• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profile of Rainfall Patterns and Extreme Air Temperatures 1981-2020 in the Mosunal Region of Indonesia (Case Study: South Sumatra)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Profile of Rainfall Patterns and Extreme Air Temperatures 1981-2020 in the Mosunal Region of Indonesia (Case Study: South Sumatra)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1819-796X (p-ISSN); 2541-1713 (e-ISSN)

81

Profil Pola Curah Hujan dan Suhu Udara Ekstrim Tahun 1981- 2020 Wilayah Mosunal Indonesia (Studi Kasus : Sumatera

Selatan)

Melly Ariska1,3,*), Supari2), Muhammad Irfan3), Iskhaq Iskandar3)

1)Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya

2)Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

3)Program Studi Fisika FMIPA Universitas Sriwijaya

*Email korespodensi: [email protected]

DOI: https://doi.org/10.20527/flux.v21i1.14022 Submitted: 29th July 2022; Accepted: 23rd October, 2023

ABSTRAK- Kondisi iklim berubah akibat peningkatan gas rumah kaca dan dampak pemanasan global.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan situasi perubahan iklim di wilayah Sumatera Selatan dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, yaitu dari tahun 1981 hingga tahun 2020. Data curah hujan dan suhu terutama diperoleh dari data BMKG Provinsi Sumatera Selatan. prakiraan cuaca kota stasiun palembang (sk).

Palembang) dan Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II (SM SMB II). Data suhu maksimum, suhu minimum dan curah hujan diperoleh berdasarkan nilai parameter yang diperoleh dari data BMKG provinsi Sumatera Selatan sesuai peraturan ETCCDMI. Data suhu maksimum, suhu minimum dan curah hujan diolah menggunakan software RClimDex untuk mendapatkan data suhu maksimum dan indeks curah hujan.

Indeks-indeks ini mencakup indeks meteorologi terpenting TN90p, TX90p, TNn, TNx, TXx, TXx, TMAXmean, TMINmean, RX1day, RX5day, SDII, CDD dan CWD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi suhu di Sumsel khususnya suhu minimum akan meningkat signifikan dan pola curah hujan akan meningkat terutama curah hujan selama lima hari berturut-turut. Jumlah hari kemarau bertambah, jumlah hari hujan berkurang, curah hujan harian bertambah, namun jumlah hari hujan semakin berkurang. Provinsi Sumatera Selatan semakin terimbas dampak perubahan iklim, di Provinsi Sumatera Selatan semakin memprihatinkan.

KATA KUNCI: curah hujan, suhu minimum, suhu maksimum, ekstrim, Sumatera Selatan

ABSTRACTIncreasing concentrations of greenhouse gases have led to changes in extreme climate events. This study aims to describe the picture of climate change in the South Sumatra Region during the last 40 years, namely from 1981- 2020. Rainfall and extreme temperature data were obtained from BMKG data for South Sumatra Province at the Palembang City Climatology Station (SK Palembang City) and the Sultan Mahmud Badaruddin II Meteorological Station (SM SMB II). Maximum temperature data, minimum temperature and rainfall were obtained based on parameter profiles obtained from BMKG data for South Sumatra Province based on the ETCCDMI provisions. Maximum temperature data, minimum temperature and rainfall are processed with RClimDex software so that temperature and extreme rain index data are obtained. These indices are extreme climate indices consisting of TN90p, TX90p, TNn, TNx,TXx, TXx, TMAXmean, TMINmean, RX1day, RX5day, SDII, CDD and CWD. The results of this study indicate that the trend of air temperature will increase significantly in South Sumatra Province, especially the minimum air temperature, then the precipitation pattern will also increase, especially the accumulation of rainfall for 5 consecutive days. There is an increase in the number of dry days and a decrease in the number of wet days, as well as the higher accumulation of daily rainfall but the wet days are decreasing day by day. This is also increasingly having an impact on climate change in South Sumatra Province which is getting hotter day by day and the smoke disaster due to land and peat fires in South Sumatra Province is increasingly worrying.

KEYWORDS : rainfall, minimum temperature, maximum temperature, extreme, South Sumatra

(2)

PENDAHULUAN

Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim IPCC (Intergovernmental Panel of Climate Change) (2018) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan signifikan pada unsur-unsur iklim dengan cara tradisional, sedangkan variabilitas iklim disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan, perubahan gas antropogenik di atmosfer, perubahan penggunaan. sendirian.

Perubahan tersebut akan membuat cuaca semakin ekstrem dan ekstrem. Kondisi cuaca menjadi faktor penyebab kematian di beberapa daerah. Meningkatnya kondisi iklim berdampak signifikan terhadap sektor pertanian (Kajita et al., 2022), energi, ekosistem dan kesehatan manusia (Agusta et al., 2013;

Karundeng, 2013).

Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (Ariska, Darmawan, Akhsan, dkk., 2023; Simanjuntak dkk., 2020) menemukan bahwa cuaca ekstrem dan cuaca ekstrem telah meningkatkan jumlah bencana selama 60 tahun terakhir, akibat besarnya perekonomian. penyakit di negara-negara berkembang. Hal ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap ketahanan air dan pangan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang paling terkena dampak perubahan iklim, khususnya di Pulau Sumatera. Pulau Sumatera memiliki kondisi iklim yang dipengaruhi oleh anomali global seperti fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), Madden Julian Oscillation (MJO) dan El Niño Southern Oscillation (ENSO) (Cavazos, 2000;

Glisan et al., 2016). Kombinasi El Niño di Samudera Pasifik dan IOD positif di Samudera Hindia menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau yang berkepanjangan (Gibson et al., 2017). Pola ENSO dan IOD berperan penting terhadap terjadinya curah hujan yang tinggi sehingga mempengaruhi kondisi lingkungan (Aldrian, 2007; Ariska et al., 2018;

Dewanti et al., 2018; Kumar et al., 2019). Tren bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.

dunia. Oleh karena itu, hubungan erat antara ENSO dan IOD dan kejadian curah hujan lebat dipertimbangkan. Meningkatnya kejadian cuaca/iklim ekstrem telah mendorong

penelitian dan pengembangan cuaca ekstrem.

Organisasi internasional seperti Komisi Iklim (CCl)/Program Penelitian Iklim Dunia (WCRP), Tim Ahli Indeks dan Deteksi Perubahan Iklim (ETCCDI) dari proyek Variabilitas dan Prediktabilitas Iklim (CLIVAR) dan Tim Ahli Indeks Deteksi Perubahan Iklim, dll.

Tim Ahli Komisi Perubahan Iklim (CCl)/Program Penelitian Iklim Dunia (WCRP) dan Indeks Deteksi Perubahan Iklim (ETCCDI), Proyek Variabilitas dan Prediktabilitas Iklim (CLIVAR), Tim dan Indeks Ahli Deteksi Perubahan Iklim (ETCCDI) setiap hari. mengalir Dari data tersebut tercipta 27 indikator meteorologi.

Indeks iklim ekstrim mencakup 11 indikator signifikan curah hujan dan 16 indikator signifikan suhu (Ariska, Akhsan, Islam, dkk., 2022; Misnawati dan Perdanawanti, 2019).

Penelitian ini menjelaskan penggunaan sinyal cuaca untuk menganalisis kondisi cuaca (Ward dan Lee, 2002); melakukan analisis tren curah hujan dan suhu maksimum di Georgia menggunakan indeks iklim ekstrim untuk mengidentifikasi suhu dan curah hujan ekstrem di Tiongkok (Glisan et al. 2016), dan Yin dan Sun (2018) menggunakan perubahan iklim untuk menentukan suhu ekstrem di Asia Tengah dan Asia Selatan pada tahun 1961–

2000 dan 1901–2000 menganalisis suhu dan aliran. Cavazos (2000) mempelajari perubahan iklim menggunakan data iklim di Amerika Serikat bagian timur laut dari tahun 1870 hingga 2005, dan Mcphaden et al. (2019) menggunakan indikator iklim untuk memantau perubahan iklim berdasarkan data curah hujan dan suhu. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tren kejadian hujan lebat di Pulau Sumatera antara tahun 1981 hingga 2010 berdasarkan indeks curah hujan ekstrem yang dikembangkan oleh ETCCDMI dengan menggunakan metode Mann-Kendall, dan menganalisis perubahan pola curah hujan ddi Pulau Sumatera saat itu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai wilayah rawan hujan lebat, dan menjadi peringatan cuaca untuk mengurangi kerugian akibat kondisi cuaca ekstrim.

