• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFITABILITAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pada Bank Jatim, Bank Jateng dan Bank BJB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PROFITABILITAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pada Bank Jatim, Bank Jateng dan Bank BJB "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIABEL MONETER (INFLASI, SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR) TERHADAP

PROFITABILITAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pada Bank Jatim, Bank Jateng dan Bank BJB

Periode 1990-2012)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Restu Gustiono 135020401111008

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

(2)

THE MONETARY VARIABLE (INFLATION, INTEREST RATE, AND EXCHANGE RATE) INFLUENCE ON PROFITABILITY OF REGIONAL

DEVELOPMENT BANKS BEFORE AND AFTER REGIONAL AUTONOMY

(Case Study On Bank Jatim, Bank Jateng and Bank BJB Period 1990-2012)

JOURNAL

By :

Restu Gustiono 135020401111008

SCHOOL OF FINANCE AND BANKING DEPARTEMENT OF ECONOMICS FACULTY ECONOMICS AND BUSINESS

UNIVERSITY OF BRAWIJAYA MALANG

2017

(3)
(4)

PENGARUH VARIABEL MONETER (INFLASI, SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR) TERHADAP PROFITABILITAS BANK

PEMBANGUNAN DAERAH SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH

(Studi Kasus Pada Bank Jatim, Bank Jateng dan Bank BJB Periode 1990-2012)

Restu Gustiono Universitas Brawijaya Malang Email: restugustiono94@gmail.com

ABSTRACT

This research aims to show the effect of variable monetary (Inflation, Interest Rate, and Exchange Rate) on the profitability of Regional Development Banks Before and After Regional Autonomy. The data used is secondary data collected or gathered by researchers from various existing sources and processed with Panel Data regression. The population used in this study is the Regional Development Bank in Indonesia. By using purposive sampling method, a sample taken three Regional Development Banks.

Based on the autocorrelation and heteroscedasticity test, there was no deviation from the classical assumptions. The results showed that there is a simultaneous influence of independent variables on the dependent variable in the period before and after regional autonomy. In addition, there is a partial significant influence on the variables Inflation and Interest Rate (before autonomy) and variable Inflation and Exchange Rate (after autonomy) to profitability or Return On Assets (ROA), Regional Development Banks.

Keyword: Inflation, Interest Rate, Exchange Rate, ROA, Autonomy, BPD

A. PENDAHULUAN

Undang-Undang Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992 dan UU RI No. 10 tahun 1998 membagi perbankan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007, bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Selanjutnya adalah Bank Perkreditan Rakyat, yang melaksanakan kegiatan secara konvensional atau syariah yang dalam kaitannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Hasibuan (2011) menjelaskan bahwa Bank Umum dilihat dari segi kepemilikannya terbagi atas Bank Milik Pemerintah, Bank Milik Swasta Nasional, Bank Milik Asing dan Bank Pembangunan Daerah. Bank Pembangunan Daerah sebagai pengembang perekonomian daerah dan menggerakkan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, menghimpun dana dan menyediakan pembiayaan keuangan pembangunan di daerah, serta melaksanakan dan menyimpan kas daerah (pemegang/penyimpan kas daerah) disamping menjalankan kegiatan bisnis perbankan (Hasan, Anuar, dan Ismail 2010).

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, perkembangan kinerja keuangan BPD tergolong belum optimal dalam mendukung pembangunan ekonomi di daerah, karena masalah permodalan. BPD seharusnya memiliki peran strategis dengan tujuan menyediakan pembiayaan bagi usaha-usaha pelaksanaan pembangunan daerah dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Setelah otonomi daerah, Bank Pembangunan Daerah ditunjuk sebagai pemegang kas pemerintah daerah serta sebagai lembaga yang mengatur perimbangan keuangan daerah. BPD yang mengurusi perimbangan keuangan daerah akan membawa dampak pada kenaikan dana pihak ketiga dan investasi (Saragih, 2003).

BPD yang berada di Pulau Jawa rata-rata menunjukkan kinerja yang baik termasuk Bank Jatim, Bank Jateng, dan Bank BJB yang mendapat dukungan penuh oleh Pemerintah Provinsi.

(5)

BPD yang berada di Pulau Jawa memiliki keunggulan diantaranya adalah komposisi pendanaan yang kompetitif, aset yang berkualitas, jaringan kantor yang luas, tim manajemen yang berpengalaman, serta memiliki potensi pertumbuhan UMKM, Menjadi Bank Induk Bank Perkreditan Rakyat dan Nasabah konsumen yang loyal. BPD di Pulau Jawa menjadi pelopor pencetak kinerja terbaik di kelas bank BUKU-3 untuk kelompok asset Rp 5 trilliun sampai Rp 30 trilliun. BPD tersebut yaitu Bank Jatim, Bank Jateng, dan Bank Jabar Banten (BJB).

Kinerja serta kesehatan suatu bank dapat diukur dengan likuiditas, solvabilitas, permodalan dan profitabilitas perusahaan. Kinerja bank dapat dilihat dari tingkat profitabilitas bank tersebut. Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk memperoleh laba. Tingkat profitabilitas dapat diukur melalui Return On Assets (ROA). Return On Asset (ROA) merupakan presentase laba terhadap total asset yang dimiliki bank, yang memfokuskan kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan dalam kegiatan operasionalnya.

