TAHAP AWAL SELEKSI GALUR MURNI ERCIS (Pisum sativum L.) POPULASI LOKAL BOYOLALI DAN TEMANGGUNG BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK BIJI Initial Stage Pure Line Selection in Local Population Boyolali and Temanggung Pea
(Pisum sativum L.) Based on The Physical Characteristics of The Seeds
Fildza Abidah1, Darmawan Saptadi dan Budi Waluyo*
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Korespondensi : [email protected] Diterima 19 Juli 2020 / Disetujui 25 Januari 2021
ABSTRAK
Ercis (Pisum sativum L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan merupakan sumber gizi. Peningkatan produksi ercis dapat dipenuhi dari budidaya tanaman dan pemilihan varietas unggul. Seleksi galur murni dari populasi lokal merupakan salah satu metode pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas unggul. Keragaman penampilan agronomi dan morfologi merupakan indikator potensi genetik hasil seleksi berdasarkan karakteristik fisik biji. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter agronomi serta heritabilitas galur ercis lokal yang diseleksi berdasarkan pemilihan fisik biji. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok terdiri dari 22 galur terpilih berdasarkan pemilihan fisik biji ercis yakni 12 galur ercis lokal asal Boyolali dan 10 ercis lokal asal Temanggung sebagai perlakuan dan diulang tiga kali. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Pertanian Kompleks TNI AU Lapangan Udara Abdul Rahman Saleh, Malang pada bulan Januari 2019 – Maret 2019. Hasil penelitian menunjukkan galur-galur yang berasal dari seleksi karakter biji keragaman sedang pada karakter umur berbunga, panjang tangkai daun hingga polong pertama, panjang daun, jarak antar polong 1-2, panjang sulur, panjang ruas, jumlah cabang, jumlah braktea, jumlah biji per tanaman, berat polong kering tanaman, berat biji kering per polong, panjang biji kering, lebar biji kering, berat biji kering per tanaman . Galur-galur yang diseleksi berdasarkan karakteristik fisik biji mempunyai heritabilitas yang tinggi pada karakter umur berbunga, umur panen kering, dan panjang ruas.
Kata kunci: Ercis, heritabilitas, pemuliaan tanaman, Pisum sativum, seleksi
ABSTRACT
Pea (Pisum sativum L.) is a nutritious and high-value vegetable. Plant cultivation and the selection of superior cultivars are two ways to increase pea production. One technique of plant breeding for improved varieties is to get some genotipes from local populations. The genetic potential of the pure line selection based on the physical features of the seeds is indicated agronomic and morphological variability. The purpose of this study is to investigate agronomic characteristics and heritability of pea lines developed based on physical seed selection in local population. This research used randomized block desig) consist 22 lines based on seed characteristics selection, which are 12 local lines from Boyolali and 10 local lines from Temanggung as a treatment and repeated three times. Research has been carried out on January 2019 to April 2019 and located at Abdulrachman Saleh Air Force Base Agricultural Experimental Green House, Malang. Agronomics characters that have medium variability are flowering day, length from stem to first pod, length of leaf, length between first and second pods, length of
tendrils, length of stem, number of branches, number of bracts, number of seeds per plant, weight of dry pods, weight of dry seeds per pod, length of dry seeds, width of dry seeds, and weight of dry seeds per plant. The high heritability are found inflowering day, day to harvesting dry pods, and length of nodes.
Keywords : heritability, pea, Pisum sativum, plant breeding, selection
PENDAHULUAN
Ercis (Pisum sativum L.) adalah sayuran yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan sumber gizi. Budidaya kacang ercis memberikan tiga macam hasil utama, yaitu polong muda, polong tua (biji), dan pucuk. Ercis dapat menjadi sumber penyedia gizi dan dapat dijadikan sebagai media biofortifikasi (Urbano et al., 2005;
Thavarajah et al., 2010; Dahl et al., 2012;
Smýkal et al., 2015; Ma et al., 2018).
Umumnya terdapat tiga jenis ercis yang biasanya dikonsumsi yakni green peas (P.
sativum), snow peas (P. sativum var.
macrocarpon) dan snap peas (P. sativum var. macrocarpon ser. cv.)(Department of Agriculture Forestry Fisheries, 2011).
