• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi naskah Al-Qur'an pada masa Umayyah dan Abbasiyah

N/A
N/A
kim

Academic year: 2024

Membagikan "Produksi naskah Al-Qur'an pada masa Umayyah dan Abbasiyah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI NASKAH MASA UMAYYAH DAN ABBASIYAH Oleh :

Abdul Majid Al Rosyid Eka Nur Anisa

Azkia Salsa Tartila Leni Amaliyah

Abstract

This article describes the production of manuscripts from the Umayyad and Abbasid periods, during which Islamic civilization flourished. This article also discusses the process of recognizing Arabic letters so that they are easy to read as well as tools that help in learning them. Until the process of developing the production of Al-Qur'an manuscripts during the Umayyad and Abbasid periods.

Keywords: Arabic letters, Al-Qur'an manuscripts, Umayyad Abbasid

Abstrak

Tulisan ini menguraikan produksi naskah masa Umayyah dan Abbasiyah, yang di mana masa kejayaan peradaban Islam yang berkembang. Tulisan ini juga membahas bagaimana proses pengenalan huruf arab hingga mudah dibaca serta alat yang membantu dalam pembelajarannya. Hingga Proses berkembangnya produksi naskah Al-Qur’an pada masa Umayyah dan Abbasiyah.

Kata kunci: Huruf arab, Naskah Al-Qur’an, Ummayyah Abbasiyah.

I. PENDAHULUAN

Produksi naskah pada masa Ummayah dan Abbasiyah merupakan hal penting dalam Sejarah perkembangan islam. Yang dimana pada masa ini Islam melanjutkan tulisan Al-Qur’an yang pernah di lakukan oleh khalifah Utsman bin Affan. Priode ini adalah priode dimana Al-Qur’an mulai ditulis secara tertulis dan dikumpulkan dalam bentuk naskah dan mulailah penulisan Al-Qur’an menggunakan abjad Arab yang semakin berkembang.

(2)

Pada masa Abbasiyah terjadilah perkembangan lebih lanjut dalam produksi naskah Al-Qur’an. Penyalinan naskah Al-Qur’an menjadi lebih terorhanisir dan disiplin ilmiahnya berkembang, serta para ulama islam berkerja untuk menghasilkan naskah-naskah yang akurat dan terstandarisasi.

Penting untuk diketahui dan diingat bahwa proses penulisan dan penyalinan Al-Qur’an pada masa itu sangat teliti, hingga hari ini, teks Al-Qur’an tetap utuh dan tidak mengalami perubahan, seperti yang di Yakini oleh umat islam.

II. PEMBAHASAN

A. Pengenalan tulisan huruf Arab

Sejarah Perkembangan Tulisan Arab1

Dari segi tulisan Arab, berbagai kajian telah menggunakan beberapa kesimpulan tentang asal usul dan perkembangannya telah dibuat. Tulisan huruf Abjad pada mulanya disebarkan oleh kaum Finiq yang berperan penting dalam menciptakan huruf-huruf Abjad dan menyebarluaskan. Dipercayainya orang-orang Finiq mendapat idea merumuskan tulisan Abjad, sedangkan orang-orang Mesir yang sudah menciptakan tulisan berlambang bernama Hieroglif (Hieroglyph) yang berteraskan kaedah fonogram (tulisan bersimbol gambar yang melambangkan suku kata). Tetapi memandang jarak perbedaan begitu jauh di antara tulisan Abjad Finiq dengan tulisan Heiroglif, ada pihak yang berpendapat mungkin terdapat satu pihak lain ke arah pembentukan Abjad tersebut. Pihak lain yang dimaksudkan mungkin bangsa Sumar yang mendiami Iraq di mana mereka juga mempunyai tulisan yang diberi nama tulisan Mismar Kuno. Kemudian Dengan kedatangan orang Sam yang bejaya menakluk Kerajaan sumar dan mendirikan kerajaan Asyur dan Babil selepas itu, mereka memajukan tulisan yang dibuat oleh orang Sumar menjadi satu berbentuk silabik (tulis bersuku kata) yang dikenali dengan tulisan Mismar. Dari tulisan Mismar ini juga, orang Finiq mendapat idea untuk mengubah tulisan mereka.

Penghijrahan kaum Aram ke kawasan Syam dan kejayaan mereka mengambil alih pemerintahan daripada orang Kan'an. Peluang untuk kaum Aram membangunkan tulisan abjad yang telah diwarisi oleh kaum finiq. Kemudian abjad kamu Aram dikenali dengan nama musnad, tulisannya yang berbentuk tiang-tiang dan banyak tertulis di batu-batu.

Biasanya tertulis dari kanan ke kiri, terkadang dari kiri ke kanan. Batu-batu bersurat yang ditulis dengan tulisan Musnad banyak dijumpai di utara Hijaz.

Tulisan orang Arab yang disebut Musnad ini dipercayai dan digunakan oleh penutur-penutur Bahasa Arab Ba'idah,kira-kira antara kurun ke 4 SM hingga ke 6 M. Abjad Finiq pada mulanya terdiri daripada 19 huruf konsonan. Kemudian mereka menyusun sesuai keperluan menjadi 22 huruf yang terhimpun dalam susunan اﺑﺠﺪ ھھﻮز ھﺣﻄﻰ ھﻛﻠﻤﻦ ھﺳﻌﻔﺺ ھﻗﺮﺷﺖ.

Abjad Arab yang digunakan pada masa sekarang diambil dari kaum Nabat yang telah

1 Mohd. Zaki bin Abd Rahman, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tulisan Arab. Jurnal Al- Tamaddun, Bil 2 (Desember/Januari 2007).

(3)

memindahkan Abjad Finiq daripada bangsa Aram dengan menambah 6 huruf yang terkandung dalam ungkapan ﺿﻈﻎ ﺛﺨﺬ. Abjad yang digunakan oleh orang Nabat berbentuk huruf-huruf bersambung dan masih tiada huruf vokal dan tiada titik.

Pada awalnya, tulisan Arab tidak mempunyai titik dan baris. Orang-orang Arab pada masa dahulu tidak memerlukan tanda-tanda demikian karena bahasa Arab adalah bahasa mereka dan mereka sudah biasa dengan keadaan tersebut. Akan tetapi setelah ramai orang-orang bukan Arab memeluk agama Islam dan bergaul dengan orang-orang Arab, maka timbul salah bacaan sehingga membawa kepada kesilapan dalam pembacaan al-Qur'an al-Karim. Dengan inisiatif Abu Aswad Ad Du'aliy (w 69H/688M), seorang pakar bahasa Arab pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib (w 40H/661M). Mula tanda-tanda 'irab itu ada yaitu:

1. Baris fathah (atas) ditanda dengan satu titik di atas huruf.

2. Baris kasrah (bawah) ditanda dengan satu titik di bawah huruf.

3. Baris dammah (depan) ditanda dengan satu titik di depan huruf.

4. Baris tanwin (berganda) dilambang dengan dua titik.

5. Baris sukun (mati) tiada tanda.

Pada zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, satu lagi pembaharuan dilakukan ke atas tulisan arab. Ia dilakukan oleh Nars bin 'Asim al-Laithy (w 89H/707M) dan Yahya bin Ya'mar al-'adwaniy (w 129H/746M) dengan mencipta titik-titik bagi huruf-huruf Arab yang serupa bentuknya. Misalnya titik bagi huruf Ba' (ب) Ta' (ت) dan Tha' (ث). Dari sini, susunan huruf arab yang pada mulanya mengikuti susunan abjad telah tertular kepada susunan Alifba (alfabet) yang digunakan secara meluas sekarang. jadi mulai zaman tersebut huruf-huruf yang mempunyai bentuk yang serupa telah mula dibedakan dengan titik tertentu. huruf yang terlibat ialah : ب ت ث ن ي - ذ - ز - ش - ك – ظ

Sebelum zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, sudah ada beberapa usaha meletakkan titik bagi setengah huruf, Namun tidak menyeluruh pada semua huruf dan tidak meluas penggunaan nya seperti yang dilakukan oleh Nasr dan Yahya, mkarena usaha tersebut tidak melibatkan al-Qur'an al-karim. adapun pembeharuan yang terakhir di dalam melengkapkan tulisan bahasa arab, telah disumbangkan oleh al-khalil bin Ahmad al-farahidiy (100-175H/718-791M) dengan mencipta lambang-lambang baris yang kemas bagi melegakkan salah bacaan. beliau telah mencetuskan fathah dari pada Alif, kasrah dari pada Ya' dan dhammah dari pada waw. Al-khalil juga merupahan pencipta kepada beberapa tanda bacaan yang lain dan diperbaiki oleh pengikut-pengikutnya setelah itu.

Semua usaha-usaha ini adalah untuk memudahkan pembacaan Al-Qur'an dan menjaga dari kekeliruan sebutan kalimat-kalimat dalam Al-Qur'an, terutama bagi generasi baru yang memeluk Islam bermula dari zaman Ali bin Abi Tholib hingga ke akhir kurun ke dua hijrah.

(4)

B. Produksi Naskah Al-Qur’an Pada Masa Umayyah

Dinasti Umayyah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi Syams ibn Abdi Manaf. Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun yaitu 661-750 M. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Dinasti Umayyah selama pemerintahannya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyah (ibn Abi Sufyan) (661- 680 M), Yazid I (ibn Muawiyah) (680-683 M), Muawiyah II (ibn Yazid) (683 M), Marwan I (ibn Hakam) (684-685 M), Abdul Malik (ibn Marwan) (685-705 M), al-Walid I (ibn Abdul Malik) (705-715 M), Sulaiman (ibn Abdul Malik) (715-717 M), Umar II (ibn Abdul Aziz) (717-720 M), Yazid II (ibn Abdul Malik) (720-724 M), Hisyam (ibn Abdul Malik) (724-743 M), al-Walid (ibn Yazid) (743-744 M), Yazid III (ibn al-Walid) (744-744 M), Ibrahim (ibn al-Walid) (744- 744 M), dan Marwan II (ibn Muhammad) (744-750 M)2.

Pada masa Bani Umayyah, aksara Kufi merupakan hal yang umum dalam naskah-naskah Alquran. Mushaf Al-Quran telah dibuat dan disalin sejak masa Bani Umayyah (661-750 M). Pada periode ini, salinan Naskah Alquran dibuat di Damaskus dan kemudian dikenal sebagai "Dokumen Damaskus". Beberapa dokumen Damaskus memuat aksara Hijazi yang spesifik untuk gaya penulisan masing-masing kaligrafer. Aksara Hijazi mengabaikan penggunaan vokal pendek dan diciptakan sebagai bantuan mnemonik bagi pembaca. Naskah yang menggunakan aksara Hijazi juga menggunakan kaidah bersebelahan dan tidak menampilkan hiasan atau hiasan apa pun. Pada masa pemerintahan khalifah Bani Umayyah Abdul al-Malik (685-705 M), aksara Al-qur’an dibakukan dan dimasukkan ke permukaan lain seperti marmer sebagai cara untuk menyebarkan bahasa Arab di wilayah tersebut.

Contoh prasasti marmer dapat ditemukan di dalam Kubah Batu di Yerusalem.

Berikut contoh manuskrip Al-Qur’an era Umayyah:

(a) (b)

2 Muchlis, Perkembangan Pendidikan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H / 661-750 M), Vol. 5 No. 1 Januari-Juni 2020 , hlm 42.

(5)

(c) (d)

(e)

a) halaman masjid (kiri) dan (b) ruang sholat yang terdiri dari empat bagian tengah dengan ketinggian dua lantai dan transept yang mengarah ke luar mihrabnya. masjid.

Fragmen folio yang masih ada menunjukkan (c) Surat al-Muddatsir, (d) Surat al-Fatihah dan (e) Surat an-Nas.

Iluminasi yang kaya dalam naskah ini terdiri dari gambar satu halaman penuh, pembagi surah dan bingkai. Perbendaharaan motif hiasnya klasik akhir. Naskah ini unik karena dibuka dengan sekelompok gambar satu halaman penuh: representasi Surga berdasarkan 'kosmogram', motif klasik yang menggabungkan segi delapan dan lingkaran, dan sebaliknya, sebuah masjid. Halaman berikut juga menggambarkan sebuah masjid; sebaliknya teks dimulai dengan surah pertama [Gambar (d)]. Jika gambar tersebut tidak berada pada halaman yang sama dengan teks, maka tidak mungkin ada kaitannya dengan Al-Qur'an.

Gambar-gambar ini adalah satu-satunya ilustrasi Al-Qur'an yang diketahui dan benar-benar unik di antara manuskrip-manuskrip Al-Qur'an yang masih ada.

(6)

Masjid tersebut tidak menggambarkan bangunan tertentu melainkan jenis masjid seperti gambar pada daun tersebut. Masjid jenis ini pertama kali digunakan pada masa khalifah Bani Umayyah al-Walid, di Masjid Agung Damaskus. Pelukisnya menggunakan kombinasi denah lantai dan elevasi yang tidak biasa untuk menunjukkan ciri-ciri utama bangunan tersebut, seperti tiga bagian ruang shalat, setinggi dua lantai, yang sejajar dengan dinding kiblat, dan ruang aksial yang melintang. Bagian-bagian ini, mengarah dari gerbang utama ke mihrab [Gambar (b)].

Detail pentingnya yakni:

- Mimbar di depan mihrab, lampu masjid yang digantung pada rantai panjang, fasilitas wudhu di antara anak tangga yang monumental, bahkan menara dengan tangga di dalamnya

- Digambarkan dengan sangat lancar yang membuktikan tradisi gambar yang panjang, sekarang hilang, yang pasti mendahului karya ini. Baik jenis masjid yang ditampilkan di sini maupun versi halaman pada folio seberangnya berkaitan erat dengan proyek arsitektur al-Walid.

Teknik yang disempurnakan menunjukkan bahwa manuskrip tersebut diproduksi di tempat yang memiliki tradisi pembuatan buku yang panjang. Ciri-ciri tertentu dari naskah ini dan ikonografinya menunjukkan bahwa karya ini dibuat untuk al-Walīd yang mungkin sendiri yang menugaskannya3.

C. Produksi Naskah Al-Qur'an Pada Masa Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah berdiri pada tahun 132 H/750 M dengan Abul Abbas Ash-Shaffah sebagai khalifah pertama. Dinasti Bani Abbasiyah memegang kekuasaan selama lima abad, mulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Pendirian pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan bagi pemikiran yang dikembangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah wafatnya Rasulullah. Mereka menyatakan bahwa yang berhak memerintah adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya4.

Berdirinya dinasti Abbasiyah tidak dapat dipisahkan dari munculnya berbagai masalah pada akhir masa kekuasaan dinasti Umayyah. Permasalahan-permasalahan ini saling terkait satu sama lain. Ketidakpuasan yang tersebar di berbagai wilayah, yang tercermin dalam berbagai pemberontakan, menjadi tantangan serius bagi kelangsungan dinasti Ummayah. Hal ini kemudian menciptakan peluang yang ideal bagi jatuhnya dinasti Ummayah, yang dipimpin oleh Abu al-Abbas al-Saffah5.

Seiring dengan ketidakpuasan yang meluas terhadap pemerintahan khalifah-khalifah Umayyah, mulai muncul upaya propaganda untuk menggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah. Awalnya, gerakan ini dilakukan secara rahasia, namun kemudian berkembang

3 MB Piotrovsky & J. Vrieze (Eds.), Art Of Islam: Heavenly Art And Earthly Beauty , 1999, op. cit. , hlm 101.

4 Abdul Muid, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah, (Gresik: Maziyatul Ilmi, 2019), no. 1.

5 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 105.

(7)

menjadi gerakan terbuka setelah mendapatkan dukungan dan kekuatan dari rakyat. Keluarga al-Abbas memimpin gerakan ini, dan mereka menghadapi pertempuran dengan khalifah Marwan dari dinasti Umayyah. Pertempuran ini mencapai puncaknya dengan kematian khalifah Marwan di Mesir. Dengan demikian, berakhirnya dinasti Umayyah dan dimulailah masa kekuasaan dinasti Abbasiyah6.

Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Masa kekuasaan Bani Abbasiyah mengalami empat periode7, yaitu :

● Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.

● Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.

● Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.

● Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.

Pada awal masa pemerintahan Bani Abbasiyah, mereka mencapai masa keemasan di mana para khalifah secara politis memiliki kekuasaan yang kuat dan berperan sebagai pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Selain itu, masyarakat juga mencapai tingkat kemakmuran tertinggi. Periode ini membuka jalan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Perlu untuk diketahui bahwa peradaban dan kebudayaan Islam berkembang pesat selama masa Bani Abbasiyah, dan hal ini lebih ditekankan daripada perluasan wilayah, berbeda dengan masa Dinasti Umayyah. Puncak kejayaan mereka terjadi pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M), di mana negara mengalami kemakmuran, kekayaan melimpah, dan tingkat keamanan yang terjamin, meskipun ada pemberontakan di beberapa wilayah yang dikuasai.

Lembaga pendidikan berkembang pesat selama periode Bani Abbasiyah, terutama berkat perkembangan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi dan ilmu pengetahuan. Selain itu, ada dua faktor kunci dalam kemajuan ilmu pengetahuan pada masa ini8:

1. Asimilasi antara bahasa Arab dan bahasa-bahasa bangsa lain yang lebih dulu memiliki kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Ini memungkinkan masuknya bangsa-bangsa non-Arab ke dalam Islam dan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh kuat Persia terlihat dalam berbagai bidang ilmu, sementara pengaruh India memengaruhi bidang kedokteran, matematika, dan astronomi.

Pengaruh Yunani tercermin dalam terjemahan berbagai karya ilmiah, terutama dalam bidang filsafat.

6 Ibid, hlm. 111

7 Abdul Muid, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah, hlm. 3.

8 Abdul Muid, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah, hlm. 5.

(8)

2. Gerakan penerjemahan ilmiah yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama berlangsung pada masa khalifah Al-Mansyur hingga Harun Al-Rasyid, dengan penekanan pada terjemahan buku-buku astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung pada masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H, dengan penekanan pada terjemahan buku-buku filsafat dan kedokteran dan juga dibangunnya Bayt al-Hikmah yang merupakan perpustakaan sekaligus biro penerjemahan. Fase ketiga dimulai setelah tahun 300 H, terutama setelah pembuatan kertas. Bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.

Pada masa khalifah Harun al-Rasyid, Baghdad mencapai puncak kemegahannya, dan kota ini menjadi pusat pengetahuan. Salah satu pendukung utama tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha pembuatan kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.

Pabrik kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu seluruh buku ditulis tangan.Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran non-formal9.

Bani Abbasiyah memanfaatkan kekayaannya untuk kepentingan sosial, termasuk pendirian rumah sakit, lembaga pendidikan kedokteran, dan farmasi. Kemakmuran sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesusastraan mencapai puncaknya pada masa ini, menjadikan negara Islam sebagai kekuatan terkuat dan tak tertandingi. Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah meliputi ilmu kedokteran, tafsir, hadis, kalam, matematika, farmasi, dan tashawuf. Munculnya ulama-ulama terkenal dalam bidang ini memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.

Kodifikasi Al-Qur'an adalah awal dari penggunaan kertas sebagai alat tulis dalam dunia ilmu pengetahuan. Inisiatif kodifikasi Al-Qur'an dimulai ketika Umar ibn Khattab merasa khawatir akan banyaknya penghafal Al-Qur'an yang gugur dalam Pertempuran Yamamah. Peristiwa ini terjadi satu tahun setelah kewafatan Rasulullah. Umar kemudian meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang tersebar di berbagai tempat seperti pelepah kurma, kulit binatang, tulang hewan, lempengan batu putih, dan ingatan para sahabat. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan dan membukukan ayat-ayat ini menjadi satu mushaf. Zaid ibn Tsabit, seorang mantan sekretaris Nabi, dipilih untuk memimpin pengumpulan dan penulisan Al-Qur'an agar dapat menjadi satu teks tunggal. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar ajaran-ajaran Islam tidak hilang dan dapat diwariskan kepada generasi Islam berikutnya. Meskipun Allah telah menjamin keotentikan, pemeliharaan, dan kelestarian Al-Qur'an hingga hari kiamat, sebagaimana yang dinyatakan dalam Firman-Nya dalam QS. Al-Hijr ayat 910.

9 Ibid, hlm. 6.

10 Fitri Sari Setyorini, Industri Kertas Masa Abbasiyah dan Peranannya Pada Kemajuan Peradaban Islam, (Bengkulu: Tsaqofah dan Tarik Vol. 7 No. 1, 2022), hlm. 68.

(9)

اﻧﺎ ﻧﺤﻦ ﻧﺰﻟﻨﺎ اﻟﺬﻛﺮ واﻧﺎ ﻟﮫ ﻟﺤﻔﻈﻮن

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."

Kegiatan pendokumentasian ini bisa dilakukan di berbagai media dari yang sifatnya sangat sederhana seperti lukisan di dinding, lembaran kayu, batu, tulang hingga ditemukannya kertas sebagai media tulis menulis. Mereka melakukan kegiatan mentranskrip, menjilid, dan mengoreksi. Dalam perkembangan penulisan Al-Qur'an, penggunaan kertas menjadi salah satu alat paling penting yang dibutuhkan dalam penulisan11.

Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, perkembangan seni penulisan mencatat sejumlah inovasi penting. Pada awal masa ini, dua kaligrafer yang sering disebut dalam sumber Arab adalah al-Dhahak ibn Ajlan, yang aktif pada masa Abu al-Abbas al-Shaffah (750-754 M.), dan Ishaq ibn Hammad, yang terkenal pada masa al-Mansur (754-775 M.).

Selanjutnya, kaligrafer Yusuf al-Sijzi (w. 825 M.) berhasil mengembangkan model-model tulisan yang lebih unggul, termasuk Khafif al-Tsulus, Khafif Tsulutsain, dan al-Riyasi.

Kemudian, al-Ahwal al-Muharrir menggagas perumusan enam tulisan pokok yang disebut "The Six Pens," yaitu: Txulus, Naskh (naskah), Muhaqqaq (teratur dan pasti), Rahyani (harum), Riq'i (potongan-potongan kecil), dan Tauqi' (tanda tangan). Dari sinilah, muncul gaya tulisan lainnya, seperti Ghubar (debu), Riyasi, Musalsal (bersambungan), Majmu, Lu'lu, Asyar, dan lain-lain12.

Penulisan Mushaf Al-Qur'an pada masa Abbasiyah ini juga mengalami perubahan penting dengan beralih menggunakan tulisan gaya cursif, terutama menggunakan huruf Naskhi yang dikembangkan oleh Ibnu Muqlah, seorang tokoh dalam al-Khat al-Mansub.

Kontribusi Ibnu Muqlah sangat berarti dalam mengembangkan tulisan Naskhi dan Tsuluts.

Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Mushaf Al-Qur'an sudah mulai menggunakan kertas sebagai lembarannya. Ini terutama diperkenalkan selama pemerintahan Harun al-Rasyid, yang mendatangkan kertas dari China untuk keperluan penulisan mushhaf.

Khalifah Harun al-Rasyid sangat mendorong penggunaan kertas sebagai media tulisan, mengingat bahwa kulit atau media lainnya dapat mengakibatkan tulisan mudah luntur. Hal ini dianggap sangat penting, terutama dalam konteks ayat-ayat Al-Qur'an, yang harus tetap jelas dan tidak menimbulkan kerancuan dalam membacanya.

Harun al-Rasyid juga memahami bahwa kertas memiliki keunggulan tertentu, yaitu jika tulisannya terhapus, maka tulisan tersebut akan rusak, tidak seperti kulit yang hanya mengakibatkan luntur. Sejak saat itu, seni menulis menggunakan kertas menyebar dengan

11 Ibid, hlm. 65

12 Ilham Khoiri R, Al-Qur'an dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: Logos, 1999), hlm. 65.

(10)

cepat, membawa dampak positif pada perkembangan seni penulisan selama masa Dinasti Abbasiyah.

Salah satu fragmen dari manuskrip Al-Qur’an pada masa Abbasiyah tepatnya abad ke-9 Masehi memuat tentang Surah Az-Dhariyat, At-Tur, Al-Najm, al-Qamar, dan al-Rahman. Berdasarkan analisis F. Deroche manuskrip tersebut sudah dilengkapi dengan hiasan berpola geometri dikedua sisi halamannya.

Berikut contoh manuskrip Al-Qur’an era Abbasiyah:

Sementara itu manuskrip Al-Qur’an yang terbuat dari kertas ditemukan di Afrika Utara dan ditulis dengan aksara Kufi menggunakan tinta emas dan ada pula yang menggunakan kertas berwarna biru sehingga disebut “Blue Qur’an”. Diperkirakan Al-Qur’an ini dibuat antara abad ke-9 dan 10 Masehi.

(11)

Ketika serbuan bangsa Mongol menghancurkan Baghdad pada tahun 1258, industri kertas Baghdad mengalami kehancuran. Bahkan al-Qalqashandi mencatat bahwa kertas asal Baghdad menjadi sangat langka dan sulit ditemukan di wilayah Islam lainnya. Kertas Baghdadi ini memiliki keunggulan karena digunakan khusus untuk menyalin dokumen-dokumen penting seperti perjanjian, pelantikan, dan surat-menyurat resmi dari para pangeran. Sebagai alternatif, al-Qalqashandi merujuk kepada pendirian pabrik kertas di Damaskus untuk menghasilkan jenis kertas yang memiliki kualitas sebaik yang diproduksi di Baghdad. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kertas dalam menyimpan dan melindungi dokumen-dokumen bersejarah dan administratif pada masa itu.

(12)

III. PENUTUP

KESIMPULAN

Periode Umayyah dan Abbasiyah merupakan zaman emas dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni di dunia Islam. Di bawah kedua dinasti ini, pusat-pusat intelektual seperti Kufah, Baghdad, dan Cordoba menjadi pusat kegiatan intelektual yang penting. Para cendekiawan Muslim aktif dalam menerjemahkan karya-karya klasik Yunani, Persia, dan India, yang kemudian menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan di seluruh dunia Islam. Selain itu, produksi naskah Arab berkembang pesat, dengan berkembangnya teknik kaligrafi dan ilustrasi yang indah, seperti yang terlihat dalam naskah Al-Qur'an.

Selama masa Umayyah dan Abbasiyah, perpustakaan besar juga didirikan yang menjadi pusat penyebaran pengetahuan dan budaya. Hal ini berdampak positif pada perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah, sastra, dan agama dalam dunia Islam.

Kesimpulannya, masa Umayyah dan Abbasiyah merupakan periode penting dalam sejarah peradaban Islam yang membawa dampak besar pada perkembangan ilmu dan budaya di seluruh dunia.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Mohd. Zaki bin Abd Rahman. (2007). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tulisan Arab. Jurnal Al- Tamaddun, Bil 2 (Desember/Januari 2007).

Muchlis. (2020). Perkembangan Pendidikan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H / 661-750 M). Vol. 5 No. 1.

MB Piotrovsky & J. Vrieze (1999). Art Of Islam: Heavenly Art And Earthly Beauty. op. cit.

Setyorini, F. S. (2022). Industri Kertas Masa Abbasiyah dan Peranannya Pada Kemajuan

Peradaban Islam. Bengkulu: Tsaqofah dan Tarik Vol. 7 No. 1.

Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No. 3 Mei - Juni 2023.

Muid, Abdul. (2019). Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Gresik:Maziyatul Ilmi.

Fuadi, Imam. (2011). Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.

Ilham Khoiri R. (1999). Al-Qur'an dan Kaligrafi Arab. Ciputat: Logos.

Referensi

Dokumen terkait