Athanasoglou et al (2006) menyatakan bahwa faktor ekternal merupakan variabel makro yang perlu diperhatikan karena secara tidak langsung bisa memberikan pengaruh terhadap kinerja lembaga keuangan. Inflasi sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi profitabilitas bank.Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Boediono, 2013). Ketika inflasi terjadi, jumlah uang yang beredar meningkat sehingga menyebabkan harga barang meningkat. Masyarakat cenderung menggunakan uangnya, sehingga uang di bank mengalami penurunan dan menyebabkan laba bank mengalami penurunan.

Suku bunga adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit. Semakin besar tingkat suku bunga yang ditawarkan bank akan membuat masyarakat tertarik untuk menanamkan dananya, dan sebaliknya semakin kecil tingkat suku bunga yang ditawarkan akan membuat masyarakat enggan menanamkan dananya. Dampak dari banyaknya masyarakat menanamkan dananya bagi bank, yakni akan bertambah banyak dana yang terkumpul dan kemampuan bank dalam menyalurkan dana tersebut membuat bank memperoleh laba atau profitabilitas (Puspitaningrum dkk, 2014).

Selanjutnya nilai tukar menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi profitabilitas perbankan.karena dalam kegiatannya, bank memberikan jasa jual beli valuta asing. Dalam situasi normal, memperdagangkan valuta asing pada dasarnya sangat menguntungkan karena transaksi menghasilkan keuntungan berupa selisih kurs. Dengan terjadinya fluktuasi akan nilai tukar mata uang asing, bank dapat memperoleh pendapatan berupa fee dan selisih kurs (Dwijayanti & Naomi, 2009).

B. TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Bank Pembangunan Daerah (BPD)

Bank Pembangunan Daerah (BPD) didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana (UU No 13 tahun 1962). BPD berfungsi sebagai kasir Pemda, seperti dana realisasi APBD. Sehingga, BPD memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok bank lainnya (BUMN, swasta, asing dan campuran) yakni sebagian besar DPK merupakan dana milik pemerintah, khususnya Pemda.

Pendirian BPD adalah untuk mendorong pembangunan di daerah.BPD diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, serta kegiatan ekonomi dalam rangka pembangunan daerah.Berbeda dari perbankan secara umum, fokus DPK BPD adalah giro (Sunarsip, 2009). Jumlah BPD berkembang dari 2 bank pada tahun 1959 menjadi 22 bank pada tahun 1965. Jumlah kantor cabang juga berkembang dari satu cabang (1959) menjadi 17 cabang (1965) saat ini terdapat 26 Bank Pembangunan Daerah di seluruh Indonesia.

Otonomi Daerah

Secara etimologis otonomi berasal dari auto dan nomos, mengatur/mengendalikan sendiri.

Menurut Undang-undang No 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian dari

(6)

pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas aspirasi masyarakat.

Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha–usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah yatiu:

1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan

Perkembangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Sebelum diberlakukannya Otonomi daerah di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kondisi Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki perbedaan dengan kondisi setelah otonomi daerah. Fungsi BPD sebagai kasir Pemda untuk danarealisasi APBD mendapat sorotan dari sejumlah pihak karena BPD dinilai tidak dapat menjadi instrumen bagi pembangunan ekonomi di daerah. Indikasinya adalah masalah permodalan dan penempatan dana pihak ketiga dari Pemda yang kurang mencukupi serta porsi tabungan dan deposito di BPD masih relatif kecil, sehingga cukup sulit bagi BPD untuk menjadi bank yang dapat membiayai kredit jangka panjang/investasi.

Setelah adanya otonomi daerah, terjadi pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal keuangan yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999. Dengan ketentuan tersebut, Bank Pembangunan Daerah ditunjuk sebagai pemegang kas pemerintah daerah serta sebagai lembaga yang mengatur perimbangan keuangan daerah. BPD yang mengurusi perimbangan keuangan daerah akan membawa dampak pada kenaikan dana pihak ketiga dan investasi (Saragih, 2003). BPD akan mendapatkan semakin banyak dana yang ditanamkan oleh pemerintah daerah. Dana tersebut harus dimanfaatkan secara optimal, sebagai dasar perimbangan keuangan daerah yang berdampak pada kenaikan atau penurunan dana yang ditanamkan pemerintah.

Teori Inflasi

Inflasi (inflation) merupakan kenaikan harga barang dan jasa, yang terjadi jika pembelanjaan bertambah dibandingkan dengan penawaran barang di pasar, dengan kata lain terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit (Downes & Goodman, 1994). Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini (yang akhir-akhir ini mengalami penyempurnaan-penyempurnaan oleh kelompok ahli ekonomi Universitas Chicago) masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama di neg ara- negara yang sedang berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang beredar, dan (b) psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).

Teori Suku Bunga

Suku bunga merupakan ukuran berapa biaya atau pendapatan sehubungan dengan penggunaan uang untuk periode jangka waktu tertentu (Loen dan Ericson, 2008). Tingkat suku bunga yang tidak wajar secara langsung dapat menggangu perkembangan perbankan. Suku bunga yang tinggi, di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Pohan, 2008).

Perkembangan suku bunga dalam negeri ditandai dengan beberapa hal penting. Kenaikan suku bunga SBI tertinggi terjadi pada tahun 1997, yaitu mencapai lebih dari 70%.Kenaikan suku bunga SBI ini dimaksudkan untuk membatasi ekspansi kredit perbankan dan menarik uang beredar dari sistem perbankan yang dikonversikan ke dalam SBI di Bank Indonesia. Akibat terjadinya bank panic pada tahun 1997, maka pada tahun 1998 kuartal 4, Bank Indonesia menaikkan suku bunga deposito tertinggi menjadi 53,32% dengan tujuan untuk menaikkan tingkat likuiditas bank.

Teori Nilai Tukar

Abimanyu (2004) mendefinisikan niilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) antara lain adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut. Sistem nilai tukar dibedakan menjadi tiga, yaitu:

(7)

1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat yaitu tarif US$1=Rp415,00.

Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca pembayaran pada kurun waktu 1971- 1978. Neraca pembayaran tersebut kuat karena sektor migas mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor yang didukung oleh peningkatan harga minyak mentah (masakeemasan minyak).

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed FloatingExchange Rate)

Sistem ini berlaku sejak November 1978 sampai Agustus 1997. Pada masa ini nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September 1986.Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik.

3. Sistem Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System)

Sistem ini diberlakukan sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Dalam sistem ini Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing karena semata-mata untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar.

Profitabilitas

Menurut Dendawijaya (2000) profitabilitas atau disebut dengan rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas pada penulisan ini menggunakan Return On Asset (ROA) yang merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dengan rasio laba bersih terhadap total aset. Analisis Return On Asset, mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis ini kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa-masa mendatang. Analisis ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Retun On Asset bisa diinterpretasikan sebagai hasil dari serangkaian kebijakan perusahaan (strategi) dan pengaruh dari faktor-faktor lingkungan (environmental factors). Analisis ini difokuskan pada profitabilitas aset (Halim & Hanafi, 2009).

Pengaruh Inflasi terhadap Profitabilitas Bank

Menurut Weston dan Copeland (1995: 17) inflasi yang semakin tinggi berarti biaya untuk memperoleh dana bagi pemerintah, bisnis, bank maupun perorangan akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya inflasi akan mengurangi jumlah perolehan pendapatan perbankan.

Pohan (2008:52) turut mendukung pengaruh inflasi terhadap kinerja perbankan: “Laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu perbankan dalam upaya pengerahan dana masyarakat. Hal ini dikarenakan tingginya inflasi menyebabkan tingkat suku bunga riil menurun.

Fakta demikian akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat akan menurun. Sedangkan menurut Sahara (2013) dalam penelitiannya menyatakan inflasi yang meningkat akan menyebabkan nilai riil tabungan merosot karena masyarakat akan menggunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya harga-harga barang, sehingga akan mempengaruhi profitabilitas.

Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Profitabilitas Bank

Meningkatnya suku bunga BI akan mengakibatkan nasabah dan investor menyimpan uangnya di bank dengan harapan memperoleh pengembalian yang lebih tinggi. Teori ini diungkapkan oleh Pohan (2008:53) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi di satu sisi akan meningkatkan minat masyarakat untuk menabung, sehingga jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat (funding) akan meningkat, dan dengan demikian profitabilitas bank akan meningkat. Menurut Tandelilin (2010), Tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal positif terahadap profitabilitas. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan preferensi masyarakat untuk menempatkan dananya ke tabungan ataupun deposito.

Perubahan tingkat suku bunga akan menimbulkan resiko, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga dan pada saat yang sama bank membutuhkan likuiditas tersebut, bank tidak harus menjual surat-surat berharga yang dimilikinya. Suku bunga BI (BI rate) juga ikut mempengaruhi profitabilitas. Ketika suku bunga BI naik maka akan diikuti oleh naiknya suku bunga deposito (Sahara, 2013).

(8)

Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Profitabilitas Bank

Menurut Pohan (2008: 55) pengelolaan nilai tukar yang realistis dan perubahan yang cukup rendah akan mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk usaha yang produktif sehingga dapat meningkatkan profitabilitas bank dan mendorong perkembangan perbankan yang sehat. Menguatnya nilai mata uang suatu negara terhadap negara lain dapat menandakan bahwa keadaan ekonomi negara tersebut sedang baik. Ketika nilai tukar rupiah mengalami apresiasi, menunjukkan penguatan nilai rupiah terhadap dollar dan mengindikasikan adanya peningkatan perekonomian nasional. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar juga akan meningkatkan profitabilitas bank, dimana perusahaan-perusahaaan yang melakukan pengembangan usaha dan peningkatan ekspor akan mengajukan kredit kepada bank. Pendapatan dari bunga kredit tersebut akan meningkatkan profitabilitas bank (Indahsari, 2015).

Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu Dwijayanty dan Naomi (2009) tentang Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar Mata Uang terhadap Profitabilitas Bank Periode 2003-2007. Diperoleh hasil penelitian Inflasi dan Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank (ROA). BI Rate terbukti tidak berpengaruh terhadap profitabilitas bank (ROA). Selain itu, Lestari dan Toto (2007) dengan judul penelitian Kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya memberikan hasil Inflasi, suku bunga, dan kurs memiliki pengaruh positif terhadap ROA.

Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini dirancang kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Penulis, 2016.

Pada kerangka pikir di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat variabel moneter yang dapat mempengaruhi profitabilitas bank (ROA). Variabel moneter tersebut terdiri dari Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar (kurs).

C. METODE PENELITIAN

Penelitian analisis pengaruh variabel moneter (inflsi, suku bunga dan nilai tukar) terhadap profitabilitas bank pembangunan daerah sebelum dan setelah otonomi daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperoleh berasal dari website Bank Indonesia (www.bi.go.id) dan website Otoritas Jasa Keuangan (www.ojk.go.id).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank pembangunan daerah di Indonesia sebanyak 26 BPD. Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik purposive

Profitabilitas Return on Assets (ROA)

Sebelum Otonomi Daerah (1990-2000)

Setelah Otonomi Daerah (2002-2012) Nilai Tukar (Kurs)

Suku Bunga (BI Rate) Inflasi Variabel Moneter

(9)

sampling, yaitu memilih sampel dengan maksud dan pertimbangan tertentu dari anggota populasi.

