penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) (Pasal 1 angka 11 UUPK); Penyelesaian sengketa konsumen mengenai tata cara atau tata cara penyelesaian sengketa terdapat pada Bab X Penyelesaian Sengketa.

Hal ini merupakan penyelesaian sengketa hukum yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang dapat menjamin terlaksananya hak-hak kedua belah pihak yang bersengketa. Mediasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan atas prakarsa salah satu pihak atau para pihak, sedangkan Badan Penyelesaian Sengketa adalah suatu pertemuan. 71 Fajriawati, 2022, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Litigasi dan Non Litigasi di Medan, Jurnal Sosial dan Ekonomi, Vol.

Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur pola penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sesuai dengan perkembangan era modernisasi. Faisal Riza, Rachmad Abduh, 2019, Alternatif Penyelesaian Sengketa, De lega lata, Jurnal Fakultas Hukum Umsu, Vol.4 Nomor 1 Fajriawati, 2022, Penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui litigasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari uraian di atas sesuai dengan rumusan masalah yang penulis ambil, antara lain: Selain itu BPOM juga memberikan perlindungan dalam bentuk peraturan yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Pasal 2, Nomor HK Tahun 2003 tentang Kosmetika. Dari hasil survei, BPOM Medan memberikan perlindungan melalui 3 cara, yaitu pemantauan sebelum dan sesudah distribusi, kemudian tindakan hukum jika ada yang mencurigakan, dan terakhir memastikan sosialisasi dalam program pemerintah.

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan tanggung jawab pelaku usaha yaitu “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian kepada konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan.” Dimana perilaku konsumen dikaitkan dengan Pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata. Hubungan akibat hukum atas perbuatan produsen yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya yang melanggar peraturan peredaran kosmetik yang diatur dalam Pasal 8 Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, dimana tindakan yang berhubungan dengan tindakan yang melanggar hukum. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) adalah perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain sehingga mengharuskan orang yang kesalahannya menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian itu.

Suatu perbuatan melawan hukum dimana konsumen tidak diberikan haknya dan produsen tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya.

Saran

  • Buku
  • Jurnal
  • Perundang-undangan
  • Internet
  • Lain-lain

AA Putri Ganitri Windrahayu Widiarta, “Perlindungan Konsumen Produk Perawatan Kulit Tanpa Label Indonesia” Jurnal Kertha Desa. Dermina Dsalimunthe, 2017, Akibat Hukum Tidak Pemenuhan Kewajiban Ditinjau dari Hukum Perdata (BW), Jurnal al-maqasid, Vol. 3 Gita Anggreina Kamagi, 2018, Perbuatan melawan hukum (Onrechtmatig .e daad) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dan perkembangannya, lex privatum, Vol.

Utami Puspaningsih, Aam Suryamah, Agus Swandono, 2021, Tanggung jawab hukum pengelola apartemen atas pemungutan biaya pengelolaan yang tidak transparan, Jurnal De Lega Lata Fakultas Hukum Umsu, Vol. Lilawati Ginting, 2016, Perlindungan hukum bagi kreditur yang beritikad baik akibat pembatalan hak tanggungan, Jurnal Ilmu Hukum De Lega Lata, Vol. Muhammad Ferdian, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Penjualan Obat Off-Label,” Jurnal Ilmu Hukum De Lega Lata Fakultas Hukum Umsu, Vol.

Wahyu simon tampubolon, Upaya perlindungan hukum terhadap konsumen ditinjau dari Undang-undang Perlindungan Konsumen Jurnal Ilmiah Advokasi Vol. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Pasal 2 Nomor HK Tahun 2003 tentang Kosmetika UU No.

Referensi

Dokumen terkait

8 Tahun 1999 Sebagai akhir dari usaha pembentukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adalah dengan lahirnya UUPK Pasal 1 angka 2 yang di dalamnya dikemukakan pengertian konsumen,