LATAR BELAKANG
POJK Nomor 17/POJK.03/2021
Berlaku bagi BUK, BUS, UUS, BPR atau BPRS
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2020 TENTANG
STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL SEBAGAI KEBIJAKAN COUNTERCYCLICAL DAMPAK PENYEBARAN
CORONAVIRUS DISEASE 2019
DIPERPANJANG DARI 31 MARET 2022 MENJADI SAMPAI DENGAN 31 MARET 2023
Pandemi yang terus berlanjut dan kebijakan PPKM
Mengganggu kinerja, kapasitas debitur serta meningkatkan
risiko kredit perbankan
Kebijakan countercyclical sebagai stimulus bagi perbankan dalam bentuk POJK
TUJUAN
Menjaga momentum beberapa indikator di perbankan yang sudah mulai mengalami perbaikan
Mempersiapkan Bank dan debitur untuk soft landing ketika stimulus berakhir sehingga menghindari terjadinya cliff effect
Penilaian kualitas aset dengan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar) untuk kredit dengan plafon s.d.Rp10M
Restrukturisasi kredit dan/atau pembiayaan pada debitur terdampak untuk plafon berapapun ditetapkan lancar sejak direstrukturisasi.
Bank dapat memberikan kredit/pembiayaan/
penyediaan dana lain baru kepada debitur terdampak COVID-19 tanpa berlaku uniform classification.
MANAJEMEN RISIKO DALAM RANGKA IMPLEMENTASI STIMULUS DALAM POJK NOMOR 48/POJK.03/2020 TETAP HARUS DITERAPKAN OLEH PERBANKAN
Perpanjangan Kebijakan Stimulus Bagi Bank
Penilaian Kualitas AYDA bagi BUK, BUS atau UUS berdasarkan jangka waktu kepemilikan dapat dihentikan sementara dan dapat menggunakan penilaian kualitas AYDA posisi 31 Maret 2020
Diperpanjang dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023
Relaksasi kewajiban penyediaan Dana Pendidikan SDM bagi BUK atau BUS menjadi dapat kurang dari 5% anggaran biaya SDM
Diperpanjang dari tahun 2020 dan 2021 menjadi mencakup tahun 2022
• Penurunan batas minimum LCR dan NSFR bagi BUK dari 100% menjadi 85%
• Peniadaan sementara kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer bagi BUK atau BUS sebesar 2.5% ATMR
Tetap berlaku hingga 31 Maret 2022
Penilaian Kualitas AYDA
Likuiditas & Permodalan Dana Pendidikan
Perpanjangan Kebijakan Stimulus Bagi Debitur
RINGKASAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 17/POJK.03/2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2020
TENTANG STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL SEBAGAI KEBIJAKAN COUNTERCYCLICAL DAMPAK
PENYEBARAN CORONAVIRUS DISEASE 2019
(POJK PERUBAHAN KEDUA ATAS POJK STIMULUS COVID-19)
1. Sebagai quick response atas dampak penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19), pada bulan Maret 2020 OJK telah menerbitkan POJK No.
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus COVID-19), yang kemudian diperpanjang dengan POJK No. 48/POJK.03/2020 sehingga berlaku sampai dengan 31 Maret 2022.
2. Mencermati dampak pandemi COVID-19 di Indonesia yang terus berlanjut dan diperparah adanya varian baru COVID-19 yaitu varian delta yang mendorong pemerintah untuk melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sehingga berpotensi mengganggu kinerja dan kapasitas debitur serta meningkatkan risiko kredit perbankan, perlu diambil kebijakan countercyclical sebagai stimulus bagi perbankan dalam bentuk POJK Perubahan Kedua atas POJK Stimulus COVID-19. POJK ini antara lain ditujukan untuk menjaga momentum beberapa indikator di perbankan yang sudah mulai mengalami perbaikan, serta mempersiapkan Bank dan debitur untuk soft landing ketika stimulus berakhir sehingga menghindari terjadinya cliff effect.
3. Pokok-pokok pengaturan dalam POJK Perubahan Kedua atas POJK Stimulus COVID-19 adalah sebagai berikut:
a. BUK, BUS, UUS, BPR, atau BPRS dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 hingga 31 Maret 2023, yang mencakup penilaian kualitas aset berdasarkan ketepatan pembayaran untuk kredit/pembiayaan dengan plafon s.d. Rp10 miliar, penetapan kualitas lancar atas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi, serta penetapan kualitas kredit/pembiayaan baru secara terpisah dari fasilitas existing.
b. BUK, BUS, atau UUS dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi bagi Bank sebagai dampak penyebaran COVID-19, yang mencakup stimulus:
1) Penyediaan dana pendidikan kurang dari 5% dari anggaran pengeluaran SDM bagi BUK atau BUS tidak hanya berlaku untuk tahun 2020 dan 2021, tetapi juga untuk tahun 2022.
2) Penetapan kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) oleh BUK, BUS atau UUS yang diperoleh s.d. tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan kualitas agunan yang diambil alih posisi akhir bulan Maret 2020 sampai dengan tanggal 31 Maret 2023.
3) Liqudity Coverage Ratio (LCR), Net Stable Funding Ratio (NSFR), dan Capital Conservation Buffer (CCB) berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
4. Manajemen risiko dalam rangka implementasi stimulus sebagaimana telah diatur dalam POJK No. 48/POJK.03/2020 tetap harus diterapkan oleh perbankan, antara lain assessment terhadap debitur yang eligible untuk direstrukturisasi, kecukupan pembentukan CKPN, serta stress testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(POJK Perubahan Kedua atas POJK Stimulus COVID-19)
1. Apa latar belakang penerbitan POJK ini?
Latar belakang penerbitan POJK ini adalah sebagai langkah antisipatif dan lanjutan terhadap potensi penurunan kinerja dan kapasitas debitur serta peningkatan risiko kredit bank seiring dengan perkembangan penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang masih berlanjut secara global maupun domestik dan diperparah dengan adanya varian baru COVID-19 yaitu varian delta yang menyebabkan peningkatan kasus baru secara signifikan sehingga mendorong pemerintah untuk melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga momentum beberapa indikator di perbankan yang sudah mulai mengalami perbaikan dan/atau peningkatan, serta untuk mempersiapkan Bank dan debitur untuk soft landing ketika stimulus berakhir (menghindari cliff effect) dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard.
2. Apa sajakah perubahan yang diatur pada POJK ini?
POJK ini memperpanjang jangka waktu pemberlakuan beberapa kebijakan stimulus sebagai berikut:
a. Perpanjangan kebijakan stimulus pertumbuhan ekonomi bagi debitur BUK, BUS, UUS, BPR, atau BPRS yang terdampak COVID- 19 termasuk debitur UMKM sampai dengan tanggal 31 Maret 2023, yaitu:
1) Relaksasi Penilaian Kualitas Kredit/Pembiayaan dengan 1 Pilar Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/ penyediaan dana lain dengan plafon ≤ Rp10 miliar dapat hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga/margin/bagi hasil/ujrah.
2) Penetapan Kualitas Lancar bagi Kredit/Pembiayaan Terdampak
COVID-19 yang Direstrukturisasi
Restrukturisasi kredit dan/atau pembiayaan pada debitur terdampak COVID-19 untuk plafon berapapun ditetapkan lancar sejak direstrukturisasi.
3) Tambahan Fasilitas Penyediaan Dana
Bank dapat memberikan kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain yang baru kepada debitur yang telah memperoleh perlakuan khusus sesuai POJK Stimulus COVID-19 ini dengan penetapan kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain tersebut dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain sebelumnya (no uniform classification).
b. Perpanjangan kebijakan stimulus pertumbuhan ekonomi bagi BUK, BUS, atau UUS yaitu:
1) penyediaan dana pendidikan kurang dari 5% dari anggaran pengeluaran SDM bagi BUK atau BUS yang semula berlaku untuk tahun 2020 dan 2021, diperpanjang menjadi sampai tahun 2022; dan
2) penetapan kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) oleh BUK, BUS atau UUS yang diperoleh s.d. tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan kualitas agunan yang diambil alih posisi akhir bulan Maret 2020. Kebijakan ini semula berlaku sampai dengan 31 Maret 2022, namun kini diperpanjang sampai dengan 31 Maret 2023.
3. Dengan perpanjangan kebijakan ini, apakah jangka waktu perjanjian kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi sesuai POJK Stimulus COVID-19 dapat melebihi 31 Maret 2023?
Secara umum, tidak terdapat pembatasan jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai dampak COVID-19. Dengan demikian, jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit/pembiayaan diperbolehkan kurang dari atau melewati tanggal 31 Maret 2023 (batas masa berlaku POJK Perubahan Kedua POJK Stimulus COVID-19).
4. Dengan perpanjangan kebijakan ini, apakah bank tetap menyampaikan laporan terkait penerapan stimulus COVID-19 kepada OJK?
Sebagaimana diatur dalam POJK nomor 48/POJK.03/2020, bagi BUK, BUS, UUS, BPR, atau BPRS yang menerapkan kebijakan stimulus pertumbuhan ekonomi bagi debitur yang terdampak COVID-19 menyampaikan:
a. Laporan Stimulus Kredit atau Pembiayaan dan/atau Penyediaan Dana Lain
yang Dinilai Berdasarkan Ketepatan Pembayaran secara triwulanan;
b. Laporan Stimulus Kredit atau Pembiayaan Restrukturisasi secara triwulanan; dan
c. Laporan Rekapitulasi Stimulus Kredit atau Pembiayaan Restrukturisasi secara bulanan.
Dengan perpanjangan stimulus bagi debitur sampai dengan 31 Maret 2023, maka penyampaian laporan-laporan dimaksud dilakukan sampai dengan posisi akhir bulan Maret 2023.
5. Apakah kredit/pembiayaan yang telah direstrukturisasi sesuai POJK Stimulus COVID-19 tetap dapat ditetapkan berkualitas Lancar selama jangka waktu perjanjian restrukturisasi?
Penetapan kualitas kredit/pembiayaan perlu memperhatikan jangka waktu perjanjian restrukturisasi. Dalam hal jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit/pembiayaan berakhir sebelum tanggal 31 Maret 2023, maka kredit/pembiayaan tersebut dapat ditetapkan memiliki kualitas Lancar s.d. akhir jangka waktu perjanjian restrukturisasi.
Sementara itu, dalam hal jangka waktu perjanjian kredit/pembiayaan berakhir sesudah tanggal 31 Maret 2023, maka kredit/pembiayaan tersebut dapat ditetapkan memiliki kualitas sebagai Lancar s.d. tanggal 31 Maret 2023. Penilaian kualitas selanjutnya mengacu pada POJK mengenai kualitas aset, dimana kualitas kredit/pembiayaan akan tetap Lancar selama debitur tetap memenuhi kewajiban kontraktual sesuai perjanjian kredit/pembiayaan terakhir yang disepakati.
6. Atas debitur yang telah direstrukturisasi sesuai POJK No.11/POJK.03/2020 jo. POJK No. 48/POJK.03/2020 dan bank ingin melakukan restrukturisasi kembali, apakah dapat menerapkan POJK ini?
Dalam hal bank menilai bahwa debitur tersebut masih layak untuk diberikan stimulus, bank dapat melakukan restrukturisasi kembali atas debitur dimaksud dan kualitas kredit/pembiayaan ditetapkan Lancar.
Hal ini sejalan dengan keharusan bank untuk melakukan penilaian secara objektif terhadap kemampuan debitur untuk bertahan hingga berakhirnya POJK ini, sebagaimana yang telah diatur dalam POJK No.
48/POJK.03/2020.
7. Bagaimana dengan kebijakan stimulus Liquidity Coverage Ratio (LCR), Net Stable Funding Ratio (NSFR), dan Capital Conservation Buffer (CCB)?
Berdasarkan hasil pemantauan kondisi likuiditas dan permodalan, perbankan dapat menjaga kondisi likuiditas pada tingkat yang relatif ample dan permodalan pada tingkat yang relatif kuat ditengah pandemi COVID-19. Mempertimbangkan hal tersebut serta monitoring yang telah
dilakukan secara berkala, kebijakan stimulus terkait likuiditas dan permodalan yaitu pemenuhan LCR, NSFR, dan CCB dipandang tidak memerlukan perpanjangan. Hal ini juga sejalan dengan press release Basel agar bank menjaga rasio likuiditas dan permodalan yang memadai untuk menyerap kerugian. Dengan demikian, kebijakan stimulus terkait:
a. pemenuhan LCR dan NSFR yang diturunkan dari paling kurang 100%
menjadi 85%; dan
b. pemenuhan CCB sebesar 2,5% dari ATMR yang dapat tidak dipenuhi, tetap berlaku hingga 31 Maret 2022. Adapun setelah 31 Maret 2022, pemenuhan LCR, NSFR, dan CCB kembali mengacu pada POJK mengenai LCR, POJK mengenai NSFR, dan POJK mengenai KPMM.
8. Apakah relaksasi penilaian kualitas AYDA berlaku untuk seluruh AYDA yang dimiliki bank umum hingga saat ini?
Sejak kebijakan stimulus mulai diimplementasikan, untuk menghindari moral hazard maka AYDA yang dapat diberikan relaksasi merupakan AYDA yang diambil alih sampai dengan 31 Maret 2020 dan telah tercatat pada laporan posisi keuangan bank pada tanggal 31 Maret 2020. Adapun kebijakan dimaksud juga diterapkan pada perpanjangan kebijakan stimulus dalam POJK ini.
Untuk penilaian kualitas AYDA yang diambil alih setelah 31 Maret 2020 mengacu pada POJK mengenai kualitas aset.
Contoh:
a. AYDA yang diambil alih pada 28 Maret 2020 dengan kualitas lancar (per posisi 31 Maret 2020), maka kualitasnya ditetapkan lancar (kualitas AYDA posisi 31 Maret 2020) hingga 31 Maret 2023.
b. AYDA yang diambil alih pada 28 Maret 2019 dengan kualitas kurang lancar (per posisi 31 Maret 2020), maka kualitasnya ditetapkan kurang lancar (kualitas AYDA posisi 31 Maret 2020) hingga 31 Maret 2023.
c. Penetapan kualitas AYDA yang diambil alih pada 4 April 2020 mengacu pada POJK mengenai kualitas aset.
9. Apakah terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan bank dalam penerapan POJK ini?
Sebagaimana diatur pada POJK No. 48/POJK.03/2020, dalam implementasi kebijakan stimulus bank menerapkan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya moral hazard. Hal tersebut tetap berlaku dalam perpanjangan kebijakan stimulus ini, sehingga bank tetap perlu memperhatikan penerapan manajemen risiko yang mencakup:
a. menerapkan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu bertahan dan masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan;
b. terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama, bank diminta mulai membentuk CKPN;
c. dalam hal bank akan melakukan pembagian dividen, agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang
harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi; dan
d. bank agar secara regular melakukan stress testing terhadap potensi penurunan kualitas kredit yang direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, khususnya modal dan likuiditas bank.