Kriteria sampel adalah bank pembangunan daerah yang sudah menjadi bank devisa dan memiliki asset di kelas BUKU-3. Penelitian ini menggunakan data triwulanan pada tahun 1990-2012.

Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi data panel. Metode analisis data yang digunakan pertama adalah regresi model. Selanjutnya, dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi. Menurut Gujarati (2012) data panel sedikit terjadi kolinearitas antar variabel sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi multikolinearitas, maka yang digunakan hanya uji autokorelasi dan heteroskedastisitas. Bilamana syarat tersebut terpenuhi, maka model dapat digunakan. Langkah terakhir adalah melakukan uji hipotesis yang meliputi uji koefisien determinasi, uji F, dan uji t.

D. HASIL PEMBAHASAN Pemilihan Model Estimasi

1. Uji Chow

Uji chow dilakukan untuk menentukan model yang paling tepat digunakan antara common effect dan fixed effect. Uji chow memiliki hipotesis sebagai berikut:

H0 : Common Effect Model H1 : Fixed Effect Model

a. Hasil uji chow (data sebelum dan setelah otonomi daerah) dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tebel 1 Uji Chow Sebelum Otonomi Daerah

F test that all u_i=0: F(11, 117) = 0.83 Prob > F = 0.6140 Setelah Otonomi Daerah

F test that all u_i=0: F(11, 117) = 3.50 Prob > F = 0.0003 Data sekunder: Data diolah Stata 12, 2017.

Pengujian hipotesis uji chow dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan tingkat alpha. Berdasarkan tabel tersebut nilai probabilitas dari uji chow adalah sebesar 0,6149 yang artinya lebih besar dari tingkat alpha sebesar 0,05 (0,6140>0,05) dan menerima H0, sehingga model yang lebih tepat digunakan adalah Common Effect. Untuk meyakinkan bahwa model Common Effect adalah model yang terbaik untuk penelitian perlu dilakukan Uji Lagrange Multiplier.

b. Hasil uji chow (data setelah otonomi daerah)

Berdasarkan tabel tersebut nilai probabilitas dari uji chow adalah sebesar 0.0003 yang artinya lebih kecil dari tingkat alpha sebesar 0,05 (0,6140<0,05) dan menerima H1, sehingga model yang lebih tepat digunakan adalah Fixed Effect. Untuk meyakinkan bahwa model Fixed Effect adalah model yang terbaik untuk penelitian perlu dilakukan Uji Hausman .

2. Uji Hausman

Uji hausman dilakukan untuk menentukan model yang paling tepat digunakan antara random effect dan fixed effect. Uji hausman memiliki hipotesis sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Hasil uji hausman dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tebel 2 Uji Hausman (setelah otonomi)

chi2(3) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) Prob>chi2

0.46 0.9272

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Pengujian hipotesis uji hausman dilakukan dengan membandingkan nilai Prob>Chi2 dengan nilai Alpha. Nilai Prob>Chi2 sebesar 0.9272 dan alpha sebesar 0,05. Karena P Value

(10)

(Prob>Chi2)>Alpha 0.05 maka H0 diterima, berarti model yang tepat digunakan adalah Random Effect. Untuk meyakinkan bahwa model Random Effect adalah model yang terbaik untuk penelitian perlu dilakukan Uji Lagrange Multiplier.

3. Uji Lagrange Multiplier (LM Test)

Uji LM dilakukan untuk menentukan model yang paling tepat digunakan antara common effect dan random effect. Uji LM memiliki hipotesis sebagai berikut :

H0 : Common Effect H1 : Random Effect Model

a. Hasil uji Lagrange Multiplier (LM Test) dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tebel 3 Uji Lagrange Multiplier

Sebelum Otonomi Daerah

Chibar2(01) 0

Prob > chibar2 1.0000

Setelah Otonomi Daerah

Chibar2(01) 19.31

Prob > chibar2 0

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Karena P value (Prob>Chibar2)>Alpha 0.05 (1.000>0.05) maka H0 diterima atau yang berarti pilihan terbaik adalah model Common Effect.

b. Hasil uji Lagrange Multiplier (LM Test)

Karena P value (Prob>Chibar2)<Alpha 0.05 (0.000<0.05) maka H0 ditolak atau yang berarti pilihan terbaik adalah model Random Effect untuk data setelah terjadinya otonomi daerah.

Hasil Analisis Regresi

Pengujian analisis regresi dalam penelitian ini mengunakan program Stata 12 untuk melihat pengaruh variabel independen yakni variabel moneter terdiri dari inflasi, suku bunga, dan kurs (sebelum dan setelah otonomi daerah) terhadap variabel dependen yaitu Return On Assets.

a. Hasil analisis regresi dengan menggunakan metode Common Efect (data sebelum otonomi) dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

Tabel 4 Hasil Analisis Regresi (sebelum otonomi)

Variable Coefficient Std. Err. P>|t|

C .0411089 .0140405 0.004

X1 -.1350519 .0623933 0.032

X2 .181282 .0484775 0.001

X3 -.0041729 .0024919 0.090

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Y= 0.0411089 – 0.135051X1 + 0.181282X2 – 0.0041729X3 + e Interpretasi dari persamaan regresi tersebut sebagai berikut :

1. b1 = -.1350519

Nilai koefisien regresi sebesar -0.1350519 dari variabel Inflasi (X1) menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel Inflasi, maka akan menyebabkan variabel ROA (Y) turun sebesar -0.1350519 satuan dan juga sebaliknya.

