• Tidak ada hasil yang ditemukan

Purpose: to report a case of optic nerve hypoplasia in adult and its comprehensive low vision assessment and management

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Purpose: to report a case of optic nerve hypoplasia in adult and its comprehensive low vision assessment and management"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 TATALAKSANA LOW VISION PADA KASUS HIPOPLASIA NERVUS

OPTIKUS DENGAN MODERATE VISUAL IMPAIRMENT

ABSTRACT

Introduction: Optic nerve hypoplasia (ONH) is a congenital anomaly of the optic disc that might result in moderate to severe vision loss. With a vast number of cases now being reported, the rarity of ONH is obviously now disputed. Optic nerve hypoplasia may occur as an isolated defect or in association with other ocular abnormalities, cranial abnormalities or facial anomalies. Although the condition is not clinically progressive, periodic comprehensive clinical low vision evaluations are essential to maximize the functional abilities of people with ONH.

Purpose: to report a case of optic nerve hypoplasia in adult and its comprehensive low vision assessment and management.

Case report: A 40-year old man came to the Low Vision unit at Cicendo National Eye Hospital with a chief complaint of blurred distant vision in both eyes. Visual acuity on his right eye was 3/25 and left eye was 3/32, no improvement with pinhole for both eyes. His best corrected visual acuity was 4/25 for both eyes. His near visual acuity was 1.25 M in 15 cm (unaided). Nystagmus and misalignment were found in both eyes. Anterior segment were within normal limit. Funduscopy examination revealed small round slightly pale optic discs with Cup/Disc Ratio 0.2-0.3, and decreased macular and retinal reflex in both eyes.

He was short stature, and had a history of naso-frontal meningoencephalocele reconstruction surgeries for three times and twice dacryocystorhinostomy surgeries. The treatment strategies given were corrective spectacles, illuminated magnifier, and a referral for Endocrinology sub specialist and Ear Nose and Throat specialist.

Conclusion: Recognizing the importance of low vision management in optic nerve hypoplasia with moderate visual impairment is essential in ophthalmologic practice to maximize the patient’s functional vision for better quality of life and enhance social acceptability in community.

Keyword: optic nerve hypoplasia, de morsier syndrome, low vision care

I. Pendahuluan

Hipoplasia nervus optikus ialah anomali kongenital diskus optikus yang dapat mengarah kepada penurunan tajam penglihatan derajat sedang hingga berat. Dari tahun ke tahun insidensi hipoplasia nervus optikus semakin meningkat. Di tahun 1997, kejadian hipoplasia nervus optikus bilateral melebihi angka kejadian retinopathy of prematurity dan menduduki peringkat pertama penyebab kebutaan bayi di Swedia. Prevalensi hipoplasia nervus optikus di Swedia meningkat empat kali lebih tinggi antara tahun 1980 dan 1999 menjadi 7.1 per 100,000 sedangkan

(2)

2 prevalensi penyebab kebutaan lainnya menurun. Pada laporan lainnya dari Inggris di tahun 2006, prevalensi hipoplasia nervus optik ialah 10.9 per 100,000 anak.

Hipoplasia nervus optikus juga tercatat sebagai 5.7 % - 12.9 % kasus pada murid sekolah tuna netra di Amerika di tahun 2009.1,2

Hipoplasia nervus optikus kongenital memiliki spektrum klinis yang bervariasi.

Hipoplasia nervus optikus kongenital unilateral jarang ditemukan dan seringkali salah didiagnosa sebagai strabismus primer dan ambliopia. Karakteristik dari hipoplasia nervus optikus ialah diskus optikus yang kecil, peripapillary double-ring sign, dan thinning dari retinal nerve fiber layer. Pada beberapa penelitian didapati adanya hubungan antara kejadian hipoplasia nervus optikus dengan usia ibu, kehamilan pertama, kelahiran prematur, obat-obatan antikonvulsan, fetal alcohol syndrome, serta diabetes gestasional. 2,3

Pasien dengan hipoplasia nervus optikus harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut sehubungan dengan adanya keterlibatan gangguan neurologis dan endokrin.

Bentuk klinis berupa gabungan dari hipoplasia nervus optikus, hipopituitarisme dan abnormalitas otak tengah disebut septo-optic dysplasia atau de Morsier’s syndrome.2,3

Tatalaksana yang komprehensif penting diketahui para klinisi karena keterlibatan bilateral seperti yang dilaporkan pada kasus ini lebih sering ditemukan dan menjadi salah satu penyebab low vision yang perlu dideteksi sejak dini. Laporan kasus ini akan membahas tatalaksana low vision untuk meningkatkan penglihatan fungsional pasien hipoplasia nervus optikus usia dewasa dengan moderate visual impairment.1,4

II. Laporan Kasus

Seorang pria berusia 40 tahun datang ke poliklinik unit Low Vision Rumah Sakit Mata Cicendo dengan keluhan penglihatan jauh kabur meski sudah menggunakan kacamata. Buram tidak terjadi mendadak dan sudah dirasakan dalam 3 bulan terakhir. Kacamata yang saat ini digunakan sudah 1 tahun.

Penggunaan kacamata pertama kali tahun 2011 yang diperoleh dari unit Low Vision RS Mata Cicendo.

(3)

3 Sejak kecil pasien mengaku tidak dapat melihat jelas di sekolahnya meski sudah duduk di bangku paling depan. Pasien juga mengetahui bahwa matanya juling dan bergoyang-goyang saat melihat sejak kecil. Keluhan melihat ganda dan silau disangkal. Pasien ingin dapat melihat lebih jelas untuk jarak jauh maupun dekat (saat bekerja).

Pasien kontrol rutin di RS Mata Cicendo sejak tahun 2011. Awalnya sebelum dikonsulkan ke unit Low Vision, pasien berobat ke unit Rekonstruksi Orbita dan Okuloplasti untuk penanganan obstruksi Duktus Nasolakrimalis kedua mata.

Pasien pernah menjalani dua kali operasi Dacryocystorhinostomy di RS Mata Cicendo (14 Desember 2011 untuk mata kiri dan 15 Oktober 2012 untuk mata kanan).

Riwayat operasi lainnya ialah operasi rekonstruksi hidung atas indikasi meningoencephalocele oleh dokter spesialis bedah plastik di RS Hasan Sadikin sebanyak 3 kali (yang pertama saat usia 2 tahun, yang kedua Maret 2011, dan yang ketiga Juni 2011). Pasien mengaku memiliki kelainan bentuk wajah yakni tidak memiliki tulang hidung dan ada benjolan di area hidung sejak lahir. Pasien juga memiliki riwayat gangguan pendengaran.

Ibu pasien mengandung saat usia 15 tahun dan memiliki riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan saat kehamilan. Riwayat demam, diabetes atau penyakit lain selama kehamilan disangkal. Riwayat persalinan normal oleh bidan, cukup bulan, langsung menangis, namun ada benjolan di dekat hidung dan mata kiri sejak lahir.

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adik laki-laki pasien, kedua orang tua, serta kakek nenek pasien tidak memiliki keluhan atau riwayat penyakit yang sama. Pasien belum menikah dan tinggal sendiri. Aktivitas dasar sehari-hari dapat ia lakukan secara mandiri. Mobilisasi pasien baik, pasien menyangkal sering tersandung atau menabrak saat berjalan. Pasien juga dapat kontrol rutin ke RS Mata Cicendo sendiri. Aktvitas melihat jarak jauh yang dimaksud pasien antara lain untuk mobilisasi sehari-hari di dalam dan luar rumah, aktivitas jarak sedang antara lain bekerja dengan komputer dan menonton televisi, sedangkan jarak dekat ialah untuk bekerja (mereparasi alat elektronik) dan membaca tulisan di telepon seluler.

(4)

4 Riwayat mengkonsumsi alkohol (bir) sejak usia 20 tahun, namun sudah berhenti sejak 5 tahun terakhir. Riwayat konsumsi obat-obatan lainnya saat ini disangkal. Riwayat alergi, diabetes, hipertensi, dan kejang disangkal.

Pendidikan terakhir pasien lulus tingkat Sekolah Dasar. Saat ini pasien bekerja sebagai ahli reparasi alat elektronik yang sudah ia tekuni sejak 5 tahun terakhir. Lama aktivitas dengan komputer tidak tentu (1-2 jam, 2 kali seminggu atau lebih) tergantung kebutuhan. Dalam melakukan pekerjaannya sebagai mekanik, pasien menggunakan alat bantu berupa magnifying desk-lamp. Pasien sudah menggunakan alat ini dalam 3 tahun terakhir. Sebelumnya ia pernah menggunakan hand magnifier dan microscopic glasses namun pasien mengaku kurang nyaman menggunakan kedua alat bantu tersebut.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal. Tinggi badan pasien 153 cm, berat badan 47 kg. Pada pemeriksaan oftalmologis didapati visus mata kanan 3/25 pinhole tetap dan visus mata kiri 3/32 pinhole tetap. Dari pengukuran menggunakan refraktometer didapati mata kanan S+0.50 C -3.00x54, mata kiri S+2.00 C-4.50x106. Kacamata lama pasien diukur dengan lensometer dan didapati mata kanan C-1.00x63, mata kiri S+1.50 C-2.00x107 dengan visus koreksi kacamata lama VOD 4/32 dan VOS 4/32. Koreksi penglihatan jauh didapati VOD = C-2.00 X 60 = 4/25, dan VOS = S+2.00 C -2.50 x105 = 4/25.

Interpupillary distance 71 untuk jarak jauh dan 69 jarak dekat (monopupillary distance OD 35 mm, OS 34 mm). Tajam penglihatan dekat 1.60 M dalam 20 cm (unaided) dan 1.25 M dalam 15 cm (unaided). Pasien kontrol rutin setiap 1 tahun ke unit low vision sejak 2011 dengan tajam penglihatan jauh dan dekat yang relatif stabil dengan koreksi kacamata.

Sensitivitas kontras didapati mata kanan dan kiri 1,25% dalam jarak 4 meter dengan Hiding Heidi. Tes penglihatan warna dilakukan dengan Ishihara pada mata kanan didapati 2 dari 14 plate dan mata kiri 3 dari 14 plate. Tidak ditemukan skotoma maupun metamorphopsia pada pemeriksaan dengan Amsler’s Grid.

Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan Bernell Disc Perimeter dan didapati lapang pandang mata kanan 30 derajat superior, 50 derajat inferior, 40 derajat nasal, 90 derajat temporal, sedangkan pada mata kiri 30 derajat superior,

(5)

5 40 derajat inferior, 40 derajat nasal, 60 derajat temporal. Lapang pandang pasien cenderung menetap dalam 5 tahun terakhir.

Terdapat nystagmus dan eksotropia alternans 30 derajat serta hipotropia mata kiri yang didapat dari tes Hirschberg (gambar 2.1). Ocular dominance mata kanan diperoleh dengan hole in test card test. Tekanan intraokular per palpasi normal pada kedua mata. Palpebra superior dan inferior mata kanan dan kiri tenang.

Terdapat jaringan parut di regio glabella, interpalpebra dan di dekat kantus medialis ODS. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan dan kiri dalam batas normal. Pemeriksaan funduskopi direk dan indirek didapati papil nervus optikus bulat, kecil, batas tegas, CD Rasio 0.2-0.3, agak pucat, Arteri/Vena rasio fisiologis, retina flat, refleks fundus dan refleks makula menurun pada kedua mata.

Gambar 2.1 Gambaran asimetri fasial dan posisi bola mata pasien

Pada Desember 2011, pasca rekonstruksi meningoencephalocele yang ketiga,

pasien menjalani pemeriksaan Computed Tomography (CT) scan dengan hasil tampak kalsifikasi pada glandula pineale dan tidak tampak adanya massa intrakranial, lesi iskemik/perdarahan, dan malformasi lainnya.

Pasien didiagnosa hipoplasia nervus optikus bilateral + suspek sindroma de Morsier + astigmat myopia simpleks OD + astigmat hipermetrop compositum OS + post rekonstruksi meningoencephalocele + post Dacryocystorhinostomy ODS atas indikasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis ODS + eksotropia alternans + hipotropia OS+ nystagmus sensoris + gangguan pendengaran + moderate visual impairment.

(6)

6 III. Diskusi

Hipoplasia nervus optikus terjadi akibat penurunan jumlah akson yang terlibat dalam perkembangan normal dari jaringan dan sistem vaskular retina. Hotchkiss dan Green menduga hipoplasia nervus optikus dapat terjadi akibat gangguan proses perkembangan antara minggu ke-6 hingga bulan ke-4 gestasi.2,3

Kejadian hipoplasia nervus optikus pada pasien ini bisa disebabkan beberapa faktor resiko yaitu usia muda saat kehamilan ibu, kehamilan yang pertama, serta konsumsi jamu-jamuan saat kehamilan. Hipoplasia nervus optikus sangat jarang dilaporkan terjadi pada saudara kandung atau diturunkan di keluarga. Diagnosis banding dari hipoplasia nervus optik tertera pada tabel 3.1.

Hipoplasia nervus Optikus Unilateral Bilateral Hipoplasia Nervus Opikus asimetris

Megalopapilla Optic Atrophy Hipoplasia nervus Optikus Bilateral Optic Atrophy

Macular Heterotopia Micropapila

Tilted Disc Syndrome Achromatopsia

Leber’s Congenital Amaurosis

Tabel 3.1 Diagnosis Banding Hipoplasia Nervus Optikus. Dikutip dari Marsh-Tootle 9

Sekitar 80% pasien dengan hipoplasia nervus optikus terjadi bilateral dan dua per tiga dari kasus mengalami gangguan yang simetris. Nistagmus sensoris kongenital terjadi pada hipoplasia nervus optikus bilateral pada usia 1-3 bulan, yang kemudian menjadi strabismus pada usia 1 tahun.3,5

Gangguan non-visual yang sering ditemukan pada kasus hipoplasia nervus optikus ialah disfungsi hipotalamus. Sekitar 13-34% kasus hipoplasia nervus optikus memiliki abnormalitas kelenjar pituitari yang dapat berupa ectopic posterior pituitary, non-visualized infundibulum and posterior pituitary, serta sellae

(7)

7 tursica yang kosong. Hipopituitarisme terjadi pada 75% pasien dengan hipoplasia nervus optikus meskipun tidak ditemukan adanya abnormalitas pada modalitas neuroimaging. Hipopituitarisme dengan manifestasi kelainan hormonal yang beragam diduga lebih dikarenakan disfungsi hipotalamus dibandingkan disgenesis pituitari. Variasi manifestasi kelainan hormonal antara lain peningkatan serum prolaktin (normalnya disupresi oleh hipotalamus); defisiensi growth hormone (70%), hipotiroid (43%); dan diabetes insipidus (5%). Adanya gambaran short stature pada pasien bisa merupakan suatu manifestasi disfungsi hipotalamus, hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berupa pengukuran serum hormon seperti Growth hormone, thyroid stimulating hormone, free T4, dan testosterone. Gejala dan tanda hipopituarisme lainnya pada pasien tidak jelas.1,6

Kondisi non-visual lainnya yang dapat ditemukan pada hipoplasia nervus optikus ialah abnormalitas kranial (anencephaly, encephalocele, hipoplasia korpus kallosum, dan abnormalitas otak tengah), kelainan pendengaran, dan anomali fasial.

Penyebab dari disembriogenesis dari otak tengah masih belum diketahui, namun seringkali dikaitkan dengan adanya gangguan vaskular embrionik pada minggu ke- 6-7 dari embriogenesis. 1,3,7

Terdapat insidensi gangguan neurologis yang lebih tinggi pada pasien dengan hipoplasia nervus optikus bilateral (65%) dibandingkan dengan unilateral. Skarf dan Hoyt menyatakan tidak ada indikasi rutin pemeriksaan neuroimaging pada kasus hipoplasia nervus optikus, kecuali terdapat kecurigaan malformasi sistem saraf pusat. Disfungsi neuroendokrin dapat terjadi dengan atau tanpa anomali struktur sistem saraf pusat. Triad klasik berupa abnormalitas otak tengah, hipopituarisme, dan hipoplasia nervus optikus merupakan komponen dari sindrom de Morsier yang belum dapat dieksklusi pada kasus ini. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas neuroimaging yang direkomendasikan dalam kecurigaan adanya sindroma de Morsier. Pemeriksaan MRI 1,5 Tesla dilakukan dengan fokus serebri, orbita, dan area sella tursica untuk mengeksklusi adanya malformasi.1-3,5

(8)

8 Hipoplasia nervus optikus memiliki perjalanan klinis yang non progresif. Tajam penglihatan pada pasien dengan hipoplasia nervus optikus berkaitan dengan integritas serabut saraf makular dan tidak berkorelasi langsung dengan ukuran saraf dari diskus optikus. Srinivasan et al menemukan adanya penurunan retinal nerve fiber layer (RNFL) dan penurunan ketebalan makula pada pemeriksaan Optical Coherence Tomography (OCT) pasien dengan hipoplasia nervus optikus.

Gangguan tajam penglihatan memiliki variasi klinis dari normal dengan gangguan lapang pandang yang minimal hingga persepsi cahaya. 6,8

Pola gangguan lapang pandang juga bervariasi. Gangguan yang paling sering ditemukan ialah pada lapang pandang nasal atau inferior. Jika merujuk pada batas diameter lapang pandang binokular, pada pasien didapati >120 derajat diameter horizontal dan > 20 derajat superior dan inferior dari meridian horizontal, sehingga lapang pandang pasien masih tergolong baik.9,10

Tatalaksana low vision idealnya menitikberatkan pada kebutuhan pasien serta gol realistik yang dapat dicapai. Rencana tatalaksana low vision pada kasus ini meliputi target kerja penglihatan jauh, sedang, dekat, serta iluminasi yang paling sesuai.10, 11

Gangguan refraksi yang sering berkaitan dengan hipoplasia nervus optikus ialah astigmatisma. Hasil koreksi terbaik penglihatan jauh VOD = C-2.00 x 60 = 4/25, VOS = S+2.00 C -2.50 x105 = 4/25, dan VOU = 4/25 yang jika dikonversikan ekuivalen dengan 0,16 desimal atau 0,8 logMAR. Tajam penglihatan dekat 1.60 M dalam 20 cm (unaided) dan 1.25 M dalam 15 cm (unaided). Pasien termasuk dalam kategori moderate visual impairment berdasarkan klasifikasi low vision menurut WHO.9,10

Penggunaan kacamata single vision diputuskan sebagai alat bantu koreksi tajam penglihatan pasien. Pengukuran pupil distance monokular dan frame fitting yang tepat penting dalam koreksi penglihatan jauh pasien karena adanya asimetri fasial.

Pengukuran vertikal diperlukan untuk mendapatkan optical center yang sejajar dengan aksis visual sesuai habitual viewing posture dari pasien.9,12

(9)

9 Pasien dengan kategori moderate visual impairment berpotensi memiliki fungsi penglihatan dekat yang baik apabila diberikan alat bantu magnifikasi (lihat tabel 3.2). Magnifikasi dengan kekuatan yang rendah (<10 Diopter) direkomendasikan karena target penglihatan dekat pasien membutuhkan penglihatan binokular.

Sebagai contoh, apabila dianggap target tajam penglihatan jarak dekat pada pasien ialah 1,0M maka dapat direkomendasikan penggunaan magnifying desk lamp +8 Dioptri dengan jarak benda 12 cm.10-13

Tabel 3.2 Rekomendasi tatalaksana low vision menurut tajam penglihatan jauh. Dikutip dari Dijk et al 11

Penggunaan hand magnifier kurang tepat pada kasus ini karena pasien membutuhkan kedua tangan untuk menunjang pekerjaannya, selain itu sulit menentukan jarak kerja yang sesuai karena jarak kerja yang dapat berubah-ubah.

Ketidaknyamanan dalam penggunaan microscopic glasses seperti yang dikeluhkan pasien dapat dikarenakan material yang berat dan tidak nyaman untuk pemakaian dalam waktu yang lama. Faktor lain dapat saja dikarenakan ketidaktepatan fitting frame dan penghitungan pupillary distance dekat (tidak disesuaikan dengan besarnya dioptri).10-12,14

Iluminasi yang adekuat dapat membantu gangguan penglihatan warna karena tampilan pigmen warna akan berubah sesuai spektrum cahaya. Iluminasi yang tepat juga memaksimalkan fungsi penglihatan dekat. Bowers et al merekomendasikan penggunaan lampu baca dengan jarak 20 cm atau kurang dari benda dengan

(10)

10 iluminasi 2000-5000 lux. Pemilihan sumber iluminasi juga harus dipertimbangkan.

Pencahayaan dengan fluorescent menyebarkan cahaya biru-putih yang merata. Hal ini mengakibatkan penurunan kontras dan keluhan silau. Meski demikian fluoresen paling sering digunakan karena relatif murah dan mudah didapat. Pilihan sumber iluminasi lain yang dapat digunakan pasien ialah lampu LED (Light Emitting Diodes). Lampu LED memiliki keuntungan tidak menurunkan kontras, lebih sedikit menimbulkan silau, serta tidak menimbulkan energi panas dan emisi ultraviolet sehingga lebih nyaman untuk penggunaan jarak dekat.10,12,14,15

Kesuksesan tatalaksana low vision pada pasien selama ini terlihat dari kepatuhan dan pengetahuan yang baik akan perjalanan penyakit, serta ketergantungan sosial yang minimal pada pasien. Tatalaksana tambahan yang perlu dilakukan termasuk merujuk pasien ke dokter spesialis penyakit dalam sub spesialisasi endokrinologi dan evaluasi derajat gangguan pendengaran oleh dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan.

Prognosis quo ad vitam pada pasien ialah dubia karena adanya resiko keterlibatan gangguan hormonal yang belum dapat disingkirkan. Prognosis quo ad functionam adalah dubia sehubungan dengan penurunan retinal nerve fiber layer dan ketebalan makula yang menyertai hipoplasia nervus optikus.

IV. Kesimpulan

Hipoplasia nervus optikus ialah suatu anomali kongenital non progresif dari diskus optikus dengan spektrum klinis gangguan penglihatan yang bervariasi.

Kondisi visual impairment pada pasien ditangani dengan pemeriksaan dan penatalaksanaan terapi low vision secara berkala minimal setiap 6 bulan agar pasien dapat memaksimalkan penglihatan residualnya untuk aktivitas sehari-hari.

Penatalaksanaan low vision pada kasus ini meliputi pemberian koreksi kacamata, magnifikasi, iluminasi, serta edukasi dan rekomendasi rujukan untuk evaluasi klinis kondisi sistemik pasien.

(11)

11 DAFTAR PUSTAKA

1. Filion PG, Borchert M. Optic Nerve Hypoplasia Syndrome: A Review of the Epidemiology and Clinical Associations. Curr Treat Options Neurol.

2013;15–1(Feb):78–89.

2. Kaur S et al. Optic nerve hypoplasia. Oman J Ophthalmol. 2013;6(2)(May- Aug):77–82.

3. Amador-Patarroyo MJ, Pérez-Rueda MA, Tellez CH. Congenital anomalies of the optic nerve. Saudi J Ophthalmol. 2015;29–1(Jan-March):32–8.

4. Gur SL. Pediatric Low Vision Management. Delhi J Opthamology.

2015;(Sep).

5. Ainsworth J et al. Septo-Optic Dysplasia: Antenatal Risk Factors and Clinical Features in a Regional Study. Horm Res Paediatr. 2012;78:81–7.

6. Cemeroglu AP, Coulas T, Kleis L. Spectrum of clinical presentations and endocrinological findings of patients with septo-optic dysplasia: a retrospective study. J Pediatr Endocrinol Metab. 2015;28(9-10):1057–1063.

7. Zoric L et al. Septo-optic dysplasia plus: a case report. BMC Research Notes. 2014:191(March).

8. Srinivasan et al. Optic Nerve Head, Retinal Nerve Fiber Layer, and Macular Thickness Characteristics on Optical Coherence Tomography in Optic Disk Hypoplasia. Organ Dev J. 2007;44(June):140–1.

9. Marsh-Tootle WL, Alexander LJ. Congenital Optic Nerve Hypoplasia.

Optometry and Visual Science.1994;3:174-81

10. Kitchin JL. Low Vision. In: Optometry : Science, Techiniques And Clinical Management. 2009. p. 475–97.

11. Dijk CG, Van K. When someone has low vision. Community Eye Health.

2012;25–77:4–11.

12. Innes AL. Prescribing Conventional Lenses for the Low Vision Patient. In:

Remediation and Management of Low Vision. 1996. p. 179–96.

13. Kara J et al. Pediatric and adolescent population with visual impairment:

study of 385 cases. Clinics. 2016;61–3(June).

14. Freeman et al. Optometric Clinical Practice Guideline Care Of The Patient With Visual Impairment (Low Vision Rehabilitation). 2007.p. 68-96.

15. Fletcher DC, Colenbrander M. Enhancing Impaired Vision. In: Low Vision Rehabilitation. 1999. p. 49–75.

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan komputer secara terus menerus dalam waktu yang lama menyebabkan gangguan penglihatan yang disebut computer vision syndrome.3,6 Computer vision syndrome CVS atau digital eye

Hal ini melibatkan membahas manfaat kombinasi koreksi penglihatan jarak jauh dan dekat tanpa memerlukan kacamata serta kemungkinan perbedaan antara kinerja visual monovision,