• Tidak ada hasil yang ditemukan

prosiding - Repository UPY - Universitas PGRI Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "prosiding - Repository UPY - Universitas PGRI Yogyakarta"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

Evaluasi Alat Permainan Edukatif (APE) Sebagai Media Pembelajaran Dalam Pelatihan Oleh : Wartiningsih (Perwakilan BKKBN D.I. Provinsi Yogyakarta). Peserta pelatihan dapat menggunakan alat permainan edukatif (APE) dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan setempat dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan anak usia dini (Solfema, 2018).

Aspek Teknis

Aspek Estetika

Tesis: Pengembangan Alat Permainan Edukatif Menggunakan Barang Bekas untuk Mengembangkan Bahasa Anak Usia Dini di RA Al-Hidayah Kecamatan Kasui Kabupaten Waykanan. Alat peraga bermain edukatif (APE) berbasis materi lingkungan untuk mengatasi kesulitan belajar pada pendidikan anak usia dini.

BUDAYA LITERASI SEBAGAI PONDASI EDUKASI BANGSA

Langkah strategis yang harus dilakukan untuk mewujudkan komunitas literasi adalah dengan mengembangkan budaya literasi di masyarakat. Berdasarkan pemikiran tersebut, kami memberikan aksi nyata untuk meningkatkan budaya literasi melalui program yang diberi nama Gerakan Literasi Sekolah. *** (Penulis adalah seorang pendidik, aktivis literasi).

TRANSFORMATION AND EXISTENCE OF BANYUMAS AS WELL AS THE CONTRIBUTION OF LITERATURE

DEVELOPMENT IN INDONESIA

Good literary texts in the form of poetry, poetry, geguritan, short stories, novels, novels, novels and others have contributed positively to the development of Indonesian literature, which in the past was still concentrated in Jakarta. Until hundreds of thousands of years later, good literary texts in the form of poetry, poetry, geguritania, short stories, novels, novels, novels and others contributed positively to the.

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN MODEL GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN

KEPERCAYAAN DIRI SISWA

Perpaduan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dengan pendekatan kontekstual diyakini dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Instrumen yang digunakan adalah angket kepercayaan diri dengan skala likert dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Analisis rasa percaya diri siswa pada tingkat klasikal terbagi dalam lima kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Keberhasilan >75% > 90% Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa secara klasikal kriteria percaya diri siswa kelas VII A berada pada kriteria sedang. Berdasarkan tabel 3 terlihat rata-rata klasikal kriteria percaya diri siswa berada pada kriteria tinggi dan kriteria rendah sudah sebesar 0%, hal ini tentu menunjukkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik akibat dari perawatan. Meningkatnya kriteria rasa percaya diri klasikal siswa pada tingkat tinggi menunjukkan bahwa model GI yang digunakan menjadikan pembelajaran aktif dan menyenangkan sehingga siswa aktif dan antusias mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan tabel 4 terlihat kriteria klasik kepercayaan diri siswa adalah tinggi; persentase siswa yang memperoleh nilai KKM mencapai 84% dengan rata-rata 79,52, dan berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran mencapai 92%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasa percaya diri siswa kelas VII A SMP N 2 Mlati tahun pelajaran 2018/2019 dapat ditingkatkan dengan pendekatan kontekstual menggunakan model GI. Hal ini dibuktikan dengan persentase peningkatan rasa percaya diri siswa dengan kriteria rendah dari kondisi awal dari 4% menjadi 0%, sedang dari kondisi awal.

Tabel 1. Indikator Kepercayaan Diri
Tabel 1. Indikator Kepercayaan Diri

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA PEMBELAJARAN IPS

Kesuma, dkk menjelaskan bahwa tujuan pendidikan karakter di sekolah adalah untuk memperkuat dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting serta memperbaiki perilaku siswa yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai kehidupan. Desain penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS. Rancangan yang digunakan adalah survei untuk menjelaskan pelaksanaan pembelajaran IPS, nilai-nilai karakter dan hasil-hasilnya, serta faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan pendidikan karakter.

Instrumen tersebut digunakan untuk mengukur hasil pelaksanaan pembelajaran IPS, nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS, hasil pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS, dan faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS. belajar dan menghambat, untuk menentukan. Alasan MTs An-Nawawi 01 Berjan Purworejo menyelenggarakan pendidikan karakter karena seluruh santrinya adalah santri dan siswi pesantren serta pihak sekolah ingin meneruskan tugas pondok pesantren untuk mendidik santri menjadi ulama (KS ) , 19 September 2018). Keberhasilan pelaksanaan program pendidikan karakter di MTs An-Nawawi 01 Berjan Purworejo ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, seperti masyarakat, orang tua, kepala desa, camat, yayasan, dan pengurus asrama Islam.

Berdasarkan implementasi pendidikan karakter menunjukkan bahwa peserta didik mempunyai sikap peduli sosial, mandiri, percaya diri, disiplin dan kreatif. Kesulitan guru mata pelajaran IPS disebabkan oleh kurangnya pemahaman guru terhadap program pendidikan karakter sehingga menghambat proses pengenalan nilai-nilai karakter kepada siswa (KS, 19 September 2018). “Pelatihan pendidikan karakter bagi calon guru sangat penting karena seperti yang dikemukakan oleh Ledford, signifikansi statistik ditemukan di antara guru dengan program sarjana pendidikan karakter.” Hanya guru yang mempunyai karakter positif yang kuatlah yang mampu membina karakter siswa menjadi lebih baik.

SCHOOL EFFECTIVENESS & SCHOOL IMPROVEMENT)

  • Si KUNTI (Berprestasi Kompeten Unggul dan Berbudi Pekerti)
  • Si PADMANABA : Berprestasi maju nilai bagus
  • Si BIMA: Berprestasi dan dan maju
  • Si PERMADI: Berprestasi Perhatian maju dan peduli
  • Si ABIMANYU : Berprestasi amat baik dan kontinyu
  • Si SINTA: Berprestasi siap dan tanggap
  • Si GATOTKACA: Berprestasi siaga total kala bencana

Yang dimaksud dengan tradisi dalam Program 7Si adalah suatu kebiasaan yang sudah mendarah daging yang dilakukan oleh warga SMP Negeri 1 Pakem. Tujuan dari asosiasi dengan tokoh pewayangan (1) adalah untuk lebih menarik perhatian siswa, guru, pegawai, orang tua, panitia dan masyarakat umum yang berkunjung ke SMA Negeri 1 Pakem. Karena generasi muda saat ini kurang meminati wayang SMP Negeri 1 Pakem mementaskan wayang sebagai tradisi 7Si untuk menggugah para pelajar akan seni luhur wayang yang diakui UNESCO.

Bagi Pimpinan, Staf dan Pendamping, kinerja dan kompetensi yang unggul ditunjukkan dalam pencapaian visi, pemeringkatan sekolah dan apresiasi masyarakat (diduga masyarakat berminat menyekolahkan anaknya ke SMP Negeri 1 Pakem. Tahun 2018 mendapat SMP Negeri 1 Pakem 4 kelompok dan harus mengirimkan kembali sebanyak 112 mahasiswa yang berminat untuk belajar di tempat lain). Hal ini terbukti ketika penulis masuk SMP Negeri 1 Pakem sebagai Kepala Sekolah pada bulan Juli 2017, SMP Negeri 1 Pakem menduduki peringkat ke-23, tahun 2018 menduduki peringkat ke-11, dan simulasi UN tahun 2019 menduduki peringkat ke-11 di Kabupaten Sleman. Kepedulian SMP Negeri 1 Pakem juga dibuktikan dengan selalu (1) memberikan beasiswa kepada siswa tidak mampu, (2) menggalang dana untuk santunan siswa lain, (3).

Seperti visi siswa SMP Negeri 1 Pakem adalah Anung Anindita yang artinya anak bangga seperti Abimanyu yang bisa dibanggakan orang tuanya. Kreatif dan inovatif ditunjukkan salah satunya SMP Negeri 1 Pakem yang berhasil meraih juara 1 tingkat provinsi dengan mengembangkan sampah menjadi karya seni. Dengan penerapan 7Si diharapkan SMP Negeri 1 Pakem dapat mencapai SESI (Efektifitas Sekolah dan Peningkatan Sekolah) yaitu sekolah yang efektif dan berkelanjutan, tanpa mengabaikan kearifan lokal.

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH : PENGUATAN KARAKTER UNTUK

MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA

Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang tepat dan menjadi solusi tepat atas berbagai permasalahan yang muncul. Melalui pendidikan multikultural dalam pendidikan sejarah diharapkan menjadi sebuah inovasi atau konsep baru untuk memperbaharui proses pembelajaran yang telah berlangsung di sekolah selama ini. Melalui pendidikan multikultural dalam pendidikan sejarah, Indonesia dapat meningkatkan daya saing negara di era globalisasi dan dunia internasional.

Dalam penelitian yang berjudul “Mewujudkan Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran Sejarah: Penguatan Karakter untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Salah satu konsep atau solusi yang tepat untuk mengatasi krisis karakter generasi baru adalah pendidikan multikultural. Strategi pembelajaran sejarah dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan multikultural merupakan sebuah inovasi baru dalam dunia pendidikan.

Pembelajaran sejarah juga dapat menjadi sarana pendidikan nilai-nilai yang baik dalam pendidikan multikultural, dalam hal ini termasuk tujuan penguatan karakter peserta didik dan peningkatan kualitas daya saing negara. Dalam mewujudkan pendidikan multikultural dalam pendidikan sejarah digunakan strategi pembelajaran analisis nilai. Penggunaan strategi ditujukan untuk menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran melalui pengkajian nilai-nilai tertentu, sehingga membuat siswa berkomitmen terhadapnya. nilai-nilai. Dengan konsep pendidikan multikultural dalam pembelajaran sejarah, peserta didik dapat menjadi generasi muda yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya tersendiri sebagai penguatan karakter untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia di era globalisasi.

PENDIDIKAN NASIONAL DALAM TIKUNGAN DAN TANJAKAN

Dalam konteks pendidikan komprehensif, kebahagiaan hidup pada dasarnya berarti harapan hidup di dunia dan kehidupan di akhirat. Kaitannya dengan konsep ideal dan dasar pendidikan tidak lepas dari pengertian bahwa pendidikan bersifat normatif (Noeng Muhadjir, 2003: 2). Pendidikan nasional akan bermanfaat bagi kehidupan bersama dan harus menjadi sistem pendidikan yang selaras dengan kehidupan dan kehidupan masyarakat.

Tujuan pendidikan dan latihan yang berguna untuk kehidupan bersama adalah untuk membebaskan manusia sebagai ahli dan persatuan (rakyat). Pendidikan yang mementingkan ilmu agama akan melahirkan generasi yang taat tetapi berfikiran sempit, manakala pendidikan yang mementingkan ilmu am akan melahirkan generasi sekular yang melihat agama sebagai perkara peribadi (Syafii Maarif, 1987). Dalam hal ini, setiap pembuat keputusan politik dalam bidang pendidikan harus memahami asas dan asas sesebuah institusi pendidikan, yang kebetulan disesatkan oleh arus perkembangan sains dan teknologi, termasuk menyedari keadaan sekeliling.

Tidak hanya itu, orientasi pembangunan pendidikan yang bercirikan revolusi industri 4.0 dapat menimbulkan krisis moral, krisis sosial, dan krisis jati diri sebagai suatu bangsa (Kusnandar, 2007). Harus ada keseimbangan bahwa di era disrupsi dan revolusi industri 4.0 yang serba kompleks dan berteknologi, perlu dikembangkan paradigma pendidikan yang demokratis, menyenangkan bernuansa permainan, penuh keterbukaan, namun juga menantang, melatih adalah rasa tanggung jawab, akan merangsang siswa untuk datang ke sekolah atau saya ke kampus karena saya senang, bukan karena terpaksa. Terlebih lagi harus dibarengi dengan (penguatan keimanan) pembentukan nilai-nilai luhur dan pengembangan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat sejahtera dan bahagia dalam tingkat nasional dan internasional dengan saling menghargai dan menghargai, (3) dari kalangan anak-anak. pendidikan . Pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi harus membentuk suatu sistem yang saling berhubungan erat tanpa ada kesenjangan, dan pada setiap akhir jenjang, selain jenjang untuk pendidikan berikutnya, juga terdapat jenjang yang terbuka untuk langsung masuk ke dalam masyarakat, ( 4) pada setiap jenjang pendidikan perlu dibangun semangat kemandirian untuk memajukan kemandirian nasional, (5) bagi perguruan tinggi dalam menghadapi konvergensi berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dilakukan spesialisasi yang terlalu dini untuk dilakukan. dihindari dan terlalu tajam, (6) dalam penyelenggaraan pendidikan perlu memperhatikan keberagaman suku, budaya, agama, dan agama secara sosial khususnya pada jenjang pendidikan awal, dan ditujukan pada pola pendidikan nasional yang bermutu, (7) untuk memungkinkan seluruh warga negara memperoleh pendidikan sampai pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya, pendidikan harus diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (pusat dan daerah) yang telah ditetapkan, dan (8) menjamin terselenggaranya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, sistem pemantauan yang benar dan evaluasi yang berkesinambungan harus dikembangkan dan dilaksanakan secara konsisten.

Namun ketika diterapkan di Indonesia, proses pendidikan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Menegaskan kembali pendidikan yang bermuara pada tercapainya tujuan pendidikan nasional yang ditujukan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai inti Pancasila.

Referensi

Dokumen terkait