Kebutuhan masyarakat akan ercis meningkat. Indonesia mengimpor ercis setiap tahun, pada tahun 2015 sekitar 9.304 ton dan meningkat pada tahun 2016 yakni 13.177 ton (FAOSTAT, 2018). Permintaan untuk memenuhi kebutuhan ercis yang meningkat harus diimbangi dengan peningkatan produksi ercis. Usaha untuk meningkatkan produktivitas ercis salah satunya dapat dilakukan dengan program pemuliaan tanaman.
Populasi lokal perupakan kumpulan bahani genetik potensial untuk meningkatkan produksi dan juga sebagai sumber daya genetik dalam menghasikan varietas baru (Abe et al., 2003; Ghafoor et al., 2005; Pungulani et al., 2012). Pemilihan genotipe-genotipe dari populasi lokal dapat menggunakan seleksi galur murni (Ghafoor et al., 2005; Sultana et al., 2010). Populasi- populasi lokal umumnya mempunyai keanekaragam antar populasi dan keragaman karakter antar dan dalam populasi (Leino et al., 2013; Solberg et al., 2015; Kyratzis et al., 2019). Walaupun pada
tanaman autogami umumnya genotipe homogennamun dapat juga menunjukkan variabilitas alami karena pencampuran mekanis, hibridisasi alami, dan mutasi (Amaral et al., 2019). Pada karakter kualitatif sangat mudah memisahkan bahan-bahan genetik dalam populasi heterogenus seperti di dalam populasi dengan mengobservasi sifat kualitatif seperti karakteristik fisik biji.
Karakteristik fisik biji pada ercis sangat bervariasi dan mudah dipisahkan dari perbedaan tersebut (Bourion et al., 2002;
Yalçin et al., 2007; Rayner et al., 2017;
Santos et al., 2019). Jika biji-biji ini dipisahkan dan ditanam melalui selekdi galur murni maka akan membentuk populasi atau galur-galur baru yang penampilan karakternya menuju ke arah seragam karena tanaman ercis merupakan tanaman menyerbuk sendiri (Smýkal et al., 2018).
Konsep galur murni muncul dari serangkaian percobaan yang dilakukan oleh ahli botani Denmark W. L. Johannsen pada tahun 1903 dengan pada buncis kultivar Princess yang mengamati pengaruh seleksi pada sifat berat biji kacang buncis (Amaral et al., 2019).
Keragaman genetik berperan sangat penting dalam program pemuliaan tanaman.
Pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat tanaman sehingga diperoleh varietas baru yang mempunyai sifat lebih baik dari rata-rata populasi. Perbaikan varietas dilakukan dengan mengeksploitasi keragaman genetik pada populasi lokal merupakan pembuka bagi peningkatan kapasitas genetik peningkatan hasil panen polong dan biji. Dari galur-galur dapat diketahui masing-masing karakter agronomi dan morfologi sehingga potensi genetik dari galur-galur dapat diduga (Saragih et al., 2018).
Keragaman yang dikendalikan oleh faktor genetik merupakan salah satu faktor yang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha pemuliaan tanaman. Indikator ini dapat diketahui dari heritabilitas (Stansfield, 1991; Vinod and Lila, 2013) Heritabilitas ialah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan.
Dengan kata lain, heritabilitas merupakan proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotip untuk suatu karakter tertentu (Falconer, 1989; Thompson and Schneider, 1994). Secara mutlak suatu karakter tidak bisa ditentukan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Suatu karakter tidak akan terekspresi jika tidak ada gen yang mengendalikan, dan ekspresinya ini tergantung pada proporsi pengaruh genotip terhadap lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman karakter agronomi serta heritabilitas galur-galur ercis yang diseleksi berdasarkan karakteristik fisik biji yang berasal dari populasi lokal.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai dengan April 2019, yang terletak di Rumah Kaca Kebun Percobaan Pertanian Kompleks TNI AU Lapangan Udara Abdul Rahman Saleh, Malang. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat 526 mdpl. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 22 galur ercis (P. sativum L.) yakni 12 galur berasal dari ercis lokal Boyolali (Gambar 1) dan 10 galur berasal dari ercis lokal Temanggung yang dipisahkan berdasarkan karakteristik fisik biji.
Bahan lain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pupuk NPK mutiara, pupuk urea, dan pupuk kandang, kertas label dan form pengamatan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, ajir benang, kawat, cangkul, meteran ukur, gunting, pisau, alat tulis, handphone, botol, gembor, selang
penggaris, amplop kertas coklat, papan label (bambu).
Gambar 1. Populasi yang dipisahkan berdasarkan morfologi biji menjadi 12 galur.
Gambar 2. Populasi yang dipisahkan berdasarkan morfologi biji menjadi 10 galur.
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, terdiri dari 22 galur sebagai perlakuan dan diulang 3 kali. Masing- masing galur terdiri dari 5 tanaman sehingga terdapat 66 satuan percobaan. Pada satuan percobaan/ plot terdapat 5 tanaman.
Pengamatan dilakukan pada karakter agronomi meliputi umur berbunga, jumlah bunga tiap ruas dan per tanaman, lebar standart bunga, umur panen kering, panjang tangkai daun hingga polong pertama, jarak antar polong 1 dan 2, panjang sulur, jumlah
maksimal sulur, panjang ruas, panjang stipula, lebar stipula, jarak aksil hingga ujung stipula, panjang helai daun, jumlah maksimal helai daun, panjang daun, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah braktea, panjang tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, jumlah biji per polong, berat polong kering per tanaman, panjang polong kering, lebar polong kering, berat biji kering per polong, panjang biji kering, lebar biji kering, berat biji kering per tanaman. Pengamatan dilakukan berdasarkan Guidelines for The Conduct of Tests for Distinctness, Uniformity and Stability Pea (Pisum sativum L.) (UPOV, 2009) dan Protocol for Tests on Distinctness, Uniformity and Stability (Pisum sativum L.) Pea (CPVO, 2015).
Keragaman antar galur ditentukan berdasarkan analisis varians berdasarkan rancangan acak kelompok (Tabel 1).
Tabel 1. Analisis varians Sumber db Kuadrat
Tengah
Kuadrat Tengah Harapan Ulangan r-1 M3
Galur g-1 M2 + r( )
Galat (r-1)(g- 1)
M1
Keterangan :
Varians lingkungan : Varians genotipik : Varians fenotipik : Heritabilitas dalam arti luas:
Kriteria nilai duga heritabilitas dalam arti luas adalah sebagai berikut (Stansfield, 1991):
Tinggi : bila h² > 0,50
Sedang : bila 0,20 ≤ h² ≤ 0,50 Rendah : bila h² < 0,20
Koefisien variasi genotipik (KVG) dan koefisien variasi fenotipik (KVF) tiap karakter di hitung dengan rumus :
Keterangan :
KVG = Koefisien variasi genotipik KVF = Koefisien variasi fenotipik
= ragam genotipe
= ragam fenotipe
= rata-rata seluruh populasi tiap karakter tanaman
Kriteria nilai KVF dan KVG menurut (Singh et al., 2017) yaitu :
< 10% = rendah 10 – 25% = sedang
> 25% = tinggi
Nilai koefisien variasi rendah sampai agak rendah dapat dikategorikan keragaman sempit, sedangkan nilai koefisien variasi cukup tinggi hingga tinggi dapat dikategorikan dalam keragaman luas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Karakter Agronomi
Karakter agronomi adalah karakter dengan penciri sifat dalam upaya mamnfaatkan lingkungan secara optimal untuk dikonversi menjadi hasil panen dan berkaitan dengan peningkatan produksi tanaman. Karakter tersebut meliputi karakter kuantitatif dan kualitatif. Terdapat 30 karakter yang diamati pada penelitian ini.
Indikator keragaman berdasarkan pada nilai koefisien variasi fenotipik (KVF) dan koefisien variasi genotipik (KVG). Nilai KVF karakter-karakter pada galur-galur yang diamati mempunyai rentang antara 3.58%- 31.82%, sedangkan untuk nilai KVG berkisar antara 0%-22.88% (Tabel 2). Nilai KVG yang nol ini karena mempunyai nilai varians genotipik (σ²g) yang negatif. Secara teori
nilai varians adalah selalu positif. Pada KVF tidak ditemui karakter dengan nilai yang negatif karena nilai KVF adalah merupakan nilai dari pengamatan langsung (fenotipe) sehingga nilai varians galat termasuk di dalamnya yang tidak memungkinkan nilai untuk menjadi negatif sebagaimana rumusan P = G + E.
Nilai komponen varians genotipik ini akan tergantung pada hasil uji varians (Anova).
Kuadrat tengah harapan adalah sama dengan varians (Tabel 1). Jika sumber varians galur pada Anova tidak nyata pada uji F, ini artinya penampilan galur tersebut tidak beragam yang berarti nilai varians nol.
Secara teknis jika uji menunjukkan tidak nyata berarti nilai sumber varians galat relatif sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sumber varians galat galur. Nilai ragam genotipik dihasilkan dari selisih sumber ragam galur total dikurangi nilai sumber ragam galat. Jika nilai sumber ragam galat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ragam galur maka hasil ragam genotipe akan negatif. Jadi, nilai varians negatif sama halnya dengan keragamannya nol atau tidak beragam.
Berdasarkan nilai koefisien variasi fenotipik pada galur-galur yang diseleksi dari karakteristik fisik biji ini karakter umur panen kering termasuk ke dalam keragaman rendah. Umur berbunga, lebar standar bunga, jumlah bunga tiap ruas, jumlah bunga per tanaman, panjang stipula, lebar stipula, jarak aksil hingga ujung stipula, panjang helai daun, panjang daun, jumlah maksimal helai daun, lebar helai daun, jumlah cabang, panjang tanaman, jumlah maksimal sulur, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, berat polong kering tanaman, panjang polong kering, lebar polong kering, panjang biji kering, lebar biji kering mempunyai keragaman sedang.
Karakter panjang tangkai daun hingga polong pertama, jumlah daun, jarak antar
polong 1-2, panjang sulur, panjang ruas, jumlah braktea, jumlah biji per tanaman, berat biji kering per polong, berat biji kering per tanaman mempunyai keragaman tinggi (Tabel 2).
Berdasarkan genotipik terdapat 16 karakter yang termasuk kedalam kategori keragaman rendah berdasarkan nilai KVG, yaitu panjang stipula, lebar standar bunga, jumlah bunga tiap ruas, jumlah bunga per tanaman, jarak aksil hingga ujung stipula, panjang helai daun, jumlah maksimal helai daun, lebar helai daun, jumlah daun, umur panen kering, panjang tanaman, jumlah maksimal sulur,jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, panjang polong kering, lebar polong kering (Tabel 2).
Kategori KVG dengan keragaman sedang terdapat pada 14 karakter tanaman, yaitu umur berbunga, panjang tangkai daun hingga polong pertama, panjang daun, jarak antar polong 1-2, panjang sulur, panjang ruas, jumlah cabang, jumlah braktea, jumlah biji per tanaman, berat polong kering tanaman, berat biji kering per polong, panjang biji kering, lebar biji kering, berat biji kering per tanaman (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa seleksi terhadap populasi lokal berdasarkan karakteristik fisik biji efektif memisahkan genotipe menjadi galur.
Keragaman genetik tinggi menandakan bahwa perbedaan karakter lebih dipengaruhi oleh faktor genetik sehingga seleksi akan sangat efektif dilanjutkan pada generasi atau siklus berikutnya (Addisu and Shumet, 2015) dan dapat dijadikan sebagai pembeda genetik antar galur. Semakin tinggi keragaman suatu karakter pada populasi maka semakin bervariasi sifat pada karakter yang mencerminkan pengendalian genetik pada populasi. Galur murni adalah teori yang diusulkan oleh Wilhelm Johannsen berdasarkan penelitiannya dari pemilihan biji besar dan kecil dari campuran biji sehingga
diperoleh variasi ukuran biji yang ditanam secara terpisah dimana tanaman dari benih yang besar menghasilkan keturunan yang besar, dan tanaman dari benih yang kecil
menghasilkan benih kecil, serta dia juga memisahkan istilah genotipe dan fenotipe (Berry, 2014).
