• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (HTN) PROGRAM PASCASARJANA (S2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (HTN) PROGRAM PASCASARJANA (S2) "

Copied!
191
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Bagaimana implementasi pengaturan kebijakan nasional dan daerah mengenai penerapan pengelolaan hutan berbasis perubahan iklim di Kabupaten Mukomuko. Apa saja kendala dalam menetapkan kebijakan nasional dan daerah untuk penerapan pengelolaan hutan berbasis perubahan iklim di Kabupaten Mukomuko. Bagaimana model integrasi pengaturan kebijakan nasional dan daerah terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan berbasis perubahan iklim di Kabupaten Mukomuko.

Batasan Masalah

Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian

Praktisnya, untuk kepentingan kebijakan Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHP), Dinas ATR dan BPN, Dinas Pertanian, Dinas PUPR, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan data bagi upaya pembangunan. sebuah konsep kebijakan pelaksanaan pengelolaan hutan berbasis perubahan iklim dalam mewujudkan pembangunan kehutanan lestari di kabupaten Mukomuko khususnya pemerintah daerah dan desa, maka diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat luas dalam persiapannya. peraturan dan kebijakan dengan mempertimbangkan kondisi hutan berdasarkan perubahan iklim. pengelolaan dalam rangka mewujudkan pembangunan hutan lestari di Kabupaten Mukomuko. Bagi dunia usaha (BUMN/swasta) dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan hutan dengan mengacu pada etika moral dalam pemanfaatan dan pemanfaatannya.

Penelitian Yang Relevan

Iskandar23, “Perubahan peruntukan, fungsi, pemanfaatan lahan hutan kaitannya dengan asas hukum konservasi fungsi lingkungan hidup dalam pengelolaan lahan hutan lestari”. Penulis disini fokus pada pelaksanaan pengaturan kebijakan nasional dan daerah mengenai penyelenggaraan pengelolaan hutan berbasis perubahan iklim, sedangkan tesis Iskandar membahas tentang perubahan peruntukan, fungsi, pemanfaatan kawasan hutan dengan memperhatikan asas hukum konservasi lingkungan hidup. fungsinya dalam pengelolaan Kawasan Hutan secara lestari. Dalam hal ini perbedaan tesis penulis dengan Caritas Woro Murdiati Ruggandini terletak pada pembahasannya.

Penulis fokus di sini pada implementasi pengaturan tersebut. 23Iskandar, “Perubahan peruntukan, fungsi, pemanfaatan kawasan hutan ditinjau dari asas hukum pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pengelolaan kawasan hutan lestari”. 24 Caritas Woro Murdiati Ruggandini , “Rekonstruksi kearifan lokal untuk membangun hukum kehutanan lestari (kajian pada masyarakat hukum adat Kajang dan Teganan Pegringsingan)”, (Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, 2012). Penulis disini fokus pada implementasi pengaturan kebijakan nasional dan regional mengenai penyelenggaraan pengelolaan hutan berbasis perubahan iklim, sedangkan tesis Muazzin membahas tentang perkembangan implementasi program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) yang berbasis pada kearifan. masyarakat adat berdasarkan hukum internasional di Indonesia.

Kerangka Pemikiran

Sistematika Penulisan

Sebagai bahan analisisnya menggunakan tinjauan pustaka dan landasan teori yang tercantum dalam kerangka tersebut.Yang dibahas pada bab ini adalah konsep Implementasi Kebijakan Nasional dan Daerah Pengelolaan Hutan Berbasis Perubahan Iklim melalui Instrumen Mitigasi Perubahan Iklim. Implementasi proses penerapan Kebijakan Nasional dan Daerah Pengelolaan Hutan Berbasis Perubahan Iklim melalui Instrumen dan Analisis Mitigasi Perubahan Iklim, akibat hukum yang timbul dari penerapan Kebijakan Nasional dan Daerah Pengelolaan Hutan Berbasis Perubahan Iklim melalui instrumen dan analisis Mitigasi Perubahan Iklim.

KAJIAN TEORITIK

Teori Hukum Lingkungan

Lingkungan penuh dengan energi nyata seperti cahaya, panas, gerak, dan energi kimia. Dengan potensi tersebut maka timbullah interaksi lingkungan yang pada gilirannya terwujud dan berfungsi sebagai mata rantai kehidupan. Subsistem lingkungan fisik sebagai “wadahnya”, dengan aspek-aspeknya, yaitu: (1) aspek posisi (tempat tinggal);

Beberapa pasal yang berkaitan dengan pengembangan pengelolaan lingkungan hidup terdapat dalam undang-undang sektoral lainnya yang bersifat ekonomi. Paradigma atau konsep pembangunan berkelanjutan sebagai cikal bakalnya mulai muncul sejak Konferensi PBB tentang Lingkungan Manusia (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang diselenggarakan di Stockholm, yang menganjurkan penerapan eco-development, yang pertama kali dicanangkan. pertimbangan lingkungan hidup sebagai bagian dari konsep pembangunan, 109 sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. Dalam sistem hukum lingkungan hidup Indonesia, hal ini dikembangkan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982).

