• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT TATA LAKSANA FRAKTUR TERBUKA

N/A
N/A
Aris Zulmaeta

Academic year: 2023

Membagikan "REFERAT TATA LAKSANA FRAKTUR TERBUKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

TATA LAKSANA FRAKTUR TERBUKA

Disusun oleh : Aris Zulmaeta 412213961000012

Pembimbing :

dr. Anggaditya, Sp. OT(K)

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH PERIODE 15 MEI – 21 JULI 2023

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala karena hanya atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah referat dengan topik “Tata Laksana Fraktur Terbuka” dalam Kepaniteraan Klinik Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah presentasi kasus ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari para pengajar, fasilitator, dan narasumber SMF Bedah RSUP Fatmawati. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar, fasilitator, dan narasumber SMF Bedah RSUP Fatmawati khususnya dr. Anggaditya, Sp. OT(K) selaku pembimbing penulis dalam referat pada kesempatan ini.

Dalam penulisan makalah presentasi kasus ini, penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan berbagai kritik serta saran yang dapat membangun dari semua pihak.

Mengenyampingkan segala kekurangan yang terdapat dalam makalah presentasi kasus ini, penulis sangat mengharapkan agar makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat dan berguna untuk berbagai pihak yang membacanya, khususnya bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan. Sekian yang dapat penulis sampaikan, Terima kasih

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juni 2023

Penulis

(3)

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 1

DAFTAR ISI ... 2

BAB I ... 3

PENDAHULUAN ... 3

BAB II ... 4

A. Fraktur ... 4

a. Diagnosis ... 4

b. Penyembuhan fraktur ... 7

B. Tata Laksana Fraktur Terbuka ... 7

a. Initial Management ... 7

b. Klasifikasikan Cedera ... 8

c. Prinsip Tata Laksana ... 9

d. Sequelae Fraktur Terbuka ... 15

e. Luka Tembak ... 16

BAB III ... 18

(4)

3 BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur terbuka merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang secara struktural yang dapat berhubungan dengan lingkungan luar tubuh.1 Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tahun 2018, angka kejadian fraktur ekstremitas paling tinggi terdapat pada beberapa provinsi yaitu Provinsi Bali (3.065), DKI Jakarta (2.780), Jawa Timur (2.655), Jawa Tengah (2.576) dan Jambi (2.443). Fraktur terbuka lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, dengan usia rata-rata 40 dan 56 tahun. Fraktur terbuka yang paling sering terjadi adalah pada tulang panjang terjadi dengan insiden 13 kasus per 100.000 orang per tahun dengan persentase prevalensi tibia 20% hingga 40% kasus, diikuti oleh tulang femur 12%.3,4 Selain itu, 60% dari fraktur terbuka tibia diakibatkan oleh cedera energi yang lebih tinggi yang berhubungan dengan lesi jaringan lunak yang parah.

Fraktur terbuka merupakan kondisi cedera yang serius dimana fragmen tulang secara langsung terpapar dengan lingkungan luar, sehingga risiko infeksi secara signifikan lebih tinggi daripada fraktur tertutup. Fraktur terbuka karena mekanisme energi tinggi, sering menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang luas. Penatalaksanaan pada fraktur terbuka termasuk penatalaksanaan emergensi ortopedi sehingga perlu tindakan yang cepat untuk mengurangi risiko infeksi akibat terkontaminasi organisme dari luar tubuh pada luka terbuka. Infeksi luka kadang- kadang hanya terbatas pada bagian luka tetapi infeksi juga dapat meluas ke tulang. Pencegahan dini infeksi pada fraktur terbuka dapat dilakukan dengan pembersihan luka dan eksisi jaringan yang rusak.

Berdasarkan hal tersebut, referat mengenai penatalaksanaan fraktur terbuka perlu demi melakukan penatalaksanaan yang optimal dan mencegah komplikasi pada fraktur terbuka.

(5)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang. Fragmen tulang fraktur dapat tergeser atau tidak tergeser. Jika kulit di atasnya tetap utuh, maka digolongkan fraktur tertutup; jika kulit atau salah satu rongga tubuh robek, maka digolongkan fraktur terbuka (juga dikenal sebagai compound fracture) yang rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.

a. Diagnosis

Diagnosis fraktur terbuka umumnya dapat ditegakkan cukup jelas dari pemeriksaan fisik dimana didapatkan segmen fraktur yang terpapar ke lingkungan. Pada anamnesis dapat ditanyakan mekanisme cedera dan menggali faktor risiko. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan rontgen dengan prinsip rule of two.

a) Anamnesis

Beberapa hal yang ditanyakan saat melakukan anamnesis pada fraktur terbuka, antara lain adalah mekanisme cedera dan menggali faktor risiko seperti osteoporosis atau penggunaan steroid.

Pasien fraktur terbuka akan datang dengan keluhan utama nyeri yang terlokalisir setelah cedera (biasanya cedera energi tinggi), nyeri bertambah saat digerakkan, disertai memar, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, dan deformitas.

Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga digali, karena penting untuk persiapan anestesi apabila perlu dilakukan tindakan operasi.

Derajat keparahan dari fraktur terbuka berbeda-beda. Pada fraktur terbuka karena trauma dengan energi tinggi terdapat kehilangan kulit, tulang terlihat menonjol melalui luka, serta didapatkan kerusakan pada jaringan lunak seperti otot, tendon, saraf, arteri dan vena. Beberapa faktor yang mempengaruhi derajat keparahan fraktur terbuka, antara lain ukuran dan jumlah fragmen fraktur,

(6)

5

kerusakan jaringan lunak sekitarnya dan lokasi luka dan apakah jaringan lunak di daerah tersebut memiliki suplai darah yang baik.

b) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada fraktur terbuka meliputi dua tahap, yakni pemeriksaan awal lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan status lokalis.

Pemeriksaan Awal

Pemeriksaan awal pada fraktur terbuka dengan melakukan survei primer dan sekunder. Pemeriksaan survei primer berupa A,B,C,D dan E dalam trauma dilakukan dengan cepat. Pada survei primer, yang dinilai adalah keadaan mengancam jiwa misalnya potensi gangguan pada patensi jalan napas, trauma thoraks yang menyebabkan hambatan pernapasan, gangguan sirkulasi akibat cedera tulang panjang, pelvis, intrathoraks ataupun intraabdomen. Pada survei primer juga dilakukan pemeriksaan adanya cedera kepala yang menyebabkan penurunan kesadaran, dan adanya cedera spinal. Survei sekunder harus menilai segala bentuk cedera dari kepala hingga kaki.

Pemeriksaan Status Lokalis

Pada status lokalis di area fraktur dilakukan pemeriksaan look, feel, move.

§ Look : Dilakukan inspeksi terhadap warna dan perfusi area fraktur, penilaian luka (lokasi, ukuran, perdarahan, bone expose, skin coverage, skin loss, deformitas, dan tanda radang), deformitas (angulasi atau pemendekan), pembengkakan

§ Feel : Dilakukan palpasi untuk menilai neurovaskularisasi distal dari daerah fraktur dan memeriksa fungsi sensorik. nyeri tekan, suhu serta krepitasi

§ Move : Menilai kemampuan pergerakan aktif dan pasif dari sendi serta kekuatan otot.

(7)

6 c) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan fraktur baru atau tidak, fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, keadaan patologis lain pada tulang, adanya benda asing, serta menentukan tatalaksana yang diberikan. Namun, perlu dicatat bahwa rontgen tidak boleh menunda dilakukannya tatalaksana pada fraktur terbuka yang disertai gangguan neurovaskular.

Pemeriksaan radiologis yang wajib dilakukan pada fraktur terbuka yakni pemeriksaan rontgen. Terdapat aturan “Rule of Two”, antara lain:

§ Two views : Foto harus mencakup 2 arah pandang yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

§ Two joints : Foto harus meliputi sendi yang berada di atas dan di bawah daerah fraktur.

§ Two limbs : Foto ekstremitas yang mengalami trauma dan normal.

§ Two injuries : Kadangkala trauma tidak hanya menyebabkan fraktur pada satu daerah, misalnya fraktur femur diperlukan foto femur dan pelvis.

§ Two occasions : Ada beberapa fraktur yang sulit dinilai segera setelah trauma sehingga diperlukan pemeriksaan 1-2 minggu setelahnya. Contoh:

fraktur pada ujung distal os klavikula, scaphoid, femoral neck, dan malleolus lateral.

(8)

7 b. Penyembuhan fraktur

Proses penyatuan ujung-ujung tulang adalah merupakan proses penyembuhan tulang.

Penyembuhan patah tulang bertujuan untuk mengembalikan jaringan tulang seperti sifat-sifat fisik dan mekanik sebelum terjadi patah tulang dan melibatkan faktor lokal dan sistemik. Proses penyembuhan tulang terjadi melalui beberapa fase dimana masing-masing fase saling tumpang tindih, fasefase tersebut di antaranya adalah : 1) fase hematoma/inflamasi, 2) fase perbaikan (soft callus dan hard callus) dan 3) fase remodeling.

B. Tata Laksana Fraktur Terbuka

a. Initial Management

Pasien dengan fraktur terbuka dapat mengalami banyak cedera; penilaian umum yang cepat adalah langkah pertama dan setiap kondisi yang mengancam jiwa harus ditangani. Fraktur terbuka dapat mengalihkan perhatian dari kondisi lain yang lebih penting. Pendekatan langkah demi langkah dalam bantuan hidup trauma lanjut tidak boleh dilupakan.

(9)

8

Ketika fraktur siap ditangani, pertama lakukan inspeksi pada luka; setiap kontaminasi kotor dibersihkan, luka difoto dengan kamera untuk merekam cedera dan area tersebut kemudian ditutup dengan saline-soaked dressing di bawah penutup kedap air untuk mempertahankan kelembapan. Hal ini dibiarkan sampai pasien berada di ruang operasi. Pasien diberikan antibiotik, biasanya co-amoxiclav atau cefuroxime, jika pasien alergi terhadap penisilin maka dapat diberikan clindamycin. Profilaksis tetanus diberikan: toksoid untuk mereka yang sebelumnya diimunisasi, dan human antiserum jika belum diimunisