Selain itu, banyak dugaan pelanggaran UU ITE yang sebagian besar merupakan pelanggaran UU ITE terkait pasal 27 ayat (3) UU ITE. Hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut mengapa terdapat pro dan kontra terhadap Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan bagaimana perspektif siyāsah tasyrî‟iyyah terhadap Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Hasil penelitian ini, pertama, munculnya kelebihan dan kekurangan Pasal 27 ayat (3) UU ITE akibat adanya perbedaan kepentingan hukum terhadap Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Ta’Marbutah di Akhir Kata 1. Bila dimatikan maka ditulis h
Vokal Pendek ﹷ
Vokal Panjang Fathah + Alif
Vokal Rangkap Fathah + ya‟ mati
Vokal Pendek Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof ﺃﺃ
Kata Sandang Alif dan Lam
Penelitian Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat Ditulis menurut penelitiannya
Sejak UU ITE terbit pada tahun 2008, banyak masyarakat yang terjerat UU ITE, kemudian pada tahun 2016 dilakukan pengujian UU ITE karena untuk menjamin penghormatan dan pengakuan terhadap kebebasan orang lain serta untuk memenuhi keadilan. jaminan sesuai dengan penilaian ketertiban dan keamanan masyarakat dalam masyarakat demokratis, dengan tujuan menciptakan ketertiban umum, keamanan hukum, dan keadilan.2 Secara khusus, pasal 27 ayat (3) UU ITE sebagai pasal yang mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau penghinaan melalui media elektronik. Pasca revisi UU ITE tahun 2008, terjadi perubahan penjelasan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yakni Pasal 27 ayat (3) seharusnya mengacu pada KUHP. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mengurangi pelanggaran yang terjadi di dunia maya, menurut data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) bahwa pada tahun 2018 terjadi peningkatan pelanggaran UU ITE yaitu sebanyak 292 putusan dibandingkan hingga tahun 2017 yang hanya berjumlah 140 kasus. .
Pada tahun 2018, jumlah ini meningkat menjadi 2.552 kasus laporan pelanggaran UU ITE dan sekitar 1.177 kasus terkait dugaan pencemaran nama baik dan/atau penghinaan. 4 Rifa Yusya Adulah, Terjebak Pasal Karet UU ITE, https://m.merdeka.com/khas/terjerat-Pasal-karet-uu-ite-midreport.html diakses pada 23 Desember 2020. 5 Nomor UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 27 ayat (3).
Dalam banyak kesempatan, UU ITE tampil sebagai alat untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan “UU ITE mengandung pasal karet yang bisa disalahgunakan.” 10 Cholastica gerintya, “Betapa kecilnya peluang lolos dari jerat UU ITE”, Https://tirto.id/betapa-besarnya-peluang-untuk-lepas-dar-jerat-uu-ite-cVUm , akses Oktober 25, 2020.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sangat penting karena pasal ini dianggap sebagai pasal karet. Meutya Hafid, pasal pencemaran nama baik, tidak perlu diatur dalam UU ITE karena sudah diganti KUHP. 12. 11 Vindry Florentin, “Pemerintah diminta menghapus pasal karet UU ITE” Https://Nasional-tempo-co.cdn.ampproject.org/v/s/nasional.tempo.co/amp/1143103/govt -desak -melepas -pasal - karet-UU-ITE. Dari pemaparan di atas, sangat menarik untuk dikaji lebih dalam kaitannya dengan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, dengan banyaknya pemberitaan kasus mengenai pencemaran nama baik dan/atau penghinaan melalui media elektronik serta kejahatan kehadiran. Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menimbulkan pertanyaan sebenarnya apa yang salah dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Rumusan Masalah
Untuk menjawab permasalahan ini, perlu dikaji mengapa terdapat kelebihan dan kekurangan Pasal 27 ayat 2. 3, dalam UU No.
Tujuan dan Kegunaan
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini kami belum mengkaji kelebihan dan kekurangan Pasal 27(3) UU HEI. Ridhlo mengadopsi pendekatan hukum Islam, sehingga peneliti kali ini mengambil pendekatan dari sudut pandang siyāsah tashrî‟iyah.16. 16 Ali Ridhlo, “Revisi Hukum Islam Tentang Pencemaran Nama Baik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Skripsi Jurusan Jinayah Siyasah, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2010.
Tesis yang disusun Irfan membahas tentang revisi hukum Islam Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Hasil penelitiannya adalah kehadiran UU IT sangat penting untuk menjamin kepastian hukum. Selain itu, penerapan pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak berjalan sesuai harapan, karena penerapannya disalahgunakan oleh oknum tertentu.
Selain itu, hadirnya Pasal 27 ayat 3 UU ITE dinilai sebagai pasal yang menghambat kebebasan berpendapat.18 Penelitian yang dilakukan Irfan berbeda dengan penelitian yang akan diteliti dalam penelitian kali ini, Irfan lebih mengemukakan penekanannya pada penerapan Pasal 27(3) UU ITE, menurutnya. Hukum Islam tidak menyebutkan kelebihan dan kekurangan Pasal 27(3) UU ITE, dan penelitian yang dilakukan Reza sama sekali tidak menyebutkan siyāsah tashrî'iyah. Tesis yang disusun Marissa Amalina Sharif Harahap ini mengkaji peran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan. 11 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).” Skripsi Perbandingan Sekolah dan Hukum, Fakultas Hukum Syariah, Universitas Islam Negeri Lauddin, Makassar (2017).
19 Tidak ada pembahasan dalam penelitian Merissa mengenai pro dan kontra Pasal 27(3) UU ITE dan bagaimana pendapat tashrî'iyah siyāsah terhadap Pasal 27(3) seperti yang disoroti oleh peneliti saat ini.
Kerangka Teori
Implementasi dari undang-undang ini adalah apakah mampu menyelesaikan kejahatan siber di Indonesia, apakah ketentuan hukum pidana mampu menandingi kejahatan siber, serta hambatan-hambatan yang mungkin ada untuk menegakkan UU No. Hasil penelitian adalah, bahwa informasi dan teknologi komunikasi mengalami kendala dalam penggunaannya, hal ini dapat menimbulkan kemungkinan kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan media elektronik yaitu cybercrime. Lambat laun seiring berjalannya waktu (masa berlakunya) terlihat bahwa hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya tidak ditetapkan sekaligus dalam satu undang-undang, melainkan ditentukan secara terpisah.
Hikmah penetapan undang-undang secara bertahap adalah secara bertahap mudah untuk memahami isi undang-undang, materi demi materi, dan mudah untuk memahami undang-undang secara lengkap berdasarkan peristiwa dan situasi yang memerlukan pengambilan hukum.20. Padahal hukum-hukum tersebut hanya ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan syarat-syarat hukum yang diperlukan dan keputusan-keputusan hukum serta peristiwa-peristiwa hukum yang memerlukan adanya hukum, dan hukum-hukum tersebut tidak ditetapkan untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan yang timbul. fardu atau untuk memisahkan perselisihan 21 3. Tujuan dibuatnya hukum adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia 23 Pada masa Nabi diturunkan aturan-aturan hukum yang setiap saat memuat aturan-aturan yang dibatalkan jika keadaan mengharuskan dan diganti dengan aturan-aturan baru.
Pendekatan hukum normatif merupakan suatu metode penelitian hukum yang digunakan untuk mengkaji bahan pustaka atau bahan sekunder yang berkaitan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yang dalam hal ini peneliti berhadapan dengan teks-teks atau data-data yang bersifat pemakai langsung yang terdapat di perpustakaan. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer, misalnya teks akademik, buku, hasil penelitian, website, jurnal, pendapat hukum, putusan pengadilan dan data yang berkaitan dengan pencemaran nama baik melalui media elektronik atau Pasal 27 ayat (3 ). ) UU No.
Data-data tersebut akan dianalisis secara kualitatif guna menjawab rumusan masalah yang menjadi kesimpulan penelitian ini.
Sistematika penulisan
Permasalahan tersebut akan dianalisis pada II. BAB yang selanjutnya akan disajikan pada bab IV. BAB untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah dalam penelitian kepustakaan ini. 11 Tahun 2008 tentang ITE, sejarah terbentuknya UU ITE dan koordinasi UU ITE dengan undang-undang lain, dan bab ini juga memuat informasi kelebihan dan kekurangan Pasal 27 ayat (3) UU No. Pada BAB IV terdapat bab analisis yang akan menganalisis pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini untuk memperoleh penemuan atau jawaban dari rumusan masalah sehingga dapat diambil kesimpulan.
Sesuai dengan rumusan masalah, BAB IV menganalisis kelebihan dan kekurangan pasal pencemaran nama baik yang diatur dalam UU ITE, serta pandangan siyāsah tashrî'iyah terhadap pasal 27 ayat. 3, dalam UU No. Kesimpulan merupakan rangkuman dari keseluruhan pembahasan, yang berisi jawaban singkat terhadap rumusan masalah yang menjadi bagian ini. Kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka yang memuat referensi atau literatur yang digunakan dalam penelitian ini.
Pada bagian akhir penelitian ini akan dilampirkan lampiran-lampiran yang mendukung kegiatan penelitian ini dan pada halaman terakhir disertai CV (CV) dari penulis. Munculnya pro dan kontra terhadap Pasal 27 ayat (3) UU ITE disebabkan adanya perbedaan kepentingan hukum terhadap Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pihak yang Pro berpendapat untuk melindungi kehormatan dan martabat seseorang yang merupakan hak asasi manusia, sedangkan pihak Kontra berpendapat untuk melindungi kebebasan berpikir dan/atau berekspresi yang merupakan hak asasi manusia.
Kebijakan pemberlakuan Pasal 27(3) UU ITE sesuai dengan asas siyasah tashri'iyah adalah ada asas yang sudah terpenuhi dan ada asas yang belum terpenuhi, asas yang sudah terpenuhi. adalah asas pembentukan hukum secara bertahap, sedangkan asas memperkecil penciptaan. Dalam politik, dalam penetapan hukum, asas pemberian manfaat dan keringanan, serta asas pemberlakuan hukum untuk kemaslahatan manusia tidak terpenuhi. terkait pencemaran nama baik dan/atau penghinaan melalui media elektronik (Ayat 3 Pasal 27 UU ITE).
Saran
- BUKU/FIKH
- Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
- Putusan pengadilan
- Jurnal/Karya Ilmiah
Taufiq, Muhammad, UU Informasi dan Transaksi Elektronik Bukan UU Subversi, Yogyakarta: MTP Law Firma Bersama Mahasiswa Pustaka, 2020. UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ali Ridhlo, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pencemaran Nama Baik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Skripsi Jurusan Jinayah Siyasah, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2010.
Indra Satriani, “Kedudukan UU ITE dan Fatwa MUI Serta Implementasinya Bagi Pengguna Media Sosial di UIN Alauddin Makassar”. Marissa Amalina Sharif Harahap “Analisis Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam Cybercrime” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Jakarta (2012). Muhammad Rizki Kurniawan Fareza, “Review Fiqih Siyasah Menebar Kebencian di Medsos Berdasarkan UU No.
Mengapa pasal 27 ayat 3 UU ITE dipertahankan? =Semua halaman diakses 25 Oktober 2020. Cholastica gerintya, "Betapa kecilnya peluang untuk lepas dari jebakan UU ITE", Https://tirto.id/betapa- minimalnya-peluang-untuk-lepas-dar-jerat -uu -ite- cVUm, diakses 25 Oktober 2020. Damar Juniarto, "Laporan Tahunan SAFEnet 2018: Jalan Panjang Memperjuangkan Hak Digital," https://s.id/lapsafenet2018-diakses 17 Juli 2020.
Hieriej, “Batasan Kebebasan Berekspresi dan Menyampaikan Pendapat Ditinjau dari UU ITE” Webinar Keluarga Magister Fakultas Hukum UGM, 31 Oktober 2020. Leski Rizkinaswara, “Melihat Sejarah UU ITE di Tok-tok Kominfo, Https://aptika.kominfo.go.id/2019/02/menilik-histori-uu-ite-tok-tok-kominfo-13/, diakses 2 Oktober 2020. Rifa Yusya Adulah, terjebak dalam artikel karet UU ITE, https://m.merdeka.com/khas /terjerat-pasal-karet-uu-ite-midreport.html diakses 23 Desember 2020.