• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELASI BADAN PERMUSYAWARATAN KALURAHAN DENGAN PEMERINTAH KALURAHAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN (Studi Kasus Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "RELASI BADAN PERMUSYAWARATAN KALURAHAN DENGAN PEMERINTAH KALURAHAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN (Studi Kasus Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Misalnya, masih banyak desa yang menggunakan keturunan atau keturunan sebagai acuan untuk menilai siapa yang layak menjadi kepala desa. Undang-undang desa menggambarkan hubungan kepala desa dengan BPD sebagai berikut: Pertama, kepala desa dan BPD bersama-sama membahas dan menyepakati peraturan desa. Artinya kepala desa dan BPD bekerjasama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang terlihat dari pelaksanaan tugas kepala desa yaitu kepala desa.

Rumusan Masalah

Oleh karena itu, penelitian ini secara tegas ingin mengetahui “Hubungan BPKal dan Pemerintah Kalurahan dalam Pembangunan Kalurahan”, dengan studi kasus di Desa Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bnatul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara akademis dapat menyumbangkan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Pemerintahan, khususnya terkait dengan pola hubungan antara pemerintah desa dengan BPKal dalam dinamika demokratisasi desa. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan demokratisasi desa, khususnya bagi para pemangku kepentingan yang terkait dengan Desa Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Fokus Penelitian

Literature Review

Dengan demikian relasi kuasa yang terbentuk antara pemerintah desa dengan BPD di Desa Gembong merupakan relasi yang dominan. Terdapat berbagai faktor yang mendukung penyusunan APBD di Desa Gembong, yaitu: a) kerjasama dengan lembaga desa untuk menyusun APBD; b) kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pemerintah desa; dan c) ada tim pemantau yang terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi wilayah Desa Gembong. Sedangkan faktor penghambat penyusunan APBD di Desa Gembong adalah: a) sebagian masyarakat desa belum dan masih belum memahami usulan/aspirasi pemerintah desa; b) tidak adanya partisipasi beberapa lembaga desa (RT/RW) dalam menyampaikan aspirasi;

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Bambang Suswanto, Solahuddin K dan Syah Fridaus berjudul “Power Relation BPD dan Pemerintahan Desa: Studi di Desa Sipakat Banyumas”. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa interaksi antara BPD dan pemerintah desa dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan sebenarnya tidak seimbang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan yang terjalin antara kepala desa dengan BPD di desa Siwalanpaji membentuk hubungan kemitraan.

Persamaannya terletak pada topik penelitian yang menyangkut relasi kuasa yang tercipta antara pemerintah desa dan BPD dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Jika dicermati, penelitian-penelitian sebelumnya belum secara khusus mengkaji relasi kekuasaan antara pemerintah desa dengan BPD dalam pelaksanaan salah satu kewenangan desa yaitu pembangunan desa. Sedangkan penelitian ini secara khusus mengungkap relasi kuasa yang tercipta antara pemerintah desa dan BPD dalam menjalankan salah satu kewenangan desa yaitu pembangunan.

Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap relasi kuasa yang terbentuk antara pemerintah kota dan BPD dalam pembangunan yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kerangka Konseptual

Pola hubungan ini terjadi ketika kepala desa mendominasi/berkuasa dalam menentukan kebijakan desa dan BPD lemah. Hal ini dapat terjadi karena kepala desa meminggirkan BPD atau karena BPD pasif atau tidak memahami fungsi dan perannya, sehingga fungsi pengawasan BPD terhadap kinerja kepala desa tidak dilakukan oleh BPD. Dalam hal ini, pola hubungan antara kepala desa dan BPD terlihat berjalan harmonis sehingga memungkinkan terjadinya tindakan korupsi.

Anggota masyarakat kurang terlibat dan ketika ada pengaduan dari masyarakat, tidak ada tanggapan dari BPD maupun pemerintah desa. Hal ini dibuktikan dengan hubungan antara BPD dengan kepala desa yang sering terjadi ketidaksepakatan terhadap keputusan desa. Musyawarah desa dijalankan oleh pemerintah desa dan BPD tidak terlibat dalam rapat internal pemerintah desa.

Pemerintah desa merupakan pelaku sekaligus lembaga yang berwenang dan berhak mengatur, mengurus, dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Dalam menjalankan kewenangannya, pemerintah desa memiliki tiga fungsi yaitu: regulasi (public regulation), pelayanan publik (public goods) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa bersama perangkat desa akan selalu dinamis dan “bertatap muka” dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

BPD juga menjalankan fungsi menampung aspirasi masyarakat desa; mengawasi pekerjaan kepala desa dan mengadakan rapat desa.

Metode Penelitian

Sedangkan data sekunder adalah data yang sudah tersedia, misalnya dari perpustakaan atau data yang diperoleh dari tangan kedua, tangan ketiga, dll. Dalam penelitian ini peneliti mengamati dinamika Pemerintah dan BPKal Bangunjiwo serta pelaksanaan pembangunan di Desa Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini memadukan dua jenis wawancara, yaitu wawancara terbimbing dan wawancara mendalam.

Sedangkan wawancara mendalam dilakukan dengan cara bertanya dan menjawab secara bebas tanpa panduan pertanyaan (Raharjo, 2011:2). Dalam penelitian ini dokumentasi mengacu pada fakta-fakta yang tersimpan dalam RKKPal, RPJMCal dan profil Desa Bangunjiwo. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman mengenai model interaktif.

Reduksi data merupakan kegiatan meringkas, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting untuk dicari tema dan polanya.

Tabel 1. 1 Data Informan
Tabel 1. 1 Data Informan

PROFIL KALURAHAN BANGUNJIWO

Sejarah Kalurahan Bangunjiwo

Musyawarah ini melahirkan dan berdirinya sebuah kelurahan yaitu Desa Bangunjiwo hasil penggabungan beberapa kecamatan yaitu Desa Kasongan, Desa Sribitan, Desa Bangen dan Desa Paitan.

Geografis

Desa Bangunjiwo merupakan salah satu dari sekian banyak desa yang ada di Kabupaten Bantul Yogyakarta berdasarkan letak administratifnya. Sebelah Utara : Desa Tamantiro, Kapanewon Kasihan - Sebelah Selatan : Desa Guwosari, Kapanewon Pajangan - Sebelah Timur : Desa Tirtonitmolo, Kapanewon Kasihan - Sebelah Barat : Desa Triwidadi, Kapanewon Pajangan 2. Kelurahan Bangunjiwo memiliki luas 1.543,43 Ha dan memiliki topografi tinggi 81 mdpl dengan curah hujan rata-rata 11,69 mm/tahun/tahun.

Kelurahan Bangunjiwo berjarak sekitar 4 km dari ibu kota Kasihan, 8 km dari ibu kota Kabupaten Bantul dan 14 km dari kota DI Yogyakarta. Tabel di atas menunjukkan bahwa Desa Bangunjiwo dan Desa Bangunjiwo memiliki luas wilayah yang meliputi lahan kering seluas 861,87 ha dan penggunaan hutan seluas 236,43 ha. Dari sini terlihat bahwa lahan kering dan hutan mendominasi penggunaan lahan lainnya.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan
Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Demografi Kalurahan Bangunjiwo

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh. Pegawai negeri sipil, petani dan buruh mendominasi di Kecamatan Bangunjiwo, hal ini menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat Kecamatan Bangunjiwo berbeda-beda dan beragam. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa profesi pengusaha dan pengrajin merupakan salah satu profesi yang mendominasi di Desa Bangunjiwo.

Adanya potensi desa dengan potensi kawasan wisata dan produk seni menjadi salah satu hal yang mendorong masyarakat desa Bangunjiwo memilih kedua profesi tersebut yaitu berwirausaha dan pengrajin sebagai mata pencahariannya. Tingkat ekonomi sebagian besar penduduk Desa Bangunjiwo berada di atas rentan kemiskinan, namun masih ada penduduk yang hidup dalam kondisi hidup miskin.

Tabel 2. 3 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. 3 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Sarana dan Prasarana

Data di atas menjelaskan bahwa masjid dan mushola lebih dominan dibandingkan dengan gereja, yang berarti sebagian besar masyarakat Desa Bangunjiwo mayoritas beragama Islam. Memiliki banyak potensi dan berdampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat dengan adanya infrastruktur ini juga sangat bermanfaat dalam menjaga kesehatan masyarakat yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang baik. Data menunjukkan bahwa tingkat kepedulian pemerintah terhadap kesehatan penduduk balita dan lansia menjadi prioritas pemerintah, hal ini terlihat dari jumlah unit untuk lansia dan balita dengan total 46 unit. maka jumlah puskesmas adalah 1 unit, padahal puskesmas tersebut digunakan sebagai penunjang kesehatan masyarakat di Desa Bangunjiwo.

Tabel 2.6 Sarana dan Prasarana Pendidikan
Tabel 2.6 Sarana dan Prasarana Pendidikan

Lembaga Pemerintahan Kalurahan Bagunjiwo

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, secara keseluruhan analisis data berupa observasi, wawancara dalam menganalisis Power Relations Pemerintah Kalurahan dengan Badan Permusyawaratan Kalurahan Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta peneliti dapat menerima dan dapat memberikan beberapa saran yang dapat memberikan manfaat serta masukan kepada pemerintah desa. Namun BPKal dinilai kurang optimal karena pembahasan yang berlangsung terfokus pada hal-hal yang tidak terlalu menguntungkan kepentingan masyarakat Desa Bangunjiwo, sehingga pemerintah Kalurahan dan BPKal membangun relasi kuasa yang dikenang karena ikatan Keluarga. Relasi kuasa yang tercipta berdampak negatif bagi masyarakat Kecamatan Bangunjiwo dimana relasi keduanya telah mengabaikan kepentingan masyarakat.

Terdapat hubungan kekuasaan antara pemerintah Kelurahan dengan BPKal dalam pelaksanaan pembangunan karena adanya hubungan politik, serta kuatnya hubungan sosial. Relasi kuasa ini menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, kontrol BPKal terhadap kinerja pemerintah kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahannya, mengakibatkan pembangunan tidak merata dan pembangunan tidak terwujud, serta BPKal tidak ikut dalam musyawarah sehingga diwakili oleh masyarakat. pemimpin. Dalam hal ini, pola hubungan antara pemerintah Kalurahan dengan BPKal adalah bekerjasama agar dapat melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh peneliti dalam mengamati praktik perimbangan kekuasaan pemerintah desa dengan badan permusyawaratan desa di desa Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan pengaruh negatif terhadap sebagian besar elemen yang ada di desa tersebut. Bangunjiwo, oleh karena itu diperlukan upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan, meniadakan dan menekan kecenderungan praktik relasi kuasa yang timpang. BPKL perlu lebih produktif dalam mengadakan pertemuan masyarakat karena BPKal adalah penyelenggara pertemuan yang bertujuan untuk mengetahui saran masyarakat tentang pembangunan dan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pengurus desa. Semua pihak khususnya Pemerintah Kelurahan harus dapat memahami atau memahami status dan tugas masing-masing, yang kemudian dapat diarahkan oleh pihak yang bersangkutan agar dapat bertindak dan menjalin hubungan yang baik dan benar sesuai dengan tugas atau kewenangannya masing-masing. tanpa melampaui aturan yang telah ditetapkan.

Hubungan kekuasaan antara pemerintah kelurahan dengan BPKal dalam pengendalian dan tanggung jawab atas kinerja pemerintah kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Jika ada beberapa program pembangunan yang tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Bangunjiwo, apa yang akan dilakukan BPKal untuk memastikan program pembangunan tersebut tetap dilaksanakan. Bagaimana langkah strategis pemerintah kelurahan agar program-program yang belum terlaksana pada akhirnya tetap dilaksanakan.

KAJIAN DAN ANALISIS RELASI ANTARA BPKAL DAN

Kajian Data

Relasi Kekuasaan Pemerintah Kalurahan dan BPKal dalam Pelaksanaan

Relasi Kekuasaan Pemerintah Kalurahan dan BPKL dalam Pengawasaan

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sebagai penyelenggara musyawarah, BPKal dan pemerintah kecamatan sebagai pihak yang membiayai musyawarah memiliki hubungan yang baik dalam hal penyelenggaraan musyawarah. Hubungan keduanya menimbulkan banyak pertanyaan terkait minimnya dana dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Namun dana yang diberikan kepada kelurahan tersebut masih dikatakan belum mencukupi untuk pelaksanaan pembangunan.

Saran

Peran musyawarah desa dalam perencanaan pembangunan: studi kasus di Desa Tobalit Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara.

Gambar

Tabel 1. 1 Data Informan
Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan
Tabel 2.2 Penduduk Berdasarkan Tahun
Tabel 2. 4 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan   No  Tingkat Pendidikan  Jumlah Penduduk (Jiwa)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada permasalahan penelitian ini tentang peran komunikasi pemerintah dalam menjaga ketertiban umum pada masyarakat dengan lokasi studi pada pemerintah kalurahan bahu