• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puspa Ragam Bentuk-Bentuk Arsitektur Setempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Puspa Ragam Bentuk-Bentuk Arsitektur Setempat"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Dalam tingkatan skala spasial yang berbeda-beda, Bharoto mengulas salah satu karya arsitektur yang merupakan bangunan cagar budaya di kota tersebut. Sebuah mahakarya arsitektur beridentitas kolonial karena dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan dimiliki oleh ekspatriat pada saat itu. Latar belakang sejarah penting untuk dibicarakan, karena penetapan karya arsitektur ini sebagai bangunan cagar budaya telah berlangsung selama 30 tahun.

Kedua makna ini menyangkut kendali arsitek atau pembangun dan berada dalam koridor materialis karya arsitektur. Fleksibilitas suatu karya arsitektur untuk masa depan dianggap sebagai nilai berkelanjutan yang biasa diperhatikan dalam desain modern. Realitas keabadian karya arsitektur yang menjadi dambaan para arsitek atau pembangun seakan hanya sekedar fatamorgana.

Tidak hanya masyarakat sebagai pelaku pembangun, pemilik, penghuni dan pengambil kebijakan saja yang mempunyai kendali terhadap suatu karya arsitektur. Nicolaas John Habraken (1998: 6) mengungkapkan bahwa pembekuan perubahan karya arsitektur dapat diwujudkan melalui tindakan konservasi berdasarkan pencanangannya sebagai bangunan cagar budaya. Penetapan suatu karya arsitektur sebagai bangunan cagar budaya merupakan kesepakatan umum yang dituangkan dalam suatu produk hukum.

Oleh karena itu, penyajian suatu karya arsitektur sebagai warisan budaya harus mempunyai landasan argumentatif yang obyektif.

Sisi Arsitektural Gedung ‘ Warneka ’

Fungsi utama gedung ini bermacam-macam, terdiri dari: ruang manajemen sekolah, auditorium, UKS dan ruang praktik TIK di lantai satu. Berdasarkan perbandingan dengan hasil survei yang dilakukan pada tahun 2001, bentuk bangunan induk tidak mengalami perubahan yang signifikan. Di bagian belakang bangunan induk terdapat bangunan kedua yang terdiri dari satu lantai dan berfungsi sebagai ruang kelas.

Berdasarkan pantauan di lapangan, dugaan bangunan tua diperkuat dengan adanya pola pada dinding fasad yang mirip dengan dinding fasad utama. Proyek arsitektur yang dianalogikan dengan bangunan induk sebagian besar ditutupi dengan penambahan elemen baru yaitu jendela (gambar 3c-d). Struktur ini menghadap ke barat dan selatan dan merupakan perpanjangan dari dua sisi dinding utama bangunan (gambar 4a-b).

Pemeriksaan peta Kota Semarang tahun 1935 menunjukkan bahwa bangunan yang dahulu dimiliki oleh ekspatriat ini dikelilingi oleh perumahan warga sekitar, khususnya di sekitar Jalan Suyudono yang merupakan pintu masuk bangunan induk (lihat gambar 2). Penataan sedemikian rupa menjadi salah satu nilai penting pada gedung 'Warneka' atau SMP Negeri 40 sebagai bangunan cagar budaya. Pada ilustrasi pengamatan tahun 2001 terlihat jelas bahwa orientasi bangunan induk juga memperhatikan arah timur atau belakang.

Uraian ini hanya terfokus pada bangunan induk dan tembok pembatas gugusan bangunan, karena keduanya merupakan satu kesatuan. Sedangkan bukaan kini hanya terdapat pada sisi utara dan selatan atau sisi bangunan induk. Alih-alih fragmen 3 yang memisahkan bangunan utama satu dan dua lantai, ia juga menjadi latar belakang fragmen 4 sebagai 'titik fokus'.

Uraian ini mencoba mengungkap kondisi tersebut, karena didukung dengan kondisi setiap fragmen pada fasad bangunan induk yang cenderung sesuai dengan kondisi aslinya. Foto kaki dan badan bagian depan (barat) gedung induk 'Warneka' atau SMP Negeri 40 Semarang. Detil elemen pada badan tampak depan (barat) bangunan induk gedung 'Warneka' atau SMP Negeri 40 Semarang.

Pada bagian atas, atap bangunan induk cukup beragam, kondisi ini terjadi karena orientasi ruang tertutup berbeda-beda. Secara keseluruhan, pola geometris dinding bangunan 'Warneka' yang menghadap (barat) beserta pagar kelompok bangunan cukup unik. -Daripada keadaan yang tidak berubah, fasilitas utama memiliki penataan ruang yang lebih lengkap sesuai kebutuhan penghuni pada umumnya.

Hal yang sama juga terjadi pada bagian belakang gedung Warneka, dimana ruang di lantai pertama menjadi 'titik fokus' dan hierarki geometris tertinggi.

Gambar 1. Lokasi bangunan cagar budaya SMP Negeri 40 Jl. Suyudono   sumber: disalin ulang dari  https://www.google.co.id/maps/place/Jl.+Suyudono
Gambar 1. Lokasi bangunan cagar budaya SMP Negeri 40 Jl. Suyudono sumber: disalin ulang dari https://www.google.co.id/maps/place/Jl.+Suyudono

Penutup sebagai suatu Kesimpulan

Fasad bangunan induk cenderung tertutup, namun ditata secara geometris secara melimpah. Terdiri dari bukaan-bukaan yang mengarahkan pandangan warga ke ruang terbuka di sisi timur, dan selanjutnya bisa melihat ke Lapangan Garnisun Kalisari. Meskipun gaya arsitektur tidak dapat diidentifikasi hanya melalui satu area yang terlihat, identitas ini mengontrol keseluruhan desain.

Bidang pandang yang memanjang dari utara ke selatan memastikan fasad di sisi barat sesuai dengan gaya arsitektur yang diinginkan. Begitu pula dengan tampilan belakang ke belakang dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan, yaitu untuk melihat ke halaman, kedua bidang tampak tersebut mau tidak mau memerlukan pembentukan penataan ruang yang linier dan pengendaliannya. Norbruis memetakan keberadaan gaya ini di antara karya arsitektur yang dirancang pada awal abad ke-20.

Sedangkan unsur klasik merupakan bahasa bentuk yang bersifat sekunder, karena bukan arsitek yang menciptakannya. Meski gaya arsitektur ini hadir di Hindia Belanda pada awal abad ke-20, namun jarang diterapkan pada desain hunian. Oleh karena itu, nilai arsitektural yang signifikan pada bangunan 'Warneka' hanya menunjukkan penerapan gaya arsitektur neo-Renaissance.

Als u dit wilt doen, kunt u uw geld verdienen met het maken van een keuze uit een van de beste keuzes die u kunt maken. Een onderzoek naar algenontwerp in stadsplanning en de toepassing ervan in stadsplanning in Indonesië. Indiase architectuur: architecten en hun werk in Nederlands-Indië en Indonesië in de eerste helft van de 20e eeuw.

Bibliografi Penulis

Beliau kemudian melanjutkan pendidikan Magister Program Studi Studi Pembangunan di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1994 dan Program Doktor Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro pada tahun 2012 dengan penelitian bertajuk “Ruang Bersama Kelurahan Bustaman Kota Semarang” . Saat ini beliau mengajar mata kuliah Pengembangan Kelembagaan, Struktur dan Konstruksi, serta Konstruksi dan Manajemen Anggaran. Mulai menjadi staf pengajar di Departemen Arsitektur pada tahun 1990-sekarang dan mengajar di program Magister Energi Sekolah Pascasarjana Undip.

Gambar

Gambar 2. Gedung Warneka atau sekarang SMP Negeri 40 Semarang  berdasarkan Peta Kota Semarang tahun 1935 terbitan Nillmij
Gambar 1. Lokasi bangunan cagar budaya SMP Negeri 40 Jl. Suyudono   sumber: disalin ulang dari  https://www.google.co.id/maps/place/Jl.+Suyudono
Gambar 3. Kondisi bangunan utama dan perpustakaan   SMP Negeri 40 Semarang.
Gambar 4. Struktur pagar batu bata plester   dan pintu gerbang SMP Negeri 40 Semarang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Muhyidin, M.Pd selaku Kepala MA NU Alhidayah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian skripsi ini, sehingga penulis dapat