• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potential of Used Cooking Oil as Biodiesel with Addition of Three Types of Catalysts

N/A
N/A
Alya Salsabila

Academic year: 2025

Membagikan "Potential of Used Cooking Oil as Biodiesel with Addition of Three Types of Catalysts"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOTAN, Vol. 13, No. X, Desember 2019 ISSN 1978-1067 (Print), ISSN 2528-6285 (Online) DOI 10.24198/jt.vol13nX.X

POTENSI MINYAK JELANTAH SEBAGAI BIODIESEL DENGAN TAMBAHAN 3 JENIS KATALIS

Intan Sabina1, Alya Salsabila2, Anisa Nurjanah3

1,2,3Program Studi Teknik Biosistem, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sumatera E-mail:[email protected],[email protected],

[email protected],[email protected]

Diterima: XX XXXX XXXX; Disetujui: XX XXXX XXXX (diisi oleh pengelola jurnal)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji potensi minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel melalui proses transesterifikasi dengan tiga jenis katalis: CaO/SiO2, CaO dari ekstrak cangkang kerang dara, dan abu tandan kosong sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas biodiesel yang dihasilkan, termasuk densitas, viskositas, dan kadar free fatty acid (FFA). Metode yang digunakan adalah analisis laboratorium untuk mengukur parameter-parameter tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan dengan katalis CaO/SiO2 memiliki densitas antara 860-890 kg/m³ dan viskositas kinematik sebesar 3 mm²/s, sedangkan kadar FFA mencapai 0,64%. Katalis CaO dari ekstrak cangkang kerang dara menghasilkan densitas 814,2 kg/m³ setelah esterifikasi dan viskositas 34,52 cSt, dengan kadar FFA menurun menjadi 2,37%. Penggunaan abu tandan kosong sawit juga menunjukkan hasil yang baik dengan densitas antara 854-868 kg/m³ dan viskositas kinematik 4,23-6,01 cSt. Meskipun kualitas biodiesel memenuhi standar SNI untuk densitas dan viskositas, kadar FFA pada beberapa sampel tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa minyak jelantah dapat menjadi sumber biodiesel yang berkelanjutan, namun perlu perhatian lebih pada pengendalian kadar FFA untuk meningkatkan kualitas produk akhir.

Kata kunci:biodiesel, minyak jelantah, transesterifikasi, katalis, kualitas biodiesel

ABSTRACT

This research examines the potential of used cooking oil as a biodiesel raw material through a transesterification process with three types of catalysts: CaO/SiO2, CaO from shellfish extract, and empty palm fruit bunch ash. The aim of this research is to evaluate the quality of the biodiesel produced, including density, viscosity and free fatty acid (FFA) content.

The method used is laboratory analysis to measure these parameters. The research results show that the biodiesel produced with the CaO/SiO2 catalyst has a density of between 860-890 kg/m³ and a kinematic viscosity of 3 mm²/s, while the FFA content reaches 0.64%. The CaO catalyst from pigeon clam shell extract produced a density of 814.2 kg/m³ after esterification and a viscosity of 34.52 cSt, with the FFA content decreasing to 2.37%. The use of empty palm fruit bunch ash also showed good results with a density between 854-868 kg/m³ and a kinematic viscosity of 4.23-6.01 cSt. Even though the quality of biodiesel meets SNI standards for density and viscosity, the FFA levels in several samples do not meet the specified criteria. This research concludes that used cooking oil can be a sustainable source of biodiesel, but more attention needs to be paid to controlling FFA levels to improve the quality of the final product.

Keywords:biodiesel, used cooking oil, transesterification, catalyst, biodiesel quality

PENDAHULUAN

Energi merupakan salah satu kebutuhan yang utama dalam suatu proses dan energi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Bahan bakar minyak atau yang dikenal BBM adalah salah satu sumber energi bahan bakar fosil yang mudah diperoleh. Sehingga konsumsi energi fosil selalu mengalami peningkatan dalam menghasilkan energi baru dan membuat cadangan minyak Indonesia semakin berkurang. Penggunaan energi fosil yang berlebihan akan menyebabkan polusi sehingga akan mengakibatkan emisi bahan bakar. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi untuk mengembangkan energi alternatif pengganti BBM, maka salah satu upaya pencegahan yang dilakukan dengan mengembangkan bahan bakar yang mudah diperbaharui (renewable) agar mengurangi ketergantungan masyarakat pada minyak bumi [1].

Solusi dari penggunaan biofuel untuk mengurangi kandungan karbon di udara yang disebabkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil [2]. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang berasal dari biomassa dan memiliki senyawa berupa campuran akil ester melalui proses transesterifikasi dengan bantuan katalis. Sehingga reaksi tersebut menghasilkan metil ester atau etil ester asam lemak dan gliserol. Reaksi transesterifikasi dapat memberikan kualitas biodiesel yang lebih bagus dikarenakan adanya proses pertukaran asam lemak untuk menghasilkan ester baru. Biodiesel memiliki sifat yang tidak beracun, bebas dari belerang dan sederharna dalam pengaplikasinya [3].

Pemanfaatan biomassa menjadi biodiesel sudah banyak diteliti dan salah satu biomassa yang digunakan adalah minyak jelantah. Minyak jelantah(waste cooking oil)adalah

1

(2)

TEKNOTAN, Vol. 13, No. X, Desember 2019

hasil minyak untuk menggoreng yang dipakai secara berulang hingga minyak tersebut berubah menjadi warna coklat dan pada akhirnya sisa minyak tersebut akan dibuang. Namun, sisa minyak tersebut akan memberikan dampak berbahaya dikarenakan minyak tersebut akan mengalami perubahan kimia yang berakibatkan oksidasi dan hidrolisis. Hasil limbah tersebut perlu dilakukan pencegahan untuk melindungi lingkungan dengan menjadikan sebagai pembuatan biodiesel [4].

Katalis dalam proses pembuatan biodiesel berfungsi untuk mempercepat proses suatu reaksi. Penggunaan katalis dalam setiap proses berbeda - beda sesuai yang dibutuhkan. Jenis katalis yang paling sering digunakan adalah katalis yang bersifat asam, katalis bersifat basa dan katalis heterogen. Katalis asam umumnya digunakan untuk minyak yang memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi dan contoh katalis asam seperti H2SO4 yang membantu mengurangi masalah asam lemak pada proses transesterifikasi. Katalis basa, seperti NaOH atau KOH paling sering digunakan untuk minyak yang memiliki kandungan asam lemak bebas rendah sehingga lebih efisien dalam proses transesterifikasi dan mampu memberikan kualitas lebih baik. Katalis heterogen merupakan jenis katalis yang tidak bisa larut dalam reaksi dan berbentuk padatan. Jenis katalis heterogen ini lebih ramah lingkungan dibandingkan katalis basa dan asam [5].

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, cadangan minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya total cadangan minyak pada tahun 2018 hanya 3,156 miliar barrel. Permintaan energi yang semakin meningkat dibutuhkan tantangan baru untuk menciptakan penyediaan sumber energi ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan energi dalam mencegah permasalahan yang harus diatasi.

Menghadapi situasi tersebut, dibutuhkan inovasi seperti pengembangan biodiesel dari minyak nabati dan lemak hewani. Terdapat dampak lain berupa peningkatan permintaan dan penggunaan bahan bakar fosil. kebutuhan solar pada tahun 2017 sebesar 3.28 kiloliter, tahun 2018 sebesar 2.77 kiloliter, tahun 2019 sebesar 2.33 kiloliter dan tahun 2020 sebesar 1.97 kiloliter. Penggunaan solar mengalami meningkatkan dan cadangan energi minyak mentah dapat diproduksi atau akan hamis dalam waktu 30 tahun dan gas hanya dapat diproduksi selama 58,95 tahun dan dalam produksi batu bara hanya diproduksi selama 82.01 tahun [6].

METODOLOGI

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode kepustakaan (library research). Kajian pustaka mencakup serangkaian langkah, termasuk membaca, mencatat, dan mengolah bahan-bahan penelitian. Dengan mengadopsi pendekatan ini, penelitian ini mengumpulkan data melalui peninjauan dan eksplorasi berbagai sumber, seperti buku, jurnal, dokumen, baik yang berbentuk cetak maupun digital, serta sumber data dan informasi lainnya yang memiliki relevansi dengan topik yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Densitas berhubungan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar. Biodiesel yang memiliki nilai densitas rendah dan memenuhi standar akan menghasilkan nilai kalor yang tinggi sedangkan biodiesel yang tidak memenuhi standar

tidak digunakan karena dapat merusak mekanis, emisi pada mesin. Densitas biodiesel memiliki variasi yang berbeda pada setiap komposisi pada jenis minyak nabati atau lemak hewani dan kondisi spesifik [7]. Nilai densitas umum berkisar antara 0,86 hingga 0,90 g/cm3 dan suhu ruang 15°sampai 25°C. Faktor seperti suhu, jenis bahan baku dan proses produksi dapat mempengaruhi densitas sehingga densitas akan menurun pada saat suhu meningkat yang diakibatkan ekspansi termal.

Viskositas dalam biodiesel bentuk parameter yang utama dalam mempengaruhi performa bahan bakar untuk mesin.

Untuk mengubah minyak jelantah menjadi biodiesel menggunakan proses transesterifikasi sehingga mempengaruhi viskositas yang dihasilkan [8]. Biodiesel dari minyak jelantah memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan minyak lainnya [9]. Selain itu, komposisi asam lemak juga mempengaruhi namun minyak jelantah mengandung campuran asam lemak jenuh dan tak jenuh dan dengan peningkatan suhu membuat viskositas berkurang. Viskositas memiliki nilai standar yang ditetapkan oleh badan regulasi ASTM D6571 dan EN 14214 yang berfungsi untuk melindungi kualitas dan performa biodiesel [10]. Sehingga mengakibatkan pembakaran di ruang bakar 3 menjadi tidak sempurna, yang dapat menghentikan mesin bekerja. Viskositas kinematika bahan bakar salah satu karakteristik yang mempengaruhi kinerja injektor mesin diesel. Bahan bakar dengan viskositas yang terlalu rendah akan merusak pelumas yang buruk dan mengakibatkan kebocoran pada pompa sedangkan viskositas bahan bakar yang terlalu tinggi dapat menyebabkan asap kotor dikarenakan menghambat bahan bakar untuk mengalir dan susah teratomisasi. Viskositas mesin dapat mempengaruhi pembakaran dan penyemprotan biodiesel. Viskositas yang tinggi dapat menyebabkan atomisasi bahan bakar dan udara yang lebih buruk [11].

Free fatty acid(FFA) merupakan mL KOH pada 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak.

Kualitas dan kerusakan biodiesel akibat oksidasi asam lemak ditunjukkan oleh kadar FFA. Selama penyimpanan, kadar air biodiesel dapat mempengaruhi kualitas biodiesel.

Ketika kadar air tinggi, mikroorganisme dapat berkembang biak, yang dapat menyebabkan endapan dan kotoran menyumbat filter dan jalan bahan bakar ke ruang pembakaran di dalam mesin. Air juga meningkatkan kadar FFA karena reaksi hidrolisis dan merusak mesin. Kehadiran air juga dapat menyebabkan nilai panas pembakaran menurun [12].

Katalis CaO/SiO2 dari Ekstrak Cangkang Telur

1. Densitas biodiesel yang dihasilkan dari hasil pengujian pada katalis CaO/SiO2 sebanyak 5 gram menghasilkan densitas 890 Kg/m3, 10 gram menghasilkan densitas 860 Kg/m3, dan pada massa katalis 15 gram menghasilkan nilai densitas sebesar 870 Kg/m3.

2. Viskositas kinematik biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 5 gram menghasilkan viskositas kinematik sebesar 3,1 mm2/s, biodiesel dengan jumlah katalis CaO/SiO2 sebesar 10 gram menghasilkan nilai viskositas kinematik sebesar 3.1 mm2/s, sedangkan biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 sebesar 15 gram menghasilkan nilai viskositas kinematik sebesar 3 mm2/s.

3. Kadar FFA biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 5 gram menghasilkan kadar FFA 0,57%, biodiesel dengan jumlah katalis CaO/SiO2 sebesar 10 gram menghasilkan kadar FFA sebesar 0,65%, sedangkan biodiesel dengan katalis

2

(3)

TEKNOTAN, Vol. 13, No. X, Desember 2019 ISSN 1978-1067 (Print), ISSN 2528-6285 (Online) DOI 10.24198/jt.vol13nX.X CaO/SiO2 sebesar 15 gram menghasilkan kadar FFA

sebesar 0,64% [2].

Katalis CaO dari Ekstrak Cangkang Kerang Dara 1. Sebelum proses esterifikasi, biodiesel yang diuji dengan katalis CaO

memiliki densitas 907,6 Kg/m³. Setelah esterifikasi, densitasnya menjadi 814,2 Kg/m³, dan setelah transesterifikasi dengan tambahan katalis 4%, densitasnya meningkat menjadi 853,2 Kg/m³. Sebagian besar nilai densitas yang diperoleh sesuai dengan SNI-7182: 2015, yang menetapkan kisaran antara 850 – 890 Kg/m³.

2. Viskositas biodiesel sebelum esterifikasi yang dihasilkan dari pengujian dengan katalis CaO tercatat sebesar 37,87 cSt. Setelah proses esterifikasi, viskositasnya turun menjadi 34,52 cSt, dan setelah transesterifikasi dengan penambahan 4% katalis, viskositasnya menjadi 4,8908 cSt.

Nilai viskositas biodiesel yang diperoleh umumnya memenuhi standar SNI-7185: 2015, yang menetapkan rentang antara 2,3 – 6,0 cSt.

3. Kadar FFA pada biodiesel sebelum proses esterifikasi yang diuji dengan katalis CaO adalah 4,17%. Setelah esterifikasi, kadar FFA menurun menjadi 2,37%, dan setelah transesterifikasi dengan penambahan 4% katalis, kadar FFA meningkat menjadi 78,1%.

Kesimpulannya yaitu viskositas dan densitasnya memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan untuk kadar FFA tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) [13].

Katalis Abu Tandan Kosong Sawit

1. Densitas biodiesel yang dihasilkan dari katalis abu tandan kosong sawit yaitu 854-868 kg/m3. Densitas terendah pada konsentrasi katalis 5% yaitu 854 kg/m3 dan yang tertinggi berada pada penggunaan katalis 1% yaitu 868 kg/m3. Peningkatan konsentrasi katalis tidak terlalu menurunkan densitas, namun secara keseluruhan densitas biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi persyaratan SNI 04-7182-2015

2. Viskositas yang dihasilkan yaitu Viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini berada pada angka 4,23-6,01 cSt. Viskositas terendah pada konsentrasi katalis 5% yaitu 4,23 cSt dan tertinggi pada konsentrasi 1%

yaitu 6,01 cSt. Peningkatan konsentrasi katalis cenderung menurunkan viskositas, hal ini disebabkan karena semakin banyak trigliserida yang terkonversi menjadi biodiesel maka viskositas akan semakin rendah (Fatria dkk, 2019).

Viskositas yang diperoleh dari penelitian ini telah memenuhi standar mutu SNI 04-7182-2015.

3. Kadar FFA yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 0,18-0,46 mgKOH/g. Angka Asam terendah pada konsentrasi katalis 5% yaitu 0,18 mgKOH/g dan tertinggi pada konsentrasi 1% yaitu 0,46 mgKOH/g. Peningkatan konsentrasi katalis cenderung menurunkan angka asam, hal ini terjadi karena asam lemak bebas yang terdapat pada minyak lebih dulu tersabunkan sebelum reaksi transesterifikasi berlangsung (Asthasari dkk. 2018). Secara keseluruhan angka asam biodiesel telah memenuhi parameter mutu SNI 04-7182-2015 [14].

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa minyak jelantah memiliki potensi yang signifikan sebagai bahan baku biodiesel. Proses transesterifikasi dengan menggunakan berbagai jenis katalis, seperti CaO dan katalis berbasis abu tandan kosong sawit yang dapat menghasilkan biodiesel memenuhi standar kualitas.

Meskipun densitas dan viskositas biodiesel yang dihasilkan

memenuhi standar nasional Indonesia, kadarfree fatty acid (FFA) pada beberapa sampel tidak memenuhi kriteria tersebut. Penelitian ini menekankan pentingnya inovasi dalam pemanfaatan limbah minyak goreng untuk mengurangi dampak lingkungan dan mengembangkan sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Implementasi teknik yang tepat dalam proses produksi biodiesel sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi, serta mendukung keberlanjutan energi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

[1] I. Y. Wiyata and R. T. W. Broto, “Pembuatan Biodiesel Minyak Goreng Bekas dengan Memanfaatkan Limbah Cangkang Telur Bebek sebagai Katalis CaO,” J.

Pengabdi. Vokasi, vol. 2, no. 1, pp. 69–74, 2021, [2] F. E. Shell and R. H. Extract, “Karakterisasi Biodiesel

dari Minyak Jelantah Menggunakan Katalis CaO / SiO 2 dari Ekstrak Cangkang Telur dan Sekam Padi Characterization of Biodiesel from Waste Cooking Oil Using CaO / SiO2 Catalyst,” vol. 6, no. 2, pp. 120–129, 2024.

[3] M. Busyairi, A. Z. Muttaqin, I. Meicahyanti, and S.

Saryadi, “Potensi Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh Katalis Serta Waktu Reaksi Terhadap Kualitas Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi,” J.

Serambi Eng., vol. 5, no. 2, pp. 933–940, 2020

[4] B. Wahyudi, T. Rizki, and R. Wahyu P., “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah degan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi,” Semin. Nas. Tek. Kim.

Brotohardjono XVI, no. September, p. A.3-1-A.3-7, 2020.

[5] E. Permana and M. Naswir, “Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah Berdasarkan Proses Saponifikasi Dan Tanpa Saponifikasi,”JTT (Jurnal Teknol. Ter., vol. 6, no.

1, p. 26, 2020.

[6] R. L. R. Silalahi, D. P. Sari, and I. A. Dewi, “Pengujian Free Fatty Acid (FFA) dan Colour untuk Mengendalikan Mutu Minyak Goreng Produksi PT. XYZ,”J. Teknol. dan Manaj. Agroindustri, vol. 6, no. 1, pp. 41–50, 2021.

[7] Rahma Nuryanti, Ineke Febrina Anggraini, Dian Kurnia Sari, and Sonya, “Uji Kualitas Bahan Bakar Biodiesel Dari Minyak Jelantah ( Penggorengan Pecel Lele) Dengan Parameter Uji Spesific Gravity 60/60 ˚F Astm D-1298, Distilasi Astm D-86, Viskositas Kinematik Astm D-445, Flash Point Pm Astm D-93, Pour Point Astm D-97 Dan Cetane,”J. Cakrawala Ilm., vol. 3, no. 1, pp.

229–236, 2023, doi:

10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v3i1.6538.

[8] And. H. R. Sari, R. Dewi, “Pemanfaatan Tempurung Kelapa sebagai Katalis pada Sintesa Biodiesel dari Minyak Jelantah,”J. Tek, vol. 1 no 1, pp. 1–11, 2021.

[9] C. Wahyu and A. Dewi, “Analisis Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah,” J. Agroteknose, vol. VII, no. Ii, pp. 38–44, 2016.

[10] H. L. H. Erdiana Gultom, “Analisis Pengaruh Suhu Pemanasan Pada Transesterifikasi Minyak Jelanta

3

(4)

TEKNOTAN, Vol. 13, No. X, Desember 2019

Dalam Pembuatan Biodiesel,” Innov. J. Soc. Sci. Res., vol. 4, pp. 6413–6321, 2024.

[11] Nur Asma Deli, “Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Adsorben Ampas Tebu untuk Pembuatan Biodiesel,”J. Sipil Terap., vol. Vol.1, p. NO.2, 2023.

[12] C. O. Adhani, L., Aziz, I., Nurbayti, S., & Oktaviana,

“Pembuatan biodiesel dengan cara adsorpsi dan transesterifikasi dari minyak goreng bekas.,”J. Kim.

Val., vol. 2(1), pp. 71–80, 2016.

[13] U. L. Azzahro and W. Broto, “Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Dara Sebagai Katalis CAO pada Pembuatan Biodiesel Minyak Goreng Bekas,”J. Sos. Teknol., vol. 1, no. 6, pp. 499–507, 2021, doi: 10.59188/jurnalsostech.v1i6.110.

[14] N. A. Deli, A. J. Sihotang, and H. Khairiah,

“Produksi Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Menggunakan Katalis Abu Tandan Kosong Sawit,”

J. Tek. Ind. Terintegrasi, vol. 7, no. 1, pp. 490–497, 2024, doi: 10.31004/jutin.v7i1.24735.

4

Referensi

Dokumen terkait

The independent variables (reaction time and the weight ratio of catalyst/oil) were optimized to obtain the optimum biodiesel (fatty acid methyl ester) yield.. The results of

Therefore, this study was done to know the potential of waste cooking oil (WCO) and oily food waste (OFW) from households and commercial food activities (food sellers)

Pengdentifikasian masalah pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan iodin pada proses pembakaran motor diesel yang berbahan bakar biodiesel (waste cooking

Substance Composition Photograph of Nipah Skin Ash SEM Test Results CONCLUSION Nipah skin waste can be used as a heterogeneous catalyst in making biodiesel from waste cooking oil

3.2 Optimizing the adsorption of used cooking oil with eggshell and siwalan coir adsorbents From the analysis of variance that has been carried out, it can be seen that the process

"Free Fatty Acid Reduction in a Waste Cooking Oil as a Raw Material for Biodiesel with Activated Coal Ash Adsorbent", Journal of Physics: Conference Series, 2019 Publication