Tabel 2. Nilai varians genotipik, varians lingkungan, varians fenotipik, koefisien variasi genotipik, dan koefisien variasi fenotipik karakter ercis
Karakter σ²g σ²e σ²p KVG
(%)
KVF (%)
Umur berbunga (hst) 54,58 52,04 106,62 15,9 22,23
Lebar standar bunga (cm) 0,002 0,13 0,14 2,48 19,65
Jumlah bunga tiap ruas 0,006 0,09 0,1 4,66 18,12
Jumlah bunga per tanaman 0,64 5,11 5,75 4,76 14,23
Panjang tangkai daun ke polong pertama (cm) 0,87 1,06 1,93 19,12 28,49
Panjang stipula (cm) -0,03 0,29 0,26 0 11,32
Lebar stipula (cm) 0,06 0,12 0,18 9,8 17,13
Jarak aksil hingga ujung stipula (cm) 0,01 0,14 0,15 3,34 11,55
Panjang helai daun (cm) 0,08 0,3 0,38 7,8 16,83
Panjang daun (cm) 1,88 5,43 7,31 10,7 21,11
Jumlah maksimal helai daun 0,19 1,05 1,24 7,68 19,84
Lebar helai daun (cm) 0,05 0,09 0,14 9,21 15,82
Jumlah daun -6,51 130,72 124,21 0 25,63
Umur panen kering (hst) 5,27 4,83 10,11 2,59 3,58
Jarak antar polong 1-2 (cm) 0,52 3,68 4,2 15,19 43,17
Panjang sulur (cm) 2,32 3,6 5,93 15,93 25,44
Panjang ruas (cm) 4,72 3,87 8,59 22,88 30,86
Jumlah cabang 0,04 0,06 0,1 12,55 19,9
Jumlah braktea 0,93 4,28 5,21 13,39 31,72
Panjang tanaman (cm) 18,66 172,72 191,38 3,41 10,92
Jumlah maksimal sulur -0,008 0,81 0,81 0 12,78
Jumlah polong per tanaman 0,14 3,55 3,68 2,18 11,37
Jumlah biji per tanaman 41,22 118,96 160,18 16,14 31,82
Jumlah biji per polong 0,1 0,64 0,74 6,12 17,04
Berat polong kering tanaman (g) 3,92 9,83 13,75 10,27 19,23
Panjang polong kering (cm) 2,75 65,5 68,25 3,36 16,72
Lebar polong kering (mm) 0,3 1,49 1,8 4,34 10,55
Berat biji kering per polong (g) 0,02 0,05 0,07 15,82 27,98
Panjang biji kering (mm) 0,3 0,37 0,67 11,39 17,02
Lebar biji kering (mm) 0,19 0,3 0,49 11,43 18,21
Berat biji kering per tanaman (g) 1,47 4,51 5,98 15,38 30,99
Tabel 3. Nilai heritabilitas karakter ercis
Karakter Heritabilitas Kriteria
Umur berbunga (hst) 0.51 tinggi
Lebar standar bunga (cm) 0.01 rendah
Jumlah bunga tiap ruas 0.06 rendah
Jumlah bunga per tanaman 0.11 rendah
Panjang tangkai daun hingga polong pertama (cm) 0.45 sedang
Panjang stipula (cm) -0.12 rendah
Lebar stipula (cm) 0.33 sedang
Jarak aksil hingga ujung stipula (cm) 0.07 rendah
Panjang helai daun (cm) 0.21 sedang
Panjang daun (cm) 0.26 sedang
Jumlah maksimal helai daun 0.15 rendah
Lebar helai daun (cm) 0.36 sedang
Jumlah daun -0.05 rendah
Umur panen kering (hst) 0.52 tinggi
Jarak antar polong 1-2 (cm) 0.12 rendah
Panjang sulur (cm) 0.39 sedang
Panjang ruas (cm) 0.55 tinggi
Jumlah cabang 0.40 sedang
Jumlah braktea 0.18 rendah
Panjang tanaman (cm) 0.10 rendah
Jumlah maksimal sulur -0.01 rendah
Jumlah polong per tanaman 0.04 rendah
Jumlah biji per tanaman 0.26 sedang
Jumlah biji per polong 0.14 rendah
Berat polong kering tanaman (g) 0.29 sedang
Panjang polong kering (cm) 0.04 rendah
Lebar polong kering (mm) 0.17 rendah
Berat biji kering per polong (g) 0.29 sedang
Panjang biji kering (mm) 0.45 sedang
Lebar biji kering (mm) 0.39 sedang
Berat biji kering per tanaman (g) 0.25 sedang
Heritabilitas Karakter Ercis
Heritabilitas diperoleh dari proporsi besaran ragam genotipik terhadap besaran ragam fenotipik. Heritabilitas merupakan parameter genetik sebagai dasar dari pengendalian sifat suatu karakter pada tetua diwariskan kepada keturunan selanjutnya.
Heritabilitas merupakan proporsi dari ragam genetik terhadap ragam fenotip yang artinya bahwa suatu karakter dipengaruhi oleh
faktor genetik atau faktor lingkungan. Pada penelitian ini heritabilitas menunjukkan nilai antara -0.11- 0.55 (Tabel 3). Heritabilitas negatif pada penelitian ini disebabkan oleh karakter yang keragamannya tidak nyata.
Nilai heritabilitas negatif juga sudah dibahan oleh peneliti lain (Steinsaltz et al., 2020).
Kriteria nilai duga heritabilitas dalam arti luas dibagi menjadi 3 bagian yaitu tinggi (bila h2 ≥ 0,50), sedang (bila 0,20 ≤ h2 < 0,50) dan rendah (bila h2 < 0,20) (Stansfield, 1991).
Karakter tanaman ercis yang termasuk dalam kriteria heritabilitas rendah yaitu lebar standar bunga, jumlah bunga tiap ruas , jumlah bunga per tanaman, panjang stipula, jarak aksil hingga ujung stipula, jumlah maksimal helai daun, jumlah daun, jarak antar polong 1-2, jumlah braktea, panjang tanaman, jumlah maksimal sulur, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, panjang polong kering, dan lebar polong kering. Karakter yang mempunyai heritabilitas sedang ialah panjang ruas, panjang tangkai daun hingga polong pertama, lebar stipula, panjang helai daun, panjang daun, lebar helai daun, panjang sulur, jumlah cabang, jumlah biji per tanaman, berat polong kering tanaman, berat biji kering per polong, panjang biji kering, lebar biji kering, berat biji kering per tanaman, dan lebar standar bunga. Karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi ialah umur berbunga, umur panen kering, panjang ruas (Tabel 3). Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh genetik, sifat-sifat ini akan efektik untuk kemudian dijadikan karakter seleksi untuk membedakan antar genetik yang berbeda (Singh and Singh, 2006).
Suatu karakter tanaman umumnya yang mempunyai nilai KVG dan KVF tinggi belum tentu mempunyai nilai heritabilitas tinggi, dan sebaliknya. Nilai KVG tinggi serta nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa karakter tersebut mempunyai variasi yang besar, tetapi variasi karakter pada lebih besar dipengaruhi oleh lingkungan. Jika nilai KVG dan heritabilitas tinggi pada suatu karakter menunjukkan bahwa keragaman pada karakter tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik yang besar sehingga penampakan fenotip karakter merupakan representasi pengaruh genetik dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Islam et al., 2013).
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Seleksi berdasarkan karakteristif fisik biji pada populasi lokal ercis Boyolali dan Temanggung menghasilkan galur-galur yang mempunyai keragaman sedang pada karakter umur berbunga, panjang tangkai daun hingga polong pertama, panjang daun, jarak antar polong 1-2, panjang sulur, panjang ruas, jumlah cabang, jumlah braktea, jumlah biji per tanaman, berat polong kering tanaman, berat biji kering per polong, panjang biji kering, lebar biji kering, berat biji kering per tanaman
2. Galur-galur yang diseleksi berdasarkan karakteristik fisik biji mempunyai heritabilitas yang tinggi pada karakter umur berbunga, umur panen kering, dan panjang ruas.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, J., D.H. Xu, Y. Suzuki, A. Kanazawa, and Y. Shimamoto. 2003. Soybean germplasm pools in Asia revealed by nuclear SSRs. Theor. Appl. Genet.
106(3): 445–53. doi: 10.1007/s00122- 002-1073-3.
Addisu, F., and T. Shumet. 2015. Variability, Heritability and Genetic Advance for Some Yield and Yield Related Traits in Barley (Hordeum vulgare L.) Landraces in Ethiopia. Int. J. Plant Breed. Genet.
9(2): 68–76. doi:
10.3923/ijpbg.2015.68.76.
Amaral, L. de O., A.T. Bruzi, P.M. de Resende, and K.B. Silva. 2019. Pure line selection in a heterogeneous soybean cultivar. Crop Breed. Appl.
Biotechnol. 19(3): 277–284. doi:
10.1590/1984-70332019v19n3a39.
Berry, D. 2014. The plant breeding industry
after pure line theory: Lessons from the National Institute of Agricultural Botany.
Stud. Hist. Philos. Sci. Part C Stud.
Hist. Philos. Biol. Biomed. Sci. 46: 25–
37. doi: 10.1016/j.shpsc.2014.02.006.
Bourion, V., M. Duparque, I. Lejeune- Henaut, and N.G. Munier-Jolain. 2002.
Criteria for selecting productive and stable pea cultivars. Euphytica 126:
391–399.
https://link.springer.com/content/pdf/10.
1023%2FA%3A1019995822353.pdf (accessed 26 June 2018).
CPVO. 2015. Protocol for Tests on Distinctness, Uniformity and Stability (Pisum sativum L.) Pea. UPOV Code:
PISUM_SAT Adopted on 11/03/2015 Entry into force on. CPVO-TP/007/2 Rev 01/03/2015.
Dahl, W.J., L.M. Foster, and R.T. Tyler.
2012. Review of the health benefits of peas (Pisum sativum L.). Br. J. Nutr.
108(S1): S3–S10. doi:
10.1017/S0007114512000852.
Department of Agriculture Forestry Fisheries.
2011. Garden peas (Pisum sativum) Guide agriculture. : 1–24. doi: 2011.
Falconer, D.S. 1989. Introduction to Quantitative Genetics. 3rd ed. Longman Scientific & Technical, New York.
FAOSTAT. 2018. Food and Agriculture Organization Corporate Statistical Database.
Ghafoor, A., Z. Ahmad, and R. Anwar. 2005.
Genetic diversity in Pisum sativum and a strategy for indigenous biodiversity conservation. Pakistan J. Bot. 37(1):
71–77.
Islam, M., H. Mohanta, M. Ismail, M. Rafii, and M. Malek. 2013. Genetic variability and trait relationship in cherry tomato (Solanum lycopersicum L. var.
cerasiforme (Dunnal) A. Gray).
Bangladesh J. Bot. 41(2): 163–167. doi:
10.3329/bjb.v41i2.13443.
Kyratzis, A.C., N. Nikoloudakis, and A.
Katsiotis. 2019. Genetic variability in landraces populations and the risk to lose genetic variation. The example of landrace ‘Kyperounda’ and its implications for ex situ conservation (F.A. Aravanopoulos, editor). PLoS One
14(10): e0224255. doi:
10.1371/journal.pone.0224255.
Leino, M.W., E. Boström, and J. Hagenblad.
2013. Twentieth-century changes in the genetic composition of Swedish field pea metapopulations. Heredity (Edinb).
110(4): 338–346. doi:
10.1038/hdy.2012.93.
Ma, Z., J.I. Boye, and X. Hu. 2018.
Nutritional quality and techno-functional changes in raw, germinated and fermented yellow field pea (Pisum sativum L.) upon pasteurization. LWT - Food Sci. Technol. 92: 147–154. doi:
10.1016/j.lwt.2018.02.018.
Pungulani, L., D. Kadyampakeni, L. Nsapato, and M. Kachapila. 2012. Selection of high yielding and farmers’ preferred genotypes of bambara Nut (Vigna subterranea (L.) Verdc) in Malawi. Am.
J. Plant Sci. 03(12): 1802–1808. doi:
10.4236/ajps.2012.312a221.
Rayner, T., C. Moreau, M. Ambrose, P.G.
Isaac, N. Ellis, et al. 2017. Genetic variation controlling wrinkled seed phenotypes in Pisum: How lucky was Mendel? Int. J. Mol. Sci. 18(6). doi:
10.3390/ijms18061205.
Santos, C.S., B. Carbas, A. Castanho, M.W.
Vasconcelos, M.C. Vaz Patto, et al.
2019. Variation in pea (Pisum sativum L.) seed quality traits defined by physicochemical functional properties.
Foods 8(11): 570. doi:
10.3390/foods8110570.
Saragih, R., D. Saptadi, C.U. Zanetta, dan B.
Waluyo. 2018. Keanekaragaman genotipe-genotipe potensial dan
penentuan keragaman karakter argo- morfologi ercis (Pisum sativum L.). J.
Agro 5(2): 127–139. doi:
10.15575/3230.
Singh, Y., S. Sharma, B.S. Sekhon, A.
Verma, S. Sharma, et al. 2017. Genetic variability and interrelationships of yield and yield components in faba bean (Vicia faba L.). Indian J. Ecol. 44(4):
877–882.
Singh, J.D., and I.P. Singh. 2006. Genetic variability, heritability, expected genetic advance and character association in field pea (Pisum sativum L.). Legum.
Res. 29(1): 65–67.
http://www.arccjournals.com/uploads/art icles/lr291012.pdf.
Smýkal, P., C.J. Coyne, M.J. Ambrose, N.
Maxted, H. Schaefer, et al. 2015.
Legume crops phylogeny and genetic diversity for science and breeding.
CRC. Crit. Rev. Plant Sci. 34: 43–104.
doi: 10.1080/07352689.2014.897904.
Smýkal, P., O. Trnčný, J. Brus, P. Hanáček, A. Rathore, et al. 2018. Genetic structure of wild pea (Pisum sativum subsp. elatius) populations in the northern part of the Fertile Crescent reflects moderate cross-pollination and strong effect of geographic but not environmental distance. PLoS One
13(3): 1–22. doi:
10.1371/journal.pone.0194056.
Solberg, S.Ø., A.K. Brantestam, K. Olsson, M.W. Leino, J. Weibull, et al. 2015.
Diversity in local cultivars of Pisum sativum collected from home gardens in Sweden. Biochem. Syst. Ecol. 62: 194–
203. doi: 10.1016/j.bse.2015.09.004.
Stansfield, W.D. 1991. Schaum’s Outline of Theory and Problems of Genetics.
McGraw-Hill, New York.
Steinsaltz, D., A. Dahl, and K.W. Wachter.
2020. On negative heritability and negative estimates of heritability.
Genetics 215(2): 343–357. doi:
10.1534/genetics.120.303161.
Sultana, T., S. Nadeem, Z. Fatima, and A.
Ghafoor. 2010. Identification of elite pure-lines from local lentil germplasm using diversity index based on quantitative traits. Pakistan J. Bot.
42(4): 2249–2256.
Thavarajah, D., T. Warkentin, and A.
Vandenberg. 2010. Natural enrichment of selenium in Saskatchewan field peas (Pisum sativum L.). Can. J. Plant Sci.
90(4): 383–389. doi:
10.4141/CJPS09154.
Thompson, P.G., and J.C. Schneider. 1994.
Genetic variance component and heritability estimates of freedom from weevil injury to sweetpotato. J. Amer.
Soc. Hort. Sci. 119(3): 620–623.
UPOV. 2009. Guideline for The Conduct of Tests for Distinctness, Uniformity, and Stability of Pea (Pisum sativum L.).
TG/7/10 Rev. 2. : 51.
Urbano, G., M. López-Jurado, S. Frejnagel, E. Gómez-Villalva, J.M. Porres, et al.
2005. Nutritional assessment of raw and germinated pea (Pisum sativum L.) protein and carbohydrate by in vitro and in vivo techniques. Nutrition 21(2): 230–
239. doi: 10.1016/j.nut.2004.04.025.
Vinod, K.S., and B. Lila. 2013. Studies on genetic variability and heterosis in vegetable pea (Pisum sativum L.) under high hills condition of Uttarakhand, India. African J. Agric. Res. 8(18):
1891–1895. doi: 10.5897/AJAR09.427.
Yalçin, I., C. Özarslan, and T. Akbaş. 2007.
Physical properties of pea (Pisum sativum) seed. J. Food Eng. 79(2):
731–735. doi:
10.1016/j.jfoodeng.2006.02.039.