Periode 1992-2002 (Johannesburg Summit 2002) merupakan periode berkembangnya konsep pengembangan kemitraan.Pada periode ini dimensi sosial dari persoalan lingkungan hidup mengemuka. Pembangunan aspek sosial budaya dan lingkungan tidak boleh dikorbankan untuk dan atas nama pembangunan ekonomi. 136Syamsuharya Bethan, Penerapan asas hukum konservasi fungsi lingkungan hidup dalam kegiatan industri nasional (Bandung, Alumni 2008)h.

Konsep pembangunan berkelanjutan mengintegrasikan isu-isu pembangunan dengan isu-isu lingkungan hidup yang sebelumnya cenderung diperdebatkan; Terjaganya daya dukung lingkungan hidup dan kelestarian lingkungan hidup menjamin lingkungan hidup sebagai satu kesatuan ekosistem tetap seimbang. 151 Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan..., h. 152 Lihat Ernan Rustiadi dkk., Perencanaan dan Pembangunan Daerah.., hal. 78.

Pertimbangan lingkungan hidup yang dimasukkan dalam kebijakan pembangunan adalah pertimbangan daya dukung lingkungan hidup dalam penyusunan RTRW sebagai payung hukum perencanaan pembangunan. 165 Amiruddin Ahmad Dajaan Imami, Model Harmonisasi dan Sinkronisasi Penataan Sektor Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Berkelanjutan (Studi Kasus DAS Citarum) dalam Amiruddin A. Berdasarkan teori hukum lingkungan hidup, khususnya terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, maka terbentuklah norma-norma hukum lingkungan hidup. mewajibkan pencantuman pertimbangan lingkungan hidup dalam pembangunan, keterpaduan dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan sektoral dalam pelaksanaan pembangunan yang mencakup pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam melalui instrumen pengelolaan lingkungan hidup seperti RTRW dan AMDAL.

Teori Kebijakan Publik

Lebih lanjut, dari sudut pandang manajemen, proses kerja kebijakan publik dapat dilihat sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi (a) perumusan kebijakan, (b) implementasi dan pengendalian, dan (c) evaluasi kebijakan. Model proses kebijakan publik Easton mengasumsikan bahwa proses kebijakan publik dalam sistem politik bergantung pada masukan berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support). Ide mengenai sektor informal pertama kali dikemukakan oleh seorang antropolog asal Inggris yaitu Keith Hart dalam tulisannya yang terbit pada tahun 1971, setelah melakukan penelitian terhadap aktivitas penduduk di kota Accra dan Nima, Ghana.

Istilah sektor informal semakin populer sejak ILO (International Labour Organization) melakukan penelitian di Kenya dan kemudian melanjutkan penelitian di negara berkembang lainnya. Dalam penelitian ini, istilah sektor informal digunakan sebagai pendekatan untuk membedakan pekerja yang berasal dari dua kelompok berbeda. Jan Bremen memperjelas pengertian sektor informal dengan menyatakan bahwa sektor informal menunjukkan fenomena perbedaan antara dua kegiatan yang mempunyai sifat berlawanan.

Kajian mendalam mengenai sektor informal di Indonesia dilakukan oleh Hans Dieter-Evers yang menganalogikan sektor ini sebagai salah satu bentuk perekonomian. Ditinjau dari sifat produksinya, kegiatan ini bersifat subsisten yang mempunyai nilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, khususnya bagi masyarakat yang berada pada lingkungan informal. Sedangkan sektor informal merupakan unit usaha yang tidak mendapat perlindungan publik dan sektor yang belum memanfaatkan bantuan atau fasilitas publik meskipun bantuan tersebut tersedia.

Sektor informal muncul karena sektor formal tidak memberikan ruang yang cukup bagi kegiatan ekonomi untuk berlangsung di luar sektor terorganisir. Pekerja di sektor informal tidak dapat menikmati perlindungan yang diperoleh dari sektor formal dalam hal jaminan kelangsungan kerja, kondisi kerja yang layak, dan jaminan pensiun. Sebagian besar pekerja yang masuk ke sektor informal adalah pendatang baru dari desa yang tidak mempunyai kesempatan bekerja di sektor formal.

Dari penjelasan di atas maka kegiatan sektor informal yang dikategorikan sebagai unit usaha kecil dapat menunjang kegiatan formal dan apabila diperkuat dan dikembangkan dengan baik akan bersinergi dengan sektor formal perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan.

Gambar 3.Siklus Proses Kebijakan menurut Thomas R. Dye
Gambar 3.Siklus Proses Kebijakan menurut Thomas R. Dye

METODE PENELITIAN

Sumber Data

Peraturan Dasar; Legalisasi; materi hukum yang tidak terkodifikasi seperti common law; praktik peradilan; risalah; dan bahan hukum zaman kolonial yang masih berlaku sampai sekarang. 178 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat, (Jakarta Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 13. rekening, hasil penelitian, karya hukum, dll. Penelitian lapangan (field study), yaitu tingkat penelitian untuk memperoleh data primer, yang diperlukan sebagai penegas data sekunder dalam penelitian kepustakaan sebagai data tambahan.

Metode Pengumpulan Data

Kabupaten Mukomuko terbentuk menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan Pemekaran Kabupaten Mukomuko. Ada beberapa kebijakan yang telah dan sedang dilakukan pemerintah untuk menyikapi permasalahan pengelolaan hutan di daerah, termasuk pengelolaan hutan di Kabupaten Mukomuko, salah satunya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Daerah No. rencana wilayah Kabupaten Mukomuko dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muko-Muko Tahun 2012-2032. Pembentukan KPHP yang diatur dengan Peraturan Daerah No. 6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mukomuko Tahun 2012 terkait dengan kawasan. merupakan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan kondisi dan permasalahan hutan di Kabupaten Mukomuko, sehingga diharapkan penerapan kebijakan KPH mampu menyelesaikan permasalahan hutan di Kabupaten Mukomuko.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko tentang kawasan menunjukkan bahwa pelaku implementasi kebijakan KPHP terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan swasta. 192 Hasil wawancara dengan Bupati Mukomuko Bapak Chairul Huda. Kebijakan KPHP mempunyai kesamaan pengertian dan arah dalam pelaksanaan kebijakan KPHP, sehingga diharapkan pelaksanaan kebijakan KPHP di Kabupaten Mukomuko dapat dilakukan dengan lancar dan efisien. Sehingga ketidaktahuan masyarakat terhadap kebijakan KPHP menyebabkan tidak efektifnya implementasi kebijakan KPHP di Kabupaten Mukomuko. 193.

Intervensi pemerintah melalui pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko terhadap wilayah. di Kabupaten Mukomuko menemui beberapa permasalahan antara lain: Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa institusi baik LSM maupun instansi pemerintah secara umum sangat mendukung kebijakan KPH di Kabupaten Mukomuko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi dalam implementasi kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kabupaten Mukomuko merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan KPH.

Dinas Kehutanan Kabupaten Mukomuko melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam implementasi kebijakan KPH di Kabupaten Mukomuko, seperti perguruan tinggi, pihak swasta dan berbagai instansi pemerintah terkait baik pusat maupun daerah. Sebagai bentuk legitimasi atau kewenangan pelaksana kebijakan KPH di Kabupaten Mukomuko, maka Pemerintah Kabupaten Mukomuko telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Mukomuko. Kabupaten Mukomuko memiliki beberapa fasilitas pembangunan yang khusus digunakan untuk mendukung implementasi kebijakan KPH ini, antara lain pembangunan gedung KPH.

Pembentukan KPHP di Kabupaten Mukomuko semakin banyak disosialisasikan oleh berbagai pihak seiring dengan ditetapkannya Mukomuko sebagai KPH Percontohan dan dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kabupaten Mukomuko. Sedangkan tercapainya efisiensi dan efektifitas implementasi kebijakan ditentukan oleh faktor eksternal dan faktor internal Kabupaten Mukomuko. Melihat hal tersebut, Genesis Bengkulu bersama masyarakat tepi hutan di Kabupaten Mukomuko berupaya merebut ruang pengelolaan tersebut.

Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Mukomuko
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Mukomuko

Gambar

Gambar 3.Siklus Proses Kebijakan menurut Thomas R. Dye
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Mukomuko
Tabel 2. Jumlah Kecamatan dan Desa di Kabupaten Mukomuko
Tabel 3. Jumlah penduduk di Kabupaten Mukomuko  NO  Kecamatan  Penduduk

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Kebijakan Perubahan Iklim PERGUB 56/ 2012 TENTANG RAD GRK, DAN DRAFT RAD API Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Pelaksanaan Program Kampung Iklim