(3)

Variabilitas lingkungan dalam sistem iklim berperan penting dalam mempengaruhi frekuensi dan tingkat keparahan kejadian cuaca ekstrem. Peningkatan intensitas dapat meningkatkan curah hujan di wilayah rawan badai, tanpa menghilangkan wilayah yang lebih luas (Dewanti et al., 2018; Harrison, 1998;

Melly Ariska, Suhadi, 2019). Penelitian ini menggunakan software RClimDex untuk memperoleh gambaran dan informasi suhu dan curah hujan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 1981 hingga 2020. et al., 2002).

RClimdex adalah program yang berjalan pada perangkat lunak R untuk menghitung indeks iklim yang kemudian dianalisis dengan metode tren, yaitu arah pergerakan deret waktu ke atas atau ke bawah dalam jangka waktu yang lama (Ariska et al., n.d.; Baeda et al., 2019). Tren panas dan curah hujan ekstrem di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 1981 hingga 2020 dipelajari berdasarkan indeks iklim aktual yang ditentukan oleh ETCCDMI.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada 2 lokasi yaitu stasiun klimatologi Kota Palembang dan Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks Niño 3.4 dan data CDD dalam skala bulanan (NOAA : https://www.ncei.noaa.gov/access), data CDD dalam skala bulanan (BMKG:

https://dataonline.bmkg.go.id/home) dan data curah hujan dari BMKG Kota Palembang periode tahun 2000 s.d 2020. Metode regresi linier sederhana digunakan untuk menentukan koefisien korelasi dan koefisien determinasi, mengetahui pengaruh satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat, mengolah data CDD dan data curah hujan observasi serta mengolah data indeks Niño 3.4 terhadap data curah hujan. Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana dinyatakan pada Persamaan 1.

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋 (1)

X adalah variabel bebas atau predictor (data CDD dan Indeks Niño 3.4), Y adalah variabel terikat atau response (data curah hujan), a adalah konstanta dan b adalah parameter

koefisien regresi (kemiringan); besaran response yang ditimbulkan oleh predictor (Aldrian & Dwi Susanto, 2003; Ariska, Akhsan,

& Muslim, 2022; Ariska, Darmawan, Supari, et al., 2023). Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel, yaitu ENSO dan curah hujan. Analisis dilakukan terhadap curah hujan dan Indeks Niño 3.4. Analisis korelasi menggunakan Pers.

(2) (Ariska, Akhsan, & Muslim, 2022; Ariska, Darmawan, Supari, et al., 2023).

𝑟𝑥𝑦= 1

𝑁−1(𝑥𝑖−𝑥)−(𝑦𝑖−𝑦) 𝑠𝑥𝑠𝑦

𝑁𝑖=1 (2) Data curah hujan diolah menggunakan software RClimDex untuk menentukan indeks iklim yang digunakan oleh ETCCDMI.

Metode tren, yaitu melihat arah pergerakan time series dalam jangka waktu yang lama, bisa naik atau turun. Selain itu, metode rata-rata digunakan untuk menemukan pola pada setiap data. Tabel 1 mencantumkan parameter suhu dan curah hujan. RClimDex merupakan perangkat lunak yang dapat menampilkan poin-poin terpenting dalam data (Brandes et al., 2002). RClimdex adalah program yang berjalan pada perangkat lunak R untuk menghitung indeks iklim.

Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode tren, yaitu arah pergerakan deret waktu ke atas atau ke bawah dalam jangka waktu yang lama (Baeda et al., 2019). Tren panas dan curah hujan ekstrem di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 1981 hingga 2020 dipelajari berdasarkan indeks iklim aktual yang ditentukan oleh ETCCDMI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan suhu dan curah hujan di wilayah Sumatera Selatan terkait dengan permasalahan perubahan iklim global yang disebabkan oleh pemanasan global dan emisi gas rumah kaca.

Untuk menentukan indikator tersebut digunakan software RclimDex. Di bawah ini adalah indeks suhu minimum dan maksimum yang digunakan dalam penelitian ini, menurut Kelompok Pakar dan Indikator Perubahan Iklim (ETCCDI).

(4)

Tabel 1 Indeks Suhu Minimum dan Suhu Maksimum

ID Nama Indikator Defini Indikator Unit

TNmean Mean Tmin Rata-rata minimum Suhu Tahunan ºC

TXx Maximum Tmax Nilai maksimum bulanan dari temperature maksimum ºC TNx Maximum Tmin Nilai maksimum bulanan dari temperature minimum ºC TXn Minimum Tmax Nilai minimum bulanan dari temperature maksimum ºC

TNn Minimum Tmin Nilai minimum bulanan dari temperature minimum ºC

TN10p Cool nights Persentase jumlah hari dengan temperature minimum <

persentil ke-10

% TX10p Cool days Persentase jumlah hari dengan temperature maksimum <

persentil ke-10

% TN90p Warm night Persentase jumlah hari dengan temperature minimum >

persentil ke-90

% TX90p Warm day Persentase jumlah hari dengan temperature minimum >

persentil ke-90

%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Curah hujan yang tinggi menunjukkan tren positif pada seluruh variabel meteorologi.

Variabel iklim yang mengalami peningkatan adalah SDII (hujan harian) yaitu pada kedua musim, disusul Rx1hari (hujan harian), R50 (juga hujan harian), dan R95p. (hujan sangat basah) dan R99p (hujan sangat basah) teramati pada kedua musim, dan variabel meteorologi yang tidak mengalami kenaikan adalah CWD.

Kasus terparah adalah gejala CWD dan R10.

Dengan kata lain, semakin berkurang jumlah hari hujan maka jumlah hari tidak hujan semakin bertambah. Penurunan juga terjadi pada curah hujan 10 mm. Indeks suhu minimum menunjukkan suhu minimum>90%

(TN90p), suhu minimum minimum dalam sebulan (TNn), suhu maksimum minimum dalam bulan (TNx) dan minimum suhu rata- rata bulanan (TMINmedia). Rasio harian digunakan untuk melihat pola dan perubahan suhu minimum yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan.

Suhu minimum mengalami peningkatan dengan laju variasi suhu 0,037°C per tahun selama tahun 1981-2020 seperti yang dijelaskan pada Gambar 1. Hasil data dengan RclimDex menyatakan bahwa rata-rata suhu maksimum pada tahun 2015 adalah 24,8℃ dan rata-rata suhu minimum adalah 22,0℃ pada tahun 1982.

Indeks TN90p tampak meningkat dari tahun 1981-2020 dengan laju perubahan sebesar 0,342

°C/tahun. TN90p adalah proporsi hari ketika suhu minimum mencapai persentil ke-90, yang

didefinisikan sebagai malam hangat. Pada tahun 1997, sebagian besar hari dan suhu minimum berada pada persentil ke-90, yaitu 13% dari persentil tahunan. Gambar 1 juga menunjukkan plot eksponensial untuk nilai suhu minimum (TNn) dan nilai suhu maksimum (TNx). Anda et al., (2010) melaporkan TNn dan TNx sebagai suhu malam terdingin (malam paling dingin) dan suhu malam hari terpanas (malam terpanas).

Data analisis TNn periode 1981-2020 menunjukkan peningkatan dengan laju perubahan sebesar 0,0620C. TNn tertinggi terjadi pada tahun 2015 dan 2016 sebesar 21,8°C, dan terendah pada tahun 1993 yaitu sebesar 15,9°C. Selisih suhu minimum dan maksimum terlihat semakin besar. Data TNx periode 1981-2020 menunjukkan tren peningkatan dengan laju perubahan sebesar 0,0370C/tahun. TNx tertinggi terjadi pada tahun 1997 sebesar 28°C dan suhu terendah terjadi pada tahun 1981, 1982, 1984, 1985, dan 1989 sebesar 25°C. Tampak bahwa suhu maksimum dan minimum meningkat pada malam hari. Persentase hari dengan suhu maksimum lebih besar dari 90% (TN90p), nilai suhu maksimum minimum bulanan (THn), suhu maksimum bulanan (TXx) dan menggunakan rata-rata bulanan maksimum.

Suhu (TMAXmean) digunakan untuk mengidentifikasi pola dan perubahan yang terjadi pada suhu maksimum di wilayah Sumatera Selatan.

(5)

Gambar 1. Indeks Suhu Ekstrim Berdasarkan Proyeksi Suhu Minimum 1981-2020

Gambar 2. Indeks Suhu Ekstrim berdasarkan Suhu Maksimum 1981-2020

Gambar 2 menunjukkan rata-rata suhu harian mengalami peningkatan sepanjang

tahun 1981 dan laju perubahan pada tahun 2020 sebesar 0,0410C/tahun. Hasil analisis

TNn Sumatera Selatan 1980-2020 TNx Sumatera Selatan 1980-2020

TN90P Sumatera Selatan 1980-2020 TMINmean Sumatera Selatan 1980-2020

TX90P Sumatera Selatan 1980-2020 TXx Sumatera Selatan 1980-2020

TMAXmean Sumatera Selatan 1980-2020 TXn Sumatera Selatan 1980-2020

(6)

menggunakan RclimDex, bahwa suhu rata- rata terendah adalah 30,3℃ pada tahun 1984, dan tertinggi adalah 33,9℃ pada tahun 2019.

Gambar 2 menunjukkan, TX90p meningkat dengan laju perubahan sebesar 0,8060C/tahun selama periode 1981 hingga 2020. TX90p adalah persentase hari dimana suhu maksimum mencapai 90%, yang dianggap sebagai malam hangat. Proporsi hari dengan suhu tinggi dalam 90% terjadi pada tahun 2019. Artinya, 42% peristiwa tahunan terjadi.

Plot eksponensial nilai minimum suhu maksimum (TXn) dan nilai maksimum suhu maksimum (TXx) juga dapat dijelaskan pada Gambar 2. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa TXn merupakan suhu terdingin. TXx di malam hari (hari terdingin) dianggap terpanas di siang hari (hari terhangat). Hasil analisis TXn menunjukkan dari tahun 2081 hingga tahun 2020 terjadi tren peningkatan laju perubahan hingga 28,9℃,

dengan suhu terendah sebesar 24,6℃ pada tahun 1981 dan 2018. Sedangkan analisis data menunjukkan suhu maksimum (TXx) dari tahun 1981 hingga tahun 2020 adalah 39℃

pada tahun 2019, menunjukkan tren yang meningkat, dan terendah adalah 34℃ pada tahun 1997.

Indikator hujan lebat, yaitu banyaknya hujan selama 5 hari dan 1 hari (RX5 hari dan RX1 hari), serta hari kering berturut-turut (CDD), yaitu hari dimana hari berturut-turut tanpa hujan atau curah hujan kurang dari 1 mm. Hari basah (CWD), berbeda dengan Indeks Intensitas Harian Sederhana (SDII), adalah indeks meteorologi yang terpisah dari CDD, yang mengacu pada jumlah hari berturut-turut dengan curah hujan 1 mm atau lebih, dan total curah hujan tahunan ( Hermon, 2014) Intensitas curah hujan harian diwakili oleh variabel RX1hari, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Indeks Curah Hujan Ekstrim dengan RClimDex periode tahun 1981-2020 Gambar 3 tersebut memperlihatkan

bahwa dalam kurun waktu 40 tahun terakhir yaitu tahun 1981 hingga tahun 2020, jumlah

curah hujan harian menunjukkan tren meningkat dengan nilai kenaikan sebesar 0,345 mm/hari. Pada tahun 2002 jumlah curah hujan

RX1day Sumatera Selatan 1980-2020 CDD Sumatera Selatan 1980-2020

CWD Sumatera Selatan 1980-2020 RX5day Sumatera Selatan 1980-2020

(7)

per hari adalah 220 mm per hari. Indeks RX5 mewakili curah hujan maksimum yang diukur selama lima hari berturut-turut, dimana nilainya meningkat dengan rata-rata tingkat perubahan sebesar 0,495 selama periode 1981 s.d. 2020. Lima hari terbasah terjadi pada tahun 2002, dengan curah hujan sebesar 340 mm dalam lima hari. Perubahan iklim terlihat pada hari-hari kemarau, dan perubahan jumlah hari kemarau semakin menurun pada tahun 1981 hingga tahun 2020. Laju perubahan CDD meningkat sebesar 0,231 hari per tahun. Hari terkering dalam 40 tahun terakhir terjadi pada angka 205, dan rata-rata hari kering (CDD) mendekati 100. Hari basah (CWD) adalah variasi dari CDD, yang mengacu pada jumlah hari berturut-turut yang lebih dari 1 mm hujan Berbeda dengan CDD, CWD adalah jumlah hari hujan berturut-turut, namun polanya mirip dengan CDD. Maksimum 28 hari pada tahun 1984 dan minimum 5 hari pada tahun 2015. Jika dikaitkan dengan perubahan iklim global, maka dapat dikatakan jumlah hari hujan per hari semakin berkurang. Kekeringan selalu menjadi ancaman di wilayah selatan Sumatra, yang sangat rentan terhadap hujan berasap dan kebakaran hutan. Di Sumatera Selatan, SDII menunjukkan pola yang meningkat dengan laju perubahan sebesar 0,056 mm/wd.

KESIMPULAN

Analisis berdasarkan data indeks suhu minimum, suhu maksimum, dan analisis curah hujan di wilayah Sumatera Selatan pada tahun 1981 hingga tahun 2020 menunjukkan bahwa tren suhu menunjukkan peningkatan suhu tahunan yang signifikan. Kondisi hujan pun semakin meningkat, terutama setelah diguyur hujan selama lima hari berturut-turut.

Meningkatnya hari kemarau dan berkurangnya hari basah menunjukkan bahwa suhu di Sumatera Selatan mengalami peningkatan yang sangat tinggi dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Mirip dengan indeks akumulasi curah hujan harian, lebih sedikit hari hujan berarti lebih banyak curah hujan harian untuk setiap hari hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. R., Arman, Y., Ihwan, A., Kunci, K., Monte, M., Metropolis, A., Fourier, D., Carlo, M., Metropolis, A., &

Pembahasan, H. (2013). Monte Carlo dengan Algoritma Metropolis. III(2), 32–

34.

Aldrian, E. (2007). Decreasing trends in annual rainfalls over Indonesia: A threat for the national water resource? J. Meteorologi Dan Geofi Sika, 7(April 2007), 40–49.

Aldrian, E., & Dwi Susanto, R. (2003).

Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature.

International Journal of Climatology,

23(12), 1435–1452.

https://doi.org/10.1002/joc.950

Ariska, M., Akhsan, H., & Muslim, M. (2022).

Impact Profile of Enso and Dipole Mode on Rainfall As Anticipation of Hydrometeorological Disasters in the Province of South Sumatra. Spektra:

Jurnal Fisika Dan Aplikasinya, 7(3), 127–

140.

https://doi.org/10.21009/spektra.073.02 Ariska, M., Akhsan, H., Muslim, M., Sudirman,

& Kistiono. (2022). Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Curah Hujan dan Korelasinya dengan Consecutive Dry Days (CDD) Provinsi Sumatera Selatan dari Tahun 1981-2020.

JIFP (Jurnal Ilmu Fisika Dan Pembelajarannya), 6(2), 31–41.

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.ph p/jifp/

Ariska, M., Akhsan, H., & Zulherman, Z.

(2018). Utilization of Maple-based Physics Computation in Determining the Dynamics of Tippe Top. Jurnal Penelitian Fisika Dan Aplikasinya (JPFA),

8(2), 123.

https://doi.org/10.26740/jpfa.v8n2.p123- 131

Ariska, M., Darmawan, A., Akhsan, H., Supari, S., Irfan, M., & Iskandar, I. (2023).

Pemodelan Numerik Hubungan Pola

(8)

Curah Hujan Wilayah Equatorial di Pulau Sumatera Terhadap Fenomena ENSO dan IOD. Jurnal Teori Dan Aplikasi

Fisika, 11(02), 95–106.

https://doi.org/10.23960/2fjtaf.v11i2.659 3

Ariska, M., Darmawan, A., Supari, S., Irfan, M.,

& Iskandar, I. (2023). Analisis Dampak Anomali Iklim ( ENSO dan IOD ) pada lingkungan berdasarkan komputasi di Wilayah Sumatera Barat ( Wilayah Khatulistiwa Indonesia ) Analysis of the Impact Climate Anomalies ( ENSO and IOD ) on environments based of computing in the Western S. 12(2), 12–18.

https://doi.org/10.24815/jacps.v12i2.311 67

Ariska, M., Nuzula, K., Sari, Y. M., Ritonga, A.

F., Suhanda, A., Marlina, V., Irfan, M., Iskandar, I., Sriwijaya, U., Islam, U., Raden, N., Palembang, F., Climatology, M., & Agency, G. (n.d.). Pemodelan Trend Pola Curah Hujan Wilayah Monsun Dan Wilayah Equatorial Berbasis Expert Team On Climate Change Detection And Indices ( Etccdi ) Menggunakan Teknologi Komputasi. 170–179.

Baeda, A. Y., Pao’Tonan, C., & Abdullah, D.

(2019). The correlation between sea surface temperature and MJO incidence in Indonesian waters. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 235(1). https://doi.org/10.1088/1755- 1315/235/1/012020

Brandes, E. E., Zhang, G., & Vivekanandan, J.

(2002). Experiments in rainfall estimation with a polarimetric radar in a subtropical environment. Journal of Applied Meteorology, 41(6), 674–683.

https://doi.org/10.1175/1520-

0450(2002)041<0674:EIREWA>2.0.CO;2 Cavazos, T. (2000). Using self-organizing maps

to investigate extreme climate events:

An application to wintertime precipitation in the Balkans. Journal of Climate, 13(10), 1718–1732.

https://doi.org/10.1175/1520-

0442(2000)013<1718:USOMTI>2.0.CO;2 Dewanti, Y. P., Muliadi, & Adriat, R. (2018).

Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) Terhadap Curah Hujan di Kalimantan Barat. Prisma Fisika, 6(3), 145–151.

Gibson, P. B., Perkins-Kirkpatrick, S. E., Uotila, P., Pepler, A. S., & Alexander, L. V.

(2017). On the use of self-organizing maps for studying climate extremes.

Journal of Geophysical Research, 122(7), 3891–3903.

https://doi.org/10.1002/2016JD026256 Glisan, J. M., Gutowski, W. J., Cassano, J. J.,

Cassano, E. N., & Seefeldt, M. W. (2016).

Analysis of WRF extreme daily precipitation over Alaska using self- organizing maps. Journal of Geophysical Research, 121(13), 7746–7761.

https://doi.org/10.1002/2016JD024822 Harrison, D. E. (1998). El Nino-Southern

Oscillation Sea Surface Temperature and Wind Anomalies. 98, 353–399.

Hermon, D. (2014). Impacts of land cover change on climate trend in Padang Indonesia. Indonesian Journal of

Geography, 46(2), 138.

https://doi.org/10.22146/ijg.5783

IPCC. (2018). IPCC Special Report on the impacts of global warming of 1.5°C. In

Ipcc - Sr15.

https://report.ipcc.ch/sr15/pdf/sr15_spm _final.pdf%0Ahttp://www.ipcc.ch/report /sr15/

Kajita, R., Yamanaka, M. D., & Kozan, O.

(2022). Reconstruction of rainfall records at 24 observation stations in Sumatera, Colonial Indonesia, from 1879–1900.

Journal of Hydrometeorology, 1–71.

https://doi.org/10.1175/jhm-d-20-0245.1 Karundeng, F. P. (2013). Analisis Pengaruh

Kepuasan. Emba, 1(3), 639–647.

Kumar, S., Silva, Y., Moya-Álvarez, A. S., &

Martínez-Castro, D. (2019). Seasonal and regional differences in extreme rainfall events and their contribution to the world’s precipitation: GPM observations.

Advances in Meteorology, 2019, 6–9.

https://doi.org/10.1155/2019/4631609 Mcphaden, M. J., Hu, A., Cazenave, A.,

(9)

Rosenbloom, N., & Strand, G. (n.d.).

Climate-driven sea level extremes compounded by marine heatwaves in coastal Indonesia.

Melly Ariska, Suhadi, D. K. H. (2019).

Empirical Orthogonal Function (EOF) Analysis Based on Google Colab on Sea Surface Temperature (SST) Dataset in Indonesian Waters. Indonesian Physical Review, 2(3), 1–8.

Misnawati, ., & Perdanawanti, M. (2019). Trend of Extreme Precipitation over Sumatera Island for 1981-2010. Agromet, 33(1), 41–

51.

https://doi.org/10.29244/j.agromet.33.1.41 -51

Simanjuntak, P. P., Nopiyanti, A. D., & Safril,

A. (2020). Proyeksi Curah Hujan Dan Suhu Udara Ekstrim Masa Depan Periode Tahun 2021-2050 Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Jukung (Jurnal Teknik Lingkungan), 6(1), 45–53.

https://doi.org/10.20527/jukung.v6i1.8237 Ward, J. D., & Lee, C. L. (2002). A review of

problem-based learning. Journal of Family and Consumer Science Education, 20(1), 16–

26.

YIN, H., & SUN, Y. (2018). Characteristics of extreme temperature and precipitation in China in 2017 based on ETCCDI indices.

Advances in Climate Change Research, 9(4), 218–226.

https://doi.org/10.1016/j.accre.2019.01.001

Referensi

Dokumen terkait