PROBLEMATIKA PELAKSANAAN KEBIIAKAN PENYIARAN PROGRAMA 4 RRI UNTUK PEMERTAHANAN BAHASA DAERAH
Balai Pengkajian dan Pengembangan
r:.Hff*:i
dan Informatika (BppKI) yogyakarta Balitbang SDM Kementerian Komunikasi dan InformatikaPos-el: dmt _mpm@y ahoo.co.id
Inti Sari
Guna memperkuat eksistensi budaya lokal, termasuk untuk pemertahanan bahasa daeratr, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) telah merevisi kebijalran penyiaran Programa 4 sebagai saluran khusus budaya yang dikeluarkan tahun 2007. Dalam kebijhkan baru tahun 2013, penSSunaan bahasa daerah diperbanyak. Studi
ini
dilakukan untuk menjawab pertanyaan berkenaan dengan macam problematikayangdihadapi dalam pelaksanaan kebijakanp"nyiurr.
Pro 4, khususnya sebagai satu bentuk upaya pemertahanan bahasa daerah. Mengacu pada teori implementasi kebijakan dan penggunaan metode triangulasi dalam proses pengu^pllan data, diperoleh simpulan bahwa pada level pelaksanaannya, kebijakan penyiaran Pro 4 menghadapi sejumlah problematik yang dapat dibedakan menjadi dua. Problematik pertama berasal dari lingkungan luar RRI yang solusinya harus datang dari kemauan politik negara. Problematik kedua berasal dari lingkungan dalam RRI, baik bersifat struktural maupun kultural. Persoalan struktural lgnyangkut hubungan antara Dewan Pengawas dan Dewan Direksi LPP RRI selaku pembuat kebijakan dengan pihak pelaksana. Persoalan kultural disebabkan oleh iklim kerja yang dibangun pada era Orde Baru sebagai lembaga birokrasi, bukan lembaga media massa yang harus profesional dan independen.
Katakunci: problematik, pelaksanaan kebijakan, programa 4, pemertahanan, bahasa daerah
To strengthenlocal culture existence,
inrtuaingfrU;:#::r,
*aintenance,Indonesia Repubtic Radio pubtic Broadcasting Institution (LPP RRI) has reaised program 4 broadcasting policy as special channel for culture that has been released since 2007. The new policy in 2013 states that the use oflocal language hadbeen added.The study is conducted to answer question regarding to aarious problems in implementation of Pro 4 broadcasting policy, particularly as a xuay to maintain local language. Referring to policy implementation theory by using triangulation method in process of data collection, it can be concluded that in the leoel of its implementation, Pro broadcasting policy has faced some problematic matters, which canbe dffirentiated into ht;o. The first problem from RRI outside enaironment and solution for this problem should come from state political will. The second problem is inside RRI enaironment structurally as well as culturally. Structural problem inoolaes relationbetween Superaision Board and Director Board LPP RRI as policy maker and doer party. Meanwhile, cultural problem is caused by working climate that is built in New Era as bureaucratic institution, not as mass media institution that should be profeipional and
independent,
;
Key words: problematic, policy implementation, nrogro*o 4, maintenance, local language
Makalah ini didiskusikan dalam "Diskusi Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan", diselenggarakan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Yogyakarta, bertempat di Gowongan Inn Yogyakarta,
7-9 November 2013.
Naskah masuk tanggal 10 Desember 2013. Editor: Drs. Edi Setiyanto, M.Hum. Edit 5-10 Mei 2014.
/3
1.
PendahuluanKeberadaan bahasa daerah
di
Indonesia semakin mengkhawatirkan karena terus meng- alami penurunan secara kuantitas dankuali-
tas. Dari segi kuantitas, indikasi penurunan ter-
lihat dari
data statistik jumlah bahasa daerahdi
Nusantara.Menurut
Summer lnstitute of Li-n guis ti c, seperti
dikutip
Iskandar (2013), j umlah bahasa daerah di Indonesia mencapaiT42,mes-kipun
menurut UNESCO hanya ada 640. Darijumlah
tersebut, sekitar L39 bahasa terancam punah dan 15 bahasa daerah benar-benar su- dah punah atau kehilangan Penutur (Sugiyono, 2013:1). Dari segi kualitas, indikasi penurunanterlihat dari
fakta semakin berkurangnya ke-mampuan
anak-anak, remaja,dan
pemuda (anak muda)untuk
berbahasa daerah secara baik.Ancaman terhadap eksistensi bahasa dae- rah disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Kebijakan Bahasa Nasional (KBN)
yang
me- nempatkan bahasa daerah sebagai pendukung bahasa Indonesia. Kebijakanitu
menyebabkan bahasa daerah sering dinomorduakan. Demiki- anpula,
kebijakan yang menetapkan bahwa penggunaan bahasa daerahdalam
kegiatan belajar-mengajardi
sekolah hanya dibenarkandi
daerah-daerah yang belum terjangkau sara- na komunikasi seperti radio dan televisi menim- bulkan pola negatif penutur terhadap bahasa daerah. Kebijakanitu
mengurangi kebanggaanmereka terhadap
bahasadaerah
(Mahsun,201L:40). Ke dua, berlangsungnya era globalisa- si. Era
ini
menyebabkan bahasa daerah mulai ditinggalkan penuturnya karena dominannya bahasa asing yang menguasai berbagai bidang kehidupan (Septiningsih, 20L3:3). Ketiga, ren- dahnyanilai
ekonomi bahasa daerah. Terbqkti secara empirik bahwa mereka yang mengudsai bahasa Inggris dapat mengakses pekerjaanyang tebihbaik
dengan kehidupan yang juga lebih sejahtera (Hanawalt, 2011:183). Keempat, peng- gunaan bahasa di media massa. Penggunaan se-perti di
