INSTING TOKOH
DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA(KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA) Syurriati1, Titiek Fujita Yusandra2, Yulia Pebriani2
1Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat
2Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat [email protected]
ABSTRACT
This research is motivated by the following problems. Instinct has an important role in life because it is related to human attitudes, deeds and behavior.
The novel Biola Tak Berdawai is very interesting in terms of the language used is easy to understand. The purpose of this study is to describe aspects of personality and instinct of characters in the novel Biola Tak Berdawai by Seno Gumira Ajidarma (literature psychology study). Based on the analysis and discussion of the data, related to the analysis of personality and instinct of characters in the novel Biola Tak Berdawai by Seno Gumira Ajidarma as many as four figures, namely: (1) Dewa dominant against the id and instinct of life, he has feelings of affection to Renjani which serve as the object to survive; (2) Renjani is dominant of id and life instinct, he treats Dewa like a normal child when Dewa is an autistic child who can not hear, can not see; (3) Mbak Wid is dominant of ego and libido ego, he becomes a pediatrician to give hope to children who are physically deprived; (4) The dominant Bhisma against the ego and the instinct of life, he made Renjani and Dewa as objects for him to survive by creating songs.
Keyword: Instinct,Figure, Novel, Psychology
PENDAHULUAN
Karya sastra yang selalu memberikan gambaran kehidupan serta konflik-konflik yang sering terjadi dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah novel. Novel merupakan karya sastra yang menggambarkan aspek-aspek kehidupan secara mendalam. Selain itu novel juga berisikan masalah-
masalah yang dihadapi tokoh.
Masalah-masalah yang dialami tokoh dalam cerita terbentuk karena keadaan psikologi menjadi salah satu faktor dari sebuah masalah.
Psikologi merupakan kajian untuk kejiwaan manusia. Dalam psikologi sastra terdapat insting.
Sebagai makhluk hidup manusia lahir dengan sejumlah insting.
Insting pada manusia sudah tidak
murni karena sudah dibimbing oleh norma-norma dan si subjek yang menyadari norma-norma tadi bersama dengan dorongan-dorongan.
Insting menjadi faktor penggerak bagi segala tingkah laku, aktifitas manusia, dan menjadi tenaga dinamis yang tertanam sangat dalam pada kepribadian manusia. Manusia yang memiliki keterbatasan memiliki insting lebih kuat dibanding manusia normalnya. Manusia yang memiliki keterbatasan akan menggunakan insting untuk bertahan hidup, berinteraksi, dan untuk menghindari bahaya. Jadi insting adalah dorongan perilaku dan reaksi terhadap sesuatu yang tidak dipelajari tetapi sudah ada sejak lahir dan turun temurun. Jiwa manusia berfungsi dalam menjalankan kontrol selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan terhadap keinginan tertentu.
Insting juga digunakan seorang pengarang terhadap sebuah karya sastra. Karya sastra menggunakan kajian insting untuk memahami karakter tokoh. Insting juga digunakan seorang pengarang untuk membuat karya sastra benar-benar
seperti nyata dengan menggunakan cara berfikir tokoh yang berbeda- beda. Insting mewakili bagaimana cara seeorang pengarang menggambarkan kejiwaan tokoh.
Dapat dilihat dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma. Novel ini menceritakan bagaimana tokoh menghadapi masalah yang dialaminya. Tokoh Dewa dalam novel ini memiliki keterbatasan fisik. Ia tidak bisa mendengar, melihat, bahkan bergerak yang biasanya disebut anak tunadaksa. Keterbatasan ini tidak membuatnya berputus asa karena ia memiliki seorang ibu angkat yang begitu menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri. Sosok itu bernama Renjani. Renjani adalah seorang perempuan pendiri dan pemilik sebuah panti asuhan yang bernama Rumah Asuh Sejati. Rumah Panti Asuhan Sejati hanya menerima anak-anak yang berkebutuhan khusus. Dewa adalah anak yang dibuang orang tuanya. Renjani sangat menyayangi Dewa. Walaupun tidak bisa melihat, mendengar tetapi Dewa bisa merasakan bagaimana kasih sayang Renjani kepadanya.
Dewa mengunakan insting perasaannya kepada Renjani. Selain Renjani ada Mbak Wid yang bertugas sebagai dokter kepala di Rumah Asuh Sejati. Mbak Wid seorang perempuan yang memiliki masalalu yang suram. Mbak Wid menceritakan kisahnya kepada Renjani dengan perasaan yang sangat kecewa, sedih dan marah. Dalam kehidupan Renjani munculah Bisma seorang pemain biola yang bertemu saat Renjani dan Dewa menonton pertunjukan biola. Perkenalan itu menimbulkan sebuah rasa suka Bisma tethadap Renjani. Saat Bhisma mengatakan suka kepada Renjani, hal itu membuat Renjani sangat sedih dan marah karena itu membuat ia teringat akan masalalunya yang kelam. Masa lalu yang dikubur dalam-dalam akhirnya teringat kembali. Bhisma tidak pernah menyerah untuk mendapatkan cintanya Renjani sampai akhirnya Renjani meninggal.
Sikap dan perilaku setiap tokoh dalam menghadapi masalah berbeda- beda. Dewa menjalani hidupnya dengan berimajinasi sendiri karena faktor keterbatasan fisiknya. Renjani
yang memiliki masa lalu kelam mengubur dalam-dalam masalalunya dengan tidak membuka diri terhadap cinta kepada laki-laki. Mbak Wid dari kecil mengetahui ibunya seorang PSK tetap menjalani kehidupannya sampai ia ingin bercita-cita sebagai dokter. Dan Bhisma yang berusaha terus agar Renjani mau mnerima cintanya.
Berdasarkan uraian di atas, penting untuk dilakukan penelitian tentang masalah insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira (kajian psikologi sastra).Hal yang melatarbelakangi pemilihan insting dan novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma adalah sebagai berikut.
Pertama, Insting berkaitan dengan kejiwaan manusia yang penting untuk dipelajari. Kedua, insting memiliki peran penting dalam kehidupan karena insting berkaitan dengan sikap, perbuatan dan perilaku manusia. Ketiga, penelitian terhadap insting dilakukan untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi setiap tokoh. Keempat, novel Biola Tak Berdawai menggambarkan keadaan yang ada melalui tokoh
utama. Kelima, novel ini sangat menarik dari segi bahasa yang digunakan mudah dipahami dan seorang pengarang mampu mengungkapkan permasalahan- permasalahn yang dihadapi setiap tokoh dengan cara yang berbeda serta dengan realita kehidupan secara nyata.
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan aspek kepribadian tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma dilihat dari id, ego, superego. (2) Mendeskripsikan insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra).
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Psikologi sastra dipengaruhi beberapa hal, yaitu karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam stuasi setengah sadar yang selanjutnya dituangkan kedalam bentuk conscious (Minderop, 2010: 54).
Menurut Endraswara (2011: 96) menyatakan bahwa psikologi sastra
disamping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga aspek- aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya semakin hidup.
Pengarang menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya.
Freud (dalam Semiun, 2006: 61) mengatakan bahwa id bagian tertua dari kepribadian. Id adalah bagian kepribadian yang sangat primitif yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan bawaan yang tidak dipelajari dalam psikoanalisis disebut insting-insting. Endraswara (2011:
101) mengatakan bahwa id adalah aspek kepribadian yang gelap dalam alam bawah sadar manusia yang berisi insting atau nafsu-nafsu tidak mengenal nilai dan agaknya berupa energi buta.
Minderop (2010: 101) menyatakan bahwa ego menolong manusia untuk mempertimbangkan apakah ia dapat memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau
penderitaan bagi dirinya sendiri.
Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya penalaran, penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan. Endraswara (2011: 101) mengatakan bahwa ego merupakan sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan.
Ego adalah kepribadian implementatif, yaitu berupa kontak dengan dunia luar. Jadi, ego adalah aspek bagian dari id yang kehadirannya untuk memuaskan kebutuhan id sehingga ego tidak terpisahkan dari id.
Menurut Endraswara (2011:
101) superego merupakan sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang berisi evaluatif yang menyangkut baik buruknya suatu pekerjaan. Minderop (2010: 22) menyatakan bahwa superego sama halnya dengan hati nurani yang mengenali baik buruknya (conscience).Superego mengacu pada moralitas dalam kepribadian.
Sebagaimana id, superego tidak mempertimbangkan realita karena tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika impuls
seksual dengan agresivitas id dapat terpusatkan dalam pertimbangan moral.
Menurut Freud (dalam Semiun, 2006: 70) menyatakan bahwa insting adalah suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja. Semua insting bersama-sama merupakan keseluruhan energi psikis yang tersedia bagi kepribadian. Kartono (1996: 100) menyatakan bahwa insting adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah, pada tujuan yang berarti bagi si subjek, tidak disadari dan berlangsung secara mekanis. Insting atau naluri itu merupkan kemampuan yang ada sejak lahir.
Menurut freud (dalam Semiun, 2006: 73) klasifikasi insting insting terdiri dari dualisme asli: lapar-cinta, skema kuasi-uniter: libido ego dan libido objek, kembali kepada dualisme: insting hidup dan insting mati.
METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Sugiyono (2013: 9) Menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Metode dalam penelitian ini adalah metode deskripstif analisis.
Menurut Ratna (2010: 53) menyatakan bahwa metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.
Data penelitian ini adalah berupa kalimat kata-kata yang terkait dengan insting dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra).
Sumber data ini adalah data tertulis dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu oleh format inventarisasi data. Penelitian
ini dilakukan pada insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra).
Teknik pengumpulan data menggunakan langkah-langkah berikut ini: (1) membaca dan memahami isi cerita yang disampaikan dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma, (2) menandai peristiwa yang mengacu pada bentuk insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra), (3) mendeskripsikan insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra) ke dalam tabel inventarisasi data, (4) menganalisis data insting yang telah ditemukan.
Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data sebagai berikut: (1) mendeskripsikan temuan data yang terkait dengan permasalahan insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra), (2) menganalisis data terkait dengan permasalahan insting tokoh dalam novel Biola Tak
Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra), (3) menyimpulkan hasil penelitian data yang terkait dengan permasalahan insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma (kajian psikologi sastra), (4) menulis hasil laporan penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
Pada bagian ini akan dideskripsikan dan dianalisis data berkaitan dengan aspek kepribadian tokoh dan insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma. Tokoh yang akan dideskripsikan dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma ada empat, yaitu: Dewa, Renjani, Mbak Wid, dan Bhisma.
1. Aspek Kepribadian Tokoh Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikologi Sastra)
Dalam menganalisis aspek kepribadian ada tiga aspek yang terdiri dari id, ego, superego. Berikut
ini akan dijabarkan hal-hal yang berhubungan dengan aspek kepribadian tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
a. Id
Keinginan-keinginan yang timbul dari Dewa terlihat dari fikirannya.
Dewa seorang anak tunadaksa yang tidak bisa melihat, mendengar, bahkan bergerak. Tatapi ia bisa mengerti dengan keadaan sekitarnya.
Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 1
Ibuku sangat yakin betapa aku akan mengerti, tapi aku tidak pernah
memperlihatkan tanda seperti mengerti. Aku selalu diam seribu bahasa, karena bahasa hatiku sudah selalu bicara. (Ajidarma, 2004:
9)
Dari kutipan di atas terlihat keinginan Dewa untuk mengerti keadaan disekitarnya. Dewa memahami keadaan sekitar dengan fikiran dan perasaannya. Dewa
memiliki daya imajinasi yang kuat untuk memahami disekitarnya dengan fikirannya sendiri. Tetapi sesuatu yang ia ketahui dan pahami itu tidak bisa dilihat oleh orang- orang disekitarnya karena kekurangannya. Orang-orang disekitarnya hanya bisa melihat seorang anak yang teronggok diam tanpa mengerti kehidupan sebenarnya.
b. Ego
Saat Renjani berbicara kepada Pak Kliwon untuk tidak mengganggu orang yang meletakan bayi di depan panti. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 7
Pak Kliwon, seorangtua yang biasa menjadi penjaga malam, kadang- kadang memergoki mereka yang meletakan bayi itu, tetapi ibuku sudah berpesan agar mereka tidak usah diganggu. “Kita tidak usah menambah beban mereka yang pendek akal, jiwanya kerdil, dan tidak bernyali
menghadapi kenyataan.
Kita anggap saja bayi- bayi ini titipan Tuhan,
sebelum mereka
dipanggil kembali”.
(Ajidarma, 2004: 25)
Berdasarkan kutipan tersebut dapat dianalisis aspek ego tokoh Renjani. Aspek ego tersebut berkaitan dengan kepedulian Renjani terhadap anak-anak yang dibuang orang tuanya. Renjani menganggap para orang tua yang membuang anaknya itu tidak memiliki hati.
