PENGUJIAN FORMALIN
(FORMALDEHYDE) DENGAN COLOR TEST KIT
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TOKSIKOLOGI DAN KEAMANAN PANGAN
Disusun oleh:
Sabrina Dorotea Susanto 22.I1.0007 David Saputra Wibowo 22.I1.0011 Stella Aurelia Sentanto Tan 22.I1.0031 Renata Immanuella Hedohari 22.I1.0074
Kelompok A2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2024
1. PENDAHULUAN
1.1. TINJAUAN PUSTAKA
Formalin merupakan jenis zat kimia berbahaya yang seringkali ditambahkan dalam bahan pangan untuk mengawetkan dan memperpanjang umur simpan. Formalin umumnya digunakan untuk mengawetkan beberapa produk pangan seperti tahu, bakso, ikan segar, ikan asin, dan sebagainya. Pemakaian zat formalin terus mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Sifat zat pengawet yang relatif mudah digunakan, memiliki harga yang murah, serta rendahnya pemahaman pedagang mengenai dampak berbahaya dari formalin menjadi faktor meningkatnya penggunaan formalin dalam masyarakat. Menurut Lembaga Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) dan Lembaga Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) dikatakan bahwa formalin termasuk zat karsinogenik yang dapat menjadi penyebab penyakit kanker. Data dalam World Health Organization (WHO) menunjukkan jumlah pasien kanker terus mengalami peningkatan sebanyak 18,1 juta jiwa per tahunnya (Larasati, 2021). Bahan pangan yang mengandung formalin dapat dibedakan melalui karakteristik fisiknya. Tahu yang mengandung formalin cenderung memiliki karakteristik yang kenyal, tidak mudah hancur, berbau obat dan menyengat, serta memiliki warna yang menarik (Artikel Kesehatan., 2016 dalam Rahmi & Razak., 2018).
Analisis color test kit formalin merupakan sebuah metode pengujian cepat untuk mendeteksi zat formalin yang ada pada produk makanan maupun minuman secara kualitatif. Metode color test kit uji formalin dilakukan dengan menggunakan 2 jenis reagen pereaksi (Wardana 2023). Prinsip uji formalin dengan menggunakan metode color test kitadalah mereaksikan 4-Amino-3-hydrazino-5-mercapto-1,2,4-triazol dengan senyawa formaldehyde sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Sampel dengan kandungan zat formalin akan menunjukkan perubahan warna pada larutan dari bening menjadi ungu setelah ditambahkan reagen pereaksi (Putra, 2020). Reagen pereaksi pada color test kit (Labtest Reagent) mampu mendeteksi formalin sampai dengan konsentrasi 10 mg/L. Banyaknya kandungan formalin pada sampel berbanding lurus dengan intensitas warna yang dihasilkan (Yulianti, 2021).
Color test kit memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah hanya membutuhkan waktu singkat untuk memperoleh hasil uji kadar formalin, tidak memerlukan peralatan laboratorium yang besar dan kompleks, bersifat portable dan praktis dan lebih ekonomis dibandingkan metode uji kadar formalin yang lain. (Regeista et al., 2014; Suryadnyani et al., 2021). Sedangkan kekurangannya adalah hanya menunjukkan hasil yang kualitatif, memiliki sensitivitas dan spesifisitas pengujian yang lebih rendah dibandingkan metode lain, metode pengujian dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat lain yang tidak diinginkan di dalam sampel, dan keterbatasan dalam pendeteksian formalin (Zanget al.,2017 di dalam Suseno, 2021).
Kadar formalin atau formaldehid memiliki sifat yang soluble dalam air sehingga dapat mengalami penurunan yang dipengaruhi oleh perlakuan pemanasan (Sebayang et al., 2020). Waktu perebusan yang digunakan mempengaruhi tingginya penurunan kadar formalin pada sampel yang digunakan karena titik didih air lebih tinggi dibandingkan dengan formalin (Suprapti et al., 2017). Sifat dari bahan pangan yang mengandung protein mudah menguap juga dapat mempengaruhi penurunan kadar formalin terhadap perlakuan perebusan (Widayona, 2018). Perlakuan pemanasan tersebut mampu menyebabkan pelonggaran ikatan formalin dengan protein karena adanya hidrolisis protein. Kelarutan akan semakin meningkat dalam air karena dapat dipengaruhi oleh tingginya suhu yang digunakan dalam perebusan. Kandungan formalin tidak akan hilang sepenuhnya karena ikatannya dengan protein sangat kuat maupun setelah perlakuan perebusan (Yusufet al.,2015).
1.2. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah mengetahui prinsip dan metode pengujian kadar formalin dengan menggunakan color test kit, mengetahui karakteristik formalin dan toksisitasnya, mengetahui pengaruh perebusan terhadap kadar formalin dalam sampel, dan dapat mengevaluasi status keamanan pangan sampel yang diuji.
2. MATERI & METODE 2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mortar, alu. timbangan analitik,beaker glass, pengaduk, sendok, pipet volume, pompa pilleus, gelas ukur, tabung reaksi, dan, hotplate.
2.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah color test kit (Chem kit), tahu, dan aquades.
2.2. Metode
Mulanya, tahu sebanyak ±25 gram sebanyak dua kali. Kemudian satu sampel tahu direbus dengan 150 mL aquades dalam erlenmeyer selama kurang lebih 10 menit. Lalu, air dari rebusan tahu diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi.
Selanjutnya, sampel tahu yang direbus maupun tidak direbus masing-masing dihaluskan dengan mortar. Setiap perlakuan tahu (telah direbus atau tidak direbus) ditimbang sebanyak 1 gram, lalu ditambahkan aquades panas 100 ml dan diaduk selama 1 menit.
Larutan dibiarkan hingga padatannya mengendap. Cairan bening dari tiap perlakuan masing-masing diambil 1 ml dan ke dalam tabung reaksi berbeda. Selanjutnya, ditambahkan 1 tetes reagen pereaksi 1 formalin dilanjutkan dengan penambahan 3 tetes pereaksi 2 formalin dan dikocok hingga larutan tercampur dengan baik. Larutan dibiarkan selama ±15 menit. Warna yang terbentuk diamati dan dicocokkan dengan skala warna yang tersedia.
3. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan Uji Deteksi Formalin dalam Tahu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Deteksi Formalin dalam Tahu
Kelompok Sampel Perlakuan HasilColor Scale(ppm)
A1 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A2 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A3 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A4 Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A5 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A6 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A7 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A8 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
Berdasarkan Tabel 1., didapati uji deteksi formalin pada tahu masing - masing kelompok memiliki color scale yang seragam. Pada kelompok A1 hingga A8 didapati hasil sebelum,sesudah dan air rebusan yaitu 0,1 ppm yang ditunjukkan dari warna ungu yang sangat pudar sehingga hasilnya positif/adanya kandungan formalin/formaldehid.
4. PEMBAHASAN
Pengujian kadar formalin menggunakan color test kit memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan yang penting untuk dipertimbangkan. Proses pengujian dengancolor test kit ini relatif cepat dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang besar dan kompleks.
Perubahan warna dapat diamati dengan menambahkan reagen ke dalam sampel dan mengamati, yang menjadikannya metode yang sangat praktis. Selain itu, test kit ini bersifat portable sehingga memudahkan pengujian di berbagai lokasi. Metode ini tidak membutuhkan banyak biaya dibandingkan teknik analisis lainnya seperti spektrofotometri, karena alat dan reagen yang digunakan umumnya terjangkau.
Kelebihan lainnya adalah kemampuan memberikan hasil yang cepat dalam mendeteksi adanya formalin, sehingga memungkinkan tindakan cepat jika ditemukan adanya kontaminasi formalin (Regeista et al., 2014; Suryadnyani et al., 2021). Namun, pengujian kadar formalin dengan color test kit juga memiliki beberapa kekurangan.
Salah satunya adalah hanya menunjukkan hasil yang kualitatif (ada atau tidaknya formalin) tanpa memberikan informasi mengenai kadar atau konsentrasi formalin dalam sampel. Sensitivitas pengujian dari color test kit juga mungkin lebih rendah dibandingkan metode kuantitatif seperti spektrofotometri yang dapat menyebabkan kesalahan hasil. Selain itu, hasil pengujian bisa dipengaruhi oleh adanya zat-zat lain dalam sampel yang mungkin bereaksi dengan reagen dan menghasilkan warna yang serupa, sehingga dapat mengganggu interpretasi hasil. Tes ini memiliki keterbatasan dalam mendeteksi formalin pada rentang konsentrasi yang sangat rendah atau sangat tinggi (Zanget al, 2017 di dalam Suseno, 2021).
Metode spektrofotometri memiliki keunggulan dalam memberikan hasil kuantitatif yang presisi, memungkinkan pengukuran konsentrasi formalin dalam sampel dengan tingkat keakuratan yang tinggi. Metode ini memiliki sensitivitas pengujian yang lebih baik, sehingga lebih dapat diandalkan untuk mendeteksi formalin pada konsentrasi rendah.
Selain itu, spektrofotometri mengukur pada panjang gelombang tertentu yang sesuai dengan daya absorpsi formalin sehingga dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh bahan lain yang ada dalam sampel dapat dikurangi. Namun, kekurangan dari metode spektrofotometri adalah memerlukan peralatan laboratorium yang kompleks dan mahal
serta lengkap, waktu dan persiapan yang dibutuhkan juga lebih lama. Selain itu, alat spektrofotometer yang digunakan juga tidak portable. Oleh karena itu, color test kit cocok untuk deteksi cepat dan pengujian awal di lapangan, sementara spektrofotometri lebih unggul untuk analisis yang mendalam dan akurat di laboratorium (Krisnawati, 2018; Yulianti & Safira, 2020)
Formalin adalah salah satu zat kimia yang tersusun atas formaldehid 20 - 40%, air, serta metanol. Zat ini memiliki kegunaan untuk menghambat tumbuhnya mikroorganisme serta bakteri penyebab busuknya makanan (Purbaet al.,2017). Formalin tidak memiliki warna dengan bau yang menyengat. Formalin bereaksi secara cepat saat bersinggungan dengan lapisan lendir pada sistem respiratori serta sistem digesti. Zat ini dapat mengalami oksidasi dengan cepat dan menghasilkan asam formiat terutama pada organ hati dan sel darah merah manusia. Formalin bersifat mudah terlarut dalam air panas atau air biasa. Oleh karena titik didih yang dimiliki formalin rendah maka formalin dapat menguap ketika melalui proses pemanasan seperti penggorengan atau perebusan.
Formalin menjadi reaktif ketika berada dalam kondisi basa seperti saat perendaman dalam larutan garam. Menurut Artikel Kesehatan (2016) dalam Rahmi & Razak (2018) bahan pangan yang mengandung formalin dapat dianalisis melalui penampakannya.
Tahu yang dengan penambahan formalin akan memiliki tingkat kekenyalan yang tinggi, tidak keras namun juga tidak hancur dengan mudah, bisa bertahan selama 3 hari dalam suhu ruangan serta 15 hari pada suhuchiller, serta memiliki aroma obat yang menusuk.
Zat formalin yang tidak termetabolisme dengan baik dapat bereaksi dengan tetrahidrofolat dan menghubungkan metabolisme atom karbon tunggal. Hasil atom karbon ini adalah elektrofilik yang kemudian bereaksi secara kuat dengan makromolekul seperti DNA, protein, serta nukleofilik membran sel yang berpengaruh pula pada peningkatan produk senyawa reactive oxygen species. Stress oksidatif yang terjadi menjadi penyebab reaksi peroksidasi lipid, oksidasi DNA dan enzim, dan juga karsinogenesis dan kerusakan oksidatif (Rohmani et al., 2015). Sifat karsinogenik yang dimiliki oleh formalin dapat berdampak pada peningkatan penderita kanker per tahunnya (Larasati, 2021). Selain itu, keberadaan formalin juga dapat menyebabkan terjadinya ikatan silang pada DNA. Hal ini dapat berdampak pada kerusakan seperti
denaturasi DNA (Purbaet al.,2017). Toksisitas formalin tidak dapat dirasakan langsung sesaat setelah mengkonsumsi bahan pangan berformalin. Paparan formaldehid pada tubuh dapat melalui kulit, mata, pernapasan, dan juga pencernaan. Menurut Namtini et al. (2019), untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan formaldehida dalam produk pangan, batas maksimum penggunaan formaldehida yang dianjurkan yaitu tidak melebihi 35 mg/kg. Menurut Abdollahi dan Hosseini (2014) dalam Astuti et al. (2019) dikatakan bahwa konsumsi zat formaldehida 37% atau yang setara dengan 523 mg/kg akan menyebabkan beberapa gejala kesehatan seperti gejala penyakit asma, muntah, gejala pada ulserasi saluran pernapasan, diare, gagal ginjal akut, hingga dapat menyebabkan kematian.
Untuk mengetahui kandungan formalin dalam bahan pangan secara cepat dapat dilakukan dengan metode analisis kualitatif color test kit (Labtest Reagent). Metode tersebut dilakukan dengan menggunakan 2 jenis reagen yaitu reagen pereaksi I dan reagen pereaksi II. Reagen pereaksi I ditambahkan sebanyak 1 tetes, sedangkan reagen pereaksi II ditambahkan sebanyak 3 tetes pada setiap tabung reaksi berisi larutan sampel yang hendak diuji. Reagen pereaksi I mengandung 0,05 - 0,2% larutan pararosanilin yang dicampur dengan 0,5 - 5% larutan Na2S2O5, sedangkan reagen pereaksi II mengandung 25% larutan HCl. Reaksi pararosanilin dengan senyawa formaldehid menyebabkan adanya pembentukan kromogen berwarna ungu, dimana HCl direaksikan dengan pararosanilin hidroklorida sehingga dapat membentuk decolorized ammonium saltyang berwarna coklat. Senyawa formaldehid kemudian membentukschiff baseyang distabilisasi oleh konjugasi antara gugus imin dan cincin fenil (Krisnawati, 2018 dalam Wardana 2023).
Setelah diteteskan reagen pereaksi, tabung reaksi dikocok perlahan hingga larutan terhomogenisasi dan ditunggu selama 15 menit. Selanjutnya, perubahan warna yang terjadi pada larutan diamati dan dibandingkan dengan skala warna yang tersedia untuk menentukan kadar formalin pada sampel. Pada dasarnya, prinsip dari pengujian formalin dengan menggunakan metode color test kit adalah mereaksikan 4-Amino-3-hydrazino-5-mercapto-1,2,4-triazol dengan senyawaformaldehydesehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna ungu pada sampel yang mengandung zat
formalin. Sementara itu, pada sampel yang negatif mengandung formalin tidak menunjukkan adanya perubahan warna dan tetap bening (Putra, 2020). Berdasarkan Tabel 1. hasil pengamatan, didapatkan bahwa hasil color scale menunjukkan bahwa larutan sampel yang diuji masih tampak berwarna bening, namun jika diamati lebih seksama terdapat sedikit semburat warna ungu. Hal ini membuktikan bahwa sampel tahu yang diuji positif mengandung formalin sebanyak 0,1 ppm. Menurut Yulianti (2021), semakin tinggi konsentrasi formalin yang terdeteksi pada sampel maka akan semakin intens pula warna ungu yang dihasilkan.
Perlakuan pemanasan yang digunakan berupa perebusan pada sampel tahu putih mampu mempengaruhi kadar formalin. Kadar formalin dalam tahu mengalami penurunan setelah mengalami proses perebusan karena sifatnya yang soluble dalam air. Hal tersebut dipengaruhi tekanan osmotic yang berbeda antara tahu putih dengan air untuk merebus, sehingga air dalam tahu berpindah menjadi larut kedalam proses perebusan (Sebayang et al., 2020). Menurut Purwanti et al. (2014) dalam Suprapti et al. (2017), perlakuan perebusan yang semakin lama dapat mempengaruhi tingginya penurunan kadar formalin pada tahu. Proses perebusan menyebabkan komponen formalin keluar dan terlepas dari tahu putih lalu menguap ke udara karena titik didih air lebih tinggi dibandingkan dengan formalin. Selain itu, perlakuan perebusan dipengaruhi oleh sifat dari kandungan protein pada tahu yang mudah menguap (Widayona, 2018). Lalu pelonggaran/pemecahan ikatan formalin dengan protein terjadi karena hidrolisis protein yang disebabkan peningkatan kelarutan air yang dipengaruhi oleh suhu yang tinggi.
Perlakuan tersebut memunculkan energi untuk penguraian ulang pada senyawa metilen menjadi protein serta formalin yang membentuk reaksi hidrolisis (Yusuf et al.,2015).
Jika dibandingkan dengan hasil pengamatan, diperoleh hasil kadar formalin yang masih ada pada perlakuan setelah perebusan. Kandungan formalin tidak mampu sepenuhnya hilang saat sudah melalui perlakuan perebusan karena ikatan yang terbentuk sangat kuat antara protein dan formalin (Yusuf et al., 2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan perebusan dapat menyebabkan penurunan kadar formalin.
5. KESIMPULAN
● Metode color test kit formalin dilakukan dengan meneteskan 2 jenis reagen yaitu reagen pereaksi I dan reagen pereaksi II pada setiap tabung reaksi berisi larutan sampel.
● Prinsip dari pengujian formalin dengan menggunakan metode color test kitadalah mereaksikan 4-Amino-3-hydrazino-5-mercapto-1,2,4-triazol dengan senyawa formaldehydesehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
● Formalin memiliki sifat yang mudah larut dalam air, tidak berwarna, bau menyengat, memiliki titik didih yang rendah, bersifat reaktif dalam larutan basa.
● Toksisitas formalin tidak dapat dirasakan secara langsung setelah dikonsumsi.
● Konsumsi formalin yang melebihi batas anjuran dapat memicu stress oksidatif dan menyebabkan gejala penyakit asma, diarem gagal ginjal akut, muntah, ulserasi pada saluran pencernaan, dan kematian.
● Perlakuan perebusan mampu menurunkan kadar formalin dalam sampel tahu putih yang disebabkan karena sifatnya yang soluble dalam air pada suhu tinggi, mudah menguap, reaksi hidrolisis protein.
Semarang, 10 Juni 2024
Praktikan, Asisten Praktikum,
Sabrina Dorotea Susanto 22.I1.0007 David Saputra Wibowo 22.I1.0011 Stella Aurelia Sentanto Tan 22.I1.0031 Renata Immanuella Hedohari 22.I1.0074
Kelompok A2 Rio Fernando Setyo Utomo
6. DAFTAR PUSTAKA
Krisnawati, M. (2018). Penetapan Kadar Formalin Pada Mie Basah Yang Dijual Di Pasar Piyungan Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Jurnal Kesehatan Madani Medika (JKMM),9(2), 62-67.
Larasati, D. A. (2021). Application of the K-NN Method and GLCM Feature Extraction in Classifying Formalin Fish Images.Journal Of Research Computer Science,1(1), 1-13.
Namtini, Sutanti Siti., Presiana, Deksa., Restiani, Yeni., & Nurwanti, Desiana. (2019).
Formaldehida Dalam Pangan Olahan Yang Terbentuk Karena Proses. Jakarta : Direktorat Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Purba, W. K. D., Darundiati, Y. H., & Dewanti, N. A. Y. (2017). Studi Identifikasi Kandungan Formalin Pada Ikan Teri Nasi Asin di Pasar Tradisional dan Pasar Modern Kota Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat,3(3), 831-841.
Purwanti, A. P., Rismini, S. R., & Mujianto, B. M. (2014). Kandungan formalin pada bakso dan tahu setelah dilakukan beberapa variasi perebusan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan,1(2), 169-179.
Putra, I. (2020). Identifikasi Formalin Dan Boraks Pada Produk Bakso di Kecamatan Banyuwangi.Jurnal Teknologi Pangan Dan Ilmu Pertanian (Jipang), 2(1), 21-31 Regeista, F., Ahmad, A. M., Sugiarto, Y., Yatmo, A. H., Sa'diyah, H., & Sahwal, A. J. (2014).
Uji Performansi Alat †œDigital Formaldehyde Meter†Pendeteksi Kandungan Formalin pada Makanan. Journal of Tropical Agricultural Engineering and Biosystems-Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 2(2).
Rohmani, A., Djamil, S. L., & Indah, A. R. (2015). Efek Toksik Formalin terhadap Gangguan Fungsi Hepar.Jurnal Kedokteran Muhammadiyah,4.
Suprapti, S., Utomo, B., & Gunawan, A. T. (2017). Efektivitas Variasi Konsentrasi Larutan Air Garam Dan Variasi Waktu Perendaman Dalam Menurunkan Kadar Formalin Pada Tahu Putih.Buletin Keslingmas,36(2), 116-122.
Suryadnyani, N. M. D., Ananto, A. D., & Deccati, R. F. (2021). Pembuatan paper kit test ekstrak etanol bunga telang (Clitoria ternatea L.) untuk identifikasi formalin pada makanan. Lumbung Farmasi: Jurnal Ilmu Kefarmasian, 2(2), 118-124.
Suseno, D. (2021). Validasi metode analisis formalin dan aplikasinya pada ikan asin. Jurnal Agroindustri Halal, 7(2), 173-182.
Wardana, F. Y. (2023). Analisis Kandungan Formalin dalam Bumbu Giling Instan di Pasar Besar Kota Malang.PROFESSIONAL HEALTH JOURNAL,4(2), 206-212.
Widayona, U. Y. (2018). Analisa Penurunan Kadar Formalin pada Tahu Berformalin dengan Variasi Temperature yang Dijual di Pasar Aksara Medan.
Yulianti, C. H. (2021). Perbandingan Uji Deteksi Formalin pada Makanan Menggunakan Pereaksi Antilin dan Rapid Tes Kit Formalin (Labstest). Journal Pharmasci, 6(1), 53-58
Yulianti, C. H., & Safira, A. N. (2020). Analisis Kandungan Formalin pada Mie Basah Menggunakan Nash dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Journal Pharmasci, 5(1), 7-14.
Yusuf, Y., Zuki, Z., & Amanda, R. R. (2015). Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Pengurangan Kadar Formalin Pada Ikan Yang Ditentukan Secara Spektrofotometri.
Jurnal Riset Kimia,8(2), 182-182.
7. LAMPIRAN
7.1. Laporan Sementara
LAPORAN SEMENTARA KLOTER A FORMALIN
Tabel 1. Hasil Uji Deteksi Formalin dalam Tahu
Kelompok Sampel Perlakuan Hasil Pengamatan HasilColor Scale(ppm)
A1
Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A2
Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A3 Tahu A Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A4
Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A5
Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
Setelah perebusan 0,1 ppm
A6 Tahu A
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A7
Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
A8
Tahu A
Setelah perebusan 0,1 ppm
Air rebusan 0,1 ppm
Tahu B Sebelum perebusan 0,1 ppm
7.2. Plagscan