• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam

N/A
N/A
Balqis nurilahi Balqis

Academic year: 2023

Membagikan "Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM

Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam

Di Susun Oleh :

Balqis Nurilahi (2223110004) Fenty Anggraeni (2223110032) Renaldy Apriyanto (2223110026)

Dosen Pengampu : Samsul Ma’arif, M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS FATMAWATI SUKARNO BENGKULU TAHUN AJARAN 2022/2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada awalnya, filsafat dianggap sebagai induk ilmu pengetahuan karena dapat menjawab berbagai pertanyaan tentang segala hal, baik yang berhubungan dengan alam semesta maupun manusia. Namun, seiring perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta disiplin ilmu baru dengan spesialisasinya, peran dan fungsi filsafat berubah.

Filsafat hukum Islam dimulai dengan doktrin Islam yang memungkinkan ijtihad, yaitu pendekatan akal dalam mengambil keputusan hukum jika tidak ada dalil yang pasti. Setelah wafatnya Nabi, para sahabat terutama Umar bin Khattab

melanjutkan praktik ijtihad. Istilah filsafat hukum digunakan di lingkungan fakultas hukum, sedangkan pada zaman Hindia Belanda dahulu istilah yang digunakan adalah wijsbergeete van recht atau recht philosofie. Para pakar hukum Jerman menggunakan istilah philosopie des recht.

Perkembangan filsafat hukum Islam semakin menunjukkan arti pentingnya seiring dengan munculnya argumen teleologis yang memainkan peran penting dalam konsepsi teistik mengenai alam semesta. Argument teleologis merupakan salah satu dari tiga argumen pokok untuk Allah.

Etika teleologis merupakan tren dalam filsafat moral yang masih berlaku di seluruh dunia hingga saat ini dan mengandung unsur-unsur naturalisme etik dan idealisme obyektif. Moralitas dalam etika teleologi hanya dapat dipahami jika dilihat dari maksud atau tujuannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta disiplin ilmu baru dengan spesialisasinya membuat filsafat berubah fungsi dan perannya menjadi lebih fokus pada kajian-kajian yang lebih mendalam dan spesifik. Namun, filsafat masih tetap relevan karena dapat memberikan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang aspek-aspek kehidupan yang tidak hanya terbatas pada aspek ilmiah.

Perkembangan filsafat hukum Islam semakin menunjukkan arti seiring dengan munculnya argumen teleologis, yang merupakan salah satu dari tiga argument pokok untuk Allah. Etika teleologis, yang merupakan suatu tren dalam

(3)

filsafat moral, mengandung unsur-unsur naturalisme etik dan idealisme obyektif.

Menurut etika teleologi, moralitas hanya dapat dipahami jika didasarkan pada suatu maksud atau tujuan. Secara keseluruhan, filsafat hukum dan etika teleologis terus berkembang dan memberikan kontribusi penting dalam pemahaman kita tentang alam semesta dan aspek-aspek kehidupan lainnya.

A. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam ? b. Bagaimana Perkembangan Filsafat Hukim Islam?

B. Tujuan

a. Untuk mengetahui pertumbuhan filsafat hukum islam.

b. Untuk mengetahui perkembangan filsafat hukum islam.

C. Manfaat

a. Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengetahui tentang pertumbuhan filsafat hukum islam.

b. Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengetahui tentang perkembangan filsafat hukum islam.

c. Makalah ini bermanfaat bagi penulis sebagai bahan penelitiannya.

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Pertumbuhan filsafat hukum islam

Ijtihad ialah berupaya serius dalam berusaha atau berusaha yang bersungguh- sungguh.1 Sejarah telah menunjukan bahwa Nabi Saw, telah membolehkan berijtihad dalam upaya menetapkan suatu hukum, kebolehan itu dimaksud tercantum dalam hadis Nabi Saw., ketika Nabi mengutus Mu’az bin Jabal sebagai

hakim di Yaman:

لاقق نمیلا ىلإ اذاقعم ثعبی نأ دارأ اقمل ملقسو هقیلع ا ىلقص ا لوسر نأ اذإ يضقت فیك

ةنسبف لاق ا باتك يف دجت مل نإف لاق ا باتكب يضقأ لاق ءاضق كل ضرع ا ىلقص ا لوقسر ةنس يف دجت مل نإف لاق ملسو هیلع ا ىلص ا لوسر لاق ا باتك يف لو ملسو هیلع

ولآ لو يیأر دھتجأ Artinya:

Bahwasannya Rasulullah Saw, ketika mengutus Mu’adz ke Yaman bersabda:

“Bagaimana engkau akan menghukum apabila datang kepadamu satu perkara ?”. Ia (Mu’adz) menjawab : “Saya akan menghukum dengan Kitabullah”. Sabda beliau :

“Bagaimana bila tidak terdapat di Kitabullah ?”. Ia menjawab: “Saya akan menghukum dengan Sunnah Rasulullah”. Beliau bersabda: “Bagaimana jika tidak terdapat dalam Sunnah RasulullahIa menjawab : “Saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur…”.

Berijtihad dengan menggunakan akal dalam permasalahan hukum Islam, yang pada hakikatnya merupakan pemikiran falsafi dan itu direstui atau disetujui oleh Rasulullah Saw, bahkan lebih tegas lagi Allah menyebutkan, bahwa menggunakan akal dan pikiran atau berpikir falsafi itu sangat perlu dalam memahami berbagai persoalan. Sebagaimana allah telah berfirman dalam QS. Albaqarah 2/179.

Yang berartikan :

1 Agus Miswanto. Ushul Fiqh Metode Ijtihad Hukum Islam Jilid 2. Magelang: Unimma Press 2019 Hal. 11

(5)

Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang- orangyang berakal, supaya kamu bertakwa.Ayat tersebut menurut Fathu Rahman Djamil, menunjukkan bahwa menggunakan akal pikiran dalam mengungkap

makna yang terkandung dalam syariat sesuai dengan petunjuk Alquran bahkan termasuk yang dianjurkan. Pemikiran yang tentang syariah atau bahkan hukum Islam melahirkan filsafat hukum Islam. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M.2

Izin Rasulullah kepada Muadz untuk berijtihad sebagaimana hadis tersebut di atas merupakan awal lahirnya filsafat Hukum Islam. Pada masa Rasul segala persoalan diselesaikan dengan wahyu. Ketika saat itu ijtihad salah, maka dibenarkan dengan turunnya wahyu. Namun ketika Rasulullah Saw wafat, wahyupun telah berhenti turun, maka akal dengan pemikiran falsafahnya berperan, baik dalam perkara yang ada nashnya, maupun yang tidak ada nashnya.

Setelah wafatnya Rasul tentu berbagai persoalan baru yang muncul harus tetap mendapatkan kepastian hukum-hukumnya, olehnya itu posisi ijtihad semakin kuat poisisinya dan semakin mendapat tempat. Ijtihad tidak lain adalah pemikiran yang mendalam juga merupkan pemikiran falsafi. ijtihad dapat menjadikan syari’at menjadi subur dan kaya serta memberikan kemampuan untuk memegang kendali kehidupan kearah jalan yang diridhai Allah SWT.3 berijtiihad dengan menggunakan akal dalam permasalahan hukum Islam, yang pada hakikatnya merupakan pemikiran falsafi itu, direstui oleh Rasulullah.4 Pemikiran falsafi terhadap hukum Islam

yang nashnya, bermula dari khulafa al-Rasyidin terutama ijtihad Umar bin Khattab.

Contoh penghapusan penerapan hukum potong tangan bagi pencuri pada masa paceklik, zakat bagi mualaf, penetapan talak yang langsung jatuh

talak tiga bagi setiap suami yang metalak istrinya, dan lain lain yang dilakukan Umar, telah menunjukkkan adanya penerapan hukum dengan berdasarkan argumen teleologi, yang tidak lain adalah corak atau bentuk pelaksanaan pendekatan filsafat terhadap penetapan Hukum Islam.

2 Siti, Zubaidah. Sejarah Petadaban Islam. Medan: Perdana Publishing. 2016. Hal. 121 3 Sholehah, M. Urgensi Ijtihad Dalam Hukum Islam.2017.

4 Ahmad, Junaidi, Filsafat Hukum Islam, Jember: Stain Jember Press, Hal. 2

(6)

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa ijtihad dari segi urutan hukum itu menempati urutan ketiga setelah sunnah. Hukum diciptakan oleh Allah Swt, untuk mememlihara ketertiban dan kesajahteraan masyarakat, sementara masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Olehnya itu pengertian dan pelaksanaan hokum harus sesuai dengan keadaan yang ada, hal itu berarti bahwa asas dan prinsip hokum harus sesuai dengan keadaan yang ada, itu artinya asas dan prinsip hokum tidaklah berubah tetapi cara penerapannya harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, perubahan suasana dan perubahan kebutuhan hidup.

Pada dasarnya kemaslahatan sebagai asas dan keadilan sebagai priinsip harus selalu menjadi tujuan dari hukum Islam5.

B. Perkembangan Filsafat Hukum Islam

Kegiatan penelitian terhadap hukum Islam telah banyak dilakukan oleh para ulama yang dikenal dengan sebutan ushul fiqh. Ulama generasi awal yang sudah

melakukan kegiatan ijtihad ini dikenal dengan sebutan imam empat mazhab,

yaitu Malik ibn Anas, Abu Hanifah, Asy Syafi’iy dan Ahmad bin Hambal.

Perijtihadan imam mazhab juga tidak lepas dari pola berpikir kefilsafatan para sahabat, jadi jelas yang dilakukan adalah sistematisasi filsafat hukum sahabat.6 Kegiatan filsafat hukum Islam ini terus berlanjut oleh generasi berikutnya. Al- Juwaini yang dikenal sebagai ulama ushul fiqh generasi awal menekankan pentingnya memahami maqashid al-syariah (tujuan hukum) dalam menetapkan hukum. Ia secara tegas menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan mampu

menetapkan hukum dalam Islam sebelum ia dapat memahami dengan benar tujuan Allah menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangannya. Kemudian ia mengaitkan tujuan hukum tersebut dalam kaitannya pada pembahasan ‘illah dalam masalah qiyas. Menurut pendapatnya, dalam kaitan dengan ‘illah, ashl dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu daruriyat, hajiyyat, dan makramat. Kerangka berpikir al-Juwaini diatas dikembangkan oleh muridnya al-Ghazali. Dalam

kitabnya Syifa’ al-Ghalil, Ghazali menjelaskan maksud syariat dalam kaitannya

5 Darmawati, Filsafat Hukum Islam, Sulawesi: quantum Mizan, 2019, Hal.8.

6 Syahrizal Abbas, dkk. Filsafat Hukum Islam, Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2021. Hal. 50

(7)

dengan pembahasan al-munasabat almashlahiyat dalam qiyas. Sementara dalam kitabnya yang lain ia membicarakannya dalam pembahasan istishlah. Menurut al-Ghazali, mashlahat adalah memelihara maksud al- (pembuat hukum). Kemudian ia memerinci mashlahat itu menjadi lima, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Karena setiap aturan hukum islam selalu mengedepankan aspek tujuan ini, syariat islam bertujuan menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. penerapan hukum Islam agar mencapai tujuannya yang paling mendekati kemaslahatan umat manusia dan menjauhkan dari kerusakan.7

Pada era sekarang, kegiatan berfilsafat (ijtihad) dalam hukum Islam ini telah dinaungi dalam sebuah organisasi keislaman yang bertugas mencari ketetapan hukum terhadap masalah-masalah baru yang terdapat di dalam masyarakatnya. Jumhur ulama sepakat bahwa apabila dalam nas tidak dijumpai hukum yang akan diterapkan pada suatu kasus, maka seorang mujtahid boleh melakukan ijtihad sesuai dengan metode yang telah disepakati bersama.8

Pertumbuhan Filsafat Ilmu Hukum Islam diawali oleh adanya doktrin Islam yang memperbolehkan ijtihad. Ijtihad harus lahir dari problem konkret yang

bersumber langsung dari aduan masyarakat terkait problem keagamaan mereka. Oleh sebab itu, diperlukan ulama yang memiliki kemampuan mencari titik paling

mashlahat antara idealisme hukum dengan realitas sosial.9 Ijtihad merupakan pendekatan akal dalam mengambil putusan hukum jika tidak ada dalil yang pasti, baik dari Al-Qur‟an maupun Sunnah.10

Pada masyarakat Indonesia, proses ijtihad ini dilakukan oleh organisisai Islam yang disebut dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas memberikan

jawaban jawaban atas permasalahan baru yang muncul di kalangan umat Islam di Indonesia. Dalam menetapkan hukum, MUI menggunakan suatu istilah yang disebut dengan fatwa, yaitu keputusan atau ketetapan hukum baru terhadap permasalahan

7 Moh, Ahsanuddin, Jauhari. Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pt. Liventurindo, 2020, Hal 9 8 Ahmad, Badi. IJTIHAD Teori dan Penerapannya. Volume 24 Nomor 2 September 2013

9 Ilham. Ijtihad jama'l atau ijtihad kolektif, pengertian, syarat dan prosedur. Yogyakarta: Muhammadiyah Cahaya Islam Berkemajuan. https://muhammadiyah.or.id/ijtihad-jamai-atau-ijtihad-kolektif-pengertian-syarat-dan- prosedur/ 2021.

10 Zahidin, dkk. Filsafat dan Sejarah Perkembangan Ilmu Hukum Islam, Jurnal Literasiologi, Vol. 8 No. 2 Desember 2022. Hal. 2

(8)

yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an, hadis, maupun kitab-kitab hukum Islam terdahuluagar terpeliharanya keamanan dan kesejahteraan umat Islam di Indonesia11.

11 Jauhari, Ahsanuddin, Fisafat Hukum Islam, Bandung: PT.Liventurindo, 2020, Hal.24.

(9)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Awalnya Filsafat disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) sebab filsafat seakan-akan mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu atau segala hal, baik yang berhubungan dengan alam semesta, maupun manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam diawali oleh adanya doktrin Islam yang memperbolehkan ijtihad. Ijtihad merupakan pendekatan akal dalam mengambil putusan hukum jika tidak ada dalil yang pasti, baik dai Al-Qur’an maupun Sunnah. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa ijtihad dari segi urutan hukum itu menempati urutan ketiga setelah sunnah.

Hukum diciptakan oleh Allah Swt, untuk mememlihara ketertiban dan

kesajahteraan masyarakat, sementara masyarakat senantiasa mengalami perubahan.

Olehnya itu pengertian dan pelaksanaan hokum harus sesuai dengan keadaan yang ada, hal itu berarti bahwa asas dan prinsip hokum harus sesuai dengan keadaan yang ada, itu artinya asas dan prinsip hokum tidaklah berubah tetapi cara penerapannya harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, perubahan suasana dan

perubahan kebutuhan hidup. Pada dasarnya kemaslahatan sebagai asas dan keadilan sebagai priinsip harus selalu menjadi tujuan dari hukum Islam.

B. Kritik Dan Saran

1. Kurangnya Keterbukaan dalam Pengembangan Pemikiran Filsafat Hukum Islam oleh karena itu, diperlukan adanya kesadaran yang lebih tinggi dari para ulama dan akademisi Muslim untuk menerima perubahan dan ide-ide baru.

2. Kurangnya Keterlibatan Masyarakat dalam Pengembangan Filsafat Hukum Islam maka dari itu, perlu dilakukan upaya untuk memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan hukum dan pengembangan filsafat hukum Islam.

(10)

3. Kekurangan sarana dan prasarana serta minimnya tenaga pengajar yang kompeten dalam bidang filsafat hukum Islam menjadi kendala utama dalam mencetak generasi penerus yang mampu mengembangkan dan memperkaya filsafat hukum Islam. maka sebaiknya, Mengadakan kegiatan-kegiatan seminar, diskusi, dan workshop yang terkait dengan filsafat hukum Islam, untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman para pengajar dan mahasiswa.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal. dkk. 2021. Filsafat Hukum Islam, Banda Aceh: Ar-Raniry Press, Hal. 50

Ahmad, Junaidi. Filsafat Hukum Islam. Jember: Stain Jember Press.

Badi, Ahmad. IJTIHAD Teori dan Penerapannya. Volume 24 Nomor 2 September 2013

Darmawati. 2019. Filsafat Hukum Islam. Sulawesi: Quantum Mizan.

Ilham. Ijtihad jama'l atau ijtihad kolektif, pengertian, syarat dan prosedur.

Yogyakarta: Muhammadiyah Cahaya Islam Berkemajuan.

https://muhammadiyah.or.id/ijtihad-jamai-atau-ijtihad-kolektif-pengertian- syarat-dan-prosedur/ 2021. Diakses tanggal 12 JulI 2023

Jauhari, Ahsanuddin. 2020. Fisafat Hukum Islam . Bandung : PT.Liventurindo.

Miswanto, Agus. 2019. Ushul Fiqh Metode Ijtihad Hukum Islam Jilid 2. Magelang:

Unimma Press. Hal. 11

Sholehah, M. 2017. Urgensi Ijtihad Dalam Hukum Islam.

Zubaidah, Siti. 2016. Sejarah Petadaban Islam. Medan: Perdana Publishing. Hal.

121

Zahidin, dkk. 2022. Filsafat dan Sejarah Perkembangan Ilmu Hukum Islam, Jurnal Literasiologi, Vol. 8 No. 2. Hal. 2.

Referensi

Dokumen terkait