19 BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian
3.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Kota Samarinda yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur menjadi tempat pada penelitian ini.
Sebanyak 672 lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini dibagi pada 6 puskesmas yaitu Puskesmas Sidomulyo, Puskesmas Bengkuring, Puskesmas Segiri, Puskesmas Remaja, Puskesmas Baqa, dan Puskesmas Trauma Center. Tujuan dari hasil penelitian ini untuk mengetahui persebaran hipertensi dan sedentary behaviour pada lansia serta mengetahui hubungan antara hipertensi dan sedentary behaviour pada lansia di Kota Samarinda.
3.1.2 Analisis Univariat
a. Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan terakhir dan Pekerjaan.
1) Jenis Kelamin
Tabel 3. 1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Laki – Laki 236 35,1
Perempuan 436 64,9
Total 672 100,0
Berdasarkan tabel 3.1 di atas diketahui gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa dari total 672 responden terdapat 236 responden berjenis kelamin laki – laki (35,1%) dan 436 responden berjenis kelamin perempuan (64,9%).
2) Usia
Tabel 3. 2 Ditribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
60 – 65 tahun 328 48,8
66 – 70 tahun 193 28,7
71 – 75 tahun 83 12,4
>75 tahun 68 10,1
Total 672 100,0%
Berdasarkan tabel 3.2 diatas diketahui bahwa persentase usia responden tertinggi terdapat pada kelompok usia 60 – 65 tahun (48,8%) dan persentase terendah terdapat pada kelompok usia >75 tahun (10,1%).
3) Pendidikan Terakhir
Tabel 3. 3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)
Tidak Sekolah 51 7,6
SD Sederajat 193 28,7
SMP Sederajat 171 25,4
SMA Sederajat 197 29,3
Perguruan Tinggi 60 8,9
Total 672 100,0
Berdasarkan tabel 3.3 didapatkan persentase tertinggi terdapat pada responden dengan pendidikan terakhir SMA Sederajat berjumlah 197 responden (29,3%) dan persentase terendah terdapat pada responden yang tidak sekolah berjumlah 51 responden (7,6%).
4) Pekerjaan
Tabel 3. 4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Tidak Bekerja 272 40,5
Wiraswasta 124 18,5
Buruh 76 11,3
PNS 23 3,4
IRT 177 26,3
Total 672 100,0
Berdasarkan tabel 3.4 didapatkan bahwa persentase tertinggi terdapat pada responden yang tidak bekerja berjumlah 272 responden (40,5%) dan persentase terendah terdapat pada responden dengan pekerjaan PNS berjumlah 23 responden (23%).
5) Puskesmas
Tabel 3. 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Puskesmas Puskesmas Frekuensi Persentase (%)
Remaja 126 18,8
Bengkuring 80 11,9
Segiri 107 15,9
Trauma Center 106 15,8
Baqa 102 15,2
Sidomulyo 151 22,5
Total 672 100,0
Berdasarkan tabel 3.5 didapatkan jumlah responden terbanyak pada Puskesmas Sidomulyo yaitu 151 responden (22,5%) dan responden tersedikit pada Puskesmas Bengkuring yaitu 80 responden (11,9%).
b. Karakteristik responden berdasarkan Hipertensi dan Sedentary Behaviour
1) Hipertensi
Tabel 3. 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hipertensi Penyakit Hipertensi Frekuensi Persentase (%)
Ya 438 65,2
Tidak 234 34,8
Total 672 100,0
Berdasarkan tabel 3.6 didapatkan jumlah responden yang memiliki penyakit hipertensi berjumlah 438 responden (65,2%) dan jumlah yang tidak memiliki penyakit hipertensi sebanyak 234 responden (34,8).
2) Sedentary Behaviour
Tabel 3. 7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sedentary Behaviour
Perilaku Sedentary Behaviour
Frekuensi Persentase (%)
Ya 323 48,1
Tidak 349 51,9
Total 672 100,0
Berdasarkan tabel 3.7 didapatkan jumlah responden yang memiliki perilaku sedentary behaviour berjumlah 323 responden (48,1%) dan yang tidak
memiliki perilaku sedentary behaviour sebanyak 349 responden (51,9%).
3.1.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah suatu hasil analisis untuk melihat hubungan antara dua variabel, yakni hubungan antara hipertensi dengan sedentary behaviour di Kota Samarinda.
Tabel 3. 8Distribusi Uji Chi Square hipertensi dengan sedentary behaviour pada lansia di Kota Samarinda
Sedentary Behaviour
Hipertensi
Total p-value
Ya Tidak
Ya 195
(60,4%)
128 (39,6%)
323 (100%)
0,015 Tidak 243
(69,9%)
106 (30,4%)
349 (100%)
Total 438
(65,2%)
234 (34,8%)
672 (100%)
Berdasarkan tabel 3.6 diperoleh hasil uji chi square menunjukkan sebanyak 672 responden, responden yang memiliki perilaku sedentary behaviour dan memiliki penyakit hipertensi berjumlah 195 responden (60,4%), responden yang memiliki perilaku sedentary behaviour dan tidak memiliki penyakit hipertensi berjumlah 128 responden (39,6%), responden yang tidak memiliki perilaku sedentary behaviour dan memiliki penyakit hipertensi berjumlah 243 (69,9%), dan yang tidak memiliki perilaku sedentary
behaviour dan tidak memiliki penyakit hipertensi berjumlah 106 responden (30,4%).
Hasil uji statistik chi square menunjukkan nilai p - value 0,015 atau p < 0,05, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dan sedentary behaviour pada lansia di Kota Samarinda.
3.1.4 Analisis Spasial
Tabel 3. 8 Persebaran Hipertensi dan Sedentary Behaviour pada puskesmas berdasarkan wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan
Hipertensi Sedentary Behaviour
Ya Tidak Ya Tidak
N % N % N % N %
Remaja Bandara 26 81,3 6 18,8 9 28,1 23 71,9
Temindung Permai 17 65,4 9 34,6 9 34,6 17 65,4
Gunung Lingai 51 75,0 17 25,0 32 47,1 36 52,9
Bengkuring Samarinda Timur 34 66,7 17 33,3 32 62,7 19 37,3
Samarinda Utara 22 75,9 7 24,1 14 48,3 15 51,7
Segiri Sidodadi 28 58,3 20 41,7 23 47,9 25 52,1
Dadi Mulya 38 64,4 21 35,6 31 52,5 28 47,5
Trauma Center
Tani Aman 33 67,3 16 32,7 27 55,1 22 44,9
Simpang Tiga 31 72,1 12 27,9 23 53,5 20 46,5
Sengkotek 10 71,4 4 28,6 7 50,0 7 50,0
Baqa Baqa 34 69,4 15 30,6 23 46,9 26 53,1
Gunung Panjang 5 27,8 13 72,2 10 55,6 8 44,4
Sungai Keledang 25 71,4 10 28,6 12 34,3 23 65,7
Sidomulyo Sungai Dama 9 50,0 9 50,0 6 33,3 12 66,7
Sidomulyo 23 60,5 15 39,5 20 52,6 18 47,4
Sidodamai 28 62,2 17 37,8 22 48,9 23 51,1
Pelita 8 32,0 17 68,0 11 44,0 14 56,0
Selili 16 64,0 9 36,0 12 48,0 13 52,0
Total 438 65,2 234 34,8 323 48,1 349 51,9
Berdasarkan tabel 3.8 Kelurahan dengan kasus hipertensi berdasarkan sedentary behaviour tertinggi yaitu Kelurahan Samarinda Timur dengan kasus hipertensi 66,7%
dan sedentary behaviour 62,7%, Kelurahan Tani Aman dengan kasus hipertensi 67,3% dan sedentary behaviour 55,1%, dan Kelurahan Simpang Tiga dengan kasus hipertensi 72,1% dan sedentary behaviour 53,1%.
Gambar 3. 1 Peta persebaran hipertensi berdasarkan sedentary behaviour
Berdasarkan gambar 3.1 diperoleh bahwa jumlah kasus hipertensi tertinggi berada pada Kelurahan Gunung Lingai yaitu kelompok 43 – 51 kasus. Jumlah kasus hipertensi terendah yaitu kelompok 5 – 14 kasus berada pad pada
Kelurahan Sengkotek, Gunung Panjang, Pelita, dan Sungai Dama.
Dapat dilihat bahwa perilaku sedentary behaviour merata di seluruh kelurahan pada wilayah kerja puskesmas.
Perilaku sedentary behaviour paling banyak berada pada wilayah kerja puskesmas Bengkuring yaitu Kelurahan Samarinda Timur berjumlah 32 orang (62,7%) dan wilayah kerja puskesmas Remaja yaitu Kelurahan Gunung Lingai berjumlah 32 orang (47,1%). Perilaku Sedentary Behaviour paling sedikit berada pada wilayah kerja puskesmas Remaja yaitu Kelurahan Bandara berjumlah 9 orang (28,1%).
Pada peta tersebut terlihat bahwa sedentary behaviour cenderung berkumpul pada wilayah Kelurahan Sidodadi dan Dadi Mulya yang merupakan wilayah kerja puskesmas Segiri, Kelurahan Bandara wilayah kerja puskesmas Remaja, Kelurahan Sidomulyo, Pelita dan Sidodamai yang merupakan wilayah kerja puskesmas Sidomulyo. Kelurahan – kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan kasus hipertensi persentase tinggi kecuali Kelurahan Pelita.
Kelurahan Pelita merupakan kelurahan dengan luas wilayah paling kecil yaitu 62,28 Ha dengan jumlah populasi lansia 25 orang. Sedangkan kelurahan dengan wilayah
terluas adalah Kelurahan Samarinda Utara yaitu 4200,43 Ha dengan jumlah populasi lansia sebanyak 29 lansia.
Persebaran kasus hipertensi dan di Kota Samarinda hampir merata dikarenakan dari 18 kelurahan pada wilayah kerja 6 Puskesmas, hanya 4 yang termasuk ke dalam kelompok kasus terendah.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisis Univariat
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan pada lansia di Kota Samarinda
1) Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa 64,9% responden berjenis kelamin perempuan dan 35,1% responden berjenis kelamin laki – laki.
Menurut (Jumita et al., 2017), Perempuan lebih mandiri dibandingkan laki-laki, yang berarti mereka hidup lebih lama dan lebih mandiri, lebih cenderung mengurus diri sendiri dan memiliki kerapuhan biologis yang lebih besar dibandingkan laki-laki.
2) Usia
Dari hasil penelitian menurut karakteristik responden didapatkan hasil jumlah responden tertinggi terdapat pada kelompok usia 60 – 65 tahun sebanyak 328 orang (48,8%) dan terendah pada kelompok usia >75 tahun sebanyak 68 orang (10,1%).
Menurut (Soleman et al., 2021), Penuaan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada manusia. Uban rambut hingga rabun mata adalah tanda penuaan biologis manusia. Salah satu efek dari peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia adalah banyaknyajumlah lansia di Indonesia.
3) Pendidikan Terakhir
Berdasarkan hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan pendidikan diperoleh bahwa 29,3% responden dengan pendidikan SMA Sederajat dan 7,6% responden dengan pendidikan tidak sekolah.
Menurut (Kurnia & Anis, 2020), lansia yang menamatkan tingkat pendidikan SMA ke atas biasanya adalah lansia yang bekerja di sektor formal dengan gaji yang relatif tinggi dan sebagian besar
memiliki jaminan hari tua untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di masa tua.
4) Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan pekerjaan diperoleh paling banyak responden tidak bekerja sebesar 40,5% dan paling sedikit responden bekerja sebagai PNS sebesar 3,4%.
Menurut (Kurnia & Anis, 2020), Lansia yang tidak bekerja di hari tua adalah mereka yang dahulunya bekerja di tempat yang baik dengan upah yang relatif tinggi dan memiliki uang untuk berinvestasi. Sehingga ketika mereka lebih tua, mereka tidak perlu bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga mereka.
5) Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan puskesmas diperoleh jumlah responden terbanyak pada Puskesmas Sidomulyo 22,5% dan responden tersedikit pada Puskesmas Bengkuring 11,9%.
Menurut (Putri, 2018), salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan nasional,
terutama di bidang kesehatan, adalah tingginya Usia Harapan Hidup (UHH). Dalam membantu lansia agar tetap sehat, mandiri, dan produktif, pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa mereka memiliki akses ke layanan kesehatan yang memadai.
Hal ini diperkuat oleh Pasal 138 Undang-Undang No.
36 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa tujuan pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia adalah untuk memastikan mereka tetap hidup dalam kondisi kesehatan dan produktif secara sosial dan ekonomi sesuai dengan martabat manusia.
b. Karakteristik responden berdasarkan hipertensi dan sedentary behaviour
1) Hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian karakterikstik responden berdasarkan hipertensi dan sedentary behaviour diperoleh hasil bahwa terdapat 65,2%
responden yang memiliki penyakit hipertensi dan 34,8% responden yang tidak memiliki penyakit hipertensi.
Menurut (Meriyani, 2020), kejadian hipertensi atau tekanan darah tinggi, meningkat seiring bertambahnya usia. Ini disebabkan oleh perubahan
struktural dan fungsional yang terjadi pada sistem pembuluh darah perifer selama masa tua, yang menyebabkan perubahan tekanan darah.
2) Sedentary Behaviour
Berdasarkan hasil penelitian karakterikstik responden berdasarkan sedentary behaviour diperoleh bahwa terdapat responden yang memiliki perilaku sedentary behaviour sebanyak 48,1% dan responden yang tidak memiliki perilaku sedentary behaviour sebanyak 51,9%.
Menurut (Waromi et al., 2022), Sebagian besar waktu luang lansia dihabiskan untuk perilaku sedentary, yang berarti kurangnya waktu untuk beraktivitas fisik. Kegiatan fisik adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari dan mengkonsumsi energi dalam kategori ringan, sedang, atau berat.
3.2.2 Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil uji chi square bahwa penyakit hipertensi mempunyai hubungan yang bermaksa dengan sedentary behaviour diperoleh p – value yaitu 0,015.
Menurut (Ananta, 2023), perilaku sedentary behaviour dapat meningkatkan risiko hipertensi hingga terjadi kematian.
Detak jantung orang yang kekurangan aktivitas fisik akan
lebih cepat dan semakin cepat detak jantung seseorang maka jantung akan semakin keras bekerja untuk tiap kontraksi dan desakan pada dinding arteri juga semakin kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Apriliani et al., 2021), bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara hipertensi dengan sedentary behaviour dan didapatkan p – value 0,0434. Gaya hidup menjadi faktor yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Sedentary behaviour adalah jenis gaya hidup dimana seseorang kurang melakukan gerak atau kegiatan fisik yang berarti.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian (Oematan, 2016), terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas sedentary dengan kejadian hipertensi dan diperoleh p – value 0,011. Selain memainkan peran penting dalam pengeluaran energi, aktivitas fisik juga membantu peredaran darah dan sirkulasi oksigen dalam tubuh. Kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup yang tidak aktif juga berkontribusi pada peningkatan berat badan.
Penelitian ini juga didukung dengan penelitian (Ali &
Sumardiyono, 2019), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan sedentary behaviour yaitu p = 0,028. Tekanan darah seseorang sangat
dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Orang yang tidak aktif melakukan kegiatan cenderung memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi, sehingga otot jantung memompa dengan lebih keras. Akibatnya, tekanan yang dibebankan pada arteri meningkat karena otot jantung memompa dengan lebih sering.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Hasnawati et al., 2017), memperoleh hasil uji statistik chi square p = 0,000 maka artinya ada pengaruh antara kebiasaan sedentary behaviour terhadap kejadian hipertensi. Peningkatan insiden PTM ini sangat erat terkait dengan gaya hidup yang tidak sehat, salah satunya adalah pola hidup yang tidak bergerak.
Kemajuan teknologi juga membantu gaya hidup yang tidak sehat, seperti kemudahan belanja online yang membuat masyarakat malas bergerak.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian (Beunza et al., 2007), bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan sedentary behaviour yaitu p – value 0,03 (p<0,05). Menurut penelitian ini, individu yang berperilaku sedentary dapat mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berolahraga, yang berpotensi meningkatkan risiko terkena hipertensi.
Pada penelitian ini faktor usia sangat mempengaruhi tingginya hipertensi di Kota Samarinda sehingga banyak ditemukan kelompok lanjut usia di Kota Samarinda yang menggunakan alat bantu jalan seperti tongkat sehingga kesulitan untuk bergerak atau beraktivitas. Oleh karena itu, masih banyak kelompok lanjut usia yang kurang melakukan aktivitas fisik atau masih memiliki kebiasaan sedentary.
Kelompok lanjut lansia di Kota Samarinda banyak yang sudah tidak bekerja sehingga cenderung memiliki banyak waktu untuk berdiam diri di rumah dan tidak melakukan aktivitas apapun.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat lansia yang memiliki penyakit hipertensi tetapi tidak memiliki perilaku sedentary behaviour sebanyak 69,9%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi tekanan darah salah satunya yaitu gaya hidup lansia seperti kebiasaan merokok, alkohol, dan pola makan.
Berdasarkan penelitian (Ridwan & Nurwanti, 2016), terdapat hubungan antara gaya hidup dengan hipertensi pada lansia. Gaya hidup yang kurang baik merupakan faktor terjadinya hipertensi. Hal ini diperoleh bahwa pola makan yang salah merupakan 4 kali lipat faktor resiko terhadap
kejadian hipertensi. Selain itu perilaku merokok yang termasuk dalam konsumsi zat beracun juga berpengaruh pada terjadinya hipertensi.
Sedentary behaviour bukan menjadi satu – satunya alasan bagi lansia dapat mengidap hipertensi. Lansia – lansia di Kota Samarinda mungkin banyak yang memiliki gaya hidup yang tidak baik seperti pola makan yang salah dan kebiasaan merokok sehingga dapat berpengaruh pada tekanan darah.
3.2.3 Analisis Spasial
Penelitian ini memperoleh hasil persebaran kasus hipertensi di Kota Samarinda hampir merata dikarenakan dari 18 kelurahan pada wilayah kerja 6 Puskesmas, hanya 4 yang termasuk ke dalam kelompok kasus terendah.
Persentase tertinggi kasus hipertensi berdasarkan sedentary behaviour yaitu pada Kelurahan Samarinda Timur, Simpang Tiga, dan Tani Aman yang merupakan kelurahan pada wilayah kerja Puskesmas Bengkuring dan Puskesmas Trauma Center.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa kelurahan – kelurahan tersebut mayoritas lansianya sudah tidak bekerja, sehingga memiliki banyak waktu luang untuk berdiam diri dirumah dan tidak melakukan kegiatan atau aktivitas apapun.
Pada Kelurahan Sidodadi, Dadi Mulya, Bandara, Sidomulyo, Pelita dan Sidodamai memiliki perilaku sedentary yang berkumpul dikarenakan letak kelurahan yang berdekatan dan luas wilayah yang cenderung tidak terlalu luas sehingga terjadi kepadatan penduduk dan memiliki kebiasaan hidup yang sama.
Pada Kelurahan Dadi Mulya dan Sidomulyo lansia paling banyak yang sudah tidak bekerja sedangkan pada Kelurahan Bandara, Sidodadi, dan Pelita paling banyak lansia yang menjadi IRT (Ibu Rumah Tangga) ditinjau dari karakteristik memang pada kelurahan – kelurahan ini mayoritas lansia berjenis kelamin perempuan.
Hal ini dapat dilihat juga pada Kelurahan Samarinda Utara dengan kelurahan yang memiliki luas wilayah 4200,43 Ha dengan populasi lansia 29 orang berarti tidak terjadi kepadatan penduduk sehingga kemungkinan untuk memiliki kebiasaan yang sama tidak terjadi ditinjau dari angka sedentary behaviour yang seimbang antara sedentary dan tidak sedentary. Luas wilayah pada kelurahan ini juga berkemungkinan berpengaruh pada cakupan kerja puskesmas sehingga banyak lansia yang tidak terdata dikarenakan wilayah yang cukup luas.
Pada masyarakat lansia, seringkali terlihat perbedaan aktivitas fisik antara masyarakat desa (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Lansia di desa biasanya masih bekerja di pertanian, membutuhkan aktivitas fisik berat seperti mencangkul, membawa beban berat, dan berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh, daripada lansia di kota. Sebagian besar lansia di kota adalah pekerja yang telah pensiun, sehingga mereka biasanya menghabiskan waktu dengan aktivitas fisik ringan. Selain itu, ada banyak teknologi dan fasilitas yang tersedia di kota-kota, sehingga lansia di kota dapat melakukan lebih sedikit aktivitas dibandingkan dengan lansia di desa.
Baik aktivitas sehari-hari dan aktivitas fisik yang dilakukan oleh lansia di desa maupun di kota dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Faktor lain adalah bahwa lansia di kota dan desa biasanya melakukan aktivitas fisik ringan, sebagian besar di bidang bisnis, pendidikan, dan perdagangan. Mereka juga memiliki bantuan dari fasilitas yang tersedia di kota. Berbeda dengan lansia di desa yang bekerja di ladang atau sawah yang jauh dan harus mengeluarkan lebih banyak energi karena tidak ada fasilitas penunjang.
Menurut (Katarina & Syamruth, 2022), pemetaan penyakit hipertensi dengan menggunakan aplikasi Qgis dapat menganalisis wilayah dengan prevalensi penderita hipertensi paling berisiko untuk dilakukan pengendalian penyakit dan peningkatan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini tindakan preventif untuk mengatasi masalah kesehetan di suatu wilayah.
Hasil sistem informasi geografis dalam penelitian ini menyajikan laporan berbasis geografis yang sangat dibutuhkan di berbagai pelayanan kesehatan terutama puskesmas – puskesmas di Kota Samarinda.
Penulis menyadari keterbatasan penelitian dan kekurangan dalam penelitian ini antara lain, metode penelitian ini terkendala konsentrasi responden pada saat menjawab pertanyaan kuesioner dikarenakan fungsi pendengaran yang menurun. Untuk mengurangi keterbatasan ini penelitian dilakukan pada saat pasien telah menyelesaikan pemeriksaan. Dalam penelitian ini juga memiliki keterbatasan karena ukuran sampel yang besar sehingga membutuhkan waktu yang cenderung lama untuk menyelesaikan penelitian.
Keterbatasan pada penelitian ini juga terdapat pada rancangan penelitian cross sectional yaitu rancangan
penelitian ini tidak dapat mengukur hubungan sebab akibat.
Sehingga tidak dapat diketahui lansia di Kota Samarinda lebih dahulu menderita hipertensi atau perilaku sedentary behaviour.