5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gas Hidrogen
Hidrogen adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol H dan nomor atom 1 yang melimpah dialam. Kata hidrogen sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu hidrogenium, dengan hydro yang berarti air, dan genes yang berarti membentuk. Pada suhu dan tekanan standar hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomik yang sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 45 H2 di udara bebas.
Dalam wujud gas hidrogen memiliki kerapatan sebesar 0,021g/l pada kondisi 0oC dan tekanan sebesar 1 atm.
Menurut American Nuclear Society (Juni 2012), kebutuhan dunia akan hidrogen sangat besar yaitu sekitar 5 juta ton per tahun. Hidrogen sebesar ini diperlukan dalam proses kimia seperti mengikat nitrogen dengan unsur lain, produksi metanol, mereduksi bijih-bijih besi dan sebagai gas pengisi balon, bahan bakar alternatif, serta pembentuk amonia.
Hidrogen merupakan elemen paling melimpah di bumi namun sangat jarang ditemukan dalam bentuk H2. Karena hidrogen di bumi sangat jarang ditemukan dalam bentuk H2, maka dilakukanlah produksi hidrogen untuk mencukupi kebutuhan hidrogen dunia. Pada prinsipnya, hidrogen bisa diperoleh dengan memecah senyawa yang paling banyak mengandung unsur hidrogen. Karakteristik gas hidrogen dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel. 2. 1 Karakteristik Gas Hidrogen
Karakteristik Keterangan
Kepadatan (15oC) 1 bar 0,085 kg/cm3
Titik didih pada 1.013 bar -252,9 oC
Titi pengapian 560 oC
Tingkat pembakaran 8,99 m/s
Nilai Kalori 0 oC, 1,013 bar 10790 KJ/ m3
Konsentrasi ledakan campuran dengan udara 4,1% menjadi 75%
Konsentrasi ledakan campuran degan oksigen 4,5% menjadi 95%
Yusparanin (2016)
Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi 4% di udara bebas. Entalpi pembakaran gas hidrogen adalah -286 kJ/mol. Hidrogen terbakar menurut persamaan kimia:
2H2 (g)+ O2 (g) → 2H2 O(l) + E 286 kJ/mol
Ketika bercampur dengan oksigen dalam bebagai perbandingan hidrogen meledak seketika jika disulut dengan api dan akan meledak sendiri pada temperature 560oC. Lidah api pembakaran hidrogen dan oksigen murni memancarkan gelombang ultraviolet dan hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu, sangatlah sulit mendeteksi terjadinya kebocoran hidrogen secara visual, karakteristik gas hidrogen dalam konteks adanya tambahan dari energi luar terhadap campuran udara (%
volume) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.1 Karakteristik Campuran Gas Hidrogen dan Oksigen (%Volume) (Suntoro Ahmad, 2012)
Komposisi campuran volume yang ditunjuukan pada Gambar 1.1 dapat terbentuk jika terjadinya proses pelepasan gas hidrogen ke udara. Menurut Suntoro ahmad (2012) gas hidrogen yang lepas ke udara yang akan dibakar, maka penyulutan harus dilakukan tepat waktu karena penyulutan yang tidak tepat waktu dapat tidak membakar gas hidrogen yaitu pada komposisi <4% atau >75% gas hidrogen dan sisanya adalah udara, dan gas dengan prosentase >18% dan <59% dan sisanya udara akan mengalami proses ledakan, Adapun pemicu terjadinya ledakan gas gas hidrogen yang terletak pada explosive area pada Gambar 1 adalah efek inverse dari Joule Thompson, api atau letikan api, difusi gas, kompresi adiabatic yang spontan, serta
permukaan panas. Dengan letikan api yang memiliki energi sebesar 20 kJ telah mampu membakar atau meledakkan gas hidrogen dengan sendirinya pada temperature minimum 585oC
Ada beberapa metode pembuatan gas hidrogen yang telah dikenal. Namunn semua metode tersebut prinsipnya sama, yaitu memisahkan hidrogen dari unsur lain dalam senyawanya. Setiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan, tetapi secara umum parameter yang dapat dipertimbangan dalam memilih metode pembuaran H2
adalah biaya, kelayakan secara ekonomi, skala produksi dan bahan baku serta yang terpenting adalah emisi yang dihasilkan, Berikut merupakan beberapa metode pembuatan H2 :
1. Steam Reforming 2. Gasifikasi Biomassa 3. Gasifikasi Batubara 4. Eleltrolisis Air (H2O) 2.2 Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen, yang berbeda muatan saling tarik-menarik dan juga tolak-menolak sekaligus, muatan positif yang dimiliki oleh 2 molekul H dan muatan negatif yang dimiliki sebuah molekul O.
Molekul O menarik kedua molekul tersebut. Namun gaya tolak terbentuk akibat kedua molekul H yang ditarik oleh O memiliki muatan yang sama-sama positif. Air bersifat tidak berwarna,tidak berasadan tidak berbaupada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0°C).
Bila air diberi perlakuan panas maka yang terjadi adalah makin panas suhunya maka makin cepat gerakan molekul-molekul di dalamnya hingga pada suhu tertentu air tersebut kemudian lepas dan membentuk ikatan yang kecil berupa uap air. Kualitas dan kuantitas hasil uap dari perlakuan panas tersebut juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas air tersebut. Untuk itu kuantitas (jumlah) dan kualitasnya (mutunya) harus
dijaga sesuai dengan kebutuhan hasil yang diinginkan. Parameter kualitas air dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu:
a. pH
Pengukuran sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang-baliknya konsentrasi ion hidrogen dalam moles per liter. Pengaturan nilai pH diperbolehkan sampai batas yang tidak merugikan karena efeknya terhadap rasa, korosivitas, dan efisiensi klorinitas.
Beberapa senyawa asam dan basa yang bersifat toksin dalam bentuk molekul.
b. Kandungan Senyawa Kimia
Air yang baik untuk media budidaya perikanan tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kelangsungan hidup biota yang dibudidayakan. Logam berat seperti Hg (air raksa) dan Pb (timbal) merupakan zat kimia berbahaya jika masuk ke dalam air. Dengan konsentrasi rendah pun, zat kimia tersebut umumnya dapat menyebabkan kematian, terutama pada hewan air seperti ikan. Hg yang terdapat dalam bentuk ion seperti m-Hg atau metil-Hg, merupakan komponen yang berbahaya di dalam air.
c. Kesadahan
Kesadahan air disebabkan oleh banyaknya mineral dalam air yang berasal dari batuan dalam tanah, baik dalam bentuk ion maupun dalam ikatan molekul. Elemen terbesar yang terkandung dalam air adalah kalsium, magnesium, natrium, dan kalium. Kadar mineral dalam tanah bervariasi, tergantung jenis tanahnya.
Kandungan mineral inilah yang menentukan parameter keasaman dan kekerasan air.
Selain itu, hal yang mempengaruhi kualitas air adalah kadar salinitas. Edward Jannert (dalam Kordi dan Tancung 2007:66) Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air. Yaitu jumlah gram garam yang terlarut untuk setiap liter larutan. Biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (parts per thousand). Oleh karena itu, suatu sampel air laut yang seberat 1000 gram yang mengandung 35 gram senyawa-senyawa terlarut mempunyai salinitas 350/00.
Zat-zat yang terlarut meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup dan gas-gas terlarut. Fraksi terbesar dari bahan-bahan terlarut terdiri garam-garam anorganik yang berwujud ion-ion (99.99%).
Ion-ion yang terkandung di dalam air laut di dominasi oleh ion-ion seperti kloraida, karbonat, sulfat, natrium, kalium dan magnesium. Di dalam air laut mengandung bermacam-macam senyawa oksida/garam, berturut-turut: Fe2O3, CaCO3, CaSO4, MgCl2, NaCl, MgSO4, NaBr mengandung jumlah endapan: 0,003; 0,1172; 1,1172;
0,1532; 27,1074; 0,642; 0,2224 gram/liter (Jannert. 2018).
Pengukuran salinitas berhubungan dengan klorinitas. Klorinitas ini sudah termasuk klorida, bromida dan iodida. Menurut klasifikasi tinggi rendahnya salinitas, maka salinitas terbagi menjadi tiga bagian yaitu air tawar, air payau dan air laut dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi air berdasarkan salinitas Sebutan/Istilah Salinitas (ppt) Air Tawar
Fresh Water <0.5
Oligohaline 0.5-3.0
Air Payau
Mesohaline 3.0-16.0
Polyhaline 16.0-30.0
Air Laut
Marine 30.0-40.
(Sumber: Tancung and Kordi, 2007)
Tinggi rendahnya salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, penguapan, curah hujan, banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, konsentrasi zat terlarut dan pelarut. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka semakin tinggi pula daya serap garam tersebut untuk menyerap air. Salinitas juga berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas disuatu perairan, maka semakin besar pula tekanan osmotiknya.
Air berdasarkan sumbernya terbagi menjadi air tanah dan juga air permukaan yang masing-masing antara lain air tawar (fress water), air asin (air laut), Air laut
merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan memiliki kadar garam (salinitas) yang tinggi, dimana rata-rata air laut di lautan dunia memiliki salinitas sebesar 35. Hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35 gram-garam yang terlarut di dalamnya. Kandungan garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut antara lain klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium, dan florida, sedangkan air tawar merupakan air dengan kadar garam dibawah 0,5 ppt.
2.3 Elektrolisis
Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi energi kimia. Pertama kali dilakukan oleh William Nicholson dan Anthony Carlisle kira-kira pada tahun 1800. Proses elektrolisis memisahkan molekul air menjadi gas hidrogen dan oksigen dengan cara mengalirkan arus listrik (AC atau DC) ke elektroda tempat larutan elektrolit (air dan katalis) berada. Reaksi elektrolisis tergolong reaksi redoks tidak spontan, reaksi itu dapat berlangsung karena pengaruh energi listrik (Rusminto, 2009). Proses ini ditemukan oleh Faraday tahun 1820.
Hidrogen akan muncul di katoda, yaitu elektroda yang terhubung ke arus negatif dan oksigen di anoda, yaitu elektroda yang terhubung ke arus positif, Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air. Reaksi total elektrolisis air adalah penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen.
Sel elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk mengubah reaksi kimia yang terjadi. Pada sel elektrolisis katoda memiliki muatan negatif sedangkan anoda memiliki muatan positif (Harahap, 2019). Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta. Yang membedakan sel elektrolisis dari sel volta adalah, pada sel elektrolisis, komponen voltmeter diganti dengan sumber arus (AC atau DC). Larutan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam suatu wadah. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au) (G, Reza. S. 2015).
Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektroda) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada katoda. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi endapan logam.
Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas.
Reaksi total elektrolisis air adalah penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen. Bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan reaksi setengah sel untuk elektrolit asam atau basa dituliskan dalam dua cara yang berbeda.
Elektrolit asam,
Katoda : {2H+(aq) + 2e- → H2(g)} Ӏx2 Eo = 0,00 V Anoda : 2H2O(l) → O2(g) + 4H+(aq) + 4e- Eo = +1,23 V Total : H2O(l) → 2H2(g) + O2(g) Eo = +1,23 V Elektrolit basa,
Katoda : {H2O(l) + 2e- → H2(g) + 2OH-(aq)} Ӏx2 Eo = -0,83 V Anoda : 4OH-(aq) → O2(g) + 2H2O(l) + 4e- Eo = +0,40 V Total : H2O(l) → 2H2(g) + O2(g) Eo = 1,23 V
Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan hidrogen, proses elektrolisis ini ditemukan oleh Faraday tahun 1820. Proses pergerakan elektron pada proses elektrolisis dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Proses Elektrolisis Air (Achmad H, 1992)
Elektrolisis satu mol air menghasilkan satu mol gas hidrogen dan setengah mol gas oksigen dalam bentuk diatomik, yang merupakan sebuah analisis yang rinci dari proses memanfaatkan potensi termodinamika dan hukum pertama termodinamika.
Proses elektrolisis terjadi pada temperatur 298 K dan satu tekanan atmosfer dan nilai- nilai yang relevan yang diambil dari tabel sifat termodinamika.
Menurut A. Suyuty (2011) Faktor yang mempengaruhi proses elektrolisis antara lain penggunaan katalisator, luas permukaan tercelup, sifat bahan baku elektroda, konsentrasi pereaksi, dan besaran tegangan eksternal. Terlihat jelas bahwa tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam di katoda dan gas di anoda. Faktor yang mempengaruhi elektrolisis antara lain:
1. Penggunaan Katalisator
Penggunaan katalisator berfungsi untuk mempermudah proses penguraian air menjadi atom-atom penyusunya hidrogen dan oksigen karena ion katalisator mampu mempengaruhi kestabilan molekul air menjadi ion H+ dan OH- yang lebih mudah dielektrolisis dan tidak menggunnakan konsumsi energi yang banyak atau penurunan konsumsi energi listik untuk proses elektrolisis. Katalisator yang biasa digunakan adalah KOH dan H2SO4 atau juga larutan-larutan yang memiliki nilai elektrolit yang tinggi sehingga dapat membantu proses penguraian air atau elektrolisis air.
2. Luas Permukaan
Semakin besar luas yang menyentuh elektroda maka semakin suatu elektrolit untuk transfer elektronnya. Sehingga terjadi hubungan sebanding jika luasan yang tercelup sedikit maka semakin mempersulit elektrolit untuk melepaskan elektron dikarenakan sedikitnya luas penampang penghantar yang menyentuh elektrolit.
Sehingga transfer elektron bekerja lambat dalam mengelektrolisis elektrolit.
3. Sifat Logam Bahan Elektroda
Penggunaan medan listrik pada logam dapat menyebabkan seluruh elektron bebas bergerak dalam metal, sejajar, dan berlawanan arah dengan arah medan listrik. Ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik.
Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah, menghasilkan arus listrik.
Konduktivitas listrik didefinisikan sebagai ratio rapat arus terhadap kuat medan listrik. Konduktivitas listrik dapat dilihat pada deret volta berikut :
Gambar 2.3 Deret Volta (Sumber : “Amirabagya”, n.d)
Semakin ke kanan maka semakin besar massa jenisnya. Dalam hal ini logam stainless steel paling sering digunakan karena kromium memiliki peran untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam).
4. Konsentrasi Pereaksi
Semakin besar konsentrasi suatu larutan pereaksi maka akan semakin besar pula laju reaksinya. Ini dikarenakan dengan prosentase katalis yang semakin tinggi dapat mereduksi hambatan pada elektrolit. Sehingga transfer elektron dapat lebih cepat meng-elektrolisis elektrolit dan didapat ditarik garis lurus bahwa terjadi hubungan sebanding terhadap prosentase katalis dengan transfer elektron.
Pada katode, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidroksida (OH-). Sementara itu pada anode, dua molekul air
lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katode. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air.
Beda potensial yang dihasilkan oleh arus listrik antara anoda dan katoda akan mengionisasi molekul air menjadi ion positif dan ion negatif. Pada katoda terdapat ion positif yang menyerap elektron dan menghasilkan molekul ion H2, dan ion negatif akan bergerak menuju anoda untuk melepaskan elektron dan menghasilkan molekul ion O2. 2.4 Arrestor
Arrestor adalah suatu komponen alat yang berfungsi sebagai upaya pengendalian yang bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja seperti terjadinya ledakan akibat terjadinya flashback fire pada saat uji nyala pada alat pembuatan hidrogen. Pemilihan bahan baku untuk pembuatan flashback arrestor ini harus memiliki sifat dapat meredam panas atau tahan api dan tidak mudah korosi dan juga harus memiliki sifat mengurangi terjadinya proses oksidasi.
Gambar 2.4 Arrestor (Sumber: Delvis, 2012) 2.4.1 Material Penahan Panas
Material tahan panas adalah material yang mampu mempertahankan sifat- sifatnya atau tidak mengalami penurunan kualitas pada suhu yang tinggi. Material tahan panas adalah material paduan yang dikembangkan untuk aplikasi pada suhu yang sangat tinggi dengan penekanan yang tinggi terhadap sifat-sifat seperti tensile, thermal, vibratory atau shock dan ketahanan terhadap oksidasi. Definisi lainnya yaitu material tahan panas adalah material yang mampu menahan beban pada suhu operasi mendekati titik lelehnya, mampu menahan degradasi mekanik selama waktu tertentu, serta tidak mudah bereaksi dengan lingkungan pada suhu operasi yang tinggi.
Dari beberapa definisi mengenai material tahan panas, dapat disimpulkan bahwa material tahan panas yang dimaksud adalah material yang berbasis pada logam, dimana logam tersebut merupakan material paduan yang dipadukan dengan unsur- unsur paduan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat sesuai dengan kebutuhan pada suhu operasi yang tinggi.
2.4.2 Jenis Material Penahan Panas
Paduan logam tahan panas dapat digunakan pada aplikasi yang luas, baik yang melibatkan pembebanan tinggi, pembebanan kejut, suhu tinggi, gesekan dan lain sebagainya. Hal ini adalah karena sifat logam dapat direkayasa sesuai kebutuhan dengan menambahkan unsur paduan yang tepat. Salah satu klasifikasi material logam yang telah banyak digunakan sebagai material tahan panas adalah superalloy.
Superalloy adalah material yang memang dikembangkan dengan tujuan untuk mempertahankan kekuatannya pada temperatur tinggi (> 650 OC) untuk waktu yang lama, memiliki kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi dan keuletan yang baik pada temperatur rendah, serta stabilitas permukaan yang baik. Sedangkan, kelompok lainnya adalah material logam baja tahan panas yang dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu:
1. Iron-chromium
Kelompok baja ini memiliki komposisi sebesar 26-30% Cr dan <7% Ni. Kelompok ini biasa digunakan pada aplikasi dimana kekuatan pada suhu tinggi tidak diperlukan, seperti bearing, roll, fitting, dan lain-lain.
2. Iron-chromium-nickel
Kelompok baja ini memiliki komposisi sebesar 18-32% Cr dan 8-22% Ni.
Kebanyakan struktur mikronya fully γ. Pada suhu >800 oC α membentuk σ phase yang brittle, namun kuat pada suhu tinggi. Ketahanan creep dan rupture strength yang tinggi dan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kadar Ni. Biasa digunakan pada furnace.
3 Iron-nickel-chromium
Komposisinya 15-28% Cr dan 23-41% Ni (Cr < Ni). Kelompok ini memiliki fasa γ yang stabil, memiliki kekuatann yang baik pada temperatur tinggi, tahan thermal
stress dan oksidasi. Pada aplikasinya biasa digunakan sebagai chain, komponen furnace, steam reformer dan load bearing.
4 Nickel-iron-chromium
Komposisi baja ini adalah 58-68% Ni dan 10-19% Cr. Kelompok ini memiliki sifat tahan terhadap karburisasi dan nitridasi. Karena sifatnya tersebut, maka biasanya kelompok baja ini digunakan untuk peralatan karburisasi dan nitridasi, komponen pembakar, dan lain sebagainya.
2.4.3 Sifat Material Penahan Panas
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa sifat-sifat material tahan panas yaitu mampu menahan beban pada suhu operasi mendekati titik lelehnya, mampu menahan degradasi mekanik selama waktu tertentu, tidak mudah bereaksi dengan lingkungan pada suhu operasi yang tinggi, mampu mempertahankan sifat-sifatnya pada suhu operasi yang tinggi dan lain sebagainya.
Adapun detail mengenai sifat-sifat material yang harus dipertahan oleh material tahan panas antara lain:
- Kekuatannya pada suhu tinggi (tidak mengalami pelunakan).
- Tahan creep (kegagalan mekanik yang diakibatkan pengaplikasian pada suhu tinggi, meskipun beban yang diterima tidak ditambahkan).
- Harus tahan terhadap atmosfir yang korosif, seperti:
o Oksidasi: pada suhu tinggi, logam cenderung akan lebih reaktif dan apabila lingkungannya bersifat korosif maka akan sangat memungkinkan terjadinya oksidasi (korosi).
o Sulfidasi: terjadi akibat kontak dengan unsur S yang dapat membentuk senyawa sulfida yang keras namun sangat rapuh (sangat mengurangi keuletan material).
o Karburisasi: terjadi akibat kontak dengan elemen hidrokarbon yang dapat membentuk karbida yang keras namun sangat rapuh (sangat mengurangi keuletan material). Biasanya terjadi pada suhu 900-1000 F.
o Dekarburisasi: penghilangan kadar karbon dari material logam yang mengakibatkan kekerasan suatu logam akan menurun karena karbon yang dikandungnya menghilang.
o Serangan hidrogen: salah satu jenis korosi yang disebabkan oleh serangan hidrogen.
- Kestabilan fasa (tidak berubah fasa)
- Tahan warping (perubahan bentuk atau dimensi material) - Tahan retak
- Tahan stress–rupture - Tahan thermal shock - Tahan thermal fatigue 2.5 Konduksi
Pada bahan pengisi arrestor, terjadi perpindahan panas secara konduksi didalam tabung. Konduksi adalah proses perpindahan kalor dari suatu bagian benda padat atau material ke bagian lainnya. Pada perpindahan kalor secara konduksi tidak ada bahan dari logam yang berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam yang diletakkan di atas nyala api membentur molekul-molekul yang berada di dekatnya dan memberikan sebagian panasnya. Molekul-molekul terdekat kembali membentur molekul molekul terdekat lainnya dan memberikan sebagian panasnya, dan begitu seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu logam naik. Jika padatan adalah logam, maka perpindahan energi kalor dibantu oleh elektron-elektron bebas, yang bergerak diseluruh logam, sambil menerima dan memberi energi kalor ketika bertumbukan dengan atom-atom logam. Dalam gas, kalor dikonduksikan oleh tumbukan langsung molekul-molekul gas. Molekul di bagian yang lebih panas dari gas mempunyai energi rata-rata yang lebih tinggi bertumbukan dengan molekul berenergi rendah, maka sebagian energi molekul berenergi tinggi ditransfer ke molekul berenergi rendah Buchori (2004).
Jika padatan adalah logam, maka perpindahan energi kalor dibantu oleh electron-elektron bebas, yang bergerak diseluruh logam, sambil menerima dan memberi energi kalor ketika bertumbukan dengan atom-atom logam. Dalam gas, kalor
dikonduksikan oleh tumbukan langsung molekul-molekul gas. Molekul di bagian yang lebih panas dari gas mempunyai energi rata-rata yang lebih tinggi bertumbukan dengan molekul berenergi rendah, maka sebagian energi molekul berenergi tinggi ditransfer ke molekul berenergi rendah (Klara, 2008).
Joseph Fourier adalah salah seorang yang mempelajari proses perpindahan panas secara konduksi. Pada tahun 1822, Joseph Fourier telah merumuskan hukumnya yang berkenaan dengan konduksi. Banyak faktor yang mempengaruhi peristiwa konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh geomeri, pengaruh permukaan kontak, pengaruh adanya insulasi dan lain-lainnya.
Dalam proses perpindahan kalor secara konduksi terdapat laju hantaran kalor.
Laju hantaran kalor menyatakan seberapa cepat kalor dihantarkan melalui medium itu.
Terdapat besaran-besaran yang mempengaruhi dalam laju hantaran kalor yaitu luas permukaan benda, panjang atau tebal benda, perbedaan suhu antar ujung benda dan juga dipengaruhi oleh suatu besaran k yang disebut konduktivitas termal (Holman, 1994).
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut ini yang disebut dengan hokum Fourier dan merupakan persamaan dasar konduksi. Persamaan dasar konduksi :
𝑞 = −𝑘𝐴∆𝑇
∆𝑥 Dimana:
Q = laju perpindahan kalor (W) k = konduktivitas termal (W/moC) A = luas penampang (m2)
∆𝑇/∆𝑥 = Gradien temperatur dalam arah x (C/m)
2.6 Tembaga
Tembaga atau copper adalah salah satu unsur logam berbentuk kristal dengan warna kemerahan dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Tembaga
merupakan logam transisi golongan IB yang memiliki nomor atom 29 dan berat atom 63,55 g/mol. Tembaga di alam banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar, 2004).
Tabel 2.3 Tabel Karakteristik Tembaga
Sumber: ICSG (2012)
Sifat-sifat logam Tembaga Sifat Fisika
1. Tembaga memiliki warna kuning kemerah-merahan.
2. Unsur ini sangat mudah dibentuk, lunak, sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis, kawat.
3. Bersifat sebagai konduktor panas dan listrik yang bagus untuk aliran elektron.
4. Tembaga bersifat keras bila tidak murni.
5. Memiliki titik leleh pada 1.084,62 °C, sedangkan titik didih pada 2.562 °C.
Sifat Kimia
1. Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan terhadap korosi.
2. Pada udara yang lembab, permukaan tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
3. Pada suhu sekitar 300°C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1.000°C, akan terbentuk tembaga (I) oksida (Cu2O) yang berwarna merah.
4. Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam non-oksidator encerseperti HCl encer dan H2SO4 encer, tetapi HCl pekat dan mendidih menyerang logam tembaga dan membebaskan gas hidrogen.
5. Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam amonia oleh adanya udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks Cu(NH3)4+.
6. Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen. Bereaksi dengan belerang membentuk tembaga (I) sulfida dan tembaga (II) sulfida dan untuk reaksi dengan halogen membentuk tembaga (I) klorida.
2.7 Besi
Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin: ferrum) dan nomor atom 26. Merupakan logam dalam deret transisi pertama. Ini adalah unsur paling umum di bumi berdasarkan massa, membentuk sebagian besar bagian inti luar dan dalam bumi. Besi adalah unsur keempat terbesar pada kerak bumi. Kelimpahannya dalam planet berbatu seperti bumi karena melimpahnya produksi akibat reaksi fusi dalam bintang bermassa besar, di mana produksi nikel-56 (yang meluruh menjadi isotop besi paling umum) adalah reaksi fusi nuklir terakhir yang bersifat eksotermal.
Unsur besi terdapat dalam meteorit dan lingkungan rendah oksigen lainnya, tetapi reaktif dengan oksigen dan air. Permukaan besi segar tampak berkilau abu-abu keperakan, tetapi teroksidasi dalam udara normal menghasilkan besi oksida hidrat, yang dikenal sebagai karat. Tidak seperti logam lain yang membentuk lapisan oksida pasivasi, oksida besi menempati lebih banyak tempat daripada logamnya sendiri dan kemudian mengelupas, mengekspos permukaan segar untuk korosi.
Sifat-sifat logam Besi Lambang
No. Atom
Golongan, Periode Penampilan Massa Atom
Konfigurasi Elektron Fase
: Fe : 26 : 8,4
: Metalik mengkilsp keabu-abuan : 55,854 (2) g/mol
: [𝐴𝑟] 3𝑑6 4𝑠2 : Padat
Massa Jenis (Suhu Kamar) Titik Lebur
Titik Didih Kapasitas Kalor
: 7,86 𝑔/𝑐𝑚3
: 1811 𝑜𝐾 (1538 𝑜𝐶, 2800 𝑜𝐹) : 3134 𝑜𝐾 (2861 𝑜𝐶, 5182 𝑜𝐹) : ( 25 𝑜𝐶) 25,10 J/(mol.K) 2.8 Stainless Steel
Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainles steel adalah senyawa besi yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap Krom yang terjadi secara spontan. Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum) (Masduki.2011).
Stainless steel adalah jenis baja yang tahan tahan terhadap pengaruh oksidasi.
Stainless steel merupakan logam paduan dari beberapa unsur logam yang dipadukan dengan komposisi tertentu. Dari perpaduan logam tersebut didapat logam baru dengan sifat atau karakteristik yang lebih unggul dari unsur logam sebelumnya. Stainless Steel memiliki kandungan Chromium minimal 10,5%. Kandungan unsur Chromium ini merupakan pelindung utama dari gejala yang disebabkan pengaruh kondisi lingkungan.
Jika logam lain memerlukan proses galvaniz untuk melindungi dari korosi, stainless steel memiliki sifat tahan korosi secara alami tanpa pabrikasi. Sifat tahan karat stainless steel diperoleh karena adanya unsur chromium yang tinggi. Stainless steel memiliki lapisan oksida yang stabil pada permukaannya sehingga tahan terhadap pengaruh oksigen. Lapisan oksida ini bersifat self-healing (penyembuhan diri) yang tetap utuh meskipun permukaan benda dipotong atau rusak.
Sifat fisik Stainless steel
1. Stainless steel adalah zat keras dan kuat.
2. Stainless steelbukan konduktor yang baik (panas dan listrik).
3 Stainless steelmemiliki kekuatan ulet tinggi. Ini berarti dapat dengan mudah dibentuk atau bengkok atau digambar dalam bentuk kabel.
4 Sebagian varietas dari stainless steel memiliki permeabilitas magnetis. Mereka sangat tertarik terhadap magnet.
5 Tahan terhadap korosi.
6 Tidak bisa teroksidasi dengan mudah.
7 Stainless steel dapat mempertahankan ujung tombak untuk suatu jangka waktu yang panjang.
8 Bahkan pada suhu yang sangat tinggi, stainless steel mampu mempertahankan kekuatan dan tahanan terhadap oksidasi dan korosi.
9 Pada temperatur cryogenic, stainless bisa tetap sulit berubah.
Sifat kimia stainlees steel
Stainles steel adalah paduan logam yang lebih disukai untuk membuat peralatan dapur, karena tidak mempengaruhi rasa makanan. Permukaan peralatan stainless steel yang mudah dibersihkan. Minimal pemeliharaan dan daur ulang total peralatan stainless steeljuga berkontribusi terhadap popularitas mereka. Stainless steel adalah nama universal untuk paduan logam, yang terdiri dari Kromium dan Besi. Sering disebut juga dengan baja tahan karat karena sangat tahan terhadap noda (berkarat). Besi murni adalah unsur utama dari stainless steel. Besi murni adalah rentan terhadap karat dan sangat tidak stabil, seperti yang diekstraksi dari bijih besi. Karat besi adalah karena reaksi dengan oksigen , di hadapan air. Kromium membentuk lapisan transparan dan pasif kromium oksida, yang mencegah kerusakan mekanik dan kimia. Konstituen kecil lainnya dari baja adalah Nikel, Nitrogen dan Molibdenum. Kandungan kecil Nikel meningkatkan ketahanan korosi lebih lanjut, dan melindungi stainless steel dari penggunaan kasar dan kondisi lingkungan yang keras. Pitting atau jaringan parut dihindari dengan menambahkan Molybdenum untuk baja. Sifat kimia dan struktur baja stainless ditingkatkan menggunakan paduan lainnya. Titanium, Vanadium dan Tembaga adalah paduan yang membuat stainless steel lebih cocok untuk keperluan tertentu. Tidak hanya logam, tetapi juga non-logam seperti Nitrogen, Karbon dan Silikon yang digunakan untuk membuat stainless steel. Sifat kimia bertanggung jawab atas ketahanan korosi dan struktur mekanik dari baja stainless yang penting untuk
memilih nilai sempurna untuk aplikasi yang diperlukan. Baja stainless memiliki properti dasar perlawanan-korosi. Faktor-faktor yang mempengaruhi properti ini adalah komposisi kimia dari media korosif, komposisi kimia logam yang digunakan, variasi suhudan kandungan oksigen dan aerasi medium. Dengan demikian, variasi- variasi kecil dalam komposisi kimia dapat digunakan untuk berbagai stainless steel.
2.7 Alumunium
Aluminium adalah sejenis logam yang begitu keras dan tidak begitu kuat tetapi sangat kenyal, aluminium mempunyai berat jenis yang rendah, yakni 2,6 dan warnanya putih kebiru-biruan (Daryanto, 2009). Aluminium adalah unsur ke-13 di tabel periodik, dan merupakan logam paling melimpah di Bumi, membentuk 8,1% kerak bumi. Itu tidak ditemukan secara bebas di alam, artinya selalu ditemukan digabungkan dengan unsur lain karena sangat reaktif. Aluminium berasal dari mineral bauksit. Bauksit dikonversi menjadi aluminium oksida (alumina) melalui Proses Bayer. Alumina kemudian dikonversi menjadi logam aluminium menggunakan sel elektrolitik dan proses hall-heroult.
Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium oksida bersifat insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik.
Sifat fisika Alumunium
1. insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik 2. Memiliki struktur yang keras
Sifat kimia Alumunium
1. Bereaksi dengan oksigen di udara membentuk aluminium oksida 2. Mudah bereaksi dengan oksigen di udara.
3. Mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya