• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO

N/A
N/A
Iffa Karimah

Academic year: 2024

Membagikan "PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO "

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan proposal Prencanaan Bendungan Mangunharjo secara tepat waktu. Proposal ini disusun untuk mengikuti Lomba Dam Innovation Contest 2019 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Diponegoro.

Penyusunan proposal rancangan ini bertujuan untuk memberikan solusi berupa usulan konsep perencanaan pembangunan bendungan tipe urugan untuk pengendalian banjir pada lahan sempit di perkotaan. Konsep pembangunan bendungan urugan pengendali banjir direncanakan berbasis ECENCIAL-DEV (Economy, Environment, and Social Development). Dengan demikian, bendungan dapat memberikan manfaat serta pengembangan pada aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Penyusun menyadari bahwa penyelesaian proposal ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ibu Dr.Ir. Ussy Andawayanti, MS. selaku Ketua Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya.

2. Bapak Dr. Runi Asmaranto, ST., MT. selaku dosen pembimbing kami.

3. Keluarga di rumah yang telah memberikan dukungan dan doa kepada kami.

4. Keluarga Besar Mahasiswa Pengairan Universitas Brawijaya, khususnya Angkatan 2016 atas dukungan dan doa kepada kami.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak sepenuhnya sempurna dan tidak mungkin lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.

Malang, September 2019

Tim Penyusun

(2)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | ii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pemilihan Kemiringan Tubuh Bendungan ... 27

Tabel 2.2. Nilai Koefisien Pilar ... 28

Tabel 2.3. Kebutuhan Air Baku berdasarkan Jumlah Penduduk... 29

Tabel 2.4. Kebutuhan Air Non-Domestik Kota Kategori I, II, III dan IV ... 30

Tabel 2.5. Membran Berdasarkan Tekanan ... 36

Tabel 2.6. Jenis Membran RO ... 37

Tabel 2.7. Curah Hujan Rerata Daerah Sub DAS Ngrowo ... 46

Tabel 2.8. Analisa Statistik Curah Hujan ... 47

Tabel 2.9. Perhitungan Hujan Rancangan dengan Distribusi Log Pearson III ... 48

Tabel 2.10. Kala Ulang dan Hujan Rancangan ... 48

Tabel 2.11. Uji Smirnov-Kolmogorov ... 48

Tabel 2.12. Uji Chi Square ... 49

Tabel 2.13. Penentuan Batas Kelas Uji Chi-Square ... 49

Tabel 2.14. Curah Hujan Jam – Jaman ... 50

Tabel 2.15. Ordinat Hidrograf Nakayasu ... 51

Tabel 2.16. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 2 Tahun Metode Nakayasu ... 52

Tabel 2.17. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 5 Tahun Metode Nakayasu ... 53

Tabel 2.18. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 10 Tahun Metode Nakayasu ... 54

Tabel 2.19. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 25 Tahun Metode Nakayasu ... 55

Tabel 2.20. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 50 Tahun Metode Nakayasu ... 56

Tabel 2.21. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 100 Tahun Metode Nakayasu ... 57

Tabel 2.22. Rekapitulasi Banjir Rancangan Metode Nakayasu ... 58

Tabel 2.23. Ordinat Hidrograf Snyder ... 59

Tabel 2.24. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 2 Tahun Metode Snyder ... 61

Tabel 2.25. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 5 Tahun Metode Snyder ... 62

Tabel 2.26. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 10 Tahun Metode Snyder ... 63

(3)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | iii

Tabel 2.27. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 25 Tahun Metode Snyder ... 64

Tabel 2.28. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 50 Tahun Metode Snyder ... 65

Tabel 2.29. Nilai Banjir Rancangan Kala Ulang 100 Tahun Metode Snyder ... 66

Tabel 2.30. Rekapitulasi Banjir Rancangan Metode Snyder ... 67

Tabel 2.31. Perbandingan Debit Puncak Metode Snyder dan Nakayasu ... 68

Tabel 2.32. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi ... 69

Tabel 2.33. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Trenggalek ... 70

Tabel 2.34. Proyeksi Penduduk Kecamatan Karangan ... 70

Tabel 2.35. Perhitungan Daya Bangkitan PLTMH ... 71

Tabel 2.36. Perhitungan Kapasitas Tampungan Bendungan (Simulasi dengan Keberhasilan 100%) ... 73

Tabel 2.37. Perhitungan Lengkung Kapasitas Waduk ... 75

Tabel 2.38. Debit Outflow Pelimpah dengan Hd tertentu ... 77

Tabel 2.39. Hubungan Fungsi Tinggi (H), Tampungan (S) dan Debit (Q) ... 77

Tabel 2.40. Perhitungan Penelusuran Banjir di atas Pelimpah dengan Q100TH ... 78

Tabel 2.41. Koordinat Lengkung Harold Pelimpah Bendungan ... 80

Tabel 2.42. Rencana Biaya Pembuatan IPAL Komunal ... 87

Tabel 2.43. Identifikasi Potensi Dampak Pada Konsep Usulan Perencanaan Ngrowo Sae ... 97

Tabel 2.44. Rancangan Biaya Pekerjaan dan Pelaksanaan ... 98

Tabel 2.45. Rancangan Manfaat yang Dapat Diperoleh Per Tahun ... 99

Tabel. 3.1. Kategori Kedatangan Penduduk ... 104

Tabel 4.1. Konsepsi Usulan Sesuai SDGs ... 120

(4)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Letak Sub DAS Ngrowo-Ngasinan pada Peta Sub DAS SWP Brantas ... 6

Gambar 2.2 Batas Administrasi Sub DAS Ngrowo-Ngasinan ... 9

Gambar 2.3 Skema Pengaliran Ngrowo-Ngasinan ... 10

Gambar 2.4 Konspesi Usulan Perencanaan Ngrowo Sae... 11

Gambar 2.5. Skema Hidrograf Banjir Rancangan Metode Snyder ... 19

Gambar 2.6. Routing Waduk Melalui Pelimpah ... 22

Gambar 2.7. Ilustrasi Tinggi Bendungan ... 24

Gambar 2.8. Ilustrasi Tinggi Jagaan Bendungan ... 24

Gambar 2.9. Skema PLTMH ... 32

Gambar 2.10. Grafik Pemilihan Tipe Turbin oleh Tanaka Suiryoku ... 33

Gambar 2.11. Elektrokoagulasi dengan sistem batch ... 34

Gambar 2.12. Elektokoagulasi dengan sistem flow ... 34

Gambar 2.13. Prinsip kerja membran reverse osmosis (RO) ... 36

Gambar 2.14. Ilustrasi membrane dan proses difusi pada proses reverse osmosis ... 38

Gambar 2.15. Skema Anaerobic Baffled Reactor (ABR) ... 39

Gambar 2.16. Diagram Alir Meodologi Desain Konsep Usulan Ngrowo Sae ... 40

Gambar 2.17. Constructed Wetland dengan Memanfaatkan Eceng Gondok ... 43

Gambar 2.18. Proses Nitrifikasi pada Lahan Basah (Wetland) ... 44

Gambar 2.19. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu ... 59

Gambar 2.20. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Snyder ... 68

Gambar 2.21. Turbin tipe Crossflow ... 72

Gambar 2.22. Lengkung Kapasitas Bendungan76 Gambar 2.23. Hidrograf Inflow – Outflow Banjir Q100th ... 79

Gambar 2.24. Skema Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Biogas ... 85

Gambar 2.25. Ilustrasi Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Bahan Kompos Enceng Gondok oleh Peserta Pelatihan Di Desa Cimerang, Padalarang ... 85

(5)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | v Gambar 2.26. Rencana letak IPAL Komunal: Cengkong, Tamanan, Kec. Trenggalek,

Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur ... 86

Gambar 2.27. Rencana Lokasi IPAL Komunal ... 86

Gambar 2.28. Rencana wilayah yang dapat dijadikan rencana SPAL pada IPAL Komunal ... 87

Gambar 2.29. Denah Anaerobic Baffled Reactor (Skala 1:40) ... 91

Gambar 2.30. Potongan A-A (Skala 1:40) ... 92

Gambar 2.31. Potongan B-B (Skala 1:40) ... 92

Gambar 2.32. Pembuatan Cross Section Pada Ruas Sungai Rencana ... 94

Gambar 2.33. Hasil Running Debit Banjir Pada Ruas Sungai Hilir Sebelum Normalisasi ... 94

Gambar 2.34. Kondisi Air Pada Potongan Melintang Sungai Sebelum Normalisasi .... 95

Gambar 2.35. Hasil Running Debit Banjir Pada Ruas Sungai Hilir Setelah Normalisasi ... 96

Gambar 2.36. Kondisi Air Pada Potongan Melintang Sungai Setelah Normalisasi ... 96

Gambar 3.1. Wilayah Banjir Kabupaten Trenggalek ... 105

Gambar 3.2. Wilayah Rawan Banjir Kabupaten Tulungagung ... 105

Gambar 3.3. Wilayah Rawan Tanah Longsor Kabupaten Trenggalek ... 106

Gambar 3.4. Wilayah Rawan Tanah Longsor Kabupaten Tulungagung ... 107

Gambar 3.5. Wilayah Rawan Kekeringan Kabupaten Trenggalek ... 108

Gambar 3.6. Wilayah Rawan Kekeringan Kabupaten Tulungagung ... 108

Gambar 3.7. Ilustrasi Penggambaran Hasil Tabungan Sampah Berupa Sembako ... 110

Gambar 3.8. Alur Transaksi BANK-SAKO ... 111

Gambar 3.9. Denah Daerah Eko-Eduwisata Ngrowo Sae ... 112

Gambar 3.10. Bagan Alur Eko-Eduwisata Ngrowo Sae ... 112

Gambar 3.11. Eko-Eduwisata Ngrowo Sae ... 113

Gambar 3.12. Tampak Depan Rumah Instalasi Air Bersih ... 113

Gambar 3.13. Tampak Atas Rumah Instalasi Air Bersih ... ... 114

(6)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | vi Gambar 3.14. Tampak Depan Foodcourt ...

... 114

Gambar 3.15. Bagian Dari Bendungan ... 115

Gambar 3.16. Kolam Penenang, Power House dan Rumah Pompa ... 115

Gambar 3.17. Teras Bangku ... 117

Gambar 3.18. Pemasangan Slopegrid yang Dibantu Besi Sebagai Pemancangnya ... 117

Gambar 3.19. Ilustrasi Pemasangan Slopegrid ... 117

Gambar 3.20 Sedimen Trap Guna Mengurangi Erosi Dari Lahan Pertanian ... 118

Gambar 3.21. Pelaksanaan Untuk Penancapan Bambu Ke Bagian Lereng Yang Rawan Longsor ... 118

Gambar 4.1. Tujuan SDGs ... 119

(7)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR ISI vii

BAB I PENDAHULUAN 10

1.1. Umum ... 10

1.2. Latar Belakang ... 10

1.3. Rumusan Masalah ... 12

1.4. Batasan Perencanaan ... 12

1.5. Tujuan Perencanaan ... 12

1.6. Manfaat Perencanaan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI 13 2.1. Komponen Perencanaan Hidrologi ... 13

2.1.1. Curah Hujan 13 2.1.2. Banjir Rancangan 23 2.2. Komponen Perencanaan Topografi... 27

2.3. Komponen Analisa Geologi ... 30

2.3.1. Investigasi Geologi 30 2.3.2. Teknis Desain Pondasi 37 2.3.3. Konsep Perencanaan Kestabilan Terhadap Kondisi Gempa 42 2.4. Komponen Perencanaan Tubuh Bendungan ... 45

2.4.1. Pemilihan Tipe Bendungan 46 2.4.2. Pemilihan Bahan Timbunan Bendungan Urugan 48 2.4.3. Komponen Tubuh Bendungan 51 2.4.4. Perencanaan Stabilitas Rembesan 54 2.5. Bangunan Pelimpah ... 56

2.5.1. Penelusuran Bajir Melalui Pelimpah 57

2.5.2. Analisa Debit Melalui Pelimpah 60

2.5.3. Pintu Radial 65

2.5.4. Saluran Transisi (Transition Channel) 68

(8)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | viii

2.5.5. Saluran Peluncur (Chute Way) 70

2.5.6. Perencanaan Kolam Olak (Peredam Energi) 72

2.5.7. Stabilitas Struktur Pelimpah 73

2.6. Struktur Pengelak/Pengalih Aliran (Diversion Tunnel) ... 75

2.6.1. Karakteristik Aliran 75

2.6.2. Terowongan (Tunnels) 82

2.6.3. Conduits 83

2.6.4. Bendungan Pengelak (Cofferdam) 84

2.7. Bangunan Pengambilan (Intake) Pembangkit Listrik ... 85

2.7.1. Pembangkit Listrik Tenaga Air 86

2.7.2. Saluran Pipa Tekan 88

2.7.3. Generator 89

2.8. Panel Surya (Solar Cell) ... 90

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 93

3. 1. Deskripsi Lokasi Studi ... 93 3. 2. Konsep Perencanaan ... 94 3.2.1. Perencanaan Model Long Storage-Detention Dam 94 3.2.2. Pelimpah Overflow dengan Operasi Pintu Radial Otomatis 95 3.2.3. Tubuh Bendungan Jenis Urugan Bersekat dengan Pelat Muka Beton

(Concrete-Facing Dam) 95

3.2.4. Konsep ECENCIAL-DEV (Economy, Environment, and Social

Development) 96

3. 3. Metodologi Desain ... 97

BAB IV ANALISA PERENCANAAN 98

4.1. Perencanaan Lokasi Bendungan ... 98 4.2. Analisa Hidrologi ... 104

4.2.1. Uji Homogenitas Data Hujan 105

4.2.2. Uji Outliners (Data Ambang Batas) 112

4.2.3. Curah Hujan Rencana dan Analisa Frekuensi 115

4.2.4. Uji Kesesuaian Distribusi 119

4.2.5. Curah Hujan Boleh Jadi Maksimum / Probable Maximum

Precipitation (PMP) 121

4.2.6. Distribusi Hujan 124

(9)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | ix

4.2.7. Banjir Rancangan 126

4.X. Penentuan Elevasi Muka Air Normal ... 150 4.X. Saluran dan Bendungan Pengelak ... 155

4.X.1 Saluran Pengelak (Diversion Channel) 155

4.X.2. Bendungan Pengelak (Cofferdam) 163

4.X. Komponen Tubuh Bendungan ... 165

4.X.1. Dimensi Bendungan Utama 170

4.X.2. Material Tubuh Bendungan 174

4.X.3. Analisa Stabilitas Lereng Bendungan 180

4.X.4. Analisa Keamanan Terhadap Rembesan 184

4.X. Perencanaan Pelimpah ... 184

4.X.1. Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah 184

4.X.2. Stabilitas Konstruksi Pelimpah 197

4.X Perencanaan Bangunan Penyadap (Intake) ... 214

4.X.1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 218

4.X.2 225

4.X. Rencana Operasi Dan Pemeliharaan Bendungan Mangunharjo ... 227

4.X.1. Rencana Pengoperasian 228

4.X.2. Monitoring Bendungan 230

4.X.3. Rencana Pemeliharaan 233

4.X. Analisa Rancangan Anggaran Biaya (RAB)... 242 4.X. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ... 242

BAB V PENUTUP 243

5.1. Kesimpulan ... 247 5.2. Saran ... 247

DAFTAR PUSTAKA 248

LAMPIRAN 250

(10)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum

Indonesia mengalami kenaikan jumlah penduduk terutama di daerah perkotaan pada setiap tahunnya. Berdasarkan data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2017 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Kenaikan jumlah penduduk yang diiringi dengan laju urbanisasi semakin menambah kepadatan penduduk di daerah perkotaan. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan akan sumber daya air dan lahan permukiman di daerah perkotaan.

Peningkatan kebutuhan akan sumber daya air dan lahan permukiman di daerah perkotaan memicu terjadinya perubahan tata guna lahan. Lahan-lahan yang semula merupakan lahan terbuka untuk resapan air kini telah bertransformasi menjadi lahan permukiman penduduk. Beralihnya fungsi lahan tersebut mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air untuk infiltrasi, sehingga ketika hujan tiba sebagian besar air hujan langsung melimpas ke sungai. Ketika kapasitas sungai yang ada tidak dapat menampung kelebihan air yang masuk, maka air akan meluap dan mengakibatkan limpasan permukaan sehingga timbul lah bencana banjir. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2019, sejak Januari hingga Februari di Indoensia telah terjadi sebanyak 88 kejadian banjir yang merugikan sebanyak 90.274 orang dan kerusakan rumah sebanyak 952 unit.

Sebagai tindakan preventif untuk mencegah kerugian tersebut, salah satu solusinya adalah dengan membangun bendungan di perkotaan. Bendungan adalah bangunan yang berupa tanah, batu, beton, atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat juga dibangun untuk menampung limbah tambang atau lumpur (Kementerian PUPR). Dengan dibangunnya bendungan- bendungan di bagian hulu sungai maka kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi (Sarono.W, Eko dan Asmoro, Widhi, 2007).

1.2. Latar Belakang

Kota X merupakan ibukota Provinsi Y yang memiliki luas wilayah mencapai 37.366,838 ha atau 373,7 km2 (BAPPEDA, 2015). Perkembangan pendududuk di

(11)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 11

Kota X cukup pesat. Salah satu wilayah Kota X yang mengalami perkembangan penduduk yang pesat adalah Kecamatan D. Pada daerah aliran sungai bagian hulu di wilayah D, dahulu merupakan daerah terbuka untuk resapan air yang telah berubah fungsi menjadi daerah kampus dan pemukiman. Sebelum adanya Universitas D ini, kawasan D merupakan daerah pertanian dan perkebunan.

Beralihnya fungsi lahan seperti berkembangnya kost-kost-an pada wilayah D mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air untuk infiltrasi, sehingga ketika hujan tiba sebagian besar air hujan langsung melimpas ke sungai. Ketika kapasitas sungai yang ada tidak dapat menampung kelebihan air yang masuk, maka air akan meluap dan mengakibatkan limpasan permukaan dari wilayah D ke wilayah- wilayah di bawahnya dan terjadilah bencana banjir. Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang (kali) atau terhambatnya aliran air didalam saluran pembuang (Suripin, 2004). Melihat permasalahan banjir di Kota X tersebut, maka pembangunan bendungan di perkotaan dapat menjadi salah satu solusi.

Dengan kondisi geologis Indonesia yang sebagian besar berupa daerah rawan gempa karena merupakan pertemuan lempeng-lempeng besar dunia serta dilalui ring of fire, maka bendungan urugan merupakan jenis bendungan yang cocok untuk dibangun di Indonesia. Pembangunan bendungan urugan dapat dilaksanakan pada hampir semua kondisi geologi dan geografi yang dijumpai (Suyono, 1977: 14).

Di sisi lain, pembangunan bendungan urugan di Kota X memiliki berbagai kendala sebagai berikut:

1. Tubuh bendungan urugan membutuhkan dimensi yang cenderung lebih luas, sedangkan lahan di Kota X sangat terbatas dan sedikit kemungkinan untuk dilakukan pembebasan lahan.

2. Kondisi tanah timbunan (quarry) yang tersedia berkualitas jelek.

Berdasarkan berbagai permasalahan banjir di Kota X tersebut, maka Penyusun mencoba memberikan solusi inovatif berupa usulan konsep perencanaan pembangunan bendungan tipe urugan berbasis ECENCIAL-DEV (Economy, Environment, and Social Development). Dengan konsep tersebut, bendungan diharapkan dapat memberikan manfaat serta pengembangan pada aspek ekonomi,

(12)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 12

lingkungan, dan sosial sehingga dapat terwujud konsep pemeliharaan dan perbaikan DAS terpadu yang bersinergi antara masyarakat dan pemerintah.

Penyusun berharap inovasi usulan konsep perencanaan pembangunan bendungan ini dapat menjadi solusi atas permasalahan banjir tidak hanya bagi Kota X, namun juga bagi berbagai kota di Indonesia bahkan dunia.

1.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana inovasi perencanaan pembangunan bendungan urugan pengendali banjir pada lahan terbatas dengan kondisi quarry yang jelek di Kota X secara teknis?

2.

Bagaimana inovasi perencanaan pembangunan bendungan secara non-teknis dengan konsep pembangunan berbasis ECENCIAL-DEV (Economy, Environment, and Social Development)?

1.4. Batasan Perencanaan

1.

Perencanaan teknis bendungan berfokus untuk mengatasi permasalahan banjir di Kota X dengan tidak membahas permasalahan erosi dan sedimentasi.

2. Konsep ECENCIAL-DEV (Economy, Environment, and Social Development) hanya dijelaskan sebatas konsep dan tidak dilakukan perhitungan analisis.

1.5. Tujuan Perencanaan

1. Merencanakan inovasi pembangunan bendungan urugan pengendali banjir pada lahan terbatas perkotaan dengan kondisi quarry yang jelek di Kota X secara teknis.

2. Merencanakan inovasi pembangunan bendungan secara non-teknis dengan konsep pembangunan berbasis ECENCIAL-DEV (Economy, Environment, and Social Development).

1.6. Manfaat Perencanaan

1. Diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan banjir tidak hanya bagi Kota X, namun juga bagi berbagai kota di Indonesia bahkan dunia 2. Diharapkan dapat memberikan inovasi pada konsep pemeliharaan dan

perbaikan DAS terpadu yang bersinergi antara masyarakat dan pemerintah.

(13)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 13

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komponen Perencanaan Hidrologi

Dalam melakukan perancangan suatu bangunan air, analisa hidrologi seperti hujan rencana dan debit banjir rencana penting untuk mengetahui dimensi bangunan tersebut berkaitan dengan kemampuan mendistribusikan, mengalirkan, menampung, mengatur dan memanfaatkan komponen air tersebut.

2.1.1. Curah Hujan

Hujan rencana adalah hujan dengan periode ulang tertentu (T) yang diperkirakan akan terjadi di suatu daerah pengaliran. Periode ulang adalah waktu hipotetik di mana suatu kejadian dengan nilai tertentu, hujan rencana misalnya, akan disamai atau dilampaui 1 kali dalam jangka waktu hipotetik tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap periode ulang tersebut. Hujan rencana digunakan untuk mengestimasi hujan yang mungkin terjadi di masa mendatang dengan probabilitas kejadian tertentu.

Data hujan yang akan dianalisis adalah data hujan harian. Data hujan harian yang ada kemudian diolah sehingga terpilih satu data hujan harian maksimum pada tiap tahunnya, untuk selanjutnya dilakukan analisis frekuensi data hujan harian maksimum. Hasil analisis frekuensi data hujan harian maksimum digunakan untuk memperkirakan debit banjir, dengan kala ulang tertentu.

1. Uji Homogenitas Data

Uji konsistensi data dilakukan dengan metode RAPS dan Double Mass Curve. Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), digunakan untuk menguji ketidak konsistenan antar data dalam stasiun itu sendiri dengan mendeteksi pergeseran nilai rata-rata (mean).

Dalam penelitian ini, pengujian kepanggahan dilakukan dengan RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) Buishand, 1982, (dalam Sri Harto, 1993). Bila 𝑄𝑛 yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

(14)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 14

𝑆𝑘 ∗∗ = 𝑆𝑘∗

𝐷𝑦, dengan k = 0, 1, 2, ..., n ...(2.2) 𝐷𝑦2 = ∑ (𝑦𝑖−𝑦̅)

𝑛

𝑛𝑖=1 ...(2.3) dengan:

yi = data hujan ke-i, Sk** = hasil nilai uji RAPS, 𝑦 = data hujan rerata-i, Dy = standar deviasi, N = jumlah data.

Nilai statistik :

𝑄 = |𝑆𝑘∗∗|, 0 ≤ k ≤ n

Atau 𝑅 = 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑆𝑘∗∗ − min𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑆𝑘∗∗, 0 ≤ k ≤ n Nilai kritik Q dan R ditunjukkan dalam Tabel XX

Tabel XX Nilai Q/n dan R/ 𝑛

N

Q/n0.5 R/n0.5

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38 20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60 30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70 40 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78 100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00 Sumber : Sri Harto, 1993 : 168

Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan disekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya, penakar hujan terlindungoleh pohon, terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan penak aran dan pencatatan, pemindahan letak penakar dan sebagainya, memungkinkan te rjadi penyimpangan terhadap trend semula. Hal ini dapat diselidiki dengan menggunakan lengkung massa ganda. Kalau tidak ada perubahan terhadap lingkungan maka akan diperoleh garisABC berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah garis, maka data hujan tersebutadalah konsisten. Tetapi apabila pada tahun tertentu terjadi perubahan lingkungan, didapat garis patah ABC’.

Penyimpangan tiba-tiba dari garis semula menunjukkanadanya perubahan tersebut, yang bukan disebabkan oleh perubahan iklim atau keadaan hidrologis

(15)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 15

yang dapat menyebabkan adanya perubahan trend. Sehingga data hujan tersebut dapat dikatakan tidak konsisten dan harus dilakukan koreksi.

Apabila data hujan tersebut tidak konsisten, maka dapat dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus:

2. Uji Outliners (Data Ambang Batas)

Outlier adalah data dengan nilai jauh berada di antara data-data yang lain. Keberadaan outlier biasanya mengganggu pemilihan jenis distribusi frekuensi untuk suatu sampel data. Persamaan yang digunakan untuk uji outlier adalah sebagai berikut:

dengan:

XL = batas ambang bawah XH = batas ambang atas X = nilai rata-rata

S = simpangan baku dari logaritma sampel data Kn = besaran yang tergantung jumlah sampel data 3. Curah Hujan Rencana dan Analisa Frekuensi

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu (Soewarno, 1995). Maka harus dilakukan analisis frekuensi dengan menggunakan sebaran kemungkinan teori probability

(16)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 16

distribution Gumbel tipe I, sebaran Log Pearson tipe III, sebaran Normal dan sebaran Log Normal. Lalu dipilih salah satu distribusi dengan standar deviasi yang terkecil. Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut:

1. Parameter statistik 2. Pemilihan jenis sebaran 3. Uji kecocokan sebaran 4. Perhitungan hujan rencana

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui dan tanpa mempedulikan adanya pengulangan secara teratur setiap kala ulang terjadi. Untuk pengolahan data ini dikenal beberapa parameter yang meliputi:

 Nilai rata-rata

𝑥̅ =∑ 𝑥 𝑛

 Deviasi standar

S = √∑(x − x̅)2 n − 1

 Koefisisen variasi

Cv =S x

 Koefisien kemencengan

Cs = ∑(x − x̅)3 ∙ n (n − 1)(n − 2)S3

 Koefisien kurtosis

Ck = ∑(x − x̅)4∙ n2 (n − 1)(n − 2)(n − 3)S4 Keterangan:

x : data dari sampel x̅ : nilai rata-rata hitung n : jumlah pengamatan

Sifat-sifat khas parameter statistik dari masing-masing distribusi teoritis dapat dilihat pada tabel berikut.

(17)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 17

Tabel XX Parameter Faktor Distribusi No. Jenis Distribusi Syarat

1 Distribusi Normal -0.05 < Cs < 0.05 2.7 < Ck < 3.3 2 Distribusi Log-Normal Cs = 3.Cv

Cs selalu Positif 3 Distribusi Gumbel Cs > 1.1395

Ck > 5.4

4 Distribusi Log-Pearson III Tidak ada batasan Tidak ada batasan

Perhitungan hujan rencana menggunakan analisis frekuensi data hujan.

Analisis frekuensi data hujan terdiri dari dua cara, yaitu annual maximum series dan partial maximum series. Untuk annual maximum series idealnya tersedia panjang data hujan minimal 20 tahun. Analisis frekuensi hujan digunakan untuk menentukan periode ulang hujan rencana yang tertentu, yaitu menunjukkan kemungkinan besarnya curah hujan akan tersamai atau terlampaui selama periode waktu tertentu Beberapa sebaran yang akan digunakan dalam melakukan analisis frekuensi antara lain adalah:

a) Distribusi Log Pearson III

Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hidrology Commite of the Water Resources Council, USA, menganjurkan, pertama kali mentransformasi data ke nilai – nilai logaritmanya, kemudian menghitung parameter- parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini disebut Log Pearson III.

Garis besar cara tersebut adalah sebagai berikut :

1) Ubah data banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ….Xn menjadi log X1, log X2, log X3, … log Xn

2) Hitung nilai Standar deviasinya dengan rumus berikut ini:

Sd =

) 1 (

) log (log

1

2

n

x x

n

i

3) Hitung koefisien kemencengannya dengan rumus:

(18)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 18

3 3

).

2 ).(

1 (

) log (log .

Sd n

n

x x Cs n

4) Hitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus:

Log X = Log

XK . Sd

5) Cari antilog dari log Q untuk mendapatkan debit banjir rancangan; Q = 10log X

b) Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan teori nilai ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret nilai – nilai ekstrim X1, X2, X3, …. Xn, dengan sample – sample yang sama besar, dan X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka probabilitas kumulatifnya P, pada sembarang nilai diantara n buah nilai Xn akan lebih kecil dari nilai X tertentu

(dengan waktu balik Tr) mendekati

) (

)

(X e eaX b P .

Waktu balik merupakan nilai rata – rata banyaknya tahun karena Xn merupakan data debit maksimum dalam tahun, dengan suatu variate disamai atau dilampaui oleh suatu nilai sebanyak satu kali. Jika interval antara 2 buah pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan sebagai berikut :

) ( 1 ) 1

(X P X

Tr  

Dengan, Tr(X) = kala ulang atau waktu balik dan P(X) = Probabilitas kejadian Rumus di atas di ubah menjadi:



 

 

 ( )

1 ) ln (

ln Tr X

X Yt Tr

Faktor frekuensi K untuk distribusi Gumbel ditulis dengan rumus berikut:

Sn Yn K Yt

Dengan:

(19)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 19

Yt = reduced variate atau fungsi dari probabilitas

Yn = reduced mean atau rerata Yt yang tergantung dari besarnya sample n Sn = reduced standar deviation atau koreksi simpangan baku yang

tergantung pada besarnya sample n

Rumus yang digunakan dalam metode distribusi Gumbel adalah sebagai berikut: 𝑥 = 𝑥̅ + 𝐾𝜎 dan

σ= √

𝑛𝑖=1|𝑥𝑖−𝑥̅|2

n-1

Dengan:

x = nilai ekstrem 𝑥̅ = nilai rata rata

K = faktor frekuensi distribusi Gumbel σ = simpangan baku

n = banyaknya data xi = data ke-n

4. Uji Kesesuaian Distribusi

Uji sebaran dilakukan dengan uji kecocokan distribusi yang dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat menggambarkan atau mewakili dari sebaran statistik sampel data yang dianalisis tersebut (Soemarto, 1999). Ada dua jenis uji kecocokan (goodness of fit test) yaitu uji kecocokan Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara mengambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus, atau dengan membandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya (Soewarno, 1995).

a) Uji Chi Square

Uji Chi Square digunakan untuk uji kesesuaian distribusi secara vertikal dari data. Uji ini didasarkan pada perbedaan nilai ordinat teoritis atau frekuensi harapan dengan ordinat empiris. yang dinyatakan dengan rumus :

Ej

Ej X Oj

2

2 ( )

(20)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 20

dengan:

X2 = harga Chi – Square Ej = Frekuensi teoritis kelas j Oj = Frekuensi pengamatan kelas j

Jumlah kelas distribusi dan batas kelas dihitung menggunakan rumus : 𝐾 = 1 + 3,322 log 𝑛

dengan:

K = jumlah kelas distribusi dan n = banyaknya data

Distribusi frekuensi diterima jika nilai Xhitung < Xtabel, dan distribusi dianggap sesuai bila x2hit < x2kritis

b) Uji Sminorv-Kolmogorov

Uji Smirnov – Kolmogorov digunakan untuk menguji kesesuaian dari distribusi secara horisontal dari data. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas tiap data antara sebaran empiris dan sebaran teoritis.

Distribusi dianggap sesuai bila:

Dengan:

Dmax = simpangan maksimum dari data

Dkritis = simpangan yang diperoleh dari tabel dengan keyakinan () tertentu.

Rumus yang digunakan:

Pe = 1 m

n

G =

SD

Rrerata -

rancangan

X

Tr = -e-Yt

e - 1

1

𝑃𝑟 = 1 𝑇𝑟 𝑃𝑡 = 1 − 𝑃𝑟 𝐷 = |𝑃𝑒 − 𝑃𝑡| 5. Distribusi Hujan

Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang

Dmax < Dkritis

(21)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 21

paling berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman yang mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama.

Distribusi tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu.

Selanjutnya prosentase hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan. Pemilihan durasi hujan kritis (critical storm duration), pada prinsipnya tergantung pada luas DPS dan pengaruh-pengaruh lain seperti luas genangan waduk dan konfigurasi bangunan pelimpah, sehingga untuk setiap bendungan walaupun memiliki luas DPS yang sama belum pasti durasi hujan kritisnya sama. Pemilihan durasi hujan dengan pola distribusinya sangat berpengaruh pada hasil banjir desain yang diperhitungkan. Curah hujan yang sama yang terdistribusi dengan dengan curah hujan yang panjang akan menghasilkan puncak banjir yang lebih rendah dibanding dengan yang terdistribusi dengan durasi yang pendek.

Bila data hidrograf banjir dari pos duga air otomatis dan data distribusi hujan jam-jaman dari stasiun hujan otomatis tidak tersedia, pola distribusi hujan dapat ditetapkan dengan mengacu pada tabel di bawah ini:

Tabel XX Intensitas Hujan Dalam % yang Disarankan PSA 007

Kala Ulang Durasi Hujan

Tahun 1/2 jam 3/4 jam 1 jam 2 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

5 32 41 48 59 66 78 88 100

10 30 38 45 57 64 76 88 100

25 28 36 43 55 63 75 88 100

50 27 35 42 53 61 73 88 100

100 26 34 41 52 60 72 88 100

1000 25 32 39 49 57 69 88 100

CMB 20 27 34 45 52 64 88 100

Sumber: Panduan Perencanaan Bendungan Urugan Volume II (Analisis Hidrologi), 1999

(22)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 22

Gambar XX Persentase CMB Terhadap Hujan 24 Jam

Pemilihan durasi hujan yang menimbulkan banjir sangat berperan penting untuk menetapkan debit banjir rencana. Sebaiknya pola durasi hujan diambil dari hasil pengamatan pada daerah yang akan ditentukan debit banjirnya.

Kemudian analisa dilanjutkan dengan perhitungan hujan efektif. Hujan efektif adalah besarnya hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off) yang terdiri dari limpasan permukaan (subdirect run-off) dan limpasan bawah (sub surface run-off)

Reff = C × Rt Keterangan:

Reff : hujan efektif (mm) C : koefisien pengaliran Rt : curah hujan rencana (mm)

Besarnya koefisien pengaliran ditentukan pada table XX Tabel XX Koefisien Pengaliran

Kondisi DAS Angka Pengaliran, C Daerah pegunungan curam 0,75 – 0,90 Daerah pegunungan tersier 0,70 – 0,80 Tanah bergelombang dan hutan 0,50 – 0,75 Tanah dataran yang ditanami 0,45 – 0,60 Persawahan yang diairi 0,70 – 0,80 Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85 Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75 Sumber: Suyono. (2003), Hidrologi untuk Pengairan

(23)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 23

6. Curah Hujan Boleh Jadi Maksimum / Probable Maximum Precipitation (PMP)

Curah hujan rancangan yang akan digunakan ditentukan berdasarkan hujan maksimum boleh jadi (PMP) dihitung dengan menggunakan metode Hersfield (Guide Line for Design Floods, Bina Program Guide Line No: 5).

Hujan lebat lebih sering terjadi pada durasi yang pendek dan area terbatas dalam suatu daerah pengaliran sungai. Sehingga rerata curah hujan di area tersebut lebih kecil daripada curah hujan (titik) pada pos stasiun penakar pada pusat hujan.

Berdasarkan PSA - 007 (Pedoman Studi Pengairan), Guideline for Dam Flood Safety, hujan rancangan tersebut diperhitungkan terhadap faktor reduksi area dan faktor reduksi hujan dimana dapat dirumuskan sebagai berikut:

R rancangan = Rmax * ARF * faktor reduksi hujan Dengan:

R rancangan = hujan yang digunakan dalam perhitungan banjir rancangan R max = hujan maksimum

ARF = faktor reduksi area tergantung dari luas DAS Faktor reduksi Hujan = tergantung dari durasi hujan

2.1.2. Banjir Rancangan

1. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu

Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya, seperti :

a) Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf (time of peak)

b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag) c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)

d) Luas daerah aliran sungai

e) Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)

Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Ia membuat rumusan hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya tersebut, yaitu sebagai berikut:

(24)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 24

) 3

, 0 ( 6 , 3

.

3 ,

T0

Tp Ro Qp A

  dengan :

Qp = debit puncak banjir (m3/dt) Ro = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30%

dari debit puncak (jam)

A = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut : Tp = tg + 0,8 tr

T0,3 = α tg

Tr = 0,5 tg sampai tg

tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :

 sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg =0,4 + 0,058 L

 sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7 Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:

α = 2 pada daerah pengaliran biasa

α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

 Pada waku naik : 0 < t < Tp

Qa = (t/Tp)2,4, dimana Qa adalah limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/dt)

 Pada kurva turun (decreasing limb)

a. selang nilai : 0 ≤ t ≤ (Tp + T0,3), maka Qd1 =

3 ,

3 0

, 0

. T

Tp t

Qp

b. selang nilai : (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) maka Qd2 =

3 , 0

3 , 0

5 , 1

5 , 0

3 , 0

. T

T Tp t

Qp

c. selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3), maka Qd3 =

3 , 0

3 , 0

2 5 , 1

3 , 0

. T

T Tp t

Qp

(25)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 25

Hidrograf satuan sintetik Nakayasu ini banyak dipakai dalam perencanaan bendungan dan perbaikan sungai di proyek Brantas (Jawa Timur), antara lain untuk menetukan debit perencanaan Bendungan Lahor, Wlingi, Widas, Kesamben, Sengguruh, Wonorejo, dan perbaikan Sungai Brantas bagian tengah.

2. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Gama 1

HSS ini dikembangkan oleh Sri Harto yang diturunkan berdasarkan teori hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan oleh Sherman. HSS Gamma I merupakan rumus empiris berdasarkan beberapa parameter-parameter DAS. Parameter tersebut adalah:

1. faktor sumber (SF), yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai –sungai tingkat satu (orde 1) dengan jumlah panjang sungai – sungai di semua tingkat.

2. frekuensi sumber (SN), yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai-sungai tingkat satu (orde 1) dengan jumlah pangsa sungai-sungai di semua tingkat.

3. Faktor lebar (WF), yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur di titik sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun Hidrometri.

4. Luas DAS sebelah hulu (RUA) yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun Hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.

5. Faktor simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS sebelah hulu (RUA)

6. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan sungai dalam DAS tersebut. Jumlah ini tidak lain adalah jumlah pangsa sungai tingkat satu dikurangi satu.

7. Kerapatan jaringan kuras (D), yaitu jumlah panjang sungai sama tingkat tiap satuan luas DAS.

Selanjutnya hidrograf satuan dijabarkan dengan empat variabel pokok, yaitu waktu naik (Tr), debit puncak (Qp), waktu dasar (Tb) dan koefisien tampungan (k) persamaan tersebut:

 Tr = 0.43 ( SF L

.

100 )3 + 1.0665 SIM + 1.2775

 Tb = 27.4132 Tr0.1457 S-0.0986 SN0.7344 RUA0.2574

 Qp = 0.1836 A0.5886 Tr-0.4008 JN0.2381

 k/C = 0.5617 A0.1798 S-0.1446 SF-1.0897 D0.0452

(26)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 26

 Qt = Qp . e-(t/k)

3. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Limantara

Hidrograf Satuan Sintesis (HSS) Limantara, yang aslanya dari Indonesia, ditemukan oleh Lily Montarcih Limantara, tahun 2006. Lokasi penelitian di sebagian Indonesia dianggap mewakili: Jawa (6 DAS, 67 Sub DAS), Bali (2 DAS, 13 Sub DAS), Lombok (1 DAS, 5 Sub DAS) dan Kalimantan Timur (1 DAS, 9 Sub DAS).

Parameter-parameter yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1 Jumlah pangsa sungai tingkat 1 (N1) didapat dari Peta Digital 2 Jumlah pangsa sungai semua tingkat (Nt) didapat dari Peta Digital 3 Panjang pangsa sungai tingkat 1(L1) didapat dari Peta Digital 4 Panjang pangsa sungai semua tingkat (Lt) didapat dari Peta Digital 5 Jumlah pertemuan sungai (JN) didapat dari Peta Digital

6 Luas DAS (A) didapat dari Peta Digital

7 Luas DTA hulu (AU) didapat dari Peta Digital 8 Panjang sungai utama (L) didapat dari Peta Digital

9 0.75 L didapat dari Peta Digital

10 0.25 L didapat dari Peta Digital

11 Kemiringan sungai rata-rata (S) didapat dari Peta Digital 12 B . 0.75 L (Wu) didapat dari Peta topografi 13 B . 0.25 L (Wl) didapat dari Peta topografi 14 Koefisien Kekasaran (n)

15 Panjang Sungai di Ukur dari Titik Terdekat sampai titik berat DAS (Lc)

 Debit puncak (Qp) dinyatakan dengan rumus:

𝑄𝑃 = 0,042𝐴0,451𝐿0,497𝐿0,356𝑐 𝑆0,131𝑛0,168 Dengan:

Qp = debit puncak banjir satuan (m3/dt/mm) A = luas DAS (km2)

L = panjang sungai utama (km)

Lc = panjang sungai dari outlet sampai titik terdekat dengan berat DAS (km) S = kemiringan sungai utama

(27)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 27

n = koefisien kekasaran DAS

0,042 merupakan koefisien untuk konversi satuan (m0,25/dt)

 Kurva naik (Qn) dinyatakan dengan rumus:

𝑄𝑛 = 𝑄𝑝 [𝑡 𝑇𝑝]

1,107

Dengan:

Qn = debit pada persamaan kurva naik (m0,25/dt/mm) Qp = debit puncak banjir hidrograf satuan (m3/dt/mm) t = waktu hidrograf(jam)

Tp = waktu naik hidrograf atau waktu mencapai puncak hidrograaf (jam)

 Kurva turun (Qt) dinyatakan dengan rumus:

𝑄𝑡= 𝑄𝑝100,175(𝑇𝑝−𝑡)

Dengan:

Qt = debit ada persamaan kurva turun (m0,25/dt/mm) Qp = debit puncak banjir hidrograf satuan (m3/dt/mm) t = waktu hidrograf(jam)

Tp = waktu naik hidrograf atau waktu mencapai puncak hidrograaf (jam) 0,175 sebagai koefisien untuk konversi satuan (dt-1)

 Waktu pucak banjir (Tp) dinyatakan dengan rumus:

Tp = tg + 0,8tr Dengan:

Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

Tg =waktu konsentrasi hujan (jam) Untuk L ≥ 15 km, maka tg = 0,40 + 0,058L Untuk L ≤15 km, maka tg = 0,21 L0,7 2.2. Komponen Perencanaan Topografi

Apabila peninjauan hanya didasarkan pada kondisi topografi, maka bendungan beton akan lebih menguntungkan jika sekiranya dibangun pada alur sungai yang dalam tetapi sempit, sebaliknya pada alur sungai yang dangkal tetapi lebar, bendungan urugan akan lebih murah. Akan tetapi, berhubung banyaknya faktor lain yang perlu diperhitungkan, antara lain kondisi geologi di daerah calon

(28)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 28

bendungan, tersedianya bahan dengan kwalitas yang memenuhi syarat untuk tubuh bendungan, kemampuan teknologi pelaksanaan pembangunannya; maka pada kenyataannya kadang-kadang bahkan terjadi hal yang sebaliknya.

Selain itu sering juga dijumpai bendungan dengan konstruksi kombinasi (tipe urugan dikombinasikan dengan bendungan beton). Karenanya secara pasti sukarlah untuk dapat ditetapkan langsung tipe mana yang paling cocok untuk suatu lokasi calon bendungan, sebelum diadakan penelitian-penelitian secara mendalam dan saksama terhadap semua faktor-faktor yang akan rnempengaruhi rencana pembangunan suatu bendungan. Walaupun demikian kernampuan adaptasi bendungan urugan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bendungan beton, sehingga kernungkinan terpilihnya bendungan urugan lebih besar daripada bendungan beton.

Dalam keadaan dimana mernbangun bendungan urugan pada alur yang sempit tetapi dalam, rnerupakan altematif yang terpilih, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(a) Diusahakan agar pemilihan bahan untuk tubuh bendungan sedemikian rupa sehingga potongan melintangnya paling sederhana (jenis bahan serta gradasinya diusahakan supaya tidak banyak). Hal tersebut akan rnenguntungkan, karena pelaksanaan pembangunannya lebih sederhana, mengingat sempitnya lapangan pelaksanaannya, dan terbatasnya ruang gerak untuk alat-alat berat yang digunakan untuk pengangkutan bahan tubuh bendungan.

(b) Retak-retak pada tubuh bendungan kemungkinan dapat terjadi akibat perbedaan angka konsolidasi yang besar antara bagian tubuh bendungan yang terletak di atas dasar sungai dengan bagian tubuh benctungan yang terletak di atas tebing sungai.

(c) Biasanya kebocoran-kebocoran yang paling rnudah terjadi adalah di daerah kontak antara timbunan yang kedap air (inti, tirai, dll.) dengan tebing sungai.

Karenanya dianjurkan agar penggalian untuk landasan inti tersebut pada tebing dan dasar sungai supaya dibuat berparit-parit agar kontak menjadi lebih luas dan tumpuan antara timbunan kedap air dengan alasnya (tebing dan dasar sungai) menjadi lebih sempurna. Penggalian-penggalian pada

(29)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 29

calon landasan inti kedap air supaya dilaksanakan dengan teliti dan pekerjaan penimbunannya agar dilakukan dengan cermat serta diusahakan agar digunakan bahan tanah liat dengan angka P.I. (Plasticity Index) tidak kurang dari 15.

(d) Pada keadaan topografi, dimana tebing sungainya terlalu curam, sehingga rnenyukarkan pembuatan bangunan-bangunan pelengkap untuk bendungan (seperti: bangunan pelimpah, bangunan penyadap, bangunan penggelontoran dan jaringan jalan-jalan exploitasi) dan apabila debit banjimya relatif sangat besar dibandingkan dengan lebar sungai, maka dalam hal ini bendungan beton merupakan alternatif yang paling rnemungkinkan.

(e) Pada kondisi topografi seperti yang tertera pada atas stabilitas bendungan akan lebih meningkat, karena tebing sungai dapat pula bekerja sebagai penyangga, baik untuk beban vertikal maupun beban-beban horizontal secara langsung (sehingga tubuh bendungan dapat disangga oleh alur sungai secara stereometris).

Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh bendungan termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume bendungan (Sosrodarsono, 1989).Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh bendungan termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume bendungan. Analisis keandalan bendungan sebagai sumber air menyangkut volume air yang tersedia, debit pengeluaran untuk kebutuhan air untuk air baku (PDAM), pangendalian banjir dan debit air untuk keperluan lain-lain selama waktu yang diperlukan.

Analisis keandalan bendungan diperlukan perhitungan-perhitungan diantaranya adalah perhitungan kapasitas bendungan yaitu volume tampungan air maksimum dihitung berdasarkan elevasi muka air maksimum, kedalaman air dan luas genangannya. Perkiraan kedalaman air dan luas genangan memerlukan adanya data elevasi dasar bendungan yang berupa peta topografi dasar bendungan.

Penggambaran peta topografi dasar bendungan didasarkan pada hasil pengukuran topografi. Perhitungan ini didasarkan pada data peta topografi dengan skala 1:1.000 dan beda tinggi kontur 1 m. Cari luas permukaan bendungan yang dibatasi garis kontur, kemudian dicari volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur yang berurutan

(30)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 30

dengan menggunakan rumus pendekatan volume sebagai berikut (Bangunan Utama KP-02, 1986):

𝑉𝑥 =1

3𝑍𝑥(𝐹𝑦+ 𝐹𝑥+ √𝐹𝑦. 𝐹𝑥) Dengan:

Vx = volue kontur X (m3) Z = beda tinggi kontur (m) Fy = luas pada kontur y (m2) Fx = luas pada kontur x (m2) 2.3. Komponen Analisa Geologi 2.3.1. Investigasi Geologi

Pemetaan Geologi

Pemetaan Geologi regional dilakukan pada setiap alternatif rencana pembangunan

waduk dengan berbasis data peta geologi skala 1 : 25.000 dari Direktorat Geologi. Pemetaan Geologi regional dilakukan pada setiap alternatif rencana pembangunan waduk dan harus mencakup pembahasan yang meliputi: (Bowles, J.E., 1984).

- Keadaan geomorfologi

- Penyebaran satuan-satuan batuan (litologi) yang termasuk batu maupun tanah harus jelas dibedakan, seperti batuan dasar, over burden, tingkat pelapukan, sifak fisik, tekstur, cementing dan lainnya.

- Harus diperhatikan dan diteliti seperti strukutur geologi - Strike dipdari perlapisan, sistem joint dan patahan.

- Stratigrafi yang berupa urut-urutan dari satuan batuan secara vertikal berdasarkan pembentukan sesuai dengan sejarah geologinya.

- Gejala-gejala lainnya seperti: longsoran, kegempaan, air tanah dan lain-lain.

- Peta yang dipakai untuk pekerjaan pemetaan Geologi adalah:

- Peta daerah geologi dengan skala 1 : 10.000 atau 1 : 50.000 - Peta semi detail dengan skala 1 : 25.000 atau 1 : 5.000 - Peta detail dengan skala 1 : 2.000 atau 1 : 1000

- Peta Geologi skala 1 : 25.000 dari Direktorat Geologi

(31)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 31

- Peta Banjir wilayah sekitar site bendungan - Peta-peta hasil perencanaan/konstruksi terdahulu - Gambar/peta hasil perencanaan terdahulu

Pemboran Inti

Alat yang dipergunakan adalah mesin bor putar (rotary type drilling machine) yang operasinya dilakukan secara hidrolis. Bor yang akan dipergunakan adalah bor ukuran ”NX” berdasarkan DCDMA (Diamond Core Drilling Manufactures Association) dengan: diameter teras NQ (core) 54,7 mm dan diameter lubang 75.5 mm. (Verhoef, 1985). Pemboran inti yang harus dilakukan adalah total 200 m untuk direncanakan dibagi pada beberapa tempat atau titik rencana dibangunan utama yang diperlukan. Pemboran inti harus diambil contoh tanah dan batuan yang kemudian dimasukkan dalam kotak tanah, 1 kotak tanah terdiri dari 5 meter kedalaman yang terus menerus / berurutan. Disamping itu juga dilakukan pengujian dilapangan (in Situ dalam lubang bor yaitu Pengujian standart penetration test setiap interval 2 m, kedalaman dan pengujian permeabilitas tanah dengan interval kedalaman 5 m. (Suyono Sosrodarsono,1984)

Pembuatan Sumur Uji (Tes Pit)

Pekerjaan sumur uji atau test pit adalah untuk mengetahui jenis dan tebal lapisan di bawah lapisan tanah atas dengan lebih jelas, baik untuk pondasi bangunan maupun untuk bahan timbunan pada daerah sumber galian bahan (borrow area). Dengan demikian akan dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai jenis lapisan dan tebalnya, juga volume bahan galian yang tersedia dapat dihitung. Sumur uji digali dengan mempergunakan tenaga manusia. (Kurnian P Nainan. 1982)

Pengujian Bahan-bahan di laboratorium Mekanika Tanah

Pengujian laboratorium dilakukan pada semua contoh tidak terganggu dari sumur uji (Test Pit). Pengujian bahan timbunan dari sumuran uji yaitu meliputi Pengujian sifat tanah secara fisik (index properties) dan secara mekanik (mecahnical properties) yang meliputi: (Al-Khafaji, A.W., and Andersland, O.B.,1992)

• Sifat fisik, antara lain : - Berat spesifik (Gs) - Berat isi (γn) - Kadar air (Wn)

(32)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 32

- Analisis Butiran - Batas-batas Atterberg - Hidrometer

• Sifat mekanik.teknik, antara lain : - Uji geser langsung

- Konsolidasi - Uji triaksial - Uji permeabilitas

Penetrasi Standar Test (SPT)

Pada saat pengeboran dilakukan pengujian penetrasi standar (SPT) untuk memperoleh harga ”N” dan contoh terganggu yang representatif dari lapisan tanah. Harga ”N” dipakai untuk membuat prakiraan kondisi lapisan tanah bawah.

Sehubungan dengan daya dukung untuk perhitungan pondasi.

- Harga ”N” didefinisikan sebagai jumlah pukulan dengan palu seberat 63.5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 75 cm, untuk memasukkan alat pengambil contoh sedalam 30 cm kedalam tanah.

- Test ini dilakukan dengan interval kedalaman 2 meter dan atau ditiap-tiap ada perubahan lapisan tanah.

- Peralatan yang digunakan : Drive Hammer Assembly, batang bor diameter 40.5 mm atau 42 mm, alat pengambil contoh spit spoon diameter luar 2” dan diameter dalam 1 3/8”, alat pengambilan contoh transparan yang kedap udara, lembar data lain-lain.

Test Permeabilitas

Pengujian permeabilitas dipakai metoda pengujian packer (packer test).

- Test permeabilitas harus dilakukan disetiap lubang bor, mencakup seluruh kedalaman lubang, kecuali 1.5 m dibawah permukaan tanah.

- Test akan dilakukan sekali per 5 m dari kedalaman lubang, dengan metoda tahap turun (descending stage method). Sebagai prinsip, panjang masing- masing tahap adalah 5,0 m dan tahap-tahap selanjutnya harus dibor setelah test sebelumnya selesai.

(33)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 33

- Pada tahap dimana dinding lubang mudah runtuh, lubang itu harus diberi pipa lindung dan harus dipakai metoda test open end seperti failling head atau constant head.

- Test harus dilakukan dengan metoda tahap. Air injeksi harus bersih, tanpa mengandung bahan-bahan halus. Tidak diperbolehkan menggunakan bahan- bahan tambahan dalam pembuatan lubang bor.

- Untuk menghindari terjadinya keregangan (clearance) antara lubang bor dan pipa lindung tanpa mengganggu tekstur lapisan asli, tidak diperkenankan menggali sedalam 1 meter dari bagian dasar pipa lindung dengan cara pemukulan dengan palu. Bagian ini harus dibor dengan cara mendongkrak atau menekan.

- Peralatan yang dipergunakan : Packer karet atau packer udara, tanko air, pipa injeksi air dan meter air.

Pembuatan sumuran uji dilakukan pada lokasi yang direncanakan sebanyak 4 lubang dan masing- masing sumuran uji dilakukan pengambilan contoh tanahnya untuk dilakukan pengujian laboratorium.

- Ukuran melintang sumur uji harus cukup besar untuk memungkinkan dilakukannya penggalian, yakni sekitar 1 x 1.5 m dengan kedalaman 3.0 sampai 5.0 meter.

- Bahan yang dikeluarkan dari galian harus dikumpulkan di sekitar sumur uji untuk mengetahui bahan lain setiap kedalaman tertentu.

- Agar pengambilan contoh dan klasifikasi tanah dapatdilakukan dengan baik, dasar sumur uji harus dibuat horizontal.

- Pada waktu membuat sumur uji, harus dilakukan uji berat volume di lapangan pada setiap kedalaman 2.0 m dengan metoda berat volume pasir atau metoda volume air menurut JIS 121 H/1971 atau ASTM D 2937 – 71.

- Pembuatan sumur uji ini dihentikan bilamana:

a) Telah dijumpai lapisan keras dan diperkirakan benar-benar keras di sekeliling lokasi tersebut. Peralatan menggali sederhana seperti cangkul, linggis atau belincong tidak bisa menembus lagi.

b) Bila dijumpai rembesan air tanah yang cukup besar sehingga sulit untuk diatasi dengan peralatan-peralatan pompa sederhana di lapangan.

(34)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 34

c) Bila dinding galian mudah runtuh, sehingga pembuatan galian mengalami kesulitan, usahakan terlebih dahulu dengan membuat papan

d) Papan penahan dinding galian sebelum penelitian ini dihentikan Adapun tujuan semua pekerjaan soil investigasi ini adalah untuk :

- Updating peta geologi di alternatif lokasi waduk (alternatif) berikut kolam waduknya termasuk penetapan lokasi-lokasi borrow area dan quarry area.

Pemetaan geologi kolam waduk dan sekitarnya termasuk pemetaan geologi rencana tapak waduk yang dipilih dan bangunan pelengkap.

- Investigasi Geologi Teknik. Secara keseluruhan quantities pekerjaan lapangan dan test laboratorium adalah sebagai berikut :

a) Pekerjaan Lapangan

1) Pemboran inti = 200 m

2) WPT = 40 test

3) SPT = 75 test

4) Sumur Uji (Test Pit) = 4 lokasi b) Pekerjaan Laboratorium

1) Material Tanah = 4 test 2) Natural Water Content = 4 test 3) Natural Density = 4 test 4) Specific Gravity = 4 test 5) Grain Size Analysis = 4 test 6) Atterberg Limit = 4 test 7) Compaction Test = 4 test 8) Triaxial Test = 4 test 9) Permeability = 4 test 10) Consolidation = 4 test

c) Test Laboratorium untuk material pasir dan gravel 1) Sieve analysis = 2 test

2) Bulk specific gravity = 2 test 3) Water absorption = 2 test 4) Soundness of aggregate = 2 test 5) Clay content = 2 test

(35)

TIRTA ALTARA - 64 | PROPOSAL PERENCANAAN BENDUNGAN MANGUNHARJO | 35

6) Organic impurities = 2 test

Pengujian Laboratorium dilakukan pada semua contoh tidak terganggu dari sumur uji (Test Pit). Pada contoh tanah tak terganggu (undisturbed sample) dilakukan test laboratorium untuk mendapatkan besaran : (Kovacs, WD and Holtz, R.D.,1981)

a. Index & Physical Properties yang terdiri dari harga-harga :

* Water Content (Wn)

* Bulk Density & Dry Density (gm,gd )

* Grain Size Analysis dan / hydrometer test ( G, S,M, C )

* Specific Gravity (Gs)

* Atterberg Limit (Wl,Wp, Ip )

b. Mechanical Properties yang terdiri dari harga-harga :

* Uncofined Compression (Qu)

* Triaxial Compression (UU, CU)

* Consolidation (Cv, Cc)

* Direct Shear (pada tanah non-kohesif) ( C, f )

Prosedur tes laboratorium dilaksanakan berdasarkan tahapan seperti tersebut di bawah ini : (Darman, H, Sidi FH, 2000)

1. Water Content : Prosedur mengikuti cara ASTM D. 2216-71, PB 0117 - 76.

2. Bulk and Dry Density : Prosedur percobaan untuk disturbed dan undisturbed sample adalah ASTM D. 423-66 dan ASTM D 424-59

3. Grain Size Distribution & Hydrometer. Prosedur pengujian mengikuti ASTM D 421-85 dan D 422-72, AASHO T. 87 dan T. 88, PB 0107-76. Nama tanah berdasarkan ukuran butirannya sesuai standar ASTM adalah sebagai berikut:

* Kerikil > 4.75 mm

* Pasir 4.75 - 0.074 mm

* Lanau 0.074 - 0.002 mm

* Lempung < 0.002 mm

Klasifikasi tanah berbutir kasar, yaitu :

* GW kerikil dengan gradasi baik, sedikit butiran halus

* GP kerikil dengan gradasi buruk, sedikit butiran halus

* GM kerikil dengan campuran lanau

Gambar

Table XX Sasaran dan Perolehan Data Geologi Teknik dan Mekanika Tanah
Gambar XX Metode Pengendalian Rembesan Air Pada Pondasi Bermaterial  Kasar Bendungan Urugan
Gambar X. Peta Zona Gempa Indonesia
Tabel  XX  Nilai  Faktor  Amplifikasi  F PGA   Untuk  Nilai  Percepatan  Puncak  di  Permukaan Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait