• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposed-mechanism-of-POAG-all.dita_.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Proposed-mechanism-of-POAG-all.dita_.docx"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Sari Kepustakaan : Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Glaukoma Sudut Terbuka Primer

Penyaji : Dianita Veulina Ginting

Pembimbing : dr. R. Maula Rifada., SpM

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing Unit Glaukoma

dr. R. Maula Rifada., SpM

Kamis, 27 April 2017 Pukul 07.45 WIB

(2)

I. Pendahuluan

Glaukoma merupakan kelompok penyakit neuropati optik progresif yang ditandai dengan terjadinya degenerasi sel-sel ganglion retina. Degenerasi saraf ini menimbulkan perubahan pada saraf optik dan kehilangan lapang pandang.

Hilangnya sel-sel ganglion berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.1,2,4,5

Primary Open Angle Glaucoma (POAG) merupakan bentuk glaukoma yang paling umum. POAG memiliki tendensi untuk diturunkan dan kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia, pada ras kulit hitam, miopia dan penyakit sistemik tertentu sepetri diabetes melitus dan kelainan kardiovaskular. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan sudut bilik mata depan yang normal dan terbuka serta biasanya tidak menimbulkan keluhan hingga terjadi kehilangan lapang pandang yang luas.1,2,4

Mekanisme pasti dari meningkatnya resistensi aliran akueus dan kerusakan saraf optik pada POAG serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya progresifitas penyakit belum sepenuhnya dapat dijelaskan namun penelitian- penelitian terutama bidang molekular biologi mulai dapat menjelaskan tentang proses kompleks patofisiologi terjadinya POAG.1,2,4

POAG tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa, laser dan prosedur bedah. Penurunan tekanan intraokular merupakan metode pengobatan yang dapat mengatasi penyakit ini. Pengobatan pada umumnya diawali dengan menggunakan tetes mata hipotensif, kemudian laser trabekuloplasti dan terapi bedah dapat dilakukan untuk memperlambat progresifitas penyakit.5,6,7

II. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer

Patogenesis glaukoma belum dapat sepenuhnya dimengerti namun besarnya tekanan intraokular berhubungan dengan kematian sel ganglion retina.

Keseimbangan antara sekresi humor akueus oleh badan siliaris dan alirannya melalui jalur jalinan trabekular dan uveoskleral menentukan besarnya tekanan intraokular. Pada pasien POAG terjadi peningkatan resistensi terhadap aliran

(3)

akueus melalui jalinan trabekular sehingga aliran keluar humor akueus menurun.1,2,4,5

2.1 Mekanisme Obstruksi dan Aliran Akueus

Peningkatan tekanan intraokular pada POAG disebabkan oleh obstruksi aliran akueus. Mekanisme pasti yang menyebabkan obstruksi aliran akueus pada kondisi ini belum dapat dimengerti sepenuhnya dan masih diteliti hingga saat ini.1,2

Penelitian histopatologi dan molekular biologi dapat menjelaskan kemungkinan penyebab obstruksi akueus pada POAG, dimana didapatkan beberapa abnormalitas seperti fragmentasi kolagen trabelukar, penebalan membran basalis, penyempitan rongga intertrabekular, penurunan jumlah sel endotel trabekular, penumpukan material asing, penurunan filamen aktin, penurunan jumlah giant vacuoles, penutupan kanalis schlemm dan penebalan scleral spur. Interpretasi histopatologis yang dibuat harus mempertimbangkan faktor-faktor tambahan sepeti usia, efek sekunder dari peningkatan tekanan intraokular dalam jangka waktu panjang, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pengobatan medis dan operasi yang dilakukan serta artefak yang terjadi saat memproses jaringan.1,2,4

Kandungan abnormal humor akueus dapat mempengaruhi strukturnya sehingga meningkatkan resistensi aliran humor akueus tersebut. Transforming growth factor (TGFs) merupakan kelompok polipeptida multifungsional yang berfungsi untuk inhibisi proliferasi sel epitel, induksi matriks ekstraselular sintesis protein dan stimulasi pertumbuhan sel mesenkim. Humor akueus pada penderita POAG mengandung TGF-β2 yang lebih banyak bila dibandingkan dengan individu yang sehat. Kadar TGF-β2 yang abnormal pada akueus dapat menurunkan selularitas jalinan trabekular dan meningkatkan pembentukan material matriks ekstraselular yang menyebabkan peningkatan resistensi aliran akueus.1,4,8

Perubahan struktur jalinan trabekular terutama pada jaringan juxtacanalicular dapat meningkatkan resistensi aliran akueus karena pada daerah ini konsentrasi mukopolisakarida dan aktivitas fagositik paling tinggi. Jalinan trabekular pada

(4)

POAG mempunyai selularitas yang lebih rendah dibandingkan dengan mata normal dengan susunan jaringan berbeda. Perubahan struktur yang khas terjadi berupa penumpukan material seperti pigmen, sel darah merah, glycosaminoglycans, lisosom ekstraselular atau matriks ekstraselular lain, protein dan plaque material. Hal ini mungkin disebabkan oleh proses katabolisme yang tidak mencukupi atau sekresi yang berlebihan sehingga menyumbat jalinan trabekular.1,2,4,5

Gambar 2.1 Aliran Humor Akueus pada Mata Sehat dan POAG Dikutip dari : Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA3

Jalinan trabekular pada pasien glaukoma memiliki sel endotel yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan mata normal, meskipun laju penurunannya sama. Hilangnya sel endotel akan mengganggu beberapa fungsi penting trabekular termasuk fagositosis, sintesis dan degradasi makromolekul. Kerapatan dan ukuran pori-pori pada endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm mengalami penurunan pada POAG. Selain itu dapat ditemukan menurunnya jumlah dan ukuran giant vacuoles pada endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm yang berfungsi pada perpindahan cairan dari jalinan trabekular menuju lumen canalis schlemm sehingga terjadi peningkatan resistensi aliran humor akueus.1,2

Myocilin merupakan salah satu gen yang pertama kali diidentifikasi mengalami mutasi pada POAG dan diproduksi dalam jumlah besar pada saat sel- sel tubuh yang mengalami stress. Stress-induced protein lain yang diteliti adalah heat-shock protein seperti αβ-cristallin. Pada penelitian yang dilakukan, terdapat

(5)

perbedaan pada stress-response markers yaitu αβ-crystallin dan myocilin pada jalinan trabekular pasien POAG bila dibandingkan dengan kontrol. Protein- protein ini terlokalisasi pada lebih banyak area pada jalinan trabekular dengan jumlah yang lebih banyak pada POAG bila dibandingkan dengan mata yang sehat.1,5,8

Penyempitan kanalis schlemm akan meningkatkan resistensi aliran akueus dan merupakan salah satu mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya obstruksi aliran akueus pada POAG. Penyempitan ini dapat berupa penonjolan jalinan trabekular kedalam kanalis schlemm sehingga menyumbat lumen dan menghambat aliran akueus. Hal ini mungkin disebabkan oleh melemahnya jalinan trabekular atau relaksasi otot siliaris. Argumentasi terhadap teori ini menyatakan bahwa kanalis schlem hanya dapat kolaps pada tekanan intraokular yang sangat tinggi dan belum pernah ditemukan bukti terjadinya sumbatan pada kanalis schlemm dengan rentang tekanan intraokular 25-35 mmHg yang merupakan rentang tekanan intraokular yang paling umum terjadi pada POAG. Dari beberapa penelitian histopatologis didapatkan terjadi penyempitan disertai adhesi antara dinding dalam dan luar kanalis schlemm.1,2,4

Perubahan intrascleral collector channels merupakan salah satu mekanisme yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran akueus pada POAG. Tinjauan histopatologis menyatakan perubahan ini disebabkan oleh akumulasi glycosaminoglycans pada sklera yang berdekatan sehingga terjadi intrascleral blockage.1,2

Beberapa peneliti menjelaskan bahwa gangguan aliran humor akueus pada POAG disebabkan oleh respon imun yang abnormal. Pada jalinan trabekular pasien dengan POAG didapatkan peningkatan kadar γ-globulin dan sel plasma.

Hipotesis lain yang masih diteliti sampai saat ini menyatakan bahwa terjadi kerusakan jalinan trabekular yang disebabkan oleh stres oksidatif.2,3,9

2.2 Sensitivitas Kortikosteroid

Individu dengan POAG memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap kortikosteroid. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai respon individu

(6)

terhadap pemberian kortikosteroid topikal dan kenaikan tekanan intraokular. Tiap individu mempunyai respon yang beragam, dan penelitian yang dilakukan pada populasi individu dengan POAG memberikan respon kenaikan tekanan tekanan intraokular yang lebih tinggi. Respos peningkatan tekanan intraokular terhadap kortikosteroid topikal merupakan hal yang diturunkan dan memiliki pola penurunan yang sama atau berhubungan dengan POAG.1,2

Sensitivitas terhadap kortikosteroid yang lebih tinggi pada POAG berhubungan dengan peningkatan resistensi terhadap aliran akueus. Beberapa teori dan penelitian menyatakan kortikosteroid endogen mempengaruhi fungsi trabekular dengan mengubah metabolisme prostaglandin, katabolisme glycosaminoglycan, pelepasan enzim lisosomal, sintesis cyclic adenosine monophosphate dan menghambat fagositosis.1,2

Respon abnormal dari Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis pada POAG berhubungan dengan perubahan dinamik humor akueus terhadap kortikosteroid.

Kortikosteroid berpengaruh terhadap stimulasi β-adrenergik terhadap adenyl cyclase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis cyclic-adenosine monophosphate sehingga diduga kortikosteroid mempengaruhi tekanan intraokular dengan mengubah cyclic-adenosine monophosphate. Beberapa teori menyatakan bahwa peningkatan tekanan intraokular terkait kortikosteroid mungkin berhubungan dengan glycosaminoglycans pada jalinan trabekular.

Dalam keadaan terpolarisasi, glycosaminoglycan terhidrasi, membengkak dan mengobstruksi aliran akueus. Enzim katabolik yang berasal dari lisosom pada sel- sel trabekular berfungsi untuk depolarisasi glycosaminoglycan. Kortikosteroid menstabilkan membran lisosom sehingga mencegah pelepasan enzim katabolik dan dengan demikian meningkatkan glycosaminoglycan yang terpolarisasi serta resistensi aliran akueus. Efek steroid terhadap peningkatan tekanan intraokular mungkin berkaitan dengan aktivitas fagositik sel endotel yang melapisi jalinan trabekular. Sel-sel ini bersifat fagositik dan berfungsi untuk membersihkan akueus dari debris sebelum mencapai endotel dinding bagian dalam kanalis schlemm.

Kegagalan fungsi fagositik ini menyebabkan penumpukan material pada lapisan jaringan ikat juxtacanalicular. Kortikosteroid menekan fungsi fagositik dan pada

(7)

pasien POAG endotel jalinan trabekular bersifat lebih sensitif bahkan terhadap kortikosteroid endogen.1,2

2.3 Mekanisme Neuropati Optik

Mekanisme kerusakan saraf optik yang disebabkan oleh kenaikan tekanan intraokular belum jelas, namun iskemia diskus optikus atau lapisan serabut saraf, penekanan mekanis pada akson secara langsung, toksisitas lokal atau kombinasi dari hal-hal ini dikatakan dapat menyebabkan kerusakan saraf optik pada POAG.2,3,8,9

Tekanan intraokular dapat menyebabkan tekanan pada struktur posterior mata terutama lamina kribrosa dan jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kompresi, deformasi dan remodeling lamina kribrosa, akibatnya terjadi kerusakan mekanis dan gangguan transpor axonal. Pada pengamatan histopatologik dan imunohistokimia pada saraf optik ditemukan fibrosis, perubahan arteriosklerotik dan hilangnya pembuluh darah kapiler, meningkatnya jaringan ikat pada septa dan sekeliling pembuluh darah sentral retina disertai meningkatnya jumlah kolagen tipe IV dan VI. Beberapa penelitian menyatakan mekanisme imunoregulator pada jalinan trabekular, badan ganglion sel dan akson saraf optik, pembuluh darah retina serta lamina kribrosa sebagai patogenesis POAG. Keseimbangan antara imunitas protektif dan autoimmune neurogenerative injury menentukan keadaan akhir ganglion sel retina dalam menghadapi berbagai stresor pada pasien dengan glaukoma.1,3,8,9

Beberapa penelitian menyatakan terdapat perbedaan agregabilitas sel darah merah, peningkatan viskositas plasma dan aktivasi sistem pembekuan darah pada pasien POAG bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perubahan autoregulasi aliran darah pada saraf optik dan gangguan sirkulasi retina serta koroidal juga terjadi pada pasien POAG. Kematian sel ganglion pada mata pasien POAG juga dapat disebabkan oleh apoptosis, hal ini dikatakan berhubungan dengan kematian sel eksitotoksik karena akumulasi glutamat dan ketidakseimbangan protease yang mengatur matriks ekstraselular pada retina.1,3,8,9

(8)

Gambar 2.2 Anatomi Normal dan Perubahan Neurodegeneratif pada Glaucomatous Optic Neuropathy

Dikutip dari : Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA3

Kerusakan saraf optik pada glaukoma bersifat multifaktorial dan pada waktu yang berbeda serta mata yang berbeda serta dapat melibatkan faktor genetik, tekanan mekanik, iskemia, stress oksidatif, hilangnya faktor neurotropik, neurotoksisitas dan ketidakmampuan sel astroglial untuk mencegah atau memperbaiki kerusakan sel dan maktriks ekstraselularnya.2,3

2.4 Tekanan Cairan Serebrospinal

Lamina cribrosa berada diantara dua kompartemen yang bertekanan, yaitu ruang intraokular dan ruang subarachnoid. Perbedaan tekanan antara kedua ruang ini disebut tekanan translaminar. Dalam hal ini, penurunan tekanan cairan serebrospinal akan menimbulkan efek yang sama dengan peningkatan tekanan intraokular. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan bahwa tekanan translaminar mempunyai peran yang penting dalam terjadinya glaucomatous optic neuropathy. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tekanan cairan serebropinal pada pasien POAG lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, demikian pula

(9)

tekanan cairan serebrospinal pasien Normotension Glaucoma (NTG) lebih rendah dibandingkan dengan pasien POAG dengan peningkatan tekanan intraokular. 1,2

III. Gambaran Klinis

POAG merupakan penyakit yang bersifat progresif lambat dengan onset gradual, tidak nyeri dan pada umumnya bilateral asimetris. Pasien biasanya tidak bergejala hingga penglihatan sentral mengalami gangguan yang terjadi pada tahap lanjut penyakit. Progresifitas POAG pada tahap awal penyakit biasanya berjalan lambat selama beberapa bulan hingga tahun. Pada glaukoma tahap lanjut, progresifitas penyakit berjalan lebih cepat. POAG didiagnosa berdasarkan pemeriksaan pada saraf optik dan lapisan serabut saraf serta pemeriksaan lapang pandang. Pada pemeriksaan didapatkan kerusakan saraf optik dan penyempitan lapang pandang yang memiliki gambaran khusus paling tidak pada salah satu mata, sudut bilik mata depan terbuka dan tidak ada kondisi lain yang menyebabkan terjadinya glaukoma. 2-4,10

Sebagian besar pasien POAG mengalami kenaikan tekanan intraokular dalam rentang 22-40 mmHg. Beberapa pasien tidak mengalami kenaikan tekanan intraokular diatas 18 mmHg dan disebut NTG. Tekanan intraokular mengalami fluktuasi sepanjang hari dan pasien glaukoma mengalami fluktuasi yang lebih tinggi dibandingkan individu normal. Sebagian besar orang mencapai tekanan intraokular tertinggi pada pagi hari. Pengukuran tekanan intraokular diurnal dilakukan untuk mendiagnosa POAG, menjelaskan terjadinya kerusakan yang progresif meskipun tekanan intraokular terkontrol dengan baik, mengevauasi efektivitas terapi dan membedakan NTG dengan POAG.2,3

Menurunnya aliran keluar humor akueus merupakan abnormalitas dinamika humor akueus yang terjadi pada POAG. Pengukuran aliran keluar humor akueus dilakukan dengan tonografi, namun pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan pada pasien glaukoma. Pada pemeriksaan pasien POAG didapatkan sudut bilik mata depan terbuka, tidak terdapat sinekia anterior perifer, tidak ada aposisi antara iris dan jalinan trabekular dan tidak terjadi perkembangan abnormal sudut bilik mata depan. 2,4,10

(10)

Defek pada lapisan serabut saraf, perdarahan optic nerve rim, notching atau penipisan neuroretinal rim, bending pembuluh darah pada bagian tepi diskus optikus merupakan temuan-temuan pada pemeriksaan yang sangat sugestif untuk diagnosa glaukoma. Pada mata yang sehat, neuroretinal rim memiliki konfigurasi khas yaitu rim inferior merupakan yang paling tebal, diikuti oleh superior, lalu nasal dan kemudian rim temporal. Hal ini disebut ISNT rule dan dapat digunakan untuk membantu membedakan antara saraf optik mata normal dan glaukoma.4,5,10

Gambar 3.1 (A)Diskus Optikus Normal; (B)Penipisan rim inferior;

(C)PerdarahanDiskus Optikus Dikutip dari : Khouri AS., Fechtner RD4

Proses patologi yang penting pada glaukoma adalah hilangnya akson sel ganglion retina. Gambaran neuroretinal rim dan konfigurasi optic cup menunjukkan jumlah kehilangan akson yang terjadi. Pendekatan klinis yang penting mencakup lima paramater untuk menilai saraf optik yaitu ukuran diskus optikus, bentuk neuroretinal rim, lapisan serabut saraf retina, adanya atrofi peripapiler dan perdarahan diskus optikus. Cup disk ratio yang asimetri antara kedua mata merupakan temuan yang signifikan dalam deteksi awal POAG meskipun ukuran cup fisiologis dan tekanan intraokular kedua mata normal.4,5,10 Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan yang penting untuk diagnosa dan penatalaksaan POAG. Pola defek lapang pandang yang khas berupa defek arcuate, skotoma parasentral, nasal step dan ring scotoma dapat mengkonfirmasi diagnosis glaukoma. Progresifitas hilangnya lapang pandang merupakan indikator terjadinya perburukan penyakit. Glaukoma jarang didiagnosa sebelum terjadi kehilangan lapang pandang, kecuali bila terjadi perdarahan diskus optikus berulang sebelum hilangnya lapang pandang. 2,3

(11)

IV. Prinsip Penatalaksanaan

Tujuan terapi glaukoma adalah untuk mempertahankan fungsi visual dengan menurunkan tekanan intraokular hingga mencapai tekanan yang dapat mencegah kerusakan nervus optikus yang lebih lanjut. Regimen terapi yang dipilih harus mencapai tujuan ini dengan resiko yang terendah, efek samping yang paling sedikit dan biaya yang tidak memberatkan pasien. Target tekanan adalah rentang tekanan intraokular dimana resiko untuk terjadinya progresifitas penyakit minimal sehingga menurunkan resiko pasien untuk mengalami kehilangan penglihatan selama hidupnya. Target tekanan intraokular harus diperhitungkan secara khusus untuk tiap pasien berdasarkan tekanan yang dianggap dapat menyebabkan kerusakan nervus optikus, tingkat keparahan kerusakan yang terjadi, tingkat progesifitas penyakit, harapan hidup pasien dan faktor resiko seperti riwayat perdarahan diskus, miopia tinggi, kornea yang tipis dan riwayat keluarga adanya kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh glaukoma. Hal ini didapatkan dengan anamnesa yang terperinci, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang yang tepat. 7,10,11

Semakin berat penyakit yang terjadi pada awalnya, semakin rendah target tekanan intraokular yang dibutuhkan untuk mencegah progresi penyakit.

Penurunan tekanan intraokular paling tidak 25% dibawah baseline merupakan target inisial pada sebagian besar pasien dengan kerusakan ringan hingga sedang.

Target tekanan intraokular yang ditetapkan merupakan sebuat konsep dinamik yang perlu dievaluasi pada setiap kunjungan pasien. Penurunan tekanan intraokular sesuai dengan target tidak menjamin dapat mencegah progresifitas penyakit. Bila progresifitas penyakit tetap terjadi, target tekanan intraokular mungkin harus diturunkan.7,10,11

Tekanan intraokular dijaga agar sesuai dengan rentang yang telah ditetapkan dengan obat-obatan topikal. Apabila target tekanan intraokular tidak dapat dicapai dengan terapi medis maksimum yang masih dapat ditoleransi oleh pasien, maka trabekuloplasti selektif atau trabekuloplasti argon diindikasikan diikuti oleh glaucoma filtering surgery atau terapi lain yang dianggap perlu. Bila progresifitas kerusakan saraf optik dan lapang pandang tetap terjadi meskipun tekanan

(12)

intraokular sudah sesuai dengan target maka perlu dilakukan penurunkan target tekanan intraokular dan dipertimbangkan bahwa mekanisme neuropati optik yang terjadi tidak bergantung pada tekanan intraokular. Regimen terapi yang dipilih adalah terapi minimal yang dapat memberikan respon terapi yang diinginkan.

Evaluasi dan follow-up dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.7,10,11 Meskipun kerusakan saraf optik dan lapang pandang dapat terjadi pada tekanan intraokular rendah pada Normotension Glaucoma (NTG), namun penurunan tekanan intraokular dikatakan tetap efektif untuk mencegah progresifitas glaukoma. Pada sebagian pasien dengan NTG terjadi mekanisme glaucomatous optic neuropathy yang tidak tergantung tekanan intraokular sehingga kelainan kardiovaskular seperti anemia, hipotensi, gagal jantung kongestif, aritmia jantung dan serangan iskemik harus diterapi untuk menyediakan perfusi maksimal saraf optikus 7,11

4.1 Terapi Medikamentosa

Terapi inisial POAG pada umumnya menggunakan medikamentosa. Obat- obatan okular hipotensif dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan struktur kimia dan aksi farmakologisnya. Analog prostaglandin merupakan okular hipotensif dengan kemampuan penetrasi kornea dan bersifat aktif setelah dihidrolisa oleh korneal esterase. Obat ini menurunkan tekanan intraokular dengan meningkatkan aliran akueus melalui jalur uveaskleral dan menurunkan resistensi aliran tersebut.1,7,11

Β-adrenergik antagonis menurunkan tekanan intraokular dengan menghambat produksi cyclic adenosine monophosphate pada epitel badan siliar, dengan demikian menurunkan sekresi humor akueus sebanyak 20%-50% sehingga menurunkan tekanan intraokular sebanyak 20%-30%. Adrenergik agonis menurunkan produksi humor akueus, meningkatkan aliran uveoskleral dan memperbaiki aliran konvensional. 1,7,11

Inhibitor karbonik anhidrase menurunkan produksi humor akueus dengan menghambat aktivitas enzim karbonik anhidrase pada epitel siliaris. Inhibitor karbonik anhidrase sistemik dapat menurunkan pembentukan humor akueus lebih

(13)

lanjut karena menyebabkan renal metabolic acidosis yang mengganggu aktivitas Na+K+ATPase pada epitel siliaris. Enzim karbonik anhidrase terdapat pada beberapa jaringan termasuk endotel kornea, iris, epitel pigmen retina, sel darah merah, otak dan ginjal.1,7,11

Agen hiperosmotik digunakan untuk mengendalikan episode akut peningkatan tekanan intraokular. Ketika diberikan secara sistemik, agen hiperosmotik meningkatkan osmolaritas darah sehingga menimbulkan gradien osmotik antara darah dan humor vitreus serta menarik air dari rongga vitreus dan menurunkan tekanan intraokular.1,7,11

Terapi biasanya dimulai dengan obat topikal tunggal, kecuali bila tekanan intraokular sangat tinggi sehingga diperlukan terapi menggunakan dua atau lebih jenis obat. Analog prostaglandin, β-blockers, α2-adrenergic agonist dan inhibitor karbonik anhidrase merupakan pilihan terapi lini pertama untuk glaukoma sudut terbuka. Apabila terapi tunggal tidak dapat mengendalikan tekanan intraokular maka diperlukan terapi kombinasi. Akan tetapi, bila terapi kombinasi terdiri dari tiga jenis atau lebih obat maka kemungkinan untuk timbulnya efek samping lokal maupun sistemik lebih besar dan dapat terjadi masalah karena kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.1,7,11

4.2. Terapi Laser

Laser trabekuloplasti menggunakan energi laser pada jalinan trabekular pada tempat berbeda, biasanya mencakup 180º - 360º tiap terapi. Tujuan laser trabekulaplasti adalah untuk meningkatkan aliran humor akueus, dengan demikian menurunkan tekanan intraokular. Beberapa laser dengan panjang gelombang yang berbeda dapat digunakan termasuk argon laser, diode laser dan Q-switched Nd:YAG laser. 6,7,11

Prosedur siklodestruksi menghancurkan sebagian badan siliar untuk mengurangi sekresi akueus, dengan demikian menurunkan tekanan intraokular.

Modalitas yang paling umum digunakan saat ini adalah endoscopic cyclophotocoagulation dan diode laser transscleral cyclophotocoagulation.

Endoscopic cyclophotocoagulation merupakan prosedur intraokular yang

(14)

menggunakan mikroendoskop dengan energi laser untuk merusak prosesus siliaris melalui visualisasi langsung.

Gambar 4.1 Area Target pada Laser Trabekuloplasti Konvensional dan Selektif Dikutip dari : Bowling B6

Transscleral cyclophotocoagulation merupakan prosedur ekstraokular yang menggunakan probe laser dengan sinar difokuskan pada sklera untuk menyebabkan kerusakan pada badan siliar dan epitel siliar dibawahnya. Resiko terjadinya hipotoni dan ptisis bulbi lebih rendah pada transscleral cyclophotocoagulation. 6,7,11

Gambar 4.2 (A) Prosedur Transkleral Siklofotokoagulasi; (B) Probe Siklodioda;

(C) Keadaan Postoperasi Dikutip dari : Bowling B6

4.3 Terapi Bedah

Terapi bedah biasanya dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, tidak dapat ditoleransi atau tidak digunakan dengan tepat oleh pasien sehingga glaukoma tidak terkontrol dengan kerusakan yang progresif atau memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kerusakan yang lebih lanjut.6,7,11

Prosedur bedah insisional yang paling umum untuk glaukoma adalah trabekulektomi dan implantasi tube shunts. Prosedur-prosedur ini dapat menurunkan tekanan intraokular secara signifikan dengan membentuk jalur yang

(15)

memotong jalur aliran akueus alami. Trabekulektomi dan tube shunts prosedur diindikasikan bila terapi lain tidak dapat mempertahankan tekanan intraokular pada tingkat yang cukup rendah untuk mencegah progresi penyakit yang lebih lanjut.6,7,11

Gambar 4.3 Prinsip Trabekulektomi. (A) Jalur Aliran Akueus Pasca Trabekulektomi; (B) Gambaran Mata Pasca Trabekulektomi Dikutip dari : Bowling B6

Glaukoma yang tidak terkontrol dapat disebabkan karena terapi medis maksimal yang dapat ditoleransi dan prosedur bedah laser gagal menurunkan tekanan intraokular secara adekuat, progresifitas glaucomatous optic neuropathy atau kehilangan lapang pandang tetap terjadi meskipun terjadi penurunan tekanan intraokular dengan terapi medis atau prosedur bedah laser serta kepatuhan pasien terhadap regimen terapi tidak baik. 6,7,11

Gambar 4.4 Implantasi Tube Shunt Dikutip dari : Bowling B6

Trabekulektomi merupakan prosedur bedah yaitu membentuk suatu fistula sehingga memungkinkan humor akueus untuk mengalir keluar bilik mata depan melalui saluran korneosklera yang dibentuk menuju ruang subkonjungtiva dan subtenon. Implantasi tube shunts yaitu menempatkan tube pada bilik mata depan pada sulkus siliaris atau melalui pars plana kedalam rongga vitreus. Tube ini

(16)

disambungkan dengan plate di ekstraokular yang melekat pada sklera daerah ekuator bola mata, diantara otot ekstraokular dan pada sebagian kasus diselipkan dibawah otot ekstraokular tersebut. Humor akueus mengalir melalui tube menuju ke ruang subkonjungtiva pada bagian plate di ekstraokular. 6,7,11

V. Simpulan

Glaukoma merupakan penyakit neuropati optik progresif yang ditandai dengan terjadinya degenerasi sel ganglion retina dan menyebabkan perubahan pada saraf optik. Kehilangan sel ganglion berhubungan dengan efek mekanik akibat peningkatan tekanan intraokular, hipoksia, eksitotoksisitas, stres oksidatif dan proses autoimun. Pada POAG terjadi resistensi aliran humor akueus yang disebabkan oleh disfungsi jalinan trabekular. Mekanisme penyebab terjadinya disfungsi trabekular pada POAG masih diteliti hingga saat ini. Manifestasi klinis dapat berupa defek lapang pandang hingga kebutaan yang ireversibel, glaucomatous optic neuropathy disertai atau tanpa kenaikan tekanan intraokular.

POAG tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa, laser dan prosedur bedah. Tujuan terapi glaukoma adalah untuk mempertahankan fungsi visual dengan menurunkan tekanan intraokular hingga mencapai tekanan yang dapat mencegah kerusakan nervus optikus yang lebih lanjut.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Shields MB, Allingham RR, Damji KF, Freedman S, Moroi SE, Shafranov G.

Shields’ Textbook of Glaucoma. Edisi ke-6. Lippincott Williams and Wilkins.; 2011. Hlm 176-85

2. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Primary Open Angle Glaucoma.

Dalam: Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Edisi ke- 7. Elsevier Inc.; 2009. Hlm 239-65

3. Weinreb R.N., Aung T., Medeiros FA. The Pathophysiology and Treatment of Glaucoma. Journal of the American Medical Association. 2014 May 14;311(18): 1901-11

4. Khouri AS., Fechtner RD. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam: Glaucoma.

Edisi ke-2. Elsevier Inc.; 2015. Hlm 333-45

5. Joos KM., Kuchtey RW. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam: Albert And Jakobiec’s Principles and Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3. Elsevier Inc.; 2008. Hlm 2543-47

6. Bowling B. Glaucoma. Dalam: Kanski’s Clinical Ophthalmology. Edisi ke-8.

Elsevier Inc.; 2016. Hlm 305-94

7. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Basic and clinical science course:

Glaucoma. Section 10. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology;

2016. Hlm 72-82

8. Doucette LP., Rasnitsyn A., Seifi M., Walter MA. The Interactions of Gener, Age, and Environnnnnment in Glaucoma Pathogenesis. Survey of Ophthalmology 60 (2015); 310-26

9. Greco A., Rizzo MI., Virgikio AD., Gallo A., Fusconi M., Vincentiis M.

Emerging Concepts in Glaucoma and Review of The Literature. The American Journal of Medicine (2016) 129, 1000.e7-e13

10. Miller KV., Shuman JS., Epstein DL. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam:

Chandler and Grant’s Glaucoma. Edisi ke-5. Slack Inc.; 2013. Hlm 208-31 11. Conlon R., Saheb H., Ahmed IK. Glaucoma Treatment Trends: A Review.

Canadian Ophthalmological Society. 2016.07.013

Referensi

Dokumen terkait