televisi, radio, online, surat kabar, danmajalah cenderung menjauhkan anak muda
dari
bahasa daerah mereka.Dari
sisilain,
bahasa daerah sebenarnya menempati posisi penting dalam pembangun- an nasionaldi
bidang kebudayaan.Hal itu
se- suai dengan keberagaman fungsinya,yaitu
(a)lambang kebanggaan daerah, (b) lambang iden- titas daerah, (c) alat perhubungan di dalam ke- luarga dan masyarakat daerah, (d) pendukung bahasa Indonesia, dan (e) alat pengembang ser-
ta
pendukung kebudayaan daerah (Mahsun,2011,: 40). Dengan demikian, melemahnya ek- sistensi bahasa daerah akan menyebabkan me-
nurunnya
kebudhyaan daerah setempat dan secaratidak
langsung akan melemahkan bu- daya nasional.Radio Republik Indonesia (RRI), sebagai lembaga penyiaran
publik,
dalam merespons kecenderungan melemahnya budaya lokal me- lakukan langkah strategis dengan menyeleng- garakan programa (saluran) khusus kebudaya- anyang lbbih populer dengan sebutan Programa Empat (Pro 4). Saluran khusus tersebut dimak- sudkan untuk menggali, melestarikan, dan me- ngembangkan budaya bangsa; memberikan hi- buran yang sehat bagi keluarga; membentukbu-di
pekerti danjati diri
bangsadi
tengah arus globalisasi. Programa 4 diselenggarakan oleh 14 stasun RRIdi
wilayah Nusantara.Penyelenggaraan siaran Pro 4 sebenarnya sudah dimulai sejak diterbitkannya bukuPedo- man Penyelenggaraan Siaran
tahun
2007 oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik In- donesia. Namun, pada 11 September 2013 di-luncurkan buku
" Pedoman Penyelenggaraan Siaran Programa 4 Lembaga Penyiaran Publik Ra- dio Republik lndonesia" (Pedoman Pro 4). Pelun- curanitu
menandai dimulainya redesain atau perencanaan ulang Pro 4di
seluruh Indonesia agar materi siaran budayanya menjadi lebih ta- jam. Dalam Pedoman Pro 4, komitmenuntuk
mengembangkanbudaya lokal, yang di dalam- nya termasuk bahasa daerah, semakin kuat.Mengingat
PedomanPro 4
meruPakan produk baru dan sebagai bentuk revisi atas ke-76
Widyapantla, volume 42, Nomor 7, luni 2074bijakan yang dikeluarkan tahun
2007, kebi- jakan penyiaran Pro 4 tahun 2013 perludilihat
implementasinya. Dalam kaitan dengan kebi- jakanpublik,
tahap pelaksanaan dianggap pa- ling krusial karena sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kebijakan publik.Berpijak pada latar belakang tersebut, pem- bahasan diarahkan untuk menjawab persoalan
yang diangkat.
Permasalahanitu
berkenaan dengan macam problematika dalam penyiaran Pro 4 RRI, khususnya sebagai satu bentuk upa- ya pemertahanan bahasa daerah. Identifikasi problematikaitu
diharapkan dapatlebih
me- mantapkan rencana pelaksanaan kebijakan pe- nyiaran Pro 4 RRI untuk kepentingan pemerta- hanan bahasa daerah.Hasil
kajianini
bermanfaat bagi banyak pihak. Secara praktis, hasil kajianini
merupa- kan masukan bagi pihak RRI dalam menyusun strategi pelaksanaan kebijakan penyiaran Pro 4di
masing-masing stasiun penyelenggara.Di
samping itu, diangkatnya topikini
dapat men- jadi sarana publikasi atas inovasi yang dilaku- kan RRI, khususnya dalam memberikan sum- bangan nyata bagi upaya pelestarian bahasa daerah. Bagi institusi di luar RRI seperti lemba- ga kebahasaan, dinas kebudayaan, atau insti- tusi terkait yang lain, hasil studi dapat menjadipintu
masukuntuk
memberikan sumbangan bagi upaya yang harus dilakukan RRI.Secara keilmuan, hasil riset
ini
memper- kaya khazanah penelitiandi
bidang kebijakan media terkait isu pemertahanan budaya lokal.Tercakup ke dalam isu pemertahanan budaya lokal
itu
ialah eksistensi bahasa daerah.2. Teori
2.1 Pelaksanaan
Kebiiakan
SiaranMenurut Winarno (2008:19) kebijakan pu- blik adalah serangkaian instruksi dari para pem-
buat
keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-carauntuk
mencapai tujuan tersebut. Adapun me-nurut Dwidjowijoto
(2006: 23-27) kebijakanpublik
adalah kebijakan yang dibuat oleh ad-ministratur
negara atau administratur publik.Dengan kata lain, pihak yang membuat kebi-
jakan publik adalah pemerintah atau
ad- ministratur publik. Karena keberadaan Dewan Pengawasdan
DewanDireksi
Lembaga Pe- nyiaran Publik (LPP) RRI dijamin oleh UU No- mor 32 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2005, mereka termasuk adminis-tratur publik
dan berwenang membuat kebi- jakan di bidangnya, yaitu kebijakan penyiaran.Kebijakan
publik
mencakup tiga tahapan penting,yaitu
perumusan masalah kebijakan, implementasi atau pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan (Winarno, 2008:30-31). Ta-hap perumusan kebijakan meliputi
proses mengidentifikasi persoalan sampai dengan pe- netapan langkah-langkah strategisuntuk
me- nyelesaikan masalah publik. Tahap implemen- tasi atau pelaksanaan adalah upaya mereali- sasikan keputusanpolitik
dan hukum yang ter- tuang dalam dokumen kebijakan publik ke da- lam tindakansosial sehingga publik merasakan dampaknya. Tahap evaluasi dilakukanuntuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan dari ke- bijakanpublik
yang telah dijalankan sehingga diperoleh masukan untuk penyempurnaan ke- bijakan (Wibawa,dkk,
1994:v).Dibanding dua tahapan lainnya, tahap im- plementasi dikenal paling krusial dan rumit se-
kaligus menjadi penentu berhasil tidaknya
suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Menu-rut Darwin
(1993:43), suatu kebijakantidak
akan mempunyai pengaruh sosial apa pun se- lama tidak dilaksanakan. Oleh karena itu, ting- kat keberhasilan kebijakan publik dapat diketa-
hui dari
bagaimana pelaksanaan atau imple- mentasinyadi
lapangan (Putra, 2001,:78).Ada banyak faktor yang menentukan ke-
berhasilan implementasi publik. Menurut Hoogwood dan Gun, seperti dirujuk
olehDwidjowijoto
(2005:130-132),untuk
mengim- plementasikan kebijakan dibutuhkan sejumlah prasyarat, antara lain (a) adanya jaminantidak
akan menimbulkan masalah besar, (b) kean- dalan kebijakanuntuk
dapat mengatasi masa-Problematika Pelaksanaan Kebijakan Penyiaran Programa 4 RRI untuk Pemertahanan Bahasa Daerah
77
lahyang dihadapi, (c) tersedianya sumber daya,
(d) tidak
adanya ketergantungan/ (e) adanya kedalaman dan kesepakatan pemangku kepen- tingan (stakeholder) terhadap tujuan kebijakan, (f) adanya komunikasi dan koordinasi di antara para implementator, dan (g) adanya kekuatan di pihak yang memiliki wewenang untuk men- dapatkan kepatuhan dari kelompok yang men- jadi sasaran kebijakan. Menurut Grindle, imple- mentasi kebijakan akan berhasil manakala tu-juan
dan sasaran sudah ditentukan, program aksinya telah dirancang, dan dana unfuk menca- pai tujuan sudah dialokasikan (Grindel, 1980:7).Menurut Winarno (2002:158), problematik dalam pelaksanaan kebijakan dapat disebab- kan oleh sifat kebijakan
itu
sendiri. Menurut-nya, ada
enamjenis kebijakan yang
dapat menghambat proses implementasi,yaitu
(a) kebijakan yang sifatnya baru sehingga dibutuh-kan waktu untuk
memahami,(b)
kebijakan yang didesentrasikan, (c) kebijakan yang sifat- nya kontroversial, (d) kebijakan yang kompleks, (e) kebijakan yang berhubungan dengan krisis,dan (f) kebijakan yang diputuskan oleh
pengadilan.Berdasarkan pendapat tersebut di atas da- pat dikatakan bahwa permasalahan
di
tingkat pelaksanaan kebijakan ditentukan oleh faktoreksternal maupun internal
organisasi,baik
yang sifatnya struktural maupunkultural.
Da- lam konteks pelaksanaan kebijakan penyiaran Pro 4 RRI, permasalahan eksternal pada umum- nya bersifat struktural, yakni munculnya kare- na perundang-undangan yang ada. Problema- tika yang masuk kategori ini meliputi aspek ke- andalan kebijakan, penyediaan sumber daya termasuk alokasi frekuensi yang sesuai dengan kebutuhanriil di
lapangan, dukungan peng- adaan sumber daya manusia yang profesiolral, dan aloksi anggaran yang sesuai untuk kepen- tingan lembaga penyiaran.Untuk yang sifatnya internal, permasalah- an pada penyiaran Pro 4 dapat bersifat struk-
tural dan kultural.
Permasalahanstruktural
berupa adanya hambatan sebagai konsekuensirelasi antara pembuat kebijakan dan pelaksana
di internal
RRI. Dalam konteksini,
misalnya tingkat ketundukan pihak pelaksana terhadap pembuat kebijakan. Sebaliknya, problematika kultural adalah problematik yang timbul akibat relasi pegawai denganlingkungan
sosialnya.Ada banyak problematik internal yang bersifat
kultural
seperti ada tidaknya kedalaman dan kesepakatan st akeholder terhadap tujuan kebi- jakan, ada tidaknya komunikasi serta koordi- nasi yang baikdi
antara para implementator.2.2 Pemertahanan Bahasa Daerah
t
Dalam
Kar4us Besar Bahasa lndonesia (KBBI), kata pembrtahanandiartikan
sebagai proses, cara, perbuatan mempertahankan. Kata tahan berarti tetap keadaanya (kedudukannya) meski mengalami berbagai hal atau tidak lekas rusak, berubah, kalatuluntur
dan sebagainya.Dengan demikiary yang dimaksud dengan pe- mertahanan
adalah
segalaupaya atau
carayang di[akukan untuk menjadikan
sesuatu mampu bertahan seperti keadaan semula atau bahkan semakin kuat, kokoh, dan berkembang.Yang dimaksudkan dengan bahasa daerah dalam artikel
ini
sama seperti yangdiatur
da-lam
Pasal 1. ayat (6) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009. Diatur dalam UU tersebut, ba- hasa daerah adalah bahasayang
digunakan secara turun-temurun oleh warganegara Indo- nesiadi
daerah-daerah wilayah Negara Kesa- tuan Republik Indonesia. Jadi, bahasa daerah adalah semua bahasa ibu, selain bahasa Indo- nesia, yang dipergunakanuntuk
berkomuni- kasi oleh masyarakat di wilayah Indonesia baik secara tertulis maupun lisan.Menurut
Septiningsih (2013: 4) pemerta- lianan bahasa daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, menggundkannya se- bagai bahasa pengantar pendidikan dan meng- gunakannya sebagai mata pelajaran mulai ting- kat sekolah dasar sampai dengan sekolah me- nengah atas. Bahkan, ada pemerintah daerah yang mewajibkan penggunaan bahasa daerah bagi karyawannya padahari
tertentu dengan78 Widyapanul,
volume 42, Nomor 1, Juni 2014maksud unfuk mempertahankan eksistensi ba- hasa daerah
itu
sendiri. Mengacu pada penda- pat Septiningsih, penyelenggaraan programa khusus budaya (lokal) dengan sendirinya akan memerkuat eksistensi bahasa daerah. Bertolakdari
pengertian tersebut, yang dimaksud de- ngan pemertahanan bahasa daerahdi
sini ada- lah segala upaya atau cara yang dilakukan me- lalui siaran Pro 4 agar bahasa daerah di masing- masing wilayah layanan RRI yang menyeleng- garakan siaran Pro4
tetap mampu bertahan.3.
MetodeStudi
ini
bersifatkualitatif
dengan meng- gunakan pendekatan deskriptif. Data dan fakta dipaparkan seperti apa adanya. Objek kajianberupa dokumen kebijakan penyiaran
Pro-grama 4 RRI, terutama yang terkait dengan as-
pek kebahasaan. Metode pengumpulan data menggunakan triangulasi yang terdiri atas studi pustaka, observasi, dan partisipasi.
Analisis data dilakukan dengan mengikuti
pakem yang ditawarkan oleh Miles
danMichael Huberman
(1992:1,5-21), khususnyauntuk
penelitian yang sifatnyakualitatif.
De- ngan demikian, analisis dilakukan dalam tigaalur
yangdilakukan
secara bersamaan,yaitu reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pada tahap reduksi dilakukan pe-milihan dan pemilahan
agar sesuai dengan tujuan studi. Data yang telah direduksi kemu- dian disajikan untuk didiskusikan lebih lanjut.Berdasarkan diskusi, besar kemungkinan ditun-
tut
adanya pengumpulan datalagi
agar lebih komprehensif. Setelah tahap reduksi dan pe- nyajian data, dilakukan penarikan kesimpulan.4. Problematik
Penyiaran Programa 4 sebagaiBentuk
Pemertahanan Bahasa Daerah4.l Deskripsi
DataSejak lahirnya UU No. 32 Tahun 2002 ten- tang Penyiaran dan PP No. 12 Tahun 2005 ten- tang Lembaga Penyiaran Publik Radio Repu- blik Indonesia (LPP RRI), posisi RRI tidak men-
jadi media Pemerintah, tetapi radio publik. Me-
nurut
Sonning dan Patersson (200L:64) radiopublik memiliki ciri:
cakupan siarannya na- sional, memiliki independensi dan integritas da- lam editorial, berprinsip pada asas berimbang danfaktual,
mewadahi keberagaman penda- pat, mencerminkan keinginan kuat unfuk ber- sikap kritis, mencerminkan kebudayaan nasio-nal
dan sekitarnya, memenuhi kualitas siaran yang tinggi,memiliki
organisasi yang otonom, memberikan kesempatan kepada kelompok mi- noritas, berkeinginan kuat mendidik masyara- kat, dan mencerminkan keadaan negara yang bersangkutan.Untuk
menjaminterpenuhinya prinsip- prinsip radio publik, negara memberikan
alokasi frekuensi bagi Lembaga Penyiaran Pu-blik
sebesar 20% dari jumlah kanal yang terse- diauntuk
radio siaran. Dengan fasilitas terse- but, RRI mempunyai banyak saluran program (programa) agar dapat melayani semua warga negara dari berbagai kalangan dan kepenting- an yang berbeda. Direksi RRI telah menetapkan bahwa stasiun RRI Jakarta sebagai pusat ja- ringan radio publik dengan status Tipe A mem- punyai 5 programa; RRI dengan status Tipe B mempunyai 4 programa; dan RRI Tipe C, yang sebagian besar ada di wilayah kabupaten f kota, mempunyai 3 programa. Stasiun RRI dengan TipeA
(Jakarta) dan TipeB,yangterdiri
atas L3 stasiun,wajib
menyelenggarakan Programa 4 sebagai saluran khusus budaya. Tiga belas sta- siun yang dimaksud ialah RRI Bandung, Sema- tar.g, Yogyakarta, Surabaya, Palembang, Pe- kanbaru, Medan, Banjarmasiry Makassar, Ma- nado, Manokwari, Jayaprra, dan Denpasar.Kebijakan lain yang terkait dengan penye- lenggaraan siaran Pro 4 RRI adalah penetapan . spesifikasi (profil) programa. Meskipun sema- ngatnya sama,
yakni
menempatkan isu kebu- dayaan sebagai materi utama siararlprofil
Pro 4yang diatur dalam Pedoman Penyelenggara-an
SiaranTahun
2007 dan PedomanPro
4 Tahun 2013 agak berbeda, seperti terlihat pada tabel.Pelaksanaan Kebijakan Penyiaran Programa 4
RRI
Zguntuk Pemertahanan Bahasa Daerah Problematika
Pedoman Pro 4 tahun 2013 lebih menun- jukkan besarnya komitmen RRI dalam pemer- tahanan bahasa daerah sebagai bagian yang
tidak
terpisahkan dari budaya daerah. Komit- menitu
lebih terlihat lagi dari kriteria program yang disiarkan Pro 4. Pada bagian yang meng- atur masalahitu
ditegaskan bahwa materi aca- ra siaran kebudayaan untuk unsur bahasa bisa mencakup banyak aspek, misalnya ragam ba- hasa lisan, bahasa tulis, stratifikasi bahasa,filo-
sofi bahasa, dan pengguna bahasa (Darmanto,dkk,
2013:40).Terkait penggunaan
bahasa siaran seperti tercantum dalam tabel, terdapat ketentuan bahwa masing-masing stastiun Pro 4 harus mempertimbangkan aspek sosial, bu- daya, danpolitik
wilayah setempat ketika akan menentukan bahasa daerah yang akan dipakai.Artinya, kalau di daerah setempat ada beragam bahasa daerah, perlu dipertimbangkan bahasa daerah mana yang akan digunakan. Kalau di- mungkinkan, sebaiknya diakomodasi beberapa ragam bahasa daerah setempat.
Tabel
1Perbedaan
Profil
Programa 4 RRI Tahun 2oo7 dan 2013Aspek Tahun
Pedoman 2007 Pedoman 2013
Visi programa Tidak ada Mempertebal karakter
bangsa melalui budaya nusantara (RRI ]akarta) Membangun
jati diri
insani melalui kearifanlokal
(RRI daerah)Misi
programa Tidak ada Dirumuskan sendiri sesuai kondisi RRI setempat Format siaran Budaya dan Pendidikan BudayaSebutan
programf call station
Pro 4 RRI
(diikuti
nama daerah)Pro 4 Budaya
Pernyataan posisioning
Saluran budaya bangsa
.
Pro 4 Pusat Budaya (RRI. Ikt)
RRI Daerah dapat mengem- bangkan denganpernyataan yang sesuai dengan bahasa
lokal
Sasaran khalayak .1"3 tahun ke atas
. Pendengar utama 13-40 tahun
, Pendengar ke satu 50 tahun ke aths
.
Pendengar utama 25-56 tahun.
Pendengar ke-1 56 tahun keatas
.
Pendengarke-2 < 25 tahun Sapaan pendengar Saudara pendengar Disesuaikan dengan sapaankhas
di
daerah yang belum dipergunakan oleh stasiun lain dan merupakan identitaswilayah
setempat80
Widyapanua, Volume 42, Nomor 1, Juni 2014dibandingkan kebijakan sebelumnya. Dengan demikian, kalau dilihat dari sudut pandang ke- andalannya, kebijakan 2013 lebih andal diban- dingkan kebijakan sebelumnya.
Meskipun keandalan sudah lebih baik
di- banding
dengan yang sebelumnya/perlu di-
akui bahwa kebijakanini
masih mengandung unsur yang dapat menjadi penghambat dalam implementasinya, yaitu adanya ketentuan bah-wa
setiap stasiun penyelenggara Pro4 wajib
menyusun pedomanoperasional agar sesuai de- ngan
kondisi lingkungan
RRI setempat (Wi-diastuti,
20L3:iv). Ketentuanitu menjadi
se-suatu yang krusial.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Direktorat Program dan Produksi LPP RRI tahun 2012, ditemukan ada- nya sebagian besar aktor Penyelenggara Pro 4yang
masihpunya
penafsiranyang hampir
sama. Mereka menganggap bahwa programa budaya identik dengan sajian hiburan yang di- dominasi seni tradisional. Belum banyak penge- lola Pro yangmemahami bahwa konsep kebu- dayaan sebenarnya
terdiri
dariminimal
tujuh unsur,yaitu
bahasa, sistem pengetahuan, or- ganisasi sosial, sistem peralatan hidup dan tek- nologi, sistem mata pencaharian hidup, sistemreligi, dan kesenian (Koentjaraningrat,
2009:1.65).
Belajar
dari
kenyataan tersebut,dari
as- pek keandalan, kebijakan sebenarnya tidak ter- lalu problematik. Akan tetapi, keterbatasan pa- ra aktor pelaksana dalam menerjemahkan kebi- jakan menjadi hambatan tersendiri.4.2.L.2 Ketersediaan Sumber Daya
Dalam dunia penyiaran, sumber daya le- bih banyak dikaitkan dengan tersedianya kanal frekuensi. Seperti disebutkan sebelumnya, RRI mendapat jatah frekuensi
paling
sedikit !0%dari jumlah saluran frekuensi yang ada di setiap
wilayah
layanan. Ketentuanitu
adadi
Pasal 15 ayat (3) Peraturan PemerintahNo.
11 Ta- hun 2005. Akan tetapi, eksekusinya bergantung pada Kementerian Kominfo. Sekadar contoh,DIY
yang mempunyai jatah kanal siaran FMsebanyak46 kanal, ternyata hanya memberikan tiga frekuensi untuk RRI. Masing-masing digu- nakan untuk Pro 1, Pro2, dan Pro 3. Akibatnya, Pro 4 terpaksa disiarkan melalui frekuensi
AM
1'107
KHz. Hal itu
menyebabkan Pro4 tidak
banyak didengarkan karena kebiasaan masya- rakat Indonesia yang tidak lagi mendengarkan saluranAM,
melainkan FM.Permasalahan
ini
hanya dapat diselesai- kanjika
ada kemauan baik secarapolitik
dari negara melalui KementerianKominfo
dengan tetap mengalokasikan 20% jatah frekuensi un-tuk
RRL Namury pihak Kemen Kominfo tidak akan memberikd6r hak lembaga penyiaran pu-blik
begitu saja tanpa adanya desakan daripi-
hak RRI bersama-sama masyarakat.4.2.7.3
Dukungan
PengadaanSDM
ProfesionalSumber daya manusia (SDM) RRI yang ada sekarang ini sebagian besar merupakan ha- sil rekrutmen di era Orde Baru yang penuh ko- lusi dan pendekatan politik untuk pemenangan Golkar. Akibatnya, profesionalitas mereka
di
bidang penyiaran sangat minim. Saatini
seba-gian
besardari
6.000-an pegawaiitu
sudah mendekati pensiun. Untuk mengatasi keterpu- tusan generasi, dilakukan rekrutmen pegawai baru dengan sistem kontrak berdasarkan Surat Keputusan Direksi. Risikonya, RRI akan kesulit- an mendapatkan SDM yang berkualitas tinggi dan profesional di bidang penyiaran karena ho- nor yang hanya berdasarkan standar upah mi-nimum
provinsi. Kenyataanitu
menimbulkan kesenjangan yang terlalu lebar antara mereka yang berstatus PNS dengan yang tenaga kon- trak. Hubungan mereka juga cenderung tidak harmonis.Terkait permasalahan SDM tersebut, perlu ada langkah-langkah strategis dan campur ta- ngan negara.Jadi, sesuai dengan dasar hukum pengelolaan SDM RRI yang berupa undang- undang sehingga tidak dapat diselesaikan sen-
diri.
Idealnya, RRI mempunyai kebijakan ma- najemen tersendiri yangtidak mengikuti
per-82
Widyapannti, Volume 42, Nomor 1, Juni 2014aturan perundang-undangan bagi PNS demi tersedianya SDM yang berkualitas dan profe- sional
di
bidang penyiaran. Sehubungan de- nganitu,
perubahan harusdilakukan
secara mendasar dan berdasarkan undang-undang, bukan sekadar Perafuran Pemerintah, apalagi Surat Keputusan Direksi RRI.4.2.1.4
Dukungan
DanaPola manajemen keuangan RRI selama
ini masih mengikuti peraturan perundang-un-
dangan di bidang keuangan untuk lembaga bi- rokrasi pemerintahan pada umumnya. Sebagai media massa, sistem manajemen keuangan RRI seharusnya boleh mengembangkan model ter- sendiri agar tidak mengganggu kesinambung- an dan kualitas siaran. Selama
ini
RRI selaludihadapkan
pada masalah anggaran siaran padaakhir bulan
Desember sampai dengan Maret karena harus mengikuti ketentuan yang berlaku.Sebagai media massa, RRI
dituntut untuk
senantiasa tampil prima dan konsisten.
Untuk itu
diperlukan dukungan dana yang memadaidan
tersedia setiap saat. Karena manajemen keuangan RRI sama seperti lembaga birokrasi padaumumnya,
harapan tersebutsulit
ter-wujud. Oleh karena itu, wajar jika kinerja
siaran RRI cenderungfluktuatif.
Pada periode Desember-Maret, pelaksanaan siaran biasanya kurangdidukung
anggaran yang memadai.4.2.2
PermasalahanInternal
4.2.2.7 Permasalahan
Struktural
Sebagaimana disebutkan pada bagian ter- dahulu, permasalahan internal yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan penyiaran Pro 4 dapat dipilah menjadi dua: yang bersifat struk- tural dan kultural. Permasalahan struktural
mi-,
salnya, terkait tingkat ketundukan pihak pelak- sana terhadap pembuat kebijakan, dalam hal
ini
Dewan Pengawas dan Dewan Direksi.Berdasarkan fakta, tingkat ketundukan
itu
menjadi isu krusialdi
RRI. Contoh kasus, ber- dasarkan RencanaInduk
Pengembangan RRI20'L0-2015, redesain Pro 4 seharusnya sudah selesai pada tahun 2012. Namun, ketika hal
itu tidak
tercapai,tidak
ada teguran dan sanksidari
Dewan Pengawas kepada direksi. Kasus serupajuga
terjadi dalam konteks hubungan antara direktorat dengan stasiun di daerah. Se-kadar contoh ialah Standard Operational Proce- dure (SOP)
untuk
penyelenggaraan siaran ber- jaringan yang sering tidak ditepati oleh pihak- pihak terkait. Meski jelas ada pelanggaran,ti-
dak pernah ada sanksi yang dijatuhkan sehing- ga menjadi preseden
buruk
bagi pelaksana.Dalam konteks ltebijakan penyiaran Pro 4 tampaknya terjadi hdl serupa. Ketika artikel
ini
disusun (Desember 2013), baru sebagian kecil stasiun RRI penyelenggara Pro 4 yang sudah menindaklanjuti tuntutan Pedoman Pro 4, yak- ni membuat pedoman operasional. Memangti-
dak ada batas waktu yang ditetapkan olehpi-
hak Direktorat Program dan Produksi LPP RRI mengenaiwaktu
penyelesaian pedoman ope- rasional di ntasing-masing stasiun. Akan tetapi, sedikitnya stasiun RRI yang telah menyusun pedoman operasional menunjukkan rendah- nya tingkat ketundukan aktor pelaksana terha- dap pembuat kebijakan. Halini
menjadi masa-lah
laten karena sudah berlangsung sejak era Orde Baru.Faktor penyebab
ketidaktundukan
aktor pelaksana kepadapihak
pembuat kebijakan berawaldari
kesalahan pola rekrutmen kepe- mimpinan. Sampai sekarang, rekrutmen peja- bat struktural RRI masih mengandalkan aturan perundang-undanganuntuk
PNS yang pada kenyataannya mengutamakan persyaratan for- mal seperti tingkat pendidikan terakhir, pang- kat/golongan, masa kerja, dan lainnya. Pada- hal,untuk
memimpin suatuunit
kerja media massa, seharusnya lebih ditekankan aspbk kom- petensi dan profesionalitas sebagai broadcaster.Akibat pendekatan yang formalistik terse- but, sering terjadi orang yang dipromosik.ul un-
tuk
menduduki jabatandi
bidang siaran ter- nyata tidak menguasai aspek-aspek penyiaran.Misalnya, orang yang dipromosikan menjadi
Problematika Pelaksanaan Kebijakan Penyiaran Programa 4 RRI
untuk Pemertahanan Bahasa Daerah 83
pejabat
struktural di
bidang pemberitaan ter- nyatatidak memiliki
rekam jejak memadaidi
bidang jurnalistik. Yang dipromosikan menjadi Kepala Seksi Programa 1 ternyata tidak mem- punyai riwayat kontak intensif dengan bidang tugas baru tersebut. Karena kejadian yang sa- ma berlangsung secara berulang-ulang, akhir- nya timbul sikap tak acuh daribanyak pegawai RRI terhadap pengangkatan atau
pun
peng- gantian pejabat struktural. Ketika kejadian se-perti itu
sampai sekarang masih berlangsung, dengan sendirinya tingkat ketundukan pelak- sana terhadap pembuat kebijakan cenderung rendah.Permasalahan
kepemimpinan ini tidak
dapat diselesaikan sendiri secara internal oleh RRI karena memerlukan payung hukum yang kuat,yakni
undang-undang. Selama payunghukum
yangdipakai
ialah peraturan perun- dang-undangan tentang pegawai negeri, mus- tahil dapat terwujud kepemimpinan yang kuat.Walaupun LPP RRI telah disetujui untuk men-
jadi
instansi pembina pegawai sendiri, kalaupayung hukumnya tidak diubah, yang
ke- mungkinan terjadi justru semakin memburuk-nya
keadaan.4.2.2.2 Permasalahan
Kultural
Persoalan
kultural
adalah permasalahan yang muncul sebagai akibat terjalinnya inter- aksi antarindividu maupun kelompok pegawai dengan lingkungan kerjanya. Jika ditelisik, ba- nyak persoalankultural
yang adadi
RRI. Na- mun, mengingat keterbatasan ruang, hanya di-pilih
dua permasalahan, yaitu kedalaman dan kesepakatan pemangku kepentingan terhadap tujuan kebijakan serta komunikasi dan koordi- nasidi
antara para implementator.Aspek kedalaman dan pemahaman pihak pemangku kepentingan terhadap tujuan kebi- jakan muncul karena kurangnya kemampuan pegawai RRI dalam mengomunikasikan stra- tegi perubahan dari radio pemerintah menuju radio publik.
Hal ini
disebabkan oleh kemam- puan intelektual dan teknis dari sebagian besarpegawai RRI hasil rekrutmen era Orde Baru.
Sebagaimana diketahui selama era Orde Baru pegawai RRI
tidak dituntut untuk
bekerja ke- ras dan bersemangat dalam melayani kepen- tinganpublik.
Pegawai lebih banyak diminta taat kepadapemimpin
dan kekuatanpolitik
pendukung rezim penguasa. Banyak pegawaiyang dari sudut
pandangmedia
penyiaran sangat dibutuhkan karena profesionalitas yang tinggi, tetapi karena sikap kritis dan berani ber- beda denganpimpinan, dilempar ke
bagian yangtidak
strategis. Dalam pandangan pim- pinan, jika orang-orang yang kritis ditempatkan pada posisi stratbgis, seperti bagian pemberi- taan atau siaran, mereka bisa membahayakan.Berhubung selama bertahun-tahun diben-
tuk
oleh sistem yang represif, yang mengede- pankan monoloyalitas, tidak terbentuk etos ker- ja yang baik. Ketika Orde Baru ditumbangkan oleh kekuatan reformasi dan Departemen Pe- nerangan yang menjadiinduk dari
RRI dibu- barkan oleh Pemerintahan Presiden Abdurrah- man Wahid (Gus Dur) pada 1999,pegawai RRItidak
mengalami proses transformasi sepertiyang dituntut.
Mentalitas pegawai RRI tetap saja seperti era Orde Baru walaupun secara ke- lembagaanmenyatakan diri
sebagairadio
publik. Tidak adanya pemimpin yang visioner dan kuat di masa transisi mengakibatkan proses transformasi RRI menjadiradio publik
yang terseok-seok. Adanya institusi baru seperti De- wan Pengawas dan Dewan Direksi, yang diha-rapkan menjadi
agen terbentuknya lembaga penyiaranpublik
yang kuat, ternyata didomi- nasi oleh orang-orangdari internal
RRI. De-ngan demikian, orientasinya lebih
banyak ryembangun kemapanan daripada membawa perubahan.Kondisi yang demikian, dan udia sebagian besar pegawai yang didominasi oleh mereka yang sudah mendekati masa pensiury menjadi- kan tidak ada dinamika yang berarti
di
antara mereka. Upaya untuk lebih mengenali, mema- hami, dan melaksanakan setiap kebijakan baru demi cepatnya proses transformasi RRI menjadi84 Widyapanri,
volume 42, Nomor t, )uni 2ot4radio publik
dengansendirinya tidak
dapat berlangsung baik.]ika syarat terlaksananya secara baik suatu kebijakan
publik
adalah adanya kedalaman dan kesepakatan pemangku kepentingan ter- hadap tujuan kebijakan, syarat tersebuttidak
terpenuhi. Dalamkondisi
beretos kerja yangrendah, mustahil pegawai mampu
memba- ngun jejaring dengan para pemangku kepen-tingan untuk
memperkuat pemahaman me- ngenai tujuan kebijakan penyiaran Pro 4 yang dibuat oleh Direksi maupun Dewan Pengawas.Seandainya pegawai RRI
memiliki
keda- laman pemahaman atas tujuan kebijakan pe-nyiaran Pro 4 tahun
2013,terbuka
peluang yang luasuntuk
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemangku kepenting- an untuk pemertahanan bahasa daerah. Pihak- pihak yang dimaksuditu,
misalnya, Kemente- rian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementeri- an Komunikasi danInformatika
(Kemen Ko-minfo),
berbagaiperguruan tinggi,
bahkan pemerintah daerah. Guna mewujudkan fungsi pemertahanan bahasa daerah, dapatdilaku-
kan kerja sama dengan lembaga-lembaga pen-didikan formal,
sanggar-sangar budaya, serta kelompok pegiat kebahasaan dan kesastraan daerah.Terkait
dengan aspekkomunikasi
dan koordinasidi
internal RRI, fakta menunjukkan kecenderungan yang kurang bagus. Persaingan antarbagian untuk saling berebut sumber-sum- berekonomi
dan pengaruh kekuasaan telahmenjadi
gejalaumum. Arus informasi tidak
mengalir lancar. Banyak sekat yang mengham- bat antarapihak
satu dengan lainnya. Semua dipicu oleh persaingan yang tidak sehatuntuk dapat
menguasai sumber-sumber ekonomi maupun pengaruh kekuasaandi internal
RRI setempat atau kepentingan untuk bisa melaku- kan mobilisasi vertikal melalui promosi jabatan ke RRIdi luar
daerah, serta sumber-sumber dariluar
RRI.Berbagai permasalahan yang melingkupi RRI sekarang
ini,
baik yang sifatnya eksternalmaupun internal, merupakan peringatan
dini bagi kita bahwa
pelaksanaankebijakan
pe- nyiaran Pro 4 RRI untuk pemertahanan bahasa daerah bisa terancam dan tidak maksimal. Un-tuk itu perlu dijalin
kerja sama yangbaik
de- ngan berbagai pihak. Dengan demikiaru upayauntuk
mempertahankan keberadaan bahasa daerah melalui kebijakan penyiaran Pro 4 RRI, dapat benar-benar dapat terwujud.5. Simpulan
Dari uraian di muka, dapat diambil kesim-
pulan
bahwa kebijakhn penyiaran Pro4
RRI dimaksudkanuntuk'penguatan
budaya dae- rah yang dengan sendirinya mencakup pemer- tahanan bahasa daerah. Namun, pada tingkat pelaksanaandihadapi banyak problematik.
Hasil studi
menunjukkan bahwa problematikyang dihadapi
dapat berasaldari luar ling-
kungan RRI, tetapi dapat pula bersumber dari dalam RRI. Permasalahan dariluar
hanya da- pat dipecahkAn jika didukung kemauanpolitik
dari Negara. Wujudnya, memperkuat eksisten- si lembaga penyiaran publik dalam bentuk per- aturan perundangan yang sesuai.Permasalahan
yang
berasaldari
dalamlingkungan
RRI dapatdipilah ke
dalam dua kategori. Yang bersifat struktural menyangkut hubungan antara Dewan Pengawas dan Direk- si selaku pembuat kebijakan dengan pihak pe- laksana (implementator). Rendahnyatingkat ketundukan aktor
pelaksana terhadap pem- buat kebijakan menjadi sebab pelaksanaan ke- bijakan penyiaran Pro4 tidak
dapat berjalan secaraideal. Untuk
permasalahaninternal
yang sifatnya kultural, jika ditelaah secara men- dalanir, lebih disebabkan oleh
iklim
kerja yang, dibangun selama era Orde Baru.
Iklim
i,tu me- ' mahamkan pengertian RRI sebagai lembaga bi-rokrasi pemerintah, bukan
lembaga media massa yang harus profesional dan independen.Jika menghendaki pelaksanaan penyiaran Pro 4 RRI yang benar-benar sesuai tujuan, yang salah satunya berupa pemertahanan bahasa daerah,
diperlukan
dukungan nyatadari
ne-Pelaksanaan Kebijakan Penyiaran Programa 4
RRI
g5 untuk Pemertahanan Bahasa Daerah Problematikagara. Idealisme
itu
tidak cukup diserahkan ke- pada pihak RRI saja.Hasil studi ini membuka kesadaran bahwa banyak aspek yang sebenarnya memerlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan kebijakan penyelenggaraan siaran Pro 4 RRI sebagai sa-
luran
khusus budaya.Misalnya,
bagaimana tanggapan masyarakat terhadap siaran Pro 4, apa pengaruh siaran Pro 4 terhadap ketahananbudaya lokal (termasuk
bahasadan
sastra daerah), bagaimana bentuk kelembagaan Pro4
yang ideal, bagaimana model pembiayaan, dan manajemen SDM Pro 4.Pro 4 sebagai bagian integral dari LPP RRI menghadapi problematik yang sama dengan yang dihadapi oleh
institusi
induknya, yakni kuatnya tekanandari
permasalahan eksternal yang bersifat struktural. Problematik yang lain berkenaan dengan permasalahan yang sifatnyainternal
karena sifat birokrasinya yangtidak
sesuai dengan kebutuhan lembaga penyiaran.
Sehubungan dengan
itu, diperlukan
keberpi- hakandari
negarauntuk
memperkuat eksis- tensi RRI sebagai radio publik melalui undang- undang lembaga penyiaran publik.Daftar
PustakaDarmanto, dkk. 2013. Pedoman Penyelenggaraan Siaran Programa 4 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik lndonesia. Jakarta:
Direk-
torat Program dan Produksi LPP RRI.Dwidjowijoto,
Riant Nugroho. 2006. KebijakanPublik
untuk N egara-negara Berkembang, Jakarta: Elex Media Komputinfo.Hanawalt,
Charlie. 2011. "Menanam dengan Harapan Memanen: Memeriksa KembaliPotensi
Perencanaan Bahasa Bersama BahasaNasional dan
Bahasa Daerah".Dalam Sugiyono dan Yeyen Maryani (Pe-
nyunting Penyelia). Perencanaan Bahasa pa- da Abad Ke-21 Kendala dan Tantangannya (Risalah Simposium lnternasional P erencana- an Bahasa), Jakarta: Badan Pengembangan
dan Pembinaan
BahasaKementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.Iskandar, Raihan.
201,3."Nasib
Bahasa Daerah". Dalam http://
aceh.tribunnews.com
/
2013/ B /
2a/
-nasib-bahasa-daerah (Diunduh, 24 Oktober 2013).Koentjaraningrat.
2009. Pengantarllmu An-
tropologi (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Lembaga Penyiaran Publik RRI. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Siaran.
Edisi IL
Jakarta:LPP RRI.
Mahsun. 2011. "$ahasa Daerah sebagai Sarana Peningkatart \ Pemahaman
Kondisi
Kebi- nekaan dalam Ketunggalikaan Masyara-kat
Infonesiake Arah Pemikiran
dalam Mereposisi Fungsi Bahasa Daerah". HasanAlwi
dan Dendy Sugono (Editor). Politik Bahasa.Jakarta:
Badan Pengembangandan Peminaan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.Miles, Matthew B dan
A.
Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif (terjemahan), ]akarta:
UI
Press.Putra, Fadilah. 2001. Paradigma Kritis dalam Ke- bijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Universitas Sunan
Giri
Surabaya.Septiningsih, Lustantini. 2013. " Pemertahanan Bahasa Daerah
Melalui
Penggunaan Ba- hasa Daerah dalam Karya Sastra". Dalam www.b adanb ahas a.kemdikbud. go.id (diakses, 24 Oktober 2013).Sonning, Staffan danJan Petersson, 2001.."
Ma-
teri Presentasi Tim Radio Swedia". Dalam Darmantodkk. (Editor).
Pemahaman danAplikasi Prinsip-Prinsip Radio Publik Pro-
';
seding Semilokadi
Yogyakarta. Yogyakarta:
RRI dan Radio
Swedia.
',Sugiyono. 2013. "Pelindungan Bahasa Daerah
dalam Kerangka Kebijakan Nasional Kebahasaan" dalam
www.badanbahasa.kemdikbud.go.ld (diakses, 24 Oktober 2013).
86 Widyapanvil,
Volume 42, Nomor 1, Juni 2OL4Undang-undang
No.
32 Tahun 2002 tentang PenyiaranWibawa, Samudra, Yuyun Purbokusumo, dan
Agor
Pramusinto. 1994. Eaaluasi Kebij akan Publik, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Widiastuti,
RosaritaNiken.
2013. "SambutanDirektur
Utama Lembaga Penyiaran Pu-blik
RadioRepublik Indonesia".
DalamDarmanto
dkk. Pedoman Penyelenggaraan Siaran Programa 4 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik lndonesia. Jakarta:Direk-
torat Program dan Produksi LPP RRI.Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Problematika Pelaksanaan Kebijakan Penyiaran Programa 4 RRI
untuk Pemertahanan Bahasa Daerah 87