Renjani melakukan itu karena Renjani ingin anak-anak itu memiliki tempat yang lebih baik dengan kondisi mereka yang tidak sempurna tidak akan ada yang mau merawatnya. Renjani membuka panti asuhan Rumah Asuh Sejati untuk menampung anak-anak yang berkebutuhan khusus. Di sana ada anak yang dibuang orang tuanya dan bahkan ada yang diantar orangtuanya sendiri. Renjani menerimanya dengan rendah hati dan merawat mereka dengan hati yang tulus.
c. Superego
Saat Renjani memulai membuka masalalunya kepada Mbak Wid.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 18
Mbak Wid meledak.
“kamu buang
anakmu?! Sudah sinting kamu Renjani kamu gugurkan anakmu ya? Iya Renjani?! Iya?!”
Mbak Wid tampak begitu murka, dilemparkannya kartu-kartu ke udara, dan beranjak dari kursi, melangkah ke kamarnya sendiri.
“Sinting! Hidup ini memang teka-teki yang sinting!”. (Ajidarma, 2004: 54)
Berdasarkan data tersebut dapat dianalisis aspek superego tokoh Mbak Wid. Aspek superego tersebut berkaitan dengan kemarahan Mbak Wid kepada Renjani yang telah membuang janinnya dengan melakukan aborsi. Mbak Wid merasa kasihan kepada janin itu, merasakan betapa sedihnya saat kelahiran yang tidak diinginkan, janin itu dibuang.
Hal itu juga membuat Mbak Wid
teringat akan adik-adiknya yang belum sempat dilahirkan ibunya.
2. Insting Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikologi Sastra)
a. Dualisme Asli: Lapar-Cinta Mbak Wid membuka cerita masalalunya kepada Renjani. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 9
“Ibuku mencubitnya, dan ia tertawa mesum,tapi hatiku sakit sekali. Aku tahu maksudnya, seperti Drupadi yang suaaminya lima, maka sumber kehidupan ibuku juga dari banyak laki-laki”.
“Aku sudah bersumpah kepada diri sendiri, aku akan menjadi dokter
anak, yang
menyelamatkan anak- anak. Biarlah ibuku membuang janin adik- adikku. Biarkanlah aku menebus dosa-dosa ibuku, dengan menyelamatkan anak-
anak sebanyak-
banyaknya”. (Ajidarma, 2004: 63)
Berdasarkan data tersebut dapat dianalisis rasa cinta tokoh Mbak Wid. Rasa cinta itu berkaitan dengan masalalunya. Mbak Wid menghabiskan hidupnya dengan mengabdi di panti asuhan untuk mrawat anak-anak yang tidak seberuntung anak-anak normal lainnya. Mbak Wid melakukan ini demi membuktikan rasa sayangnya kepada adik-adik dan ibunya. Mbak Wid melakukan itu untuk ingin menghapus dosa yang dilakukan ibunya pada masalalu.
b. Skema Kuasi Uniter: Libido Ego Dan Libido Objek
Saat Renjani dan Bhisma saling berbicara dan berkenalan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 16
Tiba-tiba, dengan kekuatan entah darimana, aku bisa menggerakan
tanganku, langsung memegang tongkat penggesek biola yang dipegang Bhisma erat- erat. Hanya itu yang bisa
kulakukan untuk menunjukan sesuatu.
Ibuku tentu senang sekali, tapi ibuku juga telalu sopan. “Dewa, itu bukan punya kamu. Sini kasihkan ibu. Ayo dong Dewa. Nanti Mas Bhisma marah lho.” (Ajidarma, 2004: 105)
Berdasarkan data tersebut dapat dianalisis libido ego tokoh Dewa.
Hal itu Dewa yang menginginkan tongkat penggesek biola milik Bhisma melakukan tindakan mengambilnya dengan gerakan tangan yang ia tidak sadar datang kekuatan itu darimana. Padahal Dewa merupakan seorang anak tunadaksa yang tidak bisa bergerak.
Dewa teringat saat umurnya hanya diperkirakan beberapa minggu, tapi karena Renjani yang merawat bagaikan anak kandungnya sendiri Dewa bisa bertahan sampai umur delapan tahun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 1
Bayi-bayi itu akan dirawat sampai mati di sini, dan itu tak akan terlalu lama. Karena memang akan cepat mati:
bagaikan pembenaran atas kelahiran yang dianggap keliru.Aku sendiri diperkirakan hanya akan hidup beberapa minggu, namun ibuku, bukan ibu kandungku tentu, telah membuat jiwaku bagaikan tanaman yang menemukan tanah subur. Menjelang delapan tahun kini ketika bayi Larasati akhirnya pergi. (Ajidarma, 2004:
8)
Berdasarkan kutipan data di atas merupakan libido objek. Hal itu terlihat dari keinginan Dewa menjadikan Renjani objek untuk ia bertahan Hidup. Rasa sayang Renjani membuat Dewa bagaikan disayang ibu kandungnya sendiri. Renjani menjadi sebuah kebahagian bagi
Dewa. Perlakuan Renjani membuat jiwa Dewa tenang.
c. Kembali Kepada Dualisme:
Hidup Versus Mati.
Dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma kembali kepada dualisme hidup terlihat pada tokoh Dewa, Renjani, Mbak Wid dan Bhisma. Sedangkan insting mati dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma tidak ditemukan karena dalam novel ini setiap tokoh lebih saling bergantung dan memliki
perasaan cinta untuk
mempertahankan kehidupan. Berikut pemaparan insting hidup dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma.
Renjani berbicara kepada Mbak Wid tentang ketakutannya pada masalalu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Data 24
“Aku tidak pernah butuh apapun untuk main musik. Aku tidak pernah butuh siapapun. Tapi sekarang semua nada sudah mati. Hatiku juga sudah mati”.
Lantas ditatapnya lagi mata ibuku dengan tajam.
“Aku butuh kamu untuk menyelesaikan lagu ini. Aku butuh kamu”.
Anak muda itu berlutut, dan meraih tangan ibuku.
“Aku mohon, jangan singkirkan aku. Dewa sudah mengisi batinku.
Kamu sudah mengisi hatiku. Tolong Renjani jangan singkirkan aku”. (Ajidarma, 2004:
132)
Bhisma memiliki perasaan kepada Renjani. Bhisma ingin menunjukan sayangnya kepada Renjani dengan membuat lagu.
Bhisma menjadikan perasaan itu untuk bertahan hidup. Saat perasaan cinta dimiliki maka seseorang akan
bertahan hidup untuk
mempertahankan rasanya itu.
b. Pembahasan
1. Aspek Kepribadian Tokoh Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya
Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikologi Sastra)
Berdasarkan analisis data di atas, maka dapat dilakukan pembahasan aspek kepribadian tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma berdasarkan id, ego dan superego. Tokoh yang akan dibahas dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma ada empat, yaitu Dewa, Renjani, Mbak Wid, dan Bhisma.
Dewa merupakan tokoh utama mmemiliki id lebih besar dibanding ego dan superego. Dewa memiliki keinginan-keinginan yang besar untuk membuktikan rasa cinta yang dimilikinya untuk Renjani. Dewa memahami keadaan sekitar dengan fikiran dan perasaannya. Dewa bahkan melakukan pergerakan walau hanya sepersekian detik untuk melihatkan kepada Renjani bahwa ia bisa. Padahal Dewa adalah anak tunadaksa yang tidak bisa bergerak, mendengar dan melihat.
Renjani sosok perempuan pendiri Panti Rumah Asuh Sejati yang memiliki aspek id lebih besar dibanding ego dan superego.
Keinginan dan kepeduliannya terhadap anak-anak panti asuhan terlihat dari tindakannya yang tidak keberatan saat orang tua mengantarkan anak-anaknya ke panti asuhan. Selain itu juga dapat dibuktikan dengan caranya memperlakukan Dewa dengan berlebihan. Renjani menganggap Dewa seperti anak normal. Padahal Dewa adalah anak tunadaksa yang tidak bisa bergerak, meihat, dan mendengar sekalipun.
Mbak Wid mengabdi di Panti Asuh Rumah Sejati, hal ini dilakukan untuk keinginannya menebus dosa- dosa ibuya. Mbak Wid memiliki id, ego dan superego seimbang. Mbak Wid seringkali menasehati Renjani atas perlakuan yang berlebihannya kepada Dewa. Mbak Wid menganggap anak-anak panti semua sama. Mbak Wid akan sangat marah saat seseorang mengantarkan anak normal ke Panti Asuh Rumah Sejati.
Bhisma memiliki ego lebih besar yang terlihat dari perlakuannya kepada Dewa dan Renjani. Bhisma seperti menemukan hidup baru saat berada dikehidupan Renjani dan Dewa. Bhisma menjadikan Dewa
dan Renjani sebagai objek untuk membuat hidupnya lebih berarti dengan membuat lagu. Bahkan Bhisma membuat sebuah pertunjukan untuk Renjani dan Dewa.
2. Insting Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma (Kajian Psikologi Sastra)
Insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma berdasarkan dualisme asli:
lapar-cinta, skema kuasi uniter:
libido ego dan libido objek, kembali kedualisme: hidup versus mati.
Tokoh yang akan dibahas dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma ada empat, yaitu Dewa, Renjani, Mbak Wid, dan Bhisma.
Dewa memiliki perasaan yang besar kepada Renjani. Dewa menjadikan perasaannya kepada Renjani sebagai objek untuk ia bertahan hidup. Dalam hal ini Dewa membuktikan itu dengan bergerak dan berkata dengan mengucapkan kata Dewa sayang ibu, padahal Dewa adalah anak tunadaksa yang tidak bisa berbicara, mendengar, melihat
bahkan bergerak sekalipun. Dewa memiliki insting hidup yang bersumber dari perasaannya kepada Renjani.
Renjani memiliki insting hidup dengan memberikan perhatiannya kepada Dewa. Hal itu merupakan perasaan yang bergantung kepada orang lain. Insting hidupnya yang lebih besar menjadikan Dewa sebagai objek untuknya bertahan hidup. Renjani begitu menyayangi Dewa seperti anaknya sendiri.
Mbak Wid menjadi seorang dokter anak merupakan keinginannya untuk menghapus dosa-dosa ibunya.
Hal itu juga dapat dilihat betapa Mbak Wid menyayangi ibunya dengan mengorbankan dirinya dengan membantu anak-anak yang kurang beruntung. Mbak Wid bahkan meengabdikan seluruh hidupnya di Panti Asuh Rumah Sejati. Mbak Wid sering bermain dengan kartu tarot.
Kartu tarot dijadikan Mbak Wid sebagai objek untuk bertahan hidup karena bisa melihat apa yang terjadi pada hari esok dan masa depan.
Bhisma menjadikan Dewa dan Renjani sebagai objek untuk membuat hidupnya lebih berarti
dengan membuat lagu. Perhatiannya itu membuat sebuah perasaan yang berbeda dengan Renjani, Insting hidup sebuah perasaan untuk saling bergantung. Bhisma memiliki insting hidup yang kuat kepada Renjani.
Bhisma mencintai Renjani dan tetap ingin berada dikehidupan Renjani.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan data, berkaitan dengan analisis kepribadian dan insting tokoh dalam novel Biola Tak Berdawai karya Seno Gumira Ajidarma sebanyak empat orang, yaitu: (1) Dewa dominan terhadap id dan insting hidup, ia berkeinginan Renjani bisa mengerti bahwa ia tau apa yang dirasakan Renjani, apa yang dialami Renjani. Dewa memiliki perasaan sayang kepada ibunya yang dijadikan sebagai objek untuk bertahan hidup; (2) Renjani dominan terhadap id dan insting hidup, ia memperlakukan Dewa seperti anak normal lainnya padahal Dewa adalah anak autis yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat.
Renjani meperlakukan Dewa begitu
istimewa dan memiliki perasaan sayang yang brlebihan kepada Dewa;
(3) Mbak Wid dominan terhadap ego dan libido ego, ia menjadi dokter anak untuk memberi harapan kepada anak-anak yang kekurangan fisik.
Hal ini dilakukan untuk menghapus dosa-dosa ibunya pada masalalu yang menjadi PSK dan membunuh janin adik-adiknya dengan melakukan aborsi; (4) Bhisma dominan terhadap ego dan insting hidup, ia memberikan perlakuan yang istimewa kepada Renjani dan Dewa. Bhisma menjadikan Renjani dan Dewa sebagai objek untuk ia bertahan hidup dengan menciptakan lagu.
Antara aspek kepribadian dengan insting tokoh memiliki ikatan yang kuat. Di dalam setiap keinginan dan tindakan memiliki libido ego yang kuat. Dalam keinginan juga
menciptakan sesuatu menjadi objek untuk memenuhi keinginan itu.
Selain itu ketergantungan setiap tokoh menciptakan perasaan untuk saling bertahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2011.
Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: CAPS.
Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi sastra: Karya Sastra Metode, Teori dan Contoh Kasus.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.
Yoyakarta: KANISIUS.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R dan D. Bandung: Alfabeta.