Jurnal Zarah, Vol. x No. x (xxxx), Halaman xx-xx
p-ISSN: 2354-7162 | e-ISSN: 2549-2217 website: ojs.umrah.ac.id/index.php/zarah
POTENSI SERBUK BATANG BAMBU SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MEREGENERASI MINYAK JELANTAH
POTENTIAL OF BAMBOO POWDER AS AN ADSORBENT TO REGENERATE WOSH OIL
Putri Wulandari *1, Lulu Luthfiyah2, Mizatul Jannah3, Wahyu Hidayati4, Romy Dwipa Yamesa Away5, Trisna Kumala Sari6
Departemen Kimia, Universitas Negeri Padang
Jl. Prof. Hamka, Air Tawar, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
*e-mail korespondensi: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini mengevaluasi efektivitas bubuk bambu yang diolah menjadi karbon aktif untuk regenerasi minyak jelantah menggunakan tiga metode: tanpa perlakuan panas tinggi, aktivasi konvensional, dan aktivasi furnace.
Aktivasi dengan KOH meningkatkan porositas dan luas permukaan. Parameter utama yang dianalisis meliputi kadar air, asam lemak bebas (FFA), dan bilangan peroksida (PV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif tungku memiliki kinerja terbaik, menghasilkan kadar air minyak 0,05%, memenuhi SNI 7709:2019 (<0,1%).
Sebaliknya, metode konvensional dan serbuk bambu menghasilkan kadar air masing-masing sebesar 0,12% dan 0,66%. Kandungan FFA terendah sebesar 0,23% juga terdapat pada arang aktif furnace memenuhi SNI 01-3741- 2002 (<0,3%). Selain itu, bilangan peroksidanya adalah 6,3 mek O2/kg, lebih baik dibandingkan metode konvensional (9,7 mek O2/kg) dan bubuk bambu (13,3 mek O2/kg), keduanya memenuhi SNI No. 01-3741-2013 (<10 mek O2/kg). Kinerja arang aktif tungku yang unggul disebabkan oleh porositasnya yang optimal, peningkatan kandungan karbon aktif, sifat hidrofobik, dan kemampuan interaksi dengan pengotor. Oleh karena itu, arang bambu yang diaktifkan dengan tungku menunjukkan potensi sebagai adsorben yang efektif untuk meregenerasi minyak jelantah.
Kata kunci: adsorben, bambu, minyak jelantah
Abstract
This research evaluates the effectiveness of bamboo powder processed into activated carbon for regenerating used cooking oil using three methods: no high heat treatment, conventional activation, and furnace activation. The activation with KOH enhances porosity and surface area. Key parameters analyzed included water content, free fatty acids (FFA), and peroxide value (PV). The results indicated that furnace-activated charcoal performed best, yielding an oil water content of 0.05%, compliant with SNI 7709: 2019 (<0.1%). In contrast, conventional and bamboo powder methods produced water contents of 0.12% and 0.66%, respectively. The lowest FFA content of 0.23% was also found in the furnace-activated charcoal, meeting SNI 01-3741-2002 (<0.3%). Additionally, the peroxide value was 6.3 mek O2/kg, which is better than the conventional method (9.7 mek O2/kg) and bamboo powder (13.3 mek O2/kg), both meeting SNI No. 01-3741-2013 (<10 mek O2/kg). The furnace-activated charcoal's superior performance is attributed to its optimal porosity, increased active carbon content, hydrophobic properties, and interaction capabilities with impurities. Thus, furnace-activated bamboo charcoal shows promise as an effective adsorbent for regenerating used cooking oil.
Keywords: adsorbent, bamboo, used cooking oil
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan tingkat konsumsi minyak goreng sawit tertinggi di seluruh dunia, diikuti oleh negara India dan China. Tingkat konsumsi minyak yang tinggi di masyarakat dapat menunjukkan bahwa orang Indonesia lebih suka makanan yang digoreng dari pada dengan makanan lainnya. Meningkatnya penggunaan minyak goreng dapat meningkatkan jumlah minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) (Olive and Production 2024).
Peningkatan penggunaan minyak goreng dan minyak jelantah tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan makanan dan lingkungan. Makanan yang dibuat dengan minyak jelantah berbahaya bagi kesehatan karena mengandung zat yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti kanker, stroke dan penyakit berbahaya lainnya.
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan juga masih minim, sehingga limbah minyak jelantah sering dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan (Rahayu et al. 2020).
Minyak jelantah adalah limbah dari minyak goreng yang telah digoreng berulangkali (Untung Waluyo et al. 2020).
Reaksi degradasi yang terjadi selama proses penggorengan menyebabkan minyak goreng menjadi lebih buruk (Nasrun et al. 2017). Minyak jelantah harus diproses untuk meningkatkan kualitasnya dan mengurangi efek negarif terhadap kesehatan. Penggunaan adsorben adalah salah satu metode pengolahan minyak jelantah untuk membuatnya kembali jernih dan mempertahankan kualitasnya
Adsorpsi dianggap sebagai metode yang efisien dan ekonomis karena biaya yang terjangkau, dapat diregenerasi dan prosesnya relatif sederhana. Bambu telah lama dikenal sebagai material alami yang memiliki potensi besar sebagai adsorben, karena bambu memiliki selulosa berkisar 42,4% - 53,6% dan lignin berkisar 19,8% - 26,6%. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa bambu mampu berfungsi sebagai adsorben untuk berbagai polutan, termasuk logam berat seperti timbal (Pb).
Penelitian oleh Ajeng dan Wesen menunjukkan bahwa tanaman bambu air dapat mengadsorbsi kandungan Timbal (Pb) sebesar 76 % (Ajeng and Wesen 2013). Sedangkan, penelitian oleh Widayanto, dkk menunjukkan bahwa arang bambu yang diaktivasi memiliki nilai konstanta lebih tinggi, yaitu 0.001305 (Widayatno et al.
2017).
Meskipun bambu telah banyak digunakan sebagai adsorben untuk berbagai polutan. Namun, penelitian mengenai pemanfaatannya sebagai adsorben minyak jelantah masih sangat terbatas. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji potensi bambu sebagai adsorben minyak, mengingat ketersediaannya yang melimpah, biaya produksi yang rendah, serta sifatnya yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian serbuk bambu sebagai adsorben minyak jelantah ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang.
A. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, pisau, chopper, neraca analitik, kaleng, cawan porselen, oven, furnace, cawan petri, spatula, batang pengaduk, gelas kimia, botol semprot, labu ukur, corong, hot plate, klem dan statif, buret, erlenmeyer, pipet tetes, pipet volume, spektrofotometri UV-VIS.
B. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah bambu, minyak jelantah, alumunium foil, kertas saring, aguades, KOH, etanol, NaOH, H2C2O4, indikator PP, kloroform, CH3COOH, KI jenuh, KI 10%, Na2S2O3, amilum, dan n-heksan.
C. Prosedur Kerja 1. Preparasi Bambu
Bambu terlebih dahulu dibersihkan, diserut, dan dihaluskan menggunakan chopper hingga menjadi serbuk. Serbuk bambu dibagi menjadi tiga variasi perlakuan. Variasi pertama serbuk bambu tanpa perlakuan tambahan. Variasi kedua serbuk bambu diarangkan dengan metode konvensional. Variasi dari ketiga serbuk bambu yang dioven pada suhu 105 °C untuk mengurangi kadar airnya, kemudian selama 1 jam , dibakar dengan furnace pada suhu 400 °C.
2. Aktivasi adsorben
Ketiga variasi perlakuan bambu diaktivasi menggunakan KOH selama 4 jam. Setelah proses aktivasi, adsorben disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya, adsorben dinetralkan dengan aquades hingga pH mendekati netral dan disaring kembali. Pada tahap akhir, adsorben di oven selama 3 jam pada suhu 105 °C untuk menghilangkan kadar air.
3. Adsorpsi minyak jelantah
Sebanyak 5 gram masing-masing adsorben dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 100 ml minyak jelantah yang telah disaring. Campuran tersebut dipanaskan selama 30 menit sambil diaduk. Setelah proses pemanasan selesai, campuran disaring untuk memisahkan minyak dari adsorben. Minyak hasil adsorpsi dimasukkan ke dalam botol reagen untuk dianalisis.
4. Analisis kadar air
selama 30 menit cawan porselen dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C. Setelah itu, cawan porselen didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat awalnya. Selanjutnya, sebanyak 2 gram masing-masing minyak dimasukkan ke dalam cawan porselen dan kembali ditimbang.
Selanjutnya, dipanaskan menggunakan oven pada suhu 105°C selama 4 jam. Setelah itu, didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang ulang untuk menentukan bobot akhir. Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung kadar air.
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑏𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100%
5. Analisis FFA (Free Fatty Acid)
Sebanyak 5 gram masing-masing minyak dimasukkan ke erlenmeyer, kemudian ditambahkan etanol sebanyak 50 ml dan dipanaskan hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan indicator PP dan dititrasi menggunkan NaOH 0,1N hingga terbentuk warna merah muda. Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung kadar FFA.
%𝐹𝐹𝐴 =𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝐵𝐸𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 1000 × 100%
Keterangan:
VNaOH = volume NaOH yang terpakai pada saat titrasi (ml), NNaOH = Normalitas NaOH (N), BE
minyak = berat molekul minyak (256), berat sampel (g)
6. Analisis PV (Peroxide Value)
Sebanyak 3 gram masing-masing minyak dimasukkan ke erlenmeyer, kemudian ditambahkan 15 ml asetat-kloroform dengan perbandingan 3:2. Campuran tersebut diaduk, selanjutnya ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, ditutup, dan didiamkan selama 2 menit. Setelah itu, ditambahkan 15 ml aquades, dan dititrasi
hingga terbentuk warna kuning pucat. Beberapa tetes amilum ditambahkan, kemudian dititrasi kembali hingga warna biru hilang. Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung kadar PV.
𝑃𝑉 =𝑁𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 × 𝑉0−𝑉1 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 × 1000 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan:
N Na2S2O3 = normalitas Na2S2O3 (N), V0
Na2S2O3 = volume Na2S2O3 yang terpakai pada saat titrasi blanko (ml), V1 Na2S2O3 = volume Na2S2O3 yang terpakai pada saat titrasi sampel (ml), berat sampel (g).
7. Uji kejernihan
Ketiga sampel minyak hasil adsorpsi diencerkan menggunakan pelarut n-heksana. Kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam kuvet.
Kemudian, absorbansi minyak diukur dengan panjang gelombang 360 nm dengan menggunakan minyak murni sebagai blanko.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi serbuk batang bambu sebagai adsorben untuk meregenerasi minyak jelantah didasarkan pada kemampuan bahan karbon aktif dari bambu dalam mengadsorpsi zat pengotor yang terkandung dalam minyak jelantah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas serbuk bambu pada tiga variasi perlakuan berbeda dalam mengadsorpsi zat pengotor yang terkandung dalam minyak jelantah.
Aktivasi adsorben menggunakan KOH bertujuan untuk melepaskan kotoran-kotoran yang menutupi pori-pori karbon sehingga dapat meningkatkan pori dan luas permukaan serbuk bambu (Dewi, Azhari, and Nofriadi 2021). Proses aktivasi meningkatkan kandungan karbon aktif pada arang bambu, bersifat hidrofobik cenderung menarik senyawa non polar dan kandungan selulosa dengan gugus hidroksil (-OH) yang dapat berinteraksi dengan senyawa pengotor, seperti senyawa FFA dan peroksida. Proses ini dirancang untuk menghasilkan serbuk bambu yang optimal sebagai adsorben logam berat dan senyawa organik dalam minyak jelantah. Salah satu karakter fisik yang sangat penting untuk menentukan kualitas karbon aktif sebagai adsorben adalah luas permukaannya. Karbon bambu memiliki luas permukaan sebesar kisaran 10-50 m2/g. Jika karbon bambu diaktivasi secara kimia (pada suhu 105 C selama 3 jam) dengan menggunakan KOH biasanya karbon aktif yang
dihasilkan berkisaran 500-1500 m2/g atau lebih (Evbuomwan, Abutu, and Ezeh 2013).
Pada tahap adsorpsi, minyak jelantah yang ditambahkan arang aktif bambu hasil furnace terlihat lebih jernih dibandingkan dengan arang aktif bambu hasil pengarangan tradisional dan serbuk aktif bambu. Hal ini disebabkan oleh proses furnace yang menghasilkan arang aktif dengan pori-pori lebih banyak dan luas permukaan lebih besar, sehingga lebih efektif dalam menyerap kotoran, senyawa warna, dan zat terlarut. Arang aktif hasil pengarangan tradisional memiliki pori-pori lebih sedikit karena suhu dan durasi proses yang lebih rendah, sehingga kemampuan adsorpsinya lebih rendah meskipun masih dapat mengurangi kekeruhan minyak. Sementara itu, serbuk bambu aktif tanpa perlakuan panas tinggi memiliki kapasitas adsorpsi yang paling rendah karena struktur porinya belum optimal, sehingga kejernihan minyak yang dihasilkan juga paling rendah.
Gambar 1. Hasil adsorpsi dengan tiga variasi perlakuan berbeda
Variasi adsorben
bambu
Analisis Kualitas Minyak Hasil Adsorpsi
Kadar
air FFA PV
Serbuk bambu
aktif 0,66 % 0,87 % 13,3 mek O2/ kg Arang aktif hasil
metode konvensional
0,12 % 0,30 % 9,67 mek O2/ kg Arang aktif hasil
furnace 0,05 % 0,23 % 6,3 mek O2/ kg Tabel 1. Analisis Kualitas Minyak Hasil Adsorpsi
Sifat higroskopis arang aktif yang dihasilkan ditentukan dengan mengukur kadar air. Kadar air adalah factor utama yang menentukan tingkat kerusakan minyak, karena
keberadaan air mempercepat proses hidrolisis, yang menjadi awal peruraian minyak. Semakin banyak air yang terkandung didalam minyak, semakin tinggi tingkat hidrolisis yang terjadi. Di mana keberadaan air menyebabkan pembentukan FFA dan gliserol (Suroso 2013). Penggunaan serbuk bambu sebagai adsorben dalam penurunan proses kadar air tergantung pada tiga variasi perlakuan yang diterapkan pada serbuk bambu.
SNI 7709:2019 menetapkan bahwa kadar air maksimal dalam minyak goreng adalah 0,1%
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan karbon aktif bambu yang diproses dengan furnace memenuhi persyaratan SNI, dengan kadar air sebesar 0,05 % . Sementara itu minyak jelantah yang dimurnikan dengan serbuk bambu aktif belum cukup efektif dalam menyerap air, yang ditunjukkan dengan kadar air yang masih cukup tinggi, yaitu 0,66 %. Arang aktif bambu yang diolah secara konvensional menghasilkan minyak dengan kadar air lebih rendah 0,12 % namun belum bisa memenuhi standar SNI.
Penyerapan kadar air dari arang aktif furnace lebih baik karena pori-pori yang dihasilkan permukaannya lebih luas, yang dapat meningkatkan kemampuan daya adsorpsi dari arang aktif tersebut (Dewi, W Nawang, and Triuswatun 2019).
Asam lemak bebas (FFA) adalah asam karboksilat berantai lurus dengan 12 hingga 20 atom karbon, yang dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Kadar FFA dalam minyak goreng mencerminkan kualitasnya;
minyak yang baik memiliki lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan jenuh. Semakin tinggi angka FFA, semakin rendah kualitas minyak tersebut (Levia and Mhubaligh 2023).
Hasil penentuan kadar Free Fatty Acid (FFA) minyak jelantah tergantung pada variasi perlakuan. Berdasarkan standar SNI 01-3741- 2002 kadar FFA yang diizinkan oleh pemerintah adalah 0,3%. Hasil pengujian didapatkan kadar FFA variasi serbuk bambu aktif sebesar 0,87 %, sedangkan variasi arang aktif yang diolah dengan metode konvensional sebesar 0,30 %. Hasil ini menunjukkan bahwa arang aktif dengan metode konvensional memberikan adsorbsi yang lebih baik dari pada serbuk bambu aktif. Kadar FFA pada arang aktif furnace sebesar 0,23 % sudah memenuhi standar SNI. Kadar FFA pada arang aktif furnace lebih baik dari serbuk bambu aktif dan arang aktif yang diolah dengan metode konvensional, karena adsorben arang aktif furnace memiliki luas permukaan yang besar sehingga dapat mempercepat laju adsorpsi dan
meningkatkan jumlah partikel yang dapat diserap (Hasriani, Sitorus Saibun 2023).
Bilangan peroksida adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kerusakan suatu minyak atau lemak akibat proses oksidasi.
Semakin tinggi nilai bilangan peroksida, semakin banyak senyawa peroksida yang terbentuk, yang mana senyawa ini menjadi penyebab timbulnya aroma tengik pada minyak atau lemak. Standar SNI No.01 3741-2013 menetapkan batas maksimum bilangan peroksida untuk suatu bahan pangan terten.tu sebesar 10 mek O2/kg.
Berdasarkan hasil pengujian bilangan peroksida serbuk bambu aktif tidak memenuhi standar SNI.
Bilangan peroksida arang aktif yang diolah dengan metode konvensional sebesar 9,7 mek O2/kg sudah memenuhi standar SNI. Namun hasil bilangan peroksida arang aktif furnace menunjukkan hasil yang lebih baik sebesar 6,3 mek O2/kg karena luas permukaan yang besar sehingga dapat mempercepat laju adsorpsi dan meningkatkan jumlah partikel yang dapat diserap (Hasriani, Sitorus Saibun 2023).
Minyak dan lemak mengandung zat warna yang mampu menyerap cahaya dari spektrum. Warna ini berperan menentukan kualitas minyak dan lemak. Hal ini menjadi dasar untuk menentukan sifat-sifat minyak menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.
Alat ini digunakan untuk mengukur kejernihan minyak menggunakan panjang gelombang 360 nm dengan absorbansi menyatakan tingkat kekeruhan (Leong et al. 2018). Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai adsorbansi minyak murni sebagai blanko adalah 0,448. Sedangkan hasil adsorbs dengan serbuk bambu memiliki nilai adsorbansi tertinggi 0,883 yang menunjukkan kurang efektif dalam menurunkan kekeruhan minyak dibandingkan arang aktif.
Pada minyak hasil adsorbs dengan arang aktif bambu yang diolah dengan meode konvensional menurun menjadi 0,275. Hasil adsorbsi dengan arang aktif bambu yang di furnace nilai adsorbansinya 0,122. Dari ketiga jenis adsorben, arang aktif bambu yang di furnace paling efektif dalam menurunkan kekeruhan minyak jelatah.
KESIMPULAN
Serbuk bambu yang diolah menjadi arang aktif melalui metode furnace memiliki efektivitas terbaik dalam meregenerasi minyak jelantah dibandingkan metode konvensional maupun tanpa perlakuan panas tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan arang aktif furnace
dalam memenuhi standar SNI untuk kadar air (0,05%), kadar asam lemak bebas (0,23%), dan bilangan peroksida (6,3 mek O2/kg.Metode furnace menghasilkan arang aktif yang lebih optimal karena suhu dan durasi proses yang meningkatkan luas permukaan dan porositas, sehingga lebih efektif dalam menyerap kotoran, senyawa warna, serta zat terlarut. Dengan demikian, arang aktif furnace dari serbuk bambu memiliki potensi besar sebagai adsorben untuk meregenerasi minyak jelantah secara efisien dan ramah lingkungan.
DAFTAR RUJUKAN
Ajeng, Any Bayu, and Putu Wesen. 2013.
“Penyisihan Logam Berat Timbal (Pb) Dengan Proses Fitoremediasi.” Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan 5(2):17–23.
Dewi, Mubarokah N., Sri W Nawang, and Henti R. Triuswatun. 2019. “Pemanfaatan Limbah Daun Jati (Tectona Grandis L.F.) Sebagai Adsorben Alami Dalam Penurunan Kadar Free Fatty Acid Minyak Jelantah.” AVoER11 298–
301.
Dewi, Rozanna, Azhari Azhari, and Indra Nofriadi. 2021. “Aktivasi Karbon Dari Kulit Pinang Dengan Menggunakan Aktivator Kimia Koh.” Jurnal Teknologi Kimia Unimal 9(2):12.
doi: 10.29103/jtku.v9i2.3351.
Evbuomwan, B. O., A. S. Abutu, and C. P. Ezeh.
2013. “The Effects of Carbonization Temperature on Some Physicochemical Properties of Bamboo Based Activated Carbon by Potassium Hydroxide ( KOH ) Activation.”
Greener Journal of Physical Sciences 3(5):187–
91.
Hasriani, Sitorus Saibun, Hiyahara Irfan Hasyari.
2023. “Review Artikel : Pemanfaatan Berbagai Adsorben Dari Arang Aktif Dalam Meningkatkan Kualitas Minyak Jelantah Review Article : Utilization of Various of Adsorbent From.” Kimia, J., Mulawarman, U., Kelua, K. G.,
& Timur, K. (2023). Review Artikel : Pemanfaatan Berbagai Adsorben Dari Arang Aktif Dalam Meningkatkan Kualitas Minyak Jelantah Review Article : Utilization of Various of Adsorbent From.
Leong, Yang Sing, Pin Jern Ker, M. Z.
Jamaludin, Saifuddin M. Nomanbhay, Aiman Ismail, Fairuz Abdullah, Hui Mun Looe, and Chin Kim Lo. 2018. “UV-Vis Spectroscopy: A New Approach for Assessing the Color Index of Transformer Insulating Oil.” Sensors (Switzerland) 18(7):1–15. doi:
10.3390/s18072175.
Levia, Dinda, and Mhubaligh. 2023. “Analisis Proses Produksi CPO Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Mutu CPO.” Jurnal Teknologi Dan Manajemen Industri Terapan 2(2):82–89. doi:
10.55826/tmit.v2i2.72.
Nasrun, David, Theresia Samangun, Taufik Iskandar, and Zuhdi Mas’um. 2017. “Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi.” Jurnal Penelitian Teknik Sipil Dan Teknik Kimia 1(2):1–7.
Olive, Global, and Oil Production. 2024.
“Oilseeds : World Markets and Trade.”
(November).
Rahayu, Sri, Hikmatul Aliyah, Maya Indah Pratiwi, Program Studi Manajemen, Arang Kayu, Sabun Cuci, Daur Ulang, and Analisis Situasi.
2020. “375-2051-1-Pb.” 01(01).
Suroso, Asri Sulistijowati. 2013. “Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai DitSuroso, A. S.
(2013). Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau Dari Bilangan Peroksida , Bilangan Asam Dan Kadar Air. Jurnal Kefarmasian Indonesia, Vol 3(2), 77–88.Injau Dari Bilangan Peroksida , Bilangan Asam Dan .” Jurnal Kefarmasian Indonesia Vol 3(2):77–88.
Untung Waluyo, Aldi Ramadhani, Alvina Suryadinata, and Lia Cundari. 2020. “Review:
Penjernihan Minyak Goreng Bekas Menggunakan Berbagai Jenis Adsorben Alami.”
Jurnal Teknik Kimia 26(2):70–79.
Widayatno, Tri, Teti Yuliawati, Agung Adi Susilo, Program Studi, Teknik Kimia, Fakultas Teknik, and Universitas Muhammadiyah. 2017.
“Adsorpsi Logam Berat (Pb) Dari Limbah Cair Dengan Adsorben Arang Bambu Aktif.” Jurnal Teknologi Bahan Alam 1(1):17–23.