• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS PENARIKAN PAKSA KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN DEBT COLLECTOR KARENA DEBITUR WANPRESTASI

N/A
N/A
On Opan

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS PENARIKAN PAKSA KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN DEBT COLLECTOR KARENA DEBITUR WANPRESTASI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PENYITAAN PAKSA KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH KOLEKTOR DEBITUR. PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENYATAAN KENDARAAN BERMOTOR PAKSA OLEH KOLEKTOR DEBITUR” benar-benar hasil karya sendiri kecuali dikreditkan dan belum pernah diserahkan kepada instansi manapun serta tidak merupakan plagiat. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PENYITAAN PAKSA KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH KOLEKTOR KARENA KENDARAAN DEBITUR.

Permasalahan kedua adalah langkah apa yang bisa dilakukan konsumen jika tidak membayar dan terjadi penarikan paksa oleh debt collector. Penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector akibat wanprestasi debitur adalah perbuatan melawan hukum karena tidak ada undang-undang.

Dasar Hukum Penarikan Paksa Kendaraan Bermotor Oleh Debt collector akibat Debitur Wanprestasi

Upaya Yang Dapat Dilakukan Oleh Konsumen Jika Terjadi Gagal Bayar Dan Dilakukan Penarikan Kendaraan

Latar Belakang

Tujuan Umum

Memenuhi dan menyelesaikan tugas sebagai persyaratan dasar akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum sesuai dengan ketentuan kurikulum Fakultas Hukum Universitas Jember; Untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dapat dilakukan konsumen apabila terjadi gagal bayar dan kendaraan bermotor diambil alih secara paksa oleh debt collector. Penggunaan metode penelitian hukum dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggali, mengolah dan merumuskan bahan hukum yang diperoleh sehingga diperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Tipe Penelitian

Sebagai sarana penerapan ilmu hukum dan pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan teoritis ke dalam praktik yang terdapat di masyarakat; Menambah pengalaman dan menyumbangkan ide-ide yang bermanfaat bagi masyarakat umum, mahasiswa Fakultas Hukum dan Almamater kita tercinta Universitas Jember. Mencari dan menjelaskan ada tidaknya dasar hukum penarikan paksa yang dilakukan Debt Collector karena debitur wanprestasi atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Metode penelitian adalah suatu cara untuk mencari atau memperoleh atau melakukan suatu kegiatan untuk memperoleh hasil yang konkrit.

Pendekatan Masalah

  • Bahan Hukum Primer
  • Bahan Non Hukum

Bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang-undangan, catatan dinas atau berita acara pada saat pengambilan peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan 8 Bahan hukum primer yang digunakan penulis. 130PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor dengan Jaminan Fidusia; Keputusan Menteri Keuangan no. 1251/KMK.013/1988, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyelenggaraan Lembaga Keuangan.

Publikasi hukum meliputi buku teks, kamus hukum, jurnal hukum dan komentar terhadap keputusan pengadilan. 9 Dalam penulisan disertasi ini, bahan hukum sekunder yang digunakan penulis adalah buku teks tentang permasalahan hukum yang ada. telah menjadi bahan diskusi, kamus hukum, menerbitkan tulisan ilmiah di bidang hukum dan jurnal hukum. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, kebudayaan atau laporan penelitian non hukum dan jurnal non hukum sepanjang relevan dengan topik penelitian 10 Bahan non hukum yang digunakan dalam Penulisan skripsi ini berupa buku pedoman penulisan artikel ilmiah, data dari internet dan bahan lain yang diambil dari kamus dan artikel. Setelah data diperoleh dan diklasifikasikan, dilakukan analisis data kualitatif yaitu interpretasi terhadap rumusan masalah yang ada dan diperoleh gambaran masalah yang ada secara jelas dan lengkap.

Identifikasi fakta hukum dan penghapusan permasalahan yang tidak relevan untuk menentukan permasalahan hukum yang akan diselesaikan; Langkah-langkah tersebut sesuai dengan karakter ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tentang tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, keabsahan kaidah hukum, konsep hukum, dan norma hukum.

Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan dan pedoman pelaksanaan aturan hukum.12.

Perlindungan Hukum

Pengertian Perlindungan Hukum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) pada Pasal 1 Angka 1 menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Asas perlindungan konsumen tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa perlindungan konsumen didasarkan pada kemaslahatan, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Hal ini juga terlihat dari ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang tujuan perlindungan konsumen.

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mempunyai arti yang luas karena mencakup pemanfaatan suatu barang untuk kepentingan orang lain. Hak-hak konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan penjabaran dari pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (1). (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 5 disebutkan bahwa kewajiban konsumen adalah sebagai berikut.

Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “Pelaku usaha yang termasuk dalam definisi ini adalah perusahaan, korporasi, koperasi, BUMN, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Pengertian badan usaha pada angka 3 Pasal 1 UU Nomor 8 Tahun Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen cukup luas, mencakup pedagang besar, pemasok, pengecer, dan lain-lain. Badan usaha Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sama dengan jajaran produsen yang dikenal di Belanda karena dapat berupa perseorangan atau badan hukum.

Karena hak-hak pelaku usaha maka pelaku usaha juga mempunyai kewajiban, kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur berbagai kewajiban pelaku usaha yaitu. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang merugikan konsumen merupakan persoalan yang sangat penting dalam undang-undang perlindungan konsumen. Selain mempunyai hak dan kewajiban, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur tentang larangan bagi pelaku usaha.

Macam– Macam Jaminan

  • Mekanisme Pendaftaran Jaminan Fidusia
  • Eksekusi Jaminan Fidusia

Hak prioritas adalah hak penerima fidusia untuk menagih pelunasan piutangnya atau hasil pelaksanaan sesuatu yang menjadi objek jaminan fidusia (ayat 2). Perpindahan hak milik atas barang yang menjadi obyek jaminan fidusia dilakukan melalui proses constitutum. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dengan tegas menyatakan bahwa jaminan fidusia atas suatu benda adalah jaminan atas pelunasan utang tertentu.

Sesuai dengan ketentuan § 11, ayat 1, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Perwalian, barang-barang yang menjadi jaminan perwalian harus didaftarkan. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Perwalian dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan dokumen jaminan perwalian. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari seorang wali atau kuasa hukum atau wakil dari wali amanat.

42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu pemegang fidusia dilarang mempercayakan kembali barang yang menjadi obyek jaminan fidusia terdaftar. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dipandang perlu diatur secara khusus mengenai pelaksanaan jaminan fidusia melalui lembaga eksekutif. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda-benda yang menjadi jaminan fidusia atas kebijaksanaannya sendiri.

42 Tahun 1999 tentang Jaminan Perwalian, penjualan benda-benda yang menjadi obyek jaminan perwalian di bawah kekuasaan wali amanat dilakukan melalui pelelangan umum dan pelunasan piutang hasil penjualan benda yang bersangkutan. Alasan mendasar dilakukannya objek jaminan perwalian diatur dalam ayat 29 ayat Cara pertama adalah pelaksanaan berdasarkan jabatan eksekutif yang diuraikan dalam Pasal 15(1).

Pembiayaan Konsumen

Perusahaan keuangan mengartikan lembaga keuangan konsumen sebagai suatu kegiatan pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana kepada konsumen untuk pembelian suatu barang yang konsumen membayarnya secara mencicil atau sewaktu-waktu. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kredit konsumen dan pembiayaan konsumen sebenarnya adalah hal yang sama. Pembiayaan konsumen sebagai salah satu lembaga pembiayaan lebih digemari konsumen ketika membutuhkan barang yang pembayarannya dicicil.

Kegiatan pembiayaan konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pembelian barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran angsuran, antara lain pembiayaan kendaraan bermotor, pembiayaan peralatan rumah tangga, pembiayaan barang elektronik.64 Besarnya risiko yang ada yang harus ditanggung oleh pembiayaan konsumen perusahaan juga relatif kecil. Landasan hukum lembaga pembiayaan konsumen diperjelas dan menjadi landasan hukum substantif dan administratif. Landasan hukum substantif keberadaan pembiayaan konsumen adalah kesepakatan prinsip antara para pihak.

Sebagaimana halnya kegiatan lembaga keuangan lainnya, pembiayaan konsumen memperoleh landasan dan dorongan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Keuangan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Peraturan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendanaan Kelembagaan. Meskipun pembiayaan konsumen dalam praktik operasionalnya mirip dengan kredit konsumen yang dilakukan oleh bank, namun hakikat dan keberadaan perusahaan keuangan sangat berbeda dengan bank, sehingga secara substantif hukumnya peraturan perbankan tidak tepat diterapkan pada mereka. Perkembangan lembaga keuangan khususnya pembiayaan konsumen belum diatur oleh instrumen hukum berupa undang-undang, sehingga adanya jaminan kepastian hukum mengenai transaksi pembiayaan konsumen.

Hal yang sama juga berlaku terhadap risiko seluruh aktivitas pembiayaan konsumen: risiko-risiko ini tidak mungkin dihindari.

Kesimpulan

Dalam hal penyitaan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector karena wanprestasi debitur, maka penyelesaiannya menggunakan jalur penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu penyelesaian melalui perundingan, dimana perundingan merupakan penyelesaian sengketa perdata yang dilakukan. melalui negosiasi. untuk mencapai kesepakatan antara lembaga pembiayaan dan konsumen. Dalam perundingan tersebut tercapai kesepakatan baru yang disetujui oleh kedua belah pihak dan harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Dalam mengadakan suatu perjanjian, konsumen harus memastikan bahwa perjanjian fidusia itu dibuat secara autentik atau di bawah tangan. Apabila bersifat privat, maka konsumen dapat mengetahui apakah akta tersebut tidak mempunyai ciri-ciri pelaksanaan yang kuat. Apabila terjadi eksekusi, maka konsumen terlebih dahulu memeriksa apakah ada akta yang didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, apakah ada penarikan paksa.Jika dikaitkan dengan rumusan masalah ini maka kreditur tidak dapat menarik secara sepihak jaminan yang diterimanya karena kreditur berada pada posisi kreditur tanpa jaminan.

Dalam perjanjian pembiayaan dengan jaminan perwalian, subjek jaminan perwalian harus didaftarkan terlebih dahulu agar mempunyai hak penegakan. Dan juga apabila melibatkan kendaraan bermotor melalui jasa penagihan utang, hal ini dilakukan dengan bantuan pihak kepolisian yang berwenang, sehingga agar tidak meresahkan masyarakat, konsumen dapat melaporkan tindakan perusahaan penagihan utang tersebut kepada pihak yang berwenang, karena Tindakan perusahaan penagih utang merupakan tindakan perampasan barang milik debitur atau konsumen, karena tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan penarikan tersebut.

JURNAL/MAKALAH

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Referensi

Dokumen terkait