• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pogram Studi Keperawatan Program Diploma Tiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pogram Studi Keperawatan Program Diploma Tiga"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pogram Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta

2022

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN

OKSIGENASI

Mellani Lenty Martyas

1

, Ari Pebru Nurlaily

2

, Titis Sensussiana

3

1

Mahasiswa Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Universitas Kusuma Husada Surakarta

2 3

Dosen Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Universitas Kusuma Husada Surakarta

*Email Penulis: [email protected]

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga mengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas. Penderita PPOK akan mengalami penurunan saturasi oksigen dan peningkatan frekuensi pernapasan, dengan saturasi oksigen 86-92% dan frekuensi pernapasan 28-38x/menit. Gejala yang ditimbulkan seperti napas secara kronis dan batuk-batuk menahun. Pasien dengan penurunan saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan dapat diberikan tindakan non farmakologis, dengan tripod position. Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Metode studi kasus ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik. Studi kasus dilakukan pada tanggal 28 Januari 2022 menggunakan alat bantu oxymetry. Subjek studi kasus ini adalah satu orang pasien PPOK dengan gangguan kebutuhan oksigenasi di ruang IGD RST Asmir Salatiga. Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan sesak nafas, batuk berdahak sulit keluar dan terdengar suara ronchi yang dilakukan tindakan keperawatan tripod position selama 10 menit didapatkan hasil terjadi perubahan peningkatan saturasi oksigen 92% menjadi 96% dan penurunan frekuensi pernafasan 29x/menit menjadi 24x/menit dan skala 2 (PPOK sedang) menjadi skala 1 (PPOK ringan). Rekomendasi tindakan tripod position efektif dilakukan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Kata kunci: PPOK, Pernapasan, Tripod Position

(2)

Associate’s Degree in Nursing Study Program Faculty of Health Sciences Kusuma Husada University of Surakarta 2022

NURSING CARE ON CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD) PATIENTS IN FULFILLMENT OF OXYGENATION

NEEDS

Mellani Lenty Martyas

1

, Ari Pebru Nurlaily

2

, Titis Sensussiana

3

1

Student of Associate’s Degree in Nursing Study Program of Kusuma Husada University of Surakarta

2 3

Lecturer of Associate’s Degree in Nursing Study Program of Kusuma Husada University of Surakarta

*Author Email: [email protected]

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a disease that attacks the lungs for a long time. This disease blocks the flow of air from within the lungs so that sufferers will experience difficulty in breathing. Patients with COPD will experience decreased oxygen saturation and increased respiratory rate, with oxygen saturation of 86-92% and respiratory rate of 28-38x/minute. Chronic breathing and chronic coughing are symptoms of this disease. Patients with decreased oxygen saturation and respiratory rate can be given non- pharmacological action, with a tripod position. The purpose of this case study is to find out the description of nursing care on COPD patients in fulfillment oxygenation needs. The case study method is descriptive using observation, interview and physical examination approaches. The case study was conducted on January 28, 2022 used an oximetry tool. The subject of this case study was one COPD patient with impaired oxygenation requirements in the Emergency Room of Asmir Salatiga RST. The results of the study showed that the management of nursing care on COPD patients in fulfillment oxygenation needs with nursing problems of shortness of breath, cough with phlegm that was difficult to come out and there was a rhonchi sound which was carried out by the tripod position nursing action for 10 minutes. The results showed that there was an increase in oxygen saturation from 92% to 96% and decreased respiratory rate from 29x/minute to 24x/minute and scale 2 (moderate COPD) to scale 1 (mild COPD).

Recommendations for the action of the tripod position are effective for patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

Keywords: COPD, Breathing, Tripod Position

(3)

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan permasalahan global yang terjadi di masayarakat hingga sekarang yang diakibatkan karena kebiasaan merokok atau menghirup asap rokok dalam jangka panjang (Tabrani, 2017).

PPOK merupakan masalah kegawatdaruratan seperti kelemahan pada otot inspirasi dan disfungsi otot yang memproses terjadinya sesak napas. Sesak nafas merupakan adanya hambatan yang disebabkan karena infeksi pada saluran udara dan rusaknya kantung-kantung udara pada paru sehingga mengalami kesulitan bernafas (Kemenkes RI, 2018).

Kesulitan bernafas ini akan menyebabkan Hipoksemia. Hipoksemia adalah saturasi oksigen di dalam darah rendah.

Hipoksemia ini jika tidak segera ditangani akan menyebabkan hipoksia (rendahnya kadar oksigen di dalam sel dan jaringan) dan merusak organ-organ di dalam tubuh, seperti jantung, otak, ginjal dan organ penting lainya (Guyuton

&Hall, 2016).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di dinia.

Sebanyak 3,23 juta kematian di tahun 2019 dengan merokok sebagai penyebab utamanya. Tahun 2020, Global Initiative

for Chronic Obstructive Lung disease memperkirakan secara epidemologi di tahun 2060 angka prevalensi PPOK akan terus meningkat karena meningkatnya jumlah angka orang yang merokok (Kemenkes RI, 2018).

Menurut Ikawati, 2016 gejala klinik pada PPOK biasanya batuk yang disebabkan oleh kebiasaan merokok, kemudian menjadi sepanjang tahun yaitu terdapat sputum banyak dan lengket, berwarna kuning, hijau atau kekuningan bila terjadi infeksi dan saat sesak nafas bisa menyebabkan kesulitan ekspirasi pada saluran pernapasan.

Salah satu penatalaksanaan non farmakologis yaitu latihan tripod position yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi sesak nafas dan meningkatkan frekuensi dan saturasi oksigen pada pasien PPOK. Intervensi tripod position diberikan satu kali sehari selama 10 menit. Teknik ini dilakukan untuk mempermudah pasien sesak napas tanpa banyak mengeluarkan energi.

Posisi inspirasi dengan menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat bernapas dan meminimalkan penggunaan oksigen (Booth dan Dudgeon, 2018).

Berdasarkan data, informasi dan penelitian yang telah disebutkan, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan

(4)

Keperawatan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi”

METODE PENELITIAN

Studi kasus yang tertuang dalam karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui masalah keperawatan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dalam pemenuhan kebutuhan Oksigenasi. Metode studi kasus ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik. Studi kasus dilakukan pada tanggal 28 Januari 2022 menggunakan alat bantu oxymetry, untuk mengukur saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan. Subjek studi kasus ini adalah satu orang pasien PPOK dengan gangguan kebutuhan oksigenasi di ruang IGD RST Asmir Salatiga. Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan sesak nafas, batuk berdahak sulit keluar dan terdengar suara ronchi yang dilakukan tindakan keperawatan tripod position selama 10 menit untuk menurunkan saturasi oksigen dan meningkatkan frekuensi pernapasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengkajian

Subjek dalam studi kasus ini adalah satu pasien sesuai dengan kriteria yang ditetapkan yaitu saturasi oksigen 86-92% dan frekuensi pernapasan 28-38x/menit. Subjek pada studi kasus ini yaitu Tn. M dengan usia 57 tahun. Pasien masuk Rumah Sakit pada tanggal 28 Januari 2022 pukul 16.00 WIB dengan diagnosa medis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kondisi Tn. M masuk kedalam triage kuning.

Pemeriksaan yang dilakukan yakni Primary Survey dan secondary survey. Didapatkan hasil pengkajian Pada Pengkajian Airway terdapat jalan nafas terdapat sumbatan sekret yang tertahan dan suara nafas pada Tn. M terdengar ronchi, terdapat produksi sputum berlebih dan tidak mampu batuk efektif. Pada Breathing didapatkan pasien sesak napas terdapat suara tambahan paru ronchi, napas cepat, respiratory rate 29x/menit, SPO2 92%, derajat sesak 2 (PPOK sedang), sesak saat beraktivitas. Pada Circulation didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi 107x/menit, suhu 36,6°C, akral dingin, tidak terdapat perdarahan, capilary refil time <2 detik, dan tidak terdapat sianosis.

(5)

Pada Disability didapatan hasil tingkat ke GCS 15 (E: 4, V: 5, M: 6), reaksi pupil positif terhadap cahaya. Pada Exposure pasien mengatakan nyeri ulu hati jika sesak napas kambuh.

Pengkajian secondary survey yang terdiri dari full set of vital sign five intervention, give comfort, history, dan head to toe, didapatkan hasil yaitu tanda-tanda vital: tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 107 x/menit irama tidak teratur, frekuensi napas 29x/menit, saturasi oksigen 92%, suhu 36,6ºC, kesadaran composmentis dengan GCS 15, E4 V5 M6.

Pada pemeriksaan give comfort, dengan pengkajian PQRST yaitu Provokatif, Qualitas, Region, Scale, Time. Provokatif: Pasien mengatakan sesak nafas timbul ketika beraktivitas, Qualitas: Pasien mengatakan nyeri seperti diremas, Region: Pasien mengatakan nyeri dibagian ulu hati jika sesak napas kambuh, Scale: sesak derajat 2 (PPOK Sedang), Time:

Pasien mengatakan nyeri hilang timbul.

Pengkajian history S-A-M-P-L- E, Subjektif: Pasien mengatakan sesak napas, Alergi: Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan atau makanan, Medikasi: Pasien mengatakan tidak

mengkonsumsi obat-obatan, Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit dengan penyakit yang sama, Last meal:

Pasien mengatakan terakhir mengkonsumsi nasi, sayur, lauk dan air putih, tetapi napsu makan berkurang, Event Leading: Pasien mengatakan sesak napas sejak satu minggu yang lalu yang semakin memberat dengan derajat sesak 2 (PPOK sedang) dan pasien mengatakan batuk berdahak kurang lebih sudah 5 hari tetapi dahak sulit keluar, pasien mengatakan demam satu hari saat awal sesak napas, pasien tampak tidak mampu batuk dengan efektif, terdengar suara ronchi, pasien tampak gelisah, adanya produksi sputum berlebih, pada pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 120/80mmHg, frekuensi nadi 107x/menit, suhu 36,6 ℃, frekuensi napas 29x/menit, saturasi oksigen 92%.

Pengkajian PQRST: P: Pasien mengatakan sesak nafas timbul ketika beraktivitas, Q: Pasien mengatakan nyeri seperti diremas, R: Pasien mengatakan nyeri dibagian ulu hati jika sesak napas kambuh, S: sesak derajat 2 (PPOK Sedang), T: Pasien mengatakan nyeri hilang timbul.

(6)

Pemeriksaan head to toe didapatkan hasil yaitu leher: tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. tidak ada pembengkakan vena jugularis.

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan dengan data subjektif pasien mengatakan sesak napas sejak satu minggu yang lalu yang semakin memberat dengan derajat sesak 2 (PPOK sedang) dan pasien mengatakan batuk berdahak kurang lebih sudah 5 hari tetapi dahak sulit keluar, pasien mengatakan demam satu hari saat awal sesak napas. Data Objektif didapatkan pasien tampak tidak mampu batuk dengan efektif, terdengar suara ronchi, pasien tampak gelisah, adanya produksi sputum berlebih, pada pemeriksaan tanda- tanda vital tekanan darah 120/80mmHg, frekuensi nadi 107x/menit, suhu 36,6°C, frekuensi napas 29x/menit, saturasi oksigen 92%.

Penderita PPOK satu diantaranya adalah gangguan pernafasan atau sesak nafas. Frekuensi pernafasan atau respiratory rate pada PPOK terjadi peningkatan sebagai upaya untuk mengkompensasi volume nafas yang kecil (Hafiizh, 2018). Sesak nafas terjadi akibat gangguan ventilasi saluran pernafasan dan menurunya

kemampuan fungsi kerja otot pernafasan. PPOK menimbulkan berbagai tingkat gangguan antara lain batuk, nyeri dada, sesak nafas, odema, terjadinya perubahan pola nafas, perubahan postur tubuh.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan pengkajian yang telah didapatkan ialah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan tidak mampu batuk (D.0001). Diagnosis ini sudah sesuai dengan SDKI yang dibuktikan dengan data mayor batuk tidak efektif. Tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering.

Berdasarkan hasil fakta di ruang IGD RST Asmir Salatiga dan teori, data sudah memenuhi 80% dari data subjektif dan objektif dari data mayor serta adanya dukungan data minor subjektif dan objektif untuk memvalidasi diagnosis, syarat tersebut sudah memenuhi 80-100% tanda dan gejala mayor berdasarkan teori Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017).

3. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan perumusan diagnosis keperawatan sesuai fokus studi kasus yang penulis tegakkan, maka ditentukan tujuan keperawatan

(7)

dan kriteria hasil berdasarkan SLKI dan SIKI. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam, diharapkan bersihan jalan napas tidak efektif meningkat dengan kriteria hasil (L.01001): batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun, suara ronkhi menurun, dispnea menurun, gelisah menurun, frekuensi napas membaik RR:

29x/menit menjadi 24x/menit

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut intervensi keperawatan (SIKI) yang dilakukan yaitu (I.01001) Manajemen Jalan napas tambahan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bunyi napas tambahan pada pasien, monitor sputum, terapeutik posisi tripod, ajarkan batuk efektif dan kolaborasi pemberian terapi medis terapi oksigen nasal kanul 3 liter/menit, pemasangan infus ringer laktat 500 mg/8jam 20 tetes/menit, pemberian injeksi lasix 20 mg/ml.

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2020) terhadap peningkatan saturasi oksigen dan penurunan frekuensi pernapasan dengan latihan tripod posisi.

Penelitian ini dilakukan pada 38 responden, sebelum dilakukan tindakan tripod position saturasi oksigen 88,41% dan frekuensi

pernapasan 33,18x/menit dan setelah dilakukan saturasi oksiegen meningkat menjadi 91,82% dan frekuensi napas 29,47x/menit (Susilowati, 2020).

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegaiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. (Dinarti, Yuli Mulyani, 2017). Berdasarkan intervensi keperawatan (I.01011) Manajemen Jalan Nafas yang telah di rencanakan penulis melakukan implementasi keperawatan yaitu:

Tindakan pertama pada pukul 16.05 WIB yaitu memonitor pola napas bertujuan untuk mengetahui perkembangan frekuensi pernapasan pasien. Memonitor pola napas dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan utama. Pola napas adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019) memonitor pola napas dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi pernafasan dengan nilai normal 16-24x/menit. Pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(8)

(PPOK) frekuensi napas 28-38x/menit (Susilowati, 2020).

Tindakan kedua pada pukul 16.10 WIB yaitu memonitor bunyi napas tambahan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bunyi napas tambahan pada pasien. Memonitor bunyi napas dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan utama.

Menurut Djojodibroto, 2018, Bunyi napas bronkial dan vasikuler yaitu suara normal, terdapat bunyi napas lain yang disebut suara nafas tambahan, Bunyi napas tambahan disebut juga bunyi napas tidak normal (abnormal breath sound). Bunyi napas tambahan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) biasanya terdengar mengi, wheezing, atau ronchi.

Tindakan ketiga pada pukul 16.15 WIB yaitu memonitor sputum bertujuan untuk mengetahui sputum tertahan atau tidak. Memonitor sputum juga dapat mendeteksi apakah ada infeksi saluran nafas yang menjadi penyebab utama ksaserbasi akut pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Memonitor sputum dapat dilakukan dengan memonitor jumlah sputum pada pasien (Paramasivam, 2017).

Tindakan keeampat pada pukul 16.20 WIB yaitu memposisikan

tripod. Posisi tripod adalah posisi klien diatas tempat tidur yang bertopang diatas overbed table (yang dinaikkan dengan ketinggian yang sesuai) dan bertumpu pada kedua tangan dengan posisi kaki ditekuk kearah dalam. Frekuensi pernafasan dan SpO2 sebelum dilakukan perlakuan pada Tripod Position yaitu pernapasan 28x/menit-38x/menit dan saturasi oksigen 86%-92%. Untuk memperoleh hasil yang maksimal sebaiknya tindakan tripod position dilakukan sebelum diberikan oksigenasi.

Tindakan tripod position dapat bertujuan untuk meningkatkan tekanan otot intra abdomen serta mengurangi tekanan pada otot diafragma kerongga abdomen selama inspirasi sehingga dapat memperbaiki kondisi sesak napas, meningkatkan saturasi oksigen, menurunkan frekuensi pernapasan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Untuk tahap-tahap memberikan tripod position pada pasien yang pertama lakukan pengecekan saturasi oksigen dan frekuensi pernafasan dengan menggunakan oximetry, kemudian meminta pasien di atas tempat tidur yang bertopang overbed table, setelah itu meminta kedua tangan untuk

(9)

bertumpuan dan memposisikan kaki di tekuk kearah dalam dengan berada pada posisi 45° (posisi condong kedepan) selama 10 menit. Posisi ini dilakukan untuk mempermudah pasien sesak napas tanpa banyak mengeluarkan energi. Posisi inspirasi dengan menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat bernapas dan meminimalkan penggunaan oksigen (Booth dan Dudgeon, 2018).

Tindakan kelima pada pukul 16.25 WIB yaitu mengajarkan batuk efektif bertujuan untuk mengeluarkan dahak yang menumpuk di bagian dalam paru-paru. Batuk efektif ini dapat dipengaruhi jalur saraf aferen dan eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafreagma dan kontraksi otot melawan glotis yang menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan yang positif pada intratorak yang menyebabkan penyempitan trakea. Kekuatan eksposif ini akan menyapu sekret dan benda asing yang ada di saluran napas (Reni, Trevia, 2021).

Tindakan keenam pada pukul 16.30 WIB yaitu mengkolaborasi dengan dokter pemberian terapi bronkodikator dan oksigenasi dengan memberikan gas oksigen sekitar 21-

44% dengan aliran 1-5 liter/menit dengan menggunakan nasal kanul sehingga konsentrasi oksigen dalam tubuh meningkat (Lomone, Burke, Bauldoff, 2020).

Berdasarkan hasil fakta di IGD RST Asmir Salatiga semua implementasi keperawatan terlaksana.

Semua implementasi keperawatan dilakukan dengan menggunakan standar operasional dan adanya persetujuan dari pasien atau keluarga pasien yang bertanggung

jawab.

5. Evaluasi

Evaluasi disusun menggunakan SOAP subjective: Pernyataan atau keluhan dari pasien, Objective: Data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga, Analisys: Kesimpulan dari Objektif dan Subjektif, Planning:

Rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir) (Olfah dan Ghofur, 2020).

Setelah dilakukan implementasi keperawatan didapatkan hasil evaluasi keperawatan dengan subjektif: pasien mengatakan sesak napas sedikit berkurang dari sebelumnya, Objektif tanda- tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 107

(10)

x/menit, suhu 36,6 °C, frekuensi napas 29x/menit, saturasi oksigen 92% dengan nasl kanul 3 liter/menit.

Analisa masalah didapatkan bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian, Planning intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan monitor pola napas, monitor bunyi napas tambahan, monitor sputum, posisikan tripod, ajarkan batuk efektif dan kolaborasi dengan dokter pemberian oksigen nasal kanul 3 liter/menit, diberikan injeksi lasix 20 mg satu kali sehari dapat diberikan melalui intravena.

Berdasarkan hasil fakta evaluasi keperawatan di IGD RST Asmir Salatiga dan teori menurut Olfah dan Ghofur (2020), dengan menggunakan evaluasi yang disusun menggunakan SOAP subjective : Pernyataan atau keluhan dari pasien, Objective: Data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga, Analisys: Kesimpulan dari Objektif dan Subjektif, Planning:

Rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).

Hasil evaluasi keperawatan sudah sesuai menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), dengan beberapa tujuan

dan kriteria hasil yang ingin dicapai.

Sehingga ada beberapa kriteria hasil yang sudah teratasi seperti berkurangnya keluhan sesak napas, tekanan darah membaik, frekuensi nadi membaik, frekuensi pernafasan menurun, saturasi oksigen meningkat dan tampak gelisah menurun. Dengan adanya sebagian masalah keperawatan yang teratasi maka masalah keperawatan disimpulkan dengan teratasinya sebagian masalah keperawatan.

Mekanisme pemberian tripod position dapat melibatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal. Pemberian posisi tripod menyebabkan kedua otot ini meningkat. Otot diafragma yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya gravitasi bumi bekerja cukup adekuat. Gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah membesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vetikalnya. Begitu juga dengan otot intrakosta eksternal, gaya gravitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior (Saryono, 2009).

(11)

Dalam tindakan utama sudah sesuai dengan penelitian Susilowati (2020), dengan hasil nilai p value 0,00 saturasi oksigen 0,018 atau p 0,05 dapat disimpukan bahwa tindakan Tripod Position dapat mengurangi sesak, meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan frekuensi pernafasan. Hal ini dapat juga didukung oleh hasil penelitian Supriyadi (2019) kondisi pernapasan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebelum diberikan terapi tripod position dengan mean 88,27 kemudian meningkat menjadi 97,18 sesudah diberikan posisi tripod.

Dimana fakta dari hasil tindakan utama di ruang IGD RST Asmir Salatiga mendapatkan hasil evaluasi yang menyatakan adanya perubahan frekuensi pernafasan menrun dan saturasi oksigen yang meningkat sehingga dapat mengurangi sesak napas pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK

).

Tabel 2.2 Evaluasi Frekuensi Pernapasan dan Saturasi Oksigen Sebelum dan Sesudah Tindakan Tripod Position pada Tn.M

Hari/Tgl/

Jam

Evaluasi Sebelu m Tindak an 16.05

Sesuda h Tindak an 16.15

Jumat,28 Januari 2022

Frekuen si Pernapa san (RR)

29x/me nit

24x/me nit

Jum’at,28 Januari 2022

Saturasi Oksigen (SPO2)

92% 96%

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Hasil pengkajian pada Tn. M, usia 57 tahun diperoleh data subjektif antara lain pasien mengatakan sesak napas sejak satu minggu yang lalu yang semakin memberat dengan derajat sesak 2 (PPOK sedang) dan pasien mengatakan batuk berdahak kurang lebih sudah 5 hari tetapi dahak sulit keluar, pasien mengatakan demam satu hari saat awal sesak napas. Data Objektif didapatkan pasien tampak tidak mampu batuk dengan efektif, terdengar suara ronchi, pasien tampak gelisah, adanya produksi sputum berlebih, pada pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 120/80mmHg, frekuensi nadi 107x/menit, suhu 36,6 °C, frekuensi napas 29x/menit, saturasi oksigen 92%.

Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, diagnosa keperawatan yang ditegakkan sesuai dengan data permasalahan yang didapatkan yaitu bersihan jalan napas tidak efektif

(12)

berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan tidak mampu mengeluarkan sputum (D.0001).

Intervensi yang dibuat penulis untuk mengurangi sesak napas adalah manajemen jalan napas (I.01011) Observasi: monitor pola napas, monitor bunyi napas, monitor sputum;

Terapeutik: berikan tripod position dilakukan 1x selama 10 menit;

monitor pola napas setelah dilakukan tindakan tripod position; Edukasi:

ajarkan teknik batuk efektif;

kolaborasi: kolaborasi pemberian Nasal kanul 3 L/jam, diberikan injeksi lasix 20 mg/ml 1 kali sehari dapat diberikan melalui intravena.

Penulis melakukan pemberian latihan tripod position dilakukan selama 1 kali selama 10 menit untuk meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan frekuensi pernapasan.

Hasil evaluasi didapatkan hasil peningkatan saturasi oksigen 92%

menjadi 96% dan frekuensi pernapasan 29x/menit menjadi 24x/menit.

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi, diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu pengetahuan di

bidang kesehatan dalam upaya pengaplikasian latihan tripod position pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dapat meningkatkan saturasi oksigen dan menurunan frekuensi pernapasan.

2. Saran

a. Bagi Rumah Sakit

Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai salah satu contoh pembelajaran dengan latihan tripod position yang diterapkan pada pasien dengan kondisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOKO) yang mengacu pada asuhan keperawatan khususnya pada pasien yang mengalami PPOK.

b. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat

Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan tindakan keperawatan nonfarmakologis yaitu pemberian latihan tripod position dapat diaplikasikan sebagai tindakan alternatif untuk meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan frekuensi pernapasan secara maksimal agar pasien merasa nyaman, khususnya pada pasien

denganPPOK. Perawat

(13)

diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan komprehensif.

c. Bagi institusi Pendidikan

Menambah pengetahuan tentang ilmu keperawatan terutama dalam penanganan pada kasus pasien yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

d. Bagi Penulis

Diharapkan setelah dilakukannya latihan pada pasien PPOK dengan pemberian latihan tripod position dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi, penulis dapat menerapkan kembali pemberian latihan tripod position ini pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan baik dan benar yang sesuai dengan standar operasional prosedur serta memperbaharui kembali ilmu dan pengetahuan untuk menambah wawasan dalam menangani masalah keperawatan pada pasien PPOK.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medik.

Dhrama, K. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta:

Trans Info Media

Djokodibroto, R. D. (2016). Respirologi (Respiratory Medicine. EGC.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Salemba Medika.

Ikawati, Zullies. (2016) Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan, Yogyakarta: Bursa Ilmu

Kementrian Kesehatan Repubrik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun (2019). Jakarta:

Kemenkes RI

LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016).

Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa, Jakarta: EGC Muttaqin. (2012). Asuhan Keperawatan

Gangguan Sistem

Kardiovaskular. Salemba Medika

Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan

Gangguan Sistem

Kardiovaskular. Salemba Medika Muttaqin, (2015). Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan:

Selemba Medika.

Nurarif & Kusuma, (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis &

NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MadiAction.

Olfah, Yustina, Ghofur,A. (2016).

Dokumentasi Keperawatan.

Jakarta Selatan

Omeiati, Ratih. (2013). Kajian Epidemiologis Penyakit Paru

(14)

Obstruksi Kronis (PPOK). Media Litbangkes Vol. 23 No.2

Perry & Potter. (2014). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan praktek (Keempat). EGC

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi1.

Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sugiyono. (2012). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta.

Tabrani, (2017). Ilmu Penyakit Paru.

Jakarta: Salemba Medika.

WHO (Word Health Organization) (2017). Chronic Obstruktive Pulmonary disease (COPD).

Diakses 2 November 2019 dari https://www.who.int/news- room/fact-sheets/detail/chronic- obstructive-pulmonary-disease- (copd).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi kasus menunjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang dilakukan tindakan keperawatan terapi nonfarmakologi yaitu