2. b2 = 0.181282

Nilai koefisien regresi sebesar 0.181282 dari suku bunga (X2) menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel suku bunga, maka akan menyebabkan variabel ROA (Y) naik sebesar 0.181282 satuan dan juga sebaliknya.

3. b3 = -0.0041729

Nilai koefisien regresi sebesar -0.0041729 dari variabel kurs (X3) menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel kurs, maka akan menyebabkan variabel ROA (Y) turun sebesar -0.0041729 satuan dan juga sebaliknya.

b. Hasil analisis regresi dengan menggunakan metode Random Efect (data setelah otonomi) dapat dilihat pada tabel 5 berikut :

(11)

Tabel 5 Hasil Analisis Regresi (setelah otonomi)

Variable Coefficient Std. Err. P>|t|

C .0024449 .010958 0.823

X1 -.0782568 .0237415 0.001

X2 .0062070 .0006258 0.321

X3 .0038172 .0011887 0.001

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Y= .0024449 – 0. 0782568X1 + 0.006207X2 + 0.0038172X3 + e Interpretasi dari persamaan regresi tersebut sebagai berikut:

1.

b1 = -0.0782568

Nilai koefisien regresi sebesar -0.0782568 dari variabel Inflasi (X1) menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel Inflasi, maka akan menyebabkan variabel ROA (Y) turun sebesar -0.0782568 satuan dan juga sebaliknya.

2.

b2 = 0.0062070

Nilai koefisien regresi sebesar 0.0062070 dari suku bunga (X2) menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel suku bunga, maka akan menyebabkan variabel ROA (Y) naik sebesar 0.0062070 satuan dan juga sebaliknya.

3.

b3 = 0.0038172

Nilai koefisien regresi sebesar 0.0038172 dari variabel kurs (X3) menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel kurs, maka akan menyebabkan variabel ROA (Y) naik sebesar 0.0038172 satuan dan juga sebaliknya.

Uji Asumsi Klasik 1. Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat serial korelasi diantara obeservasi yang beruntun sepanjang waktu. Masalah autokorelasi dapat diketahui melalui Wooldridge test atau perintah xtserial test di Stata 12.

Tabel 6 Uji Autokorelasi

Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah

F ( 1, 10) 5.842 F ( 1, 10) 3.824

Prob > F 0.0561 Prob > F 0.0749

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, sebelum dan setelah otonomi nilai (Prob>Chi2) > Alpha (0,05). Yakni, 0.0561>0,05 (sebelum otonomi) dan 0.0749>0,05 (setelah otonomi) yang berarti telah lolos autokorelasi.

2. Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk melihat ada atau tidak terjadinya gangguan yang muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama. Untuk mengetahui adanya masalah heteroskedastisitas, dapat dilakukan pada table 7 berikut:

Tabel 7 Uji Heteroskedastisitas Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah

Chi2 (1) 0.334 Chi2 (1) 0.76

Prob > chi2 0.7618 Prob > chi2 0.3843

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa sebelum otonomi (Prob>Chi2) >

Alpha (0,05), yaitu 0.7618>0,05 yang berarti menolak H1 atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Sedangkan, setelah otonomi (Prob>Chi2) > Alpha (0,05), yaitu 0.3843>0,05 yang berarti menolak H1 atau tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Maka, sebelum dan setelah otonomi data lolos dari heterokedastisitas.

(12)

Pengujian Hipotesis Uji F (Uji Simultan)

Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar sebelum dan setelah otonomi) secara bersama-sama terhadap variabel dependen ROA (Y).

Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah

Dari uji signifikansi simultan (Uji-F) yang telah dilakukan, diperoleh nilai probabilitas F- satistik sebesar 0.0002 (sebelum otonomi) dan 0.0022 (setelah otonomi) dimana nilai ini lebih kecil dibandingkan standar deviasi (tingkat kesalahan) sebesar 5%. Hasil ini mengindikasikan bahwa H1 diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel independen (Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar sebelum dan setelah otonomi) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen ROA (Y).

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji-t)

Uji-t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar sebelum dan setelah otonomi daerah) secara individu atau parsial terhadap variabel dependen ROA (Y).

Hasil uji parameter individual (Uji-t) (sebelum dan setelah otonomi) dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8 Uji Parameter Individual (Uji-t) Sebelum Otonomi Daerah

Variabel Coefficient t-Statistic t-tabel Signifikansi

C 0.0411089 2.93 1.65

Inflasi -0.1350519 -2.16 1.65 Negatif, signifikan

BI Rate 0.181282 3.74 1.65 Positif, signifikan

Kurs -0.0041729 -1.60 1.65 Tidak signifikan

Setelah Otonomi Daerah

Variabel Coefficient t-Statistic t-tabel Signifikansi

C 0.0024449 0.22 1.65

Inflasi -0.0782568 -3.3 1.65 Negatif, signifikan

BI Rate 0.006207 0.99 1.65 Tidak Signifikan

Kurs 0.0038172 3.21 1.65 Positif, signifikan

Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa inflasi (sebelum dan setelah otonomi) dengan t-hitung>t-tabel (2.16>1.65) dan (3.3>1.65) hasil ini menunjukkan bahwa H1 diterima yang berarti inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA (Y) BPD. Untuk variabel suku bunga (sebelum otonomi) t-hitung>t-tabel (3.74>1.65) yang berarti H1 diterima, maka suku bunga berpengaruh positif signifikan terhadap ROA (Y) BPD. Sedangkan suku bunga (setelah otonomi) t-hitung<t-tabel (0.99<1.65) yang berarti H1 ditolak, maka suku bunga tidak berpengaruh terhadap ROA (Y) BPD. Untuk nilai tukar (sebelum otonomi) t-hitung<t-tabel (1.60<1.65) yang berarti H1 ditolak, maka suku bunga tidak berpengaruh terhadap ROA (Y) BPD. Sedangkan variabel nilai tukar (setelah otonomi) t-hitung>t-tabel (3.21>1.65) maka H1 diterima, yang berarti nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap ROA (Y) BPD.

Uji Koefisien Determinasi (R-squared)

Pengujian koefisien determinasi (R-squared) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut:

Tabel 9 R-squared (sebelum dan setelah otonomi) Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah

R-squared 0.2414 R-squared 0.2071

(13)

Adj R-squared 0.1212 Adj R-squared 0.0862 Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Pada tabel 9dapat diamati koefisien determinasi (R2) sebesar 0.2414 (sebelum otonomi) yang artinya 24.14% variasi profitabilitas atau ROA (Y) dapat dijelaskan oleh variasi yang ditinjau dari faktor eksternal perusahaan Inflasi, Suku Bunga dan Kurs (sebelum otonomi). Sementara itu, sisanya yaitu sebesar 75.86% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.

Sedangkan pada masa setelah otonomi, koefisien determinasi (R2) sebesar 0.2071 yang artinya 20.71% variasi profitabilitas atau ROA (Y) dapat dijelaskan oleh variasi yang ditinjau dari faktor eksternal perusahaan Inflasi, Suku Bunga dan Kurs. Sementara itu, sisanya yaitu sebesar 79.29% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.

Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis dilakukan untuk menganalisis kesesuaian hipotesis penelitian terhadap hasil pengujian. Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Tabel 4.12 sebagai berikut:

Tabel 10 Hasil Pengujian Hipotesis Sebelum Otonomi Daerah

Variabel Hipotesis Hasil Pengujian Inflasi Negatif, Signifikan Negatif, Signifikan

Suku

Bunga Positif, Signifikan Positif, Signifikan Kurs Positif, Signifikan Tidak Signifikan

Setelah Otonomi Daerah

Variabel Hipotesis Hasil Pengujian Inflasi Negatif, Signifikan Negatif, Signifikan

Suku

Bunga Positif, Signifikan Tidak Signifikan Kurs Positif, Signifikan Positif, Signifikan Sumber: Data diolah Stata 12, 2017.

Tabel 10 memperlihatkan hasil bahwa terdapat 2 variabel penelitian pada periode sebelum (otonomi daerah) dan 2 variabel penelitian (setelah otonomi) yang memiliki hasil pengujian yang sesuai dengan hipotesis, yaitu variabel Inflasi dan Suku Bunga (sebelum otonomi) serta Inflasi dan Kurs (setelah otonomi). Artinya, variabel pada masing-masing periode (sebelum dan setelah otonomi) tersebut berpengaruh terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan ROA (Y) BPD. Sementara, variabel suku bunga (setelah otonomi) tidak memiliki kesesuaian dengan hipotesis karena kedua variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA (Y) BPD.

Pembahasan

1. Analisis Inflasi Terhadap Profitabilitas Bank Pembangunan Daerah (Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah)

Hasil uji parsial terhadap variabel inflasi (sebelum dan setelah otonomi) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap ROA (Y) BPD . Dilihat dari transmisi kebijakan moneter melalui jalur inflasi, inflasi yang tinggi akan membuat suku bunga acuan semakin tinggi agar jumlah uang beredar di masyarakat dapat di serap perbankan. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya biaya pinjaman bisnis. Bisnis dan dunia usaha sering harus mengambil pinjaman jangka pendek untuk menutup kekurangan pembayaran gaji di bank. Karena mahalnya biaya bisnis, investasi cenderung akan turun karena meningkatnya biaya yang harus dipinjam di perbankan.

Hal ini di dukung oleh teori inflasi yang dikemukakan oleh Weston dan Copeland (1995:

17), inflasi yang semakin tinggi maka membuat nilai riil tabungan merosot karena masyarakat akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang, simpanan di bank, simpanan tunai, serta mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya harga-harga barang sehingga akan mempengaruhi kinerja dan profitabilitas bank. Kenaikan inflasi diikuti oleh

(14)

meningkatnya suku bunga. Namun karena tingkat inflasi yang lebih tinggi dari suku bunga, membuat preferensi masyarakat bergeser untuk membelanjakan uangnya untuk membeli kebutuhan pokok yang semakin mahal daripada menyimpannya di bank.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Weston dan Copeland (1995: 17) yang menyatakan bahwa inflasi yang semakin tinggi akan meningkatkan biaya untuk memperoleh dana bagi pemerintah, bisnis, maupun perorangan serta dapat mengurangi jumlah perolehan pendapatan bagi perbankan. Pendapat ini juga didukung oleh Pohan (2008: 52) bahwa pengaruh inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu perbankan dalam upaya pengerahan dana ke masyarakat serta mengganggu kinerja perbankan.

2. Analisis Suku Bunga Terhadap Profitabilitas Bank Pembangunan Daerah (Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah)

Hasil uji parsial terhadap variabel suku bunga (sebelum otonomi) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa suku bunga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA (Y) BPD.

Dari transmisi jalur suku bunga, perubahan BI rate akan mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Meningkatnya BI rate akan meningkatkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hal ini dilakukan untuk mengerem kenaikan inflasi yang terlalu cepat. Dengan stabilnya inflasi, maka biaya perusahaan akan menurun dan profitabilitas perusahaan dapat dimaksimalkan serta sasaran akhir transmisi kebijakan moneter untuk menjaga dan memelihara stabilitas harga dan jumlah uang beredar yang terkendali dapat dicapai.

Menurut Pohan (2008:53), tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal positif dari perbankan, hal ini dikarenakan bank merupakan lembaga keuangan yang memperoleh keuntungan dari bunga pinjaman. Ketika suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia dalam hal ini BI rate naik maka hal ini akan menimbulkan dampak baik bagi bank. Salah satu pendapatan dalam suku bunga yaitu dari pemberian produk-produk kredit, dimana kredit yang diberikan akan menghasilkan bunga. Bunga ini lah yang menjadi profit dari bank. Jadi ketika tingkat suku bunga naik maka secara tidak langsung juga akan menaikkan profit dan akan menaikkan ROA (Y) BPD.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Pohan (2008:53) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi di satu sisi akan meningkatkan minat masyarakat untuk menabung, sehingga jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat (funding) akan meningkat, dan dengan demikian profitabilitas bank akan ikut meningkat.

Hasil uji parsial terhadap variabel suku bunga (setelah otonomi) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa suku bunga tidak memiliki pengaruh terhadap ROA (Y) Bank Pembangunan Daerah. Hal tersebut diakibatkan karena setiap perubahan BI rate pada masa setelah otonomi (2002-2012) cenderung tidak langsung di respon oleh Bank Pembangunan Daerah. Dimana BPD memberikan bunga spesial untuk nasabah dengan simpanan dalam jumlah besar. Hasil penelitian yang menyebutkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh terhadap ROA (Y) perbankan didukung oleh penelitian Dwijayanty dan Naomi (2009) yang menyebutkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh terhadap ROA (Y).

3. Analisis Kurs Terhadap Profitabilitas Bank Pembangunan Daerah (Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah)

Hasil uji parsial terhadap variabel kurs yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kurs tidak memiliki pengaruh terhadap ROA (Y) BPD (sebelum otonomi). Tidak ada pengaruh antara kurs dengan ROA (Y) BPD (sebelum masa otonomi) disebabkan karena sebelum masa otonomi daerah, Bank Pembangunan Daerah baru menjadi bank devisa. Hal tersebut menjadikan BPD tidak dapat melakukan kegiatan usaha dalam jual beli valuta asing (valas). Maka dari itu pengaruh kurs terhadap ROA (Y) Bank Pembangunan Daerah yang belum menjadi bank devisa cenderung rendah pada masa sebelum otonomi daerah.

Sedangkan, uji parsial terhadap variabel kurs (setelah otonomi) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kurs memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA (Y) BPD. Setiap kenaikan nilai tukar akan mengakibatkan kenaikan ROA (Y) BPD, dan sebaliknya setiap penurunan nilai tukar akan menurunkan profitabilitas perbankan.

Adanya pengaruh kurs terhadap ROA (Y) BPD setelah masa otonomi daerah karena BPD telah menjadi bank devisa. Hal ini menjadikan BPD melakukan kegiatan usaha dalam jual beli valas. Sehingga jasa-jasa perbankan yang berkaitan dengan mata uang asing seperti transfer keluar negeri, transaksi ekspor-impor dan jasa-jasa valuta asing lainnya dapat dilakukan. Dengan adanya kegiatan jual beli valas, setiap transaksi valas oleh BPD akan diakumulasikan sebagai profit atau laba.

(15)

Dilihat dari transmisi jalur nilai tukar, ketika nilai tukar rupiah menguat (terapresiasi) akan berdampak pada menurunnya harga barang impor. Dengan menurunnya harga barang impor (barang baku) yang kemudian diolah dan di ekspor dengan nilai jual yang lebih kompetitif, hal ini akan berdampak pada meningkatnya net ekspor yang kemudian diikuti oleh meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi. Ketika perekonomian menunjukkan kestabilan, inflasi yang ada di negara tersebut juga cenderung stabil. Dengan keadaan inflasi yang stabil tersebut, dapat dimanfaatkan perbankan untuk memperoleh ROA (Y) karena biaya operasional perbankan yang tidak terlalu membebani.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan kesimpulan antara lain yaitu:

1. Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah, Inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. Hal ini dapat diartikan ketika Inflasi meningkat, maka profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah akan semakin rendah. Ketika terjadi inflasi yang tinggi maka nilai riil tabungan merosot karena masyarakat akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang, simpanan di bank, simpanan tunai, serta mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya harga-harga barang sehingga akan mempengaruhi kinerja dan profitabilitas bank.

2. Sebelum Otonomi Daerah, Suku Bunga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap prfitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. Dapat diartikan bahwa, ketika tingkat suku bunga meningkat, maka profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah juga akan meningkat. Ketika suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia dalam hal ini BI rate naik maka hal ini akan menimbulkan dampak baik bagi bank. Salah satu pendapatan dalam suku bunga yaitu dari pemberian produk-produk kredit, dimana kredit yang diberikan akan menghasilkan bunga. Bunga ini lah yang menjadi profit dari bank.

3. Sebelum Otonomi Daerah, Nilai Tukar (Kurs) tidak berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah. Tidak adanya pengaruh antara kurs dengan profitabilitas BPD (sebelum masa otonomi) disebabkan karena sebelum masa otonomi daerah, BPD baru menjadi bank devisa. Hal tersebut menjadikan BPD tidak dapat melakukan kegiatan usaha dalam jual beli valuta asing. Sehingga kurs tidak dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas Bank Pembangunan Daerah.

4. Setelah Otonomi Daerah, Suku Bunga tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah di Indonesia. Hal tersebut diakibatkan karena setiap perubahan BI Rate pada masa setelah otonomi cenderung tidak langsung di respon oleh BPD dalam penelitian ini (Bank Jatim, Bank Jateng, Bank BJB).

5. Setelah Otonomi Daerah, Nilai Tukar (Kurs) terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah. Artinya, ketika nilai tukar (kurs) menguat maka profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah akan turut meningkat. Nilai tukar yang menguat akan menyebabkan perekonomian menjadi stabil.

Hal ini mengindikasikan bahwa investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, salah satunya berinvestasi di sektor perbankan dengan membeli saham perbankan. Jika investor banyak membeli saham perbankan, maka profitabilitas bank akan meningkat.

Saran

Beradasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan penulis diatas, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan pihak perbankan untuk selalu menjaga kinerja perusahaan dengan senantiasa memperhatikan kondisi variabel moneter, karena berdasarkan hasil penelitian, va riabel

(16)

moneter seperti inflasi, suku bunga dan nilai tukar dapat mempengaruhi profitabilitas (ROA) Bank Pembangunan Daerah. Ketika nilai tukar menguat (terapresiasi), merupakan peluang bagi Bank Pembangunan Daerah (bank devisa) untuk mencapai profit (ROA) semaksimal mungkin dari transaksi nilai tukar.

2. Bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat diharapkan agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menempatkan dana maupun modalnya pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.

3. Dikarenakan dalam penelitian ini terdapat banyak kekurangan terkait dalam pemilihan variabel serta pemilihan sampel penelitian, diharapkan kedepannya untuk menambah variabel penelitian agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambahkan analisis serta faktor- faktor yang dapat mempengaruhi profitabilitas Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Yoopi. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing. FE-UI. Jakarta.

Athanasoglou, P.P. et al. 2006. Bank-Spesific, Industry-Spesific and Macroeconomic

Boediono. 2013. Ekonomi Moneter. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. BPFE:

Yogyakarta.

Dendawijaya, Lukman. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Downes, John & Jordan Elliot Goodman. 1994. Kamus Istilah Keuangan dan Investasi. Jakarta:

PT. Elek Media Komputindo.

Dwijayanthy, Febrina dan Naomi. 2009. Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar Mata Uang terhadap Profitabilitas Bank Periode 2003-2007.Jurnal Karisma. Vol 3 (2): 87- 98.

Gujarati, Damodar N., dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Edisi Lima. Buku Dua. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Halim, Abdul dan Mamduh M. Hanafi. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. UPP STIM YKPN: Yogyakarta.

Hasan, Amir dan Khaerul Anuar dan Ghafar Ismail. 2010. Studi Pengaruh Makro Ekonomi, Capital, dan Liquidity Terhadap Financial Performance Pada Bank Pembangunan Daerah Di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Universitas Riau. University Kebangsaan.

Hasibuan, Malayu SP. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara: Jakarta.

Indah Sari, Putri. 2015. Pengukuran Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Bandung Dengan Menggunakan DEA (Data Envelopment Analysis). Jurnal Indahsari. Universitas Pendidikan Indonesia.

Laporan Inflasi. (http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/1995-2012/Default.aspx diakses pada 10 Januari 2017)

Laporan Nilai Tukar. (http://www.bi.go.id/id/moneter/informasi/nilai tukar/data/1995- 2012/Default.aspx diakses pada 10 Januari 2017)

Laporan Suku Bunga. (http://www.bi.go.id/id/moneter/bi-rate/data/1995-2012/Default.aspx diakses pada 10 Januari 2017)

Laporan Tahunan OJK. (http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/berita-dan- kegiatan/publikasi/Pages/Laporan-Tahunan-Perbankan-1995-2012.aspx. Diakses pada 10 November 2016)

Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implikasinya di Indonesia. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Puspitaningrum, Roshinta, dkk. 2014. Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah. Jurnal Administrasi Bisnis. 8, (1), 1-9.

(18)

Sahara, Ayu Yanita. 2013. Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset (ROA) Bank Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmu Manajemen.

Vol. 1, No. 1, Januari 2013. Surabaya. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.

Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta.

Sunarsip. 2009. Relasi Bank Pembangunan Daerah dan Perekonomian Daerah.

(http://criskuntadi.blogspot.com/2009/01/relasi-bank-pembangunandaerah-dan.html diakses pada 9 November 2016).

Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Edisi pertama.

Yogyakarta: Kanisius.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.

Weston, J. Fred., dan Thomas E. Copeland. 1995. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Jilid 1.

Alihbahasa: Jaka Wasana dan Kirbrandoko. Gelora Aksara Pratama: Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

3 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 4 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.. 5 BJBR Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk 6 BJTM Bank Pembangunan

Hasil penelitian besaran pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan bahwa nilai adjusted R-square koefesien determinasi sebesar 0,91, ini