MODEL PRECEDE PROCEED : ANGKA KEMATIAN DINI KARENA PENYAKIT TIDAK MENULAR
(JANTUNG, DIABETES, DAN KANKER)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masalah Kesehatan Global
Dosen Pembimbing: Ns. Nur Hafizhah Widyaningtyas, S.Kep. M.Kep.
Disusun oleh:
Kelompok 5 / A20.2
Hayuning Tyas Ramadhani 22020120130086 Armilda Nasa Aulia Wiranti 22020120130105 Faris Kusuma Wardhana 22020121030107 Rininta Ramadanti Puteri 22020120140161
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Model Precede Procede:
Angka Kematian Dini Karena Penyakit Tidak Menular (Jantung, Diabetes, dan Kanker)”
dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Masalah Kesehatan Global. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai “Model Precede Proceed : Angka Kematian Dini Karena Penyakit Tidak Menular (Jantung, Diabetes, dan Kanker)” bagi para pembaca dan bagi penyusun.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak seperti anggota kelompok dan dosen pembimbing yang telah mendukung penyusunan makalah ini dan penyusun menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kelancaran dan kesuksesan selanjutnya.
Semarang, 18 September 2023
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...1
DAFTAR ISI...2
BAB I PENDAHULUAN...3
1.1. Latar Belakang...3
1.2. Rumusan Masalah...4
1.3. Tujuan...5
1.4. Manfaat...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6
2.1 Pengertian Penyakit Tidak Menular...6
2.2 Faktor yang Menyebabkan Penyakit Tidak Menular...6
2.3 Karakteristik Penyakit Tidak Menular...7
2.4 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular...8
2.5 Dampak Penyakit Tidak Menular...10
BAB III PEMBAHASAN...11
3.1 Gambaran Kasus Penyakit Tidak Menular...11
3.2 Teori Precede Proceed pada Penyakit Tidak Menular...11
BAB IV PENUTUP...27
4.1 Kesimpulan...27
4.2 Saran...27
DAFTAR PUSTAKA...28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu tantangan kesehatan terbesar di abad ke-21 dan telah menjadi perhatian global baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit tidak menular (PTM) telah membunuh sekitar 41 juta orang setiap tahun atau setara dengan 74% dari semua kematian secara global.
Setiap tahun sekitar 17 juta orang meninggal akibat PTM sebelum usia 70 tahun, dari 86% dari kematian dini ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (World Health Organization, 2023). PTM adalah penyakit yang tidak ditularkan dari orang ke orang melalui media apapun sehingga bersifat kronis karena membutuhkan waktu yang panjang, dan pada umumnya berkembang secara lambat.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian PTM terbanyak, atau 17,9 juta orang setiap tahun, diikuti oleh kanker (9,3 juta), penyakit pernapasan kronis (4,1 juta), dan diabetes (2,0 juta termasuk kematian akibat penyakit ginjal yang disebabkan oleh diabetes). Keempat kelompok penyakit ini menyumbang lebih dari 80% dari semua kematian dini PTM. Proporsi PTM tertinggi disebabkan oleh empat faktor risiko utama yakni penggunaan tembakau, aktivitas fisik, penggunaan alkohol yang berbahaya, dan pola makan yang tidak sehat semuanya meningkatkan risiko kematian akibat PTM. Deteksi, skrining dan pengobatan PTM, serta perawatan paliatif, merupakan komponen kunci dari respons terhadap PTM (World Health Organization, 2023).
Risiko PTM mengancam semua orang dari semua kelompok umur, wilayah dan negara dipengaruhi oleh PTM. Kondisi ini sering dikaitkan dengan kelompok usia yang lebih tua, namun bukti menunjukkan bahwa 17 juta kematian PTM terjadi sebelum usia 70 tahun. Dari kematian dini ini, 86% diperkirakan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Anak-anak, orang dewasa, dan lansia semuanya rentan terhadap faktor risiko yang berkontribusi terhadap PTM, baik dari pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, paparan asap tembakau, atau penggunaan alkohol yang berbahaya. Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan pengendalian PTM, khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu
strategis dalam agenda SDGs 2030 sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Indonesia saat ini menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular dan Penyakit Tidak Menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi demografi, teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan beban akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan merokok serta alkohol (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Diperlukan rancangan strategi yang sesuai untuk menangani masalah PTM di Indonesia dan dunia. Cara penting untuk mengendalikan PTM adalah dengan fokus pada pengurangan faktor risiko yang terkait dengan penyakit ini. Solusi berbiaya rendah tersedia bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengurangi faktor risiko umum yang dapat dimodifikasi. Memantau kemajuan dan tren PTM serta resikonya penting untuk memandu kebijakan dan prioritas. Untuk mengurangi dampak PTM terhadap individu dan masyarakat, diperlukan pendekatan komprehensif yang mengharuskan semua sektor, termasuk kesehatan, keuangan, transportasi, pendidikan, pertanian, perencanaan dan lain-lain, untuk berkolaborasi mengurangi risiko yang terkait dengan PTM, dan mendorong intervensi untuk mengurangi dampak PTM. mencegah dan mengendalikannya.
World Health Organization menyatakan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 mengakui PTM sebagai tantangan besar bagi pembangunan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari Agenda, kepala negara dan pemerintahan berkomitmen untuk mengembangkan respons nasional yang ambisius, pada tahun 2030, untuk mengurangi sepertiga kematian dini akibat PTM melalui pencegahan dan pengobatan (target SDG 3.4). WHO memainkan peran kepemimpinan kunci dalam koordinasi dan promosi perjuangan global melawan PTM dan pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Urgensi-urgensi tersebut akhirnya menjadikan penyusunan makalah ini sebagai hal yang penting untuk dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit tidak menular?
2. Apa saja faktor-faktor dari penyakit tidak menular?
3. Apa saja jenis-jenis dari penyakit tidak menular?
4. Apa saja dampak dari penyakit tidak menular?
5. Bagaimana model precede-proceed dapat digunakan sebagai pendekatan yang efektif dalam mengimplementasikan program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan model precede proceed pada Penyakit Tidak Menular (PTM).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini yaitu:
a. Mendeskripsikan mengenai penyakit tidak menular.
b. Mendeskripsikan faktor-faktor dari penyakit tidak menular.
c. Mendeskripsikan mengenai jenis-jenis dari penyakit tidak menular.
d. Mendeskripsikan mengenai dampak dari penyakit tidak menular.
e. Mendeskripsikan mengenai model precede proceed untuk pengendalian penyakit tidak menular.
1.4. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan mahasiswa mengenai Penyakit Tidak Menular (PTM) serta penerapan teori Precede Proceed dalam menyelesaikan masalah PTM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penyakit Tidak Menular
Menurut (Hamzah, 2021) penyakit tidak menular dikenal juga dengan penyakit kronis, penyakit non-infeksi, new communicable disease, dan penyakit degeneratif yang tidak menular dari orang ke orang melalui bentuk apapun. Sedangkan pengertian penyakit tidak menular berdasarkan istilah adalah sebagai berikut :
a. Penyakit Kronis
Penyakit yang menurunkan kondisi pengidapnya secara bertahap dengan waktu yang lama. Orang yang menderita penyakit kronis dapat terindikasi menderita penyakit berbahaya yang dapat mengancam nyawa.
b. Penyakit Non-Infeksi
Penyakit ini disebabkan oleh bakter, virus, parasite, jamur, dan mikroorganisme lainnya. Penyakit ini biasanya diderita seseorang karena adanya pertumbuhan sel yang tidak normal
c. New Communicable Disease
New communicable disease merupakan istilah lain dari penyakit tidak menular yaitu penyakit yang tidak disebabkan oleh infeksi sehingga tidak dapat menular dari orang ke orang
d. Penyakit Degeneratif
Penyakit yang muncul karena adanya perubahan fungsi sel tubuh yang mempengaruhi fungsi organ karena adanya pertambahan usia.
2.2 Faktor yang Menyebabkan Penyakit Tidak Menular
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit tidak menular:
a. Merokok
Penyakit yang timbul karena merokok akan muncul dalam jangka waktu yang lama, sehingga seringkali menyebabkan kegagalan dalam upaya mencegah untuk tidak merokok atau menghentikan kebiasaan merokok.
Dampak Kesehatan yang dapat timbul akibat perilaku merokok pada remaja seperti tekanan darah tinggi dan gangguan kerja jantung yang disebabkan oleh pengaruh dari bahan-bahan kimia yang terkandung dalam rokok. Selain itu juga
dapat menyebabkan penurunan sensitivitas indera penciuman dan pengecapan bagi perokok
b. Konsumsi Alkohol
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh dapat berefek pada kadar lipid plasma terutama pada peningkatan trigliserida. Kelebihan trigliserida di hati selanjutnya disalurkan ke pembuluh darah dan terjadinya penumpukan trigliserida di pembuluh darah dapat berlanjut ke penyakit jantung koroner (Purbayanti dan Saputra, 2017)
c. Pola Makan yang Tidak Sehat
Setiap orang harus selalu memperhatikan kebutuhan makanan setiap harinya, karena setiap orang berbeda bentuk fisik, gen dan metabolisme. Salah satu faktor yang mempengaruhi pola makan yang tidak sehat adalah tradisi yang sudah turun temurun di beberapa daerah di Indonesia. Kebanyakan dari makanan yang disajikan pada acara-acara besar di Indonesia tinggi lemak dengan rendah buah dan sayur. Pola makan yang seperti ini, yang kemudian akan mempercepat terjadinya penyakit tidak menular.
d. Kurang Konsumsi Buah dan Sayur
Orang yang kurang aktivitas fisik dapat mengakibatkan lemak menumpuk dalam tubuh sehingga berpotensi terjadi obesitas. Aktivitas fisik perlu dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jantung, paru, kekuatan dan daya tahan otot, serta menurunkan risiko penyakit tidak menular.
e. Kurang Aktivitas Fisik
Banyak mengonsumsi buah dan sayur dapat bermanfaat bagi tubuh seperti mencegah penyakit degeneratif, melancarkan proses metabolisme, meningkatkan Kesehatan saluran cerna, daya tahan tubuh, dan mencegah kerusakan sel.
2.3 Karakteristik Penyakit Tidak Menular
a. Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu b. Masa inkubasi yang Panjang
c. Perlangsungan penyakit berlarut-larut (kronik) d. Banyak menghadapi kesulitan diagnosis e. Mempunyai variasi yang luas
f. Faktor penyebabnya multikausal
g. Memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan
2.4 Jenis-Jenis Penyakit Tidak Menular 2.4.1 Jantung dan Pembuluh Darah
a. Faktor Risiko
Gejala penyakit jantung koroner yaitu ada tekanan darah tinggi, kolesterol dan trigliserida tinggi, diabetes, berat badan berlebih atau kegemukan, kebiasaan merokok, peradangan pada pembuluh darah.
b. Gejala
Nyeri dada ringan ketika jantung bekerja lebih keras. Jika arteri koroner sudah tersumbat sepenuhnya, akan menimbulkan nyeri dada yang menjalar hingga lengan, dagu atau punggung. Keringat dingin, lemas, sesak napa, mual.
c. Diagnosis
Memeriksa riwayat kesehatan, mengukur tekanan darah dan memeriksa kadar kolesterol pasien. Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan adalah elektrokardiografi (EKG), stress test, katerisasi jantung dan angiografi koroner.
d. Pengobatan
Menjalankan pola hidup sehat, meresepkan obat-obatan, seperti pengencer darah, obat menurunkan kolesterol, dan obat antihipertensi. Jika obat belum efektif untuk mengatasi gejala, pasien akan disarankan untuk tindakan pemasangan ring jantung atau bypass jantung.
e. Komplikasi
Serangan jantung, gangguan irama jantung, gagal jantung.
2.4.2 Diabetes Melitus a. Faktor Risiko
- Diabetes tipe 1 : kadar glukosa darah meningkat sehingga memicu kerusakan pada organ-organ tubuh.
- Diabetes tipe 2 : sel-sel tubuh kurang sensitif terhadap insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak digunakan dengan baik.
b. Gejala
Klien sering merasa haus atau sangat lapar, sering buang air kecil terutama pada malam hari, mengalami penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, luka yang menjadi lebih sulit sembuh, mulut kering.
c. Pengobatan
- Diabetes tipe 1 :
Terapi insulin, prosedur transplantasi pankreas, obat imunosupresi - Diabetes tipe 2 :
Obat-obatan, suplemen atau vitamin untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi.
d. Komplikasi
Stroke, penyakit jantung, penyakit ginjal kronis, neuropati diabetik, gangguan penglihatan, katarak, luka dan infeksi pada kaki yang sulit sembuh.
2.4.3 Kanker
a. Faktor Risiko
Pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali di dalam tubuh sehingga merusak sel normal dan bagian tubuh yang lainnya
b. Gejala
Munculnya benjolan, nyeri di salah satu bagian tubuh, pucat, lemas, dan cepat lelah, berat badan turun secara drastis, gangguan buang air besar dan buang air kecil, batuk kronis, memar dan perdarahan secara spontan, demam yang terus berulang
c. Diagnosis
Pengkajian umum dan khusus mengenai kanker, pengkajian penunjang juga dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium dan biopsi
d. Pengobatan
- Diabetes tipe 1 :
Terapi insulin, prosedur transplantasi pankreas, obat imunosupresi - Diabetes tipe 2 :
Obat-obatan, suplemen atau vitamin untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi.
e. Komplikasi
Kemoterapi, operasi, radioterapi, transplantasi sumsum tulang, imunoterapi, terapi hormon, targeted drug therapy
2.5 Dampak Penyakit Tidak Menular
Beberapa dampak yang akan terjadi ketika seseorang sedang terkena penyakit tidak menular, yaitu:
1. Kemiskinan karena biaya pengobatan dan rehabilitasi yang cukup banyak dan dalam waktu yang lama.
2. Hilangnya pendapatan karena kecacatan atau kematian dini.
3. Angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat.
BAB III PEMBAHASAN
1.
3.1 Gambaran Kasus Penyakit Tidak Menular
WHO mencatat bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 41 juta orang di dunia setiap tahunnya atau setara dengan 74% dari seluruh kematian secara global. Terdapat beberapa penyakit yang tergolong dalam PTM, antara lain penyakit kardiovaskuler merupakan PTM penyebab kematian tertinggi yaitu sebanyak lebih dari 17 juta penduduk di dunia meninggal karena penyakit jantung setiap tahunnya, lalu diikuti dengan kanker sebanyak 9,3 juta, penyakit pernapasan sebanyak 4,1 juta, dan diabetes sebanyak 2 juta. Di Indonesia, angka kejadian penyakit tidak menular terus meningkat. Data Kementerian Kesehatan RI (2019) menyatakan bahwa persentase penyakit tidak menular mencapai angka 69,91%. Riskesdas, 2018 (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan bahwa dibandingkan Riskesdas 2013 prevalensi penyakit tidak menular mengalami peningkatan. Oleh karena itu, penyakit tidak menular merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius, dimana setiap tahunnya pasti terdapat kasus baru ataupun kasus kematian akibat penyakit tidak menular.
3.2 Teori Precede Proceed pada Penyakit Tidak Menular 3.2.1 Social Assessment
Orang yang menderita Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan tiga penyakit dengan prevalensi teratas seperti stroke, jantung koroner, dan kanker sangat rentan untuk tidak mudah beradaptasi terhadap perubahan gaya hidup pada diri mereka sendiri. Selain itu, mereka juga mudah mengalami gangguan emosi karena efek kronis dari penyakitnya. Pasien dengan penyakit jantung koroner seringkali mengalami cemas dan depresi. Sedangkan kejadian cemas dan depresi pada pasien PJK dapat menimbulkan permasalahan yang lebih buruk bagi penderitanya. (Gustad dkk, 2014)
Orang dengan penyakit jantung mudah mengalami depresi yang dapat menyebabkan kualitas hidup lebih rendah sebanyak 5,4 kali dibandingkan pasien penyakit jantung yang tidak depresi. (Nuraeni dkk, 2017). Penderita gagal jantung
cenderung tidak stabil dalam mengelola emosinya, persepsi penderita terhadap gagal jantung sering menunjukkan hasil yang negatif terhadap emosional individu seperti kemarahan dan keinginan bunuh diri (Safetyka, 2019).
Pada orang yang telah terdiagnosis penyakit DM, seringkali koping yang dilaksanakan tidak optimal jika dilakukan secara mandiri. Oleh karena itu, dukungan sosial sangat diperlukan dalam penanganan diabetes melitus. (Adianta, 2018). Orang dengan riwayat keluarga diabetes melitus cenderung memiliki tingkat kecurigaan lebih tinggi terhadap gejala awal dan faktor risiko DM dibandingkan pada orang tanpa riwayat keluarga DM sehingga kesadaran untuk memeriksakan diri lebih tinggi pula (Zuhaid dkk, 2012). Penderita diabetes sering mengalami berbagai emosi seperti kecemasan, depresi, cenderung menutup diri, bahkan kehilangan motivasi dalam melanjutkan hidup (Dewi dkk, 2021). Tingkat spiritualitas yang baik pada pasien diabetes melitus akan meningkatkan koping yang berdampak pada perubahan gaya hidup untuk mengontrol gula darah. (Hardiyanti, 2022)
Pada orang yang terdiagnosis kanker. Terdapat perubahan citra tubuh akibat perubahan fisik yang mengikuti pengobatan yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan, sehingga akan menyebabkan perubahan konsep diri dan pada akhirnya dapat mempengaruhi hubungan interpersonal dengan orang lain (Canario et al, 2016). Stigma bahwa penyakit kanker merupakan penyakit yang dapat menular, tidak dapat disembuhkan, dan anggapan bahwa kanker merupakan penyakit kutukan.
Hal ini dapat membuat kondisi mental penderita kanker menjadi buruk dan frustasi padahal secara psikologis penderita kanker akan merasa putus asa dan tidak berdaya, sehingga menyebabkan mereka tidak mau mencari pengobatan tentang kanker dan hanya pasrah dengan kondisinya (Humasfik, 2017). Dukungan sosial dari suami, keluarga, dan orang-orang terdekat sangat diperlukan oleh pasien kanker. Selain itu, Pola pikir penderita kanker terhadap penyakit yang dideritanya, kepribadian, paparan informasi tentang penyakitnya, serta akses ke pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien kanker (Setyowibowo, 2018).
3.2.2 Epidemiological Assessment
WHO mencatat bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 41 juta orang di dunia setiap tahunnya atau setara dengan 74% dari seluruh kematian secara global. Ironisnya, lebih dari 17 juta kasus kematian dini (usia kurang dari 70 tahun) terjadi karena PTM, dimana sebanyak 86% kematian dini terjadi di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah. Terdapat beberapa penyakit yang tergolong dalam PTM, antara lain penyakit kardiovaskuler merupakan PTM penyebab kematian tertinggi yaitu sebanyak lebih dari 17 juta penduduk di dunia meninggal karena penyakit jantung setiap tahunnya, lalu diikuti dengan kanker sebanyak 9,3 juta, penyakit pernapasan kronis sebanyak 4,1 juta, dan diabetes sebanyak 2 juta (WHO, 2022).
Di Indonesia, angka kejadian penyakit tidak menular terus meningkat. Data Kementerian Kesehatan RI (2019) menyatakan bahwa persentase penyakit tidak menular mencapai angka 69,91%. Riskesdas, 2018 (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan bahwa dibandingkan Riskesdas 2013 prevalensi penyakit tidak menular mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular yang dimaksud antara lain: penyakit kanker mengalami kenaikan dari 1,4% menjadi 1,8%; stroke dari 7% menjadi 10,9%;
gagal ginjal kronik dari 2% menjadi 3,8%; Diabetes Melitus dari 6,9% menjadi 8,5%
dan hipertensi dari 25,8% menjadi 34,1%. Disability Adjusted Life Years (DALYs) akibat PTM yang menjadi beban tertinggi di Indonesia tahun 2017 yaitu stroke, ischemic heart disease, dan diabetes. Ketiga penyakit tersebut meningkat secara signifikan sejak tahun 1990. Dari urutan DALYs PTM yang meningkat tertinggi adalah Diabetes (157%), disusul Ischemic heart disease (113%) dan Stroke (93,4%).
(IHME, 2018)
Data The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) (2016) menunjukkan kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit terkait dengan jantung dan pembuluh darah mencapai 17,7 juta jiwa atau sekitar 32,26% total kematian di dunia. Sebagian besar atau 63% kematian akibat penyakit kardiovaskular merupakan penderita dengan usia di atas 70 tahun, 29,13% berusia 50-69 tahun, dan 7,61% berusia 15-49 tahun. Data Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit jantung di Indonesia meningkat semakin tinggi dari tahun ke tahun dengan prevalensi 1,5%. Hal tersebut berarti bahwa 15 dari 1.000 orang di Indonesia menderita penyakit jantung. Pekerja di sektor formal seperti pekerja kantoran, memiliki risiko terjangkit penyakit jantung lebih tinggi sebesar 0,31 persen dibanding orang yang bekerja pada sektor non-formal. Para pekerja di sektor formal memiliki tuntutan pekerjaan dan tingkat stress yang lebih tinggi sehingga berisiko penyakit jantung. Berbagai spektrum penyakit kardiovaskular di antaranya adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, gagal jantung, gangguan irama jantung, dan penyakit katup jantung. Ada 9,4 juta kematian setiap tahun yang disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler dan 45% kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner (P2PTM, 2020).
Sebanyak 10 juta orang di dunia setiap tahun meninggal karena menderita kanker. WHO mencatat bahwa pada tahun 2020, jumlah kasus baru kanker di Indonesia yaitu sebanyak 396.914 kasus dengan angka kematian karena kanker sebanyak 234.511 kasus. Kanker yang banyak terjadi pada wanita yaitu kanker payudara (65.858 kasus) dan kanker serviks (36.633 kasus). Sedangkan pada pria, kasus kanker yang paling banyak terjadi yaitu kanker paru (34.783 kasus) dan kanker kolorektal (34.189 kasus) (GLOBOCAN, 2020). Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor / kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1,4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018.
Hingga saat ini, Indonesia menempati urutan ke-8 di Asia Tenggara dan urutan ke-23 di dunia dengan kasus kanker tertinggi (P2P, 2019).
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017, Indonesia berstatus waspada diabetes karena berada pada peringkat ke 7 dari 10 negara dengan jumlah penderita DM terbanyak, yaitu sebesar 10,7 juta orang. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun meningkat menjadi 2%
dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%. Prevalensi diabetes mellitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Berdasarkan data Riskesdas 2018, diabetes menyebabkan 3,7 juta kematian di Indonesia pada usia dini (20-79 tahun). Penderita diabetes jarang beraktivitas fisik karena beranggapan bahwa pekerjaan yang dilakukan setiap harinya sudah termasuk dalam aktivitas fisik yang mengeluarkan keringat, dan pekerjaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga juga sudah termasuk melakukan aktifitas fisik seperti menyapu, mencuci (Isnaini dkk, 2018)
3.2.3 Behavioral and Environmental Assessment 1. Behavioral Factors
Faktor risiko pada penyakit tidak menular lebih sering terjadi karena sikap dan perilaku manusia terhadap kesehatannya, dalam hal ini dapat termasuk pola makan, merokok, konsumsi alkohol serta obat-obatan sebagai gaya hidup sehingga penderita penyakit degeneratif (penyakit karena penurunan fungsi organ tubuh) semakin meningkat dan mengancam
kehidupan. Selain itu, masyarakat seringkali tidak mengindahkan untuk melakukan deteksi dini terhadap penyakit tidak menular dengan alasan tidak merasakan gejala apapun.
Keterlambatan melakukan deteksi dini menjadi salah satu penyebab kematian dini akibat kanker. Sebanyak 70% pasien terlambat melakukan deteksi dini kanker yaitu dengan melakukan perilaku SADARI, sehingga mereka baru berkunjung ke fasilitas kesehatan ketika sudah memasuki stadium akhir (Amalia, et al, 2021).
Berdasarkan Juli (2012), sejumlah 50% penderita penyakit jantung koroner diakibatkan oleh tidak sehatnya gaya hidup seperti tidak melakukan olahraga, memiliki kebiasaan mengkonsumsi rokok serta pola makan tidak sehat. Selain itu, pola tidur yang buruk dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung karena beban kerja jantung terus bertambah dan bisa mengakibatkan kerusakan ketika kurangnya jam tidur. (Primaya Hospital, 2021). Mengonsumsi alkohol meningkatkan risiko terkena kanker. Hal ini dikarenakan alkohol mengandung etanol dan metabolit utama yaitu asetaldehid yang berfungsi sebagai zat karsinogenik (Balatif, et al, 2021).
Wanita yang mengonsumsi obat-obatan immunosupresan (karena menderita penyakit imunologi seperti HIV) bertendensi menderita kanker leher rahim jauh lebih besar (P2PTM, 2016).
Aktivitas fisik yang jarang dilakukan oleh sebagian besar penderita penyakit tidak menular disebabkan karena penderita beranggapan bahwa pekerjaan yang dilakukan setiap harinya sudah termasuk dalam aktivitas fisik yang mengeluarkan keringat, khususnya bagi pekerjaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga juga sudah termasuk melakukan aktifitas fisik seperti menyapu, mencuci, dan mengepel. (Isnaini dkk, 2018). Orang yang jarang beraktifitas fisik dan jarang melakukan olahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak akan dibakar tetapi akan ditimbun dalam bentuk lemak dan gula. Jika kondisi pankreas tidak adekuat dalam menghasilkan insulin dan tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul penyakit DM. (Kemenkes, 2019).
2. Environmental Factors
Faktor lingkungan yang tidak mendukung dapat mempercepat risiko terkena penyakit tidak menular ini. Selain kebiasaan merokok pada perokok aktif, para perokok pasif juga dapat terkena dampak dari asap rokok.
Diketahui setiap tahunnya, tembakau menyumbang sekitar 6 juta kematian (termasuk perokok pasif) dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 8 juta pada tahun 2030 (Warganegara, 2016). Hal ini dikarenakan dalam asap rokok yang dihasilkan dari rokok mengandung ratusan senyawa yang bersifat karsinogen (Kemenkes, 2022). Selain itu, polusi udara bertanggung jawab atas 25% kematian akibat kardiovaskular yang membuat masyarakat yang tinggal di kota berisiko lebih besar mereka yang tinggal di daerah dengan polusi minim (WHO, 2022). Paparan zat berbahaya juga tidak hanya terdapat pada makanan, tetapi juga terdapat dalam bahan kimia, obat-obatan, virus, hingga sinar radiasi. Di mana, paparan kimia berisiko lebih tinggi memicu kanker.
(Siloam Hospital, 2023
3.2.4 Educational dan Organization Assessment 1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
a. Pengetahuan
Pengetahuan mengenai Posbindu menjadi salah satu faktor yang menentukan seseorang datang ke Posbindu. Jika pengetahuan masyarakat mengenai Posbindu kurang, maka masyarakat tersebut akan cenderung lebih memilih untuk berdiam saja di rumah karena tidak mengetahui tentang Posbindu. Oleh sebab itu, bila masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik mengenai Posbindu, maka masyarakat tersebut akan mempunyai sikap yang positif pula mengenai Posbindu, sehingga masyarakat mampu memanfaatkan Posbindu di wilayahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nasruddin pada tahun 2017, sebagian besar responden tidak mengetahui tentang adanya Posbindu PTM di sekitar tempat tinggalnya. Bahkan banyak responden yang baru mendengar Posbindu PTM. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang didapatkan masyarakat masih sangat kurang. Hanya sebagian kecil responden yang mengetahui adanya Posbindu PTM. Selain itu, tidak taunya manfaat Posbindu PTM dan perubahan jadwal juga menjadi faktor penyebab masyarakat tidak menghadiri kegiatan Posbindu PTM.
b. Persepsi masyarakat tentang status kesehatan
Persepsi masyarakat tentang kesehatan masih belum sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Persepsi sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat. Sedangkan, masyarakat menganggap dirinya sakit pada saat mereka sudah tidak mampu lagi untuk melakukan aktivitas dan terbaring lemah. Pada saat masyarakat tidak dapat lagi melakukan aktivitas yang menganggap dirinya sakit disaat itulah masyarakat baru memanfaatkan. Pada penelitian Afiana tahun 2019, terdapat beberapa masyarakat yang menganggap dirinya sehat sehingga mereka tidak hadir dalam kegiatan Posbindu PTM. Padahal, kegiatan Posbindu PTM tidak hanya difokuskan kepada mereka yang sedang menderita PTM untuk mengontrol kesehatannya dan mencegah komplikasi tetapi juga kepada mereka yang sehat untuk screening ataupun deteksi dini penyakit tidak menular.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan terkait dengan kemampuan seseorang menyerap informasi serta mengenali gejala penyakit sehingga memiliki keinginan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dan aktif berperan mengatasi masalah kesehatannya. Dengan kata lain, orang yang berpendidikan lebih menghargai sehat sebagai suatu investasi. Status pendidikan dapat berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan karena status pendidikan sangat erat kaitannya dengan kesadaran dan pengetahuan seseorang. Umumnya, masyarakat yang berpendidikan rendah, kurang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik tentang manfaat pelayanan pelayanan kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan informal (dukun) dan meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan modern (dokter dan paramedis).
2. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) a. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan. Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat antara lain adalah kurangnya dukungan dan kepedulian dari anggota keluarga terhadap pemeriksaan kesehatan secara rutin. Dukungan keluarga yang kurang dapat menurunkan keaktifan seseorang untuk mengikuti Posbindu PTM, dan sebaliknya. Dukungan yang dapat diberikan keluarga antara lain berupa mendampingi, mengingatkan jadwal Posbindu PTM, atau mengantar. Apabila ada dukungan dari keluarga, maka rasa percaya diri akan meningkat sehingga juga dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk mengikuti Posbindu PTM. Dukungan yang kurang dari keluarga dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan anggota keluarga tentang kegiatan Posbindu PTM (Afiana, 2019).
b. Dukungan tenaga kesehatan
Petugas kesehatan memiliki tanggung jawab pembinaan Posbindu PTM di wilayah kerjanya sehingga kehadiran petugas Puskesmas dalam kegiatan Posbindu PTM sangat diperlukan dalam wujud seperti memberikan bimbingan teknis kepada para kader posbindu PTM dalam penyelenggaraannya, memberikan materi kesehatan terkait dengan permasalahan faktor risiko PTM dalam penyuluhan maupun kegiatan lainnya, mengambil dan menganalisa hasil kegiatan Posbindu PTM, menerima dan menangani serta memberi umpan balik kasus rujukan dari Posbindu PTM, melakukan koordinasi Dengan para pemangku kepentingan lain yang terkait (Kemenkes RI, 2019).
3. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) a. Jarak rumah dengan fasilitas kesehatan
Jarak dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berkunjung ke pelayanan kesehatan. Hal ini
dikarenakan jauh dekatnya jarak dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh menuju tempat pelayanan kesehatan, maka semakin banyak waktu yang akan dikeluarkan sehingga dapat menurunkan motivasi seseorang untuk berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan (Nasruddin, 2017). Penelitian yang dilakukan Saragih (2018) mengenai “Pengaruh Jarak dan Waktu Tempuh terhadap Pemanfaatan Pelayanan Deteksi Dini Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yang dilaksanakan di Puskesmas Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang” yang menggambarkan sebagian besar responden mereka yang merupakan ibu PUS menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jarak dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa responden yang memiliki jarak rumah yang jauh dengan fasilitas kesehatan mempunyai peluang 11 kali untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden yang memiliki jarak rumah yang dekat dengan fasilitas kesehatan.
b. Ketersediaan asuransi / jaminan kesehatan untuk melakukan pengecekan dan pengobatan rutin
3.2.5 Administration and Policy Assessment a. Kebijakan Pemerintah
Terdapat kebijakan pemerintah dalam mengatur penyakit tidak menular tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.
b. Strategi
1. Meningkatkan advokasi kebijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan sosialisasi P2PTM
- Mendorong penguatan komitmen dari pengambil kebijakan untuk mendukung program P2PTM terutama dalam alokasi sumber daya daerah.
- Memberikan informasi dan pemahaman potensial produktivitas serta potensial ekonomi yang hilang akibat P2PTM kepada para pengambil kebijakan lintas sektor.
- Menumbuhkan kesadaran bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama.
- Mendorong advokasi lintas sektor untuk mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan (Health in All Policy = HiAP).
2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara komprehensif
- Menyebarluaskan secara masif sosialisasi pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM kepada seluruh masyarakat.
- Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui penerapan budaya perilaku CERDIK.
- Melakukan deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM baik di Posbindu maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.
- Melakukan penguatan tata laksana kasus sesuai standar.
- Meningkatkan program peningkatan kualitas hidup (perawatan paliatif) sesuai ketentuan.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
- Meningkatkan kapasitas SDM sesuai jenjang fasilitas pelayanan kesehatan dan kompetensi didukung dengan penganggaran pusat maupun secara mandiri oleh daerah.
- Mendorong ketersediaan SDM secara kualitas maupun kuantitas.
- Mendorong pemanfaatan SDM yang ada di masyarakat baik di lingkup awam, akademisi, pegawai pemerintah dan swasta maupun organisasi profesi.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans - Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan.
- Mengoptimalkan dan mengintegrasikan sistem informasi yang dibangun oleh pusat maupun yang diupayakan oleh daerah.
- Melakukan evaluasi dan menindaklanjuti hasil pendataan secara berkala dan dijadikan bahan pengambilan keputusan secara berjenjang untuk perbaikan program.
- Mendorong dilakukannya penelitian PTM yang diperlukan.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat
- Melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan kelompok potensial lainnya.
- Mengintegrasikan kegiatan program dalam pelaksanaan hari-hari besar yang di wilayah masing-masing untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap P2PTM terutama pencegahan terhadap faktor resiko (mis. melakukan deteksi dini faktor resiko massal pada hari-hari besar).
- Berkoordinasi dengan lintas program terkait untuk memastikan ketersediaan sarana prasarana, obat dan SDM, penerapan mutu pelayanan meliputi akreditasi dan tatalaksana kasus sesuai standar.
- Berkoordinasi dan menguatkan kemitraan dengan pihak swasta lainnya.
3.2.6 Implementation
1. Program deteksi dini faktor risiko P2PTM di Posbindu
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posbindu merupakan suatu upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu) dimana kegiatannya berupa pengukuran tekanan darah, pengukuran gula darah, pengukuran indeks massa tubuh, wawancara perilaku berisiko, serta edukasi perilaku gaya hidup sehat, konseling dan pemeriksaan IVA serta pemeriksaan klinis payudara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan, perawat kesehatan/tenaga analis laboratorium/lainnya). Tujuan Posbindu PTM adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini faktor risiko PTM. Adapun sasaran dari kegiatan ini yaitu setiap warga negara berusia 15 tahun keatas di suatu desa / kelurahan / institusi, serta sasaran pemeriksaan gula darah adalah setiap warga negara berusia 40 tahun ke atas atau kurang dari 40 tahun yang memiliki faktor risiko obesitas dan atau hipertensi (Dinkes Kulonprogo, 2023),
2. Program Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas (GENTAS) GENTAS merupakan suatu gerakan yang melibatkan masyarakat dalam rangka untuk pencegahan obesitas sebagai faktor risiko PTM. Adapun kegiatannya antara lain pengukuran Indeks Massa Tubuh (BB, Lingkar perut dan tinggi badan), wawancara perilaku berisiko, serta
edukasi perilaku gaya hidup sehat. Adapun sasaran dari program ini yaitu seluruh masyarakat yang berusia diatas 15 tahun dan berada di wilayah tersebut. Dalam program ini terdapat panduan pengendalian obesitas bagi tenaga kesehatan dan instansi terkait (P2PTM, 2017).
3. Program CERDIK
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktoral Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mengajak masyarakat untuk dapat menuju masa muda sehat dan hari tua nikmat tanpa Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan perilaku “CERDIK”. “CERDIK”
merupakan jargon kesehatan yang setiap hurufnya mewakili CERDIK yaitu Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stress. Penerapan
“CERDIK” dapat mengurangi faktor risiko dan deteksi dini PTM.
(P2PTM, 2019)
4. Program Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM
Kegiatan PANDU PTM adalah kegiatan penemuan dan penanganan kasus PTM dan manajemen faktor risiko PTM di FKTP secara terpadu. Kegiatan manajemen faktor risiko meliputi pemeriksaan perilaku merokok, obesitas, TD > 120/80 mmHg gula darah sewaktu >
200 mg/dL, kolesterol atau kolesterol rata-rata, wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang pernah berhubungan seksual, serta penanganan penyandang PTM dan Program Rujuk Balik (PRB). Sasaran dari program ini yaitu setiap warga negara yang menyandang dan memiliki faktor risiko PTM yang berkunjung ke FKTP (P2PTM, 2019).
5. Program Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Sekolah
Kegiatan penerapan KTR di sekolah merupakan suatu kegiatan pencegahan perilaku merokok pada warga sekolah, baik itu pada siswa, guru, penjaga sekolah, penjual makanan dan pengunjung lainnya di SD, SMP, SMA, dan sederajat. Adapun kegiatan dari program ini meliputi penetapan KTR, pembentukan satgas, serta pemenuhan 8 indikator penerapan KTR (P2PTM, 2019).
6. Program Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM)
Kegiatan Layanan UBM merupakan kegiatan pemberian konseling kepada perokok untuk berhenti merokok di FKTP dan di
sekolah. Adapun kegiatan meliputi mengidentifikasi klien, evaluasi dan memberikan motivasi, penentuan pilihan terapi yang akan diberikan, serta penyusunan rencana untuk menindaklanjuti/follow up kegiatan yang sudah dilakukan. Adapun sasarannya yaitu seluruh warga negara yang berkunjung ke kawasan UBM (P2PTM, 2019).
7. Program Deteksi Dini Kanker
Kegiatan Deteksi Dini Kanker merupakan kegiatan pendeteksian secara dini kanker payudara dan kanker leher rahim pada wanita yang berusia 30-50 tahun atau pada wanita yang pernah berhubungan seksual, yang dilakukan di FKTP. Adapun kegiatan dalam program ini meliputi Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS), serta Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) (P2PTM, 2019).
8. Program Pengendalian Thalasemia
Kegiatan Deteksi Dini Thalasemia adalah suatu gerakan pengkajian awal pada kelompok yang berisiko mengalami thalasemia.
Kegiatan ini meliputi identifikasi populasi berisiko serta pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht. MCV dan hapus darah tepi). Adapun sasaran dari kegiatan ini yaitu setiap warga negara yang merupakan saudara kandung penderita thalasemia (P2PTM, 2019).
9. Program Deteksi Dini dan Rujukan Kasus Katarak
Kegiatan Deteksi Dini dan Rujukan Kasus Katarak adalah kegiatan pengukuran gangguan tajam penglihatan di UKBM dan FKTP dimana kegiatannya meliputi metode hitung jari, pemeriksaan Tumbling-E di UKBM, serta pemeriksaan gangguan tajam penglihatan di FKTP.
Adapun sasaran dari kegiatan ini yaitu seluruh warga negara yang berusia 40 tahun keatas di suatu wilayah (P2PTM, 2019).
10. Program Layanan Inklusi Disabilitas
Program Layanan Kesehatan Inklusi Disabilitas merupakan Pelayanan kesehatan inklusif bagi penyandang disabilitas, hal ini terjadi jika seluruh lapisan masyarakat termasuk penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan kesehatan secara sama. Layanan kesehatan inklusif disabilitas dilakukan untuk mencapai kesetaraan hak-hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas dan memastikan partisipasi penuh, serta akses terhadap pelayanan kesehatan (P2PTM, 2019).
3.2.7 Process Evaluation
Monitoring merupakan upaya yang dilakukan secara rutin yang bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan dari suatu program / kegiatan.
Tujuan diadakannya monitoring yaitu untuk menyediakan umpan balik tentang pelaksanaan suatu kegiatan serta pencapaian kerja dari waktu ke waktu.
Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara reguler berdasarkan indikator tertentu dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian kegiatan yang sedang berlangsung dengan perencanaan dan prosedur yang telah dibuat dan disepakati sebelumnya. Monitoring yang dilakukan dengan baik dapat bermanfaat dalam memastikan suatu program berjalan sesuai dengan pedoman dan perencanaan program serta sebagai masukan saat melakukan evaluasi (P2PTM Kemenkes, 2019).
Evaluasi merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan proses monitoring. Hal ini dikarenakan kegiatan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan data hasil monitoring. Tujuan dari evaluasi yaitu untuk mengidentifikasi apakah program yang sudah dilakukan mencapai sasaran yang diharapkan atau tidak. Monitoring dan evaluasi yang dapat dilakukan dalam kegiatan program Pengendalian PTM antara lain dengan cara melakukan pembinaan dan pengawasan berjenjang dari Pusat, Provinsi hingga ke Desa / Kelurahan. Adapun bentuk pengawasan dan pembinaan dilakukan dengan:
1. Kementerian Kesehatan (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) melaksanakan pembinaan dan pengawasan di tingkat Provinsi;
2. Dinas Kesehatan Provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan di tingkat kabupaten/kota;
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan di tingkat kecamatan;
4. Puskesmas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Posbindu PTM;
5. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana tersebut di atas dilakukan dapat melalui kegiatan konsultasi, bimbingan teknis, pertemuan koordinasi.
3.2.8 Impact Evaluation
1. Unit yang bertanggung jawab terhadap surveilans Penyakit Tidak Menular di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
2. Tersedianya informasi faktor risiko, angka kesakitan, angka kecacatan dan angka kematian akibat PTM.
3. Tersedianya data capaian indikator.
4. Tersedianya data jumlah tenaga dan tenaga terlatih.
5. Tersedianya jumlah sarana dan prasarana penunjang dalam pencegahan dan pengendalian PTM (data RS, FKTP, data desa, data sekolah, alat penunjang P2PTM, dll).
6. Terbentuknya jejaring kerja program pencegahan dan pengendalian PTM.
7. Tersedianya data jumlah dan sumber dana program termasuk capaian realisasi penggunaannya bila bersumber APBN/APBD.
8. Terlaksananya kegiatan pembinaan dan pengawasan oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota.
9. Adanya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pencegahan Penyakit Tidak Menular.
10. Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian Penyakit Tidak Menular.
3.2.9
3.2.10 Diagram Assessment Precede-Procede
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang tidak ditularkan dari orang ke orang melalui media apapun sehingga bersifat kronis karena membutuhkan waktu yang panjang, dan pada umumnya berkembang secara lambat. Risiko PTM mengancam semua orang dari semua kelompok umur, wilayah dan negara dipengaruhi oleh PTM.
Kondisi ini sering dikaitkan dengan kelompok usia yang lebih tua, namun bukti menunjukkan bahwa 17 juta kematian PTM terjadi sebelum usia 70 tahun. Dari kematian dini ini, 86% diperkirakan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Anak- anak, orang dewasa, dan lansia semuanya rentan terhadap faktor risiko yang berkontribusi terhadap PTM, baik dari pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, paparan asap tembakau, atau penggunaan alkohol yang berbahaya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penanganan serius dari pemerintah, hal itu dapat dilakukan dengan pencegahan dan pengendalian penyakit jantung, pencegahan dan pengendalian kanker, serta kontrol diabetes mellitus.
4.2 Saran
Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang paling sering dijumpai baik secara internasional maupun nasional. Penyakit tidak menular menjadi penyakit yang menyebabkan kematian usia dini dan produktif paling banyak di Indonesia. Pemerintah sebaiknya dapat melaksanakan berbagai program kesehatan demi upaya promotif dan preventif kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya dan dukungan dari berbagai anggota masyarakat untuk mendukung upaya dari pemerintah sehingga kolaborasi yang baik untuk menurunkan angka kematian dini karena penyakit tidak menular dapat semakin baik
DAFTAR PUSTAKA
Adianta, I, Wardianti, G. (2018). Beban keluarga pada penderita diabetes melitus tipe II.
Jurnal Riset Kesehatan Nasional. 2(1). 85-90
Afiana, A. T. (2019). Faktor Predisposing, Enabling, dan Reinforcing yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Masyarakat dalam Posbindu PTM di Desa Tugurejo Slahung Ponorogo. Skripsi. STIKES Bhakti Mulia Husada: Madiun.
Amalia, A. N., Rusyidi, A. R., & Nukman. (2021). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) di SMAN 8 Sidrap. Window of Public Health
Journal, 2(4), 699-706. https://doi.org/10.33096/woph.v2i4.222
Canario, et al. (2016). Physical activity, fatigue and quality of life in breast cancer patients.
Diakses dari: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27008491/
Balatif, R., & Sukma, A. A. M. (2021). Memahami Kaitan Gaya Hidup dengan Kanker:
Sebagai Langkah Awal Pencegahan Kanker. Scientific Medical Journal, 3(1), 40-51.
https://doi.org/10.32734/scripta.v3i1.4506
Dewi, R., Arsyi, D. N., Rahman, A. E. La, & Budhiana, J. (2021). Factors affecting quality Of life for people with diabetes mellitus in the working area of the selabatu
Health center sukabumi city. In International Conference On Interprofessional Health Collaboration And Community Empowerment. Proceeding of the International Conference on Interprofessional Health Collaboration and Community Empowerment Bandung, December, 14–16.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo. (2023). Posbindu PTM. Diakses dari:
https://dinkes.kulonprogokab.go.id/detil/558/posbindu-ptm
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI.
(2016). Siapa Rentan Kanker Leher Rahim? Diakses dari:
https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/siapa-rentan-kanker-leher-rahim
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI.
(2019). Penyakit Kanker di Indonesia Berada Pada Urutan 8 di Asia Tenggara dan Urutan 23 di Asia. Diakses dari: http://p2p.kemkes.go.id/penyakit-kanker-di- indonesia-berada- pada-urutan-8-di-asia-tenggara-dan-urutan-23-di-asia/
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI.
(2019). Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Diakses dari:
https://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2019 /03/Buku_Pedoman_Manajemen_PTM.pdf
Gustad, L. T. L. ., Laugsand, L. . L. E., Janszky, I., Dalen, H., & Bjerkeset, O. (2014).
Symptoms of anxiety and depression and risk of acute myocardial infarction: the HUNT 2 study. European Heart Journal, 35(21), 1394–403.
http://doi.org/10.1093/eurheartj/eht387
Global Cancer Observatory (GLOBOCAN). (2020). Indonesia. Diakses dari:
https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf/
Hardiyanti, R, Fitriani, Fatima. (2022). Relationship between spirituality and coping strategies
in diabetes mellitus patients at TK IV Hospital Aryoko Sorong. Jurnal Kesehatan Pasak
Bumi Kalimantan, 5(1). 75-82
Humasfik. (2017). Sosialisasi Pencegahan dan Pengobatan Kanker untuk Melawan Stigma di Masyarakat. Diakses dari:
https://nursing.ui.ac.id/sosialisasi-pencegahan-dan-pengobatan-kanker-untuk- melawan-stigma-buruk-di-masyarakat/
International Diabetes Federation. 2017. International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas Eighth edition : International Diabetes Federation.
Isnaini, Sri, Ratnasari. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian diabetes mellitus tipe dua.
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah. 14(1). 59-68
Juli. (2012). Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyakit Jantung Koroner di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Kemenkes, RI. 2019. Buku Pedoman Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI : Jakarta Kemenkes RI. 2020. Infographic-P2PTM. Available at: www.p2ptm.kemenkes.go.id.
Kemenkes RI. (2022). Fakta Bahwa Rokok Penyebab Kanker. Diakses dari:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/14/fakta-bahwa-rokok-penyebab-kanker Makarim, Fadhli Rizal. (2021). Waspada Diabetes Bisa Sebabkan Komplikasi Penyakit
Jantung dan Hipertensi. Diakses pada: https://www.halodoc.com/artikel/waspada- diabetes-bisa-sebabkankomplikasi-penyakit-jantung-dan-hipertensi
Nasruddin, N. R. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di Wilayah Kerja Puskesmas Ballaparang Kota Makassar Tahun 2017. Skripsi. Universitas Islam Alauddin:
Makassar.
Nuraeni, Mirwanti, R. (2017). Hubungan cemas dan depresi pada pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK). MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan. 15(1),
10-16
Primaya Hospital. 2021. Lifestyle yang Tidak Tepat: Potensi Penyakit Jantung. Diakses dari:
https://primayahospital.com/jantung/potensi-penyakit-jantung/
Saragih, P. W. B. (2018). Pengaruh Jarak dan Waktu Tempuh Terhadap Pemanfaatan
Pelayanan Deteksi Dini Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di
Puskesmas Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Ilmiah Kohesi, 2(3).
Sari, P, et al. (2020). Hubungan antara Pengetahuan dan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan
Perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS). Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health and Behavior, 2(2), 76-81. http://dx.doi.org/10.47034/ppk.v2i2.4132
Setyowibowo, et al. (2018). Quality of life and health status of Indonesian women with breast
cancer symptoms before the definitive diagnosis: A comparison with Indonesian women in general. Lin C-Y, ed. PLOS ONE. 13(7) doi:10.1371/journal.pone.0200966 Sihite, E. D. O., Nurchayati, S., & Hasneli, Y. (2019). Gambaran Tingkat Pengetahuan
tentang Kanker Payudara dan Perilaku Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Jurnal Ners Indonesia, 10(1), 8-21. https://doi.org/10.31258/jni.10.1.8-20
The Institute for Health Metrics and Evaluation. (2018). Global Burden of Disease 2017.
Kemenkes RI. (2018). Analisis Beban Penyakit Nasional dan Sub Nasional Indonesia 2017. Jakarta
Warganegara, E. Nur, Nida. (2016). Faktor risiko perilaku penyakit tidak menular. Jurnal Majority. 5(2): 88-94
WHO. (2022). Noncommunicable diseases. World Health Organization
WHO. (2019). SDG Target 3.4 Non-communicable diseases and mental health. Diakses melalui Noncommunicable diseases: Mortality (who.int).
WHO. (2022). Air pollution, a public health emergency. Diakses dari:
https://www.who.int/webinars/episode/science-in-5/episode--66---air-pollution--a- public-health-emergency
Zuhaid. M. and Zahir K. K. and Diju I. U. (2012). Knowledge and perceptions of
diabetes in urban and semi urban population of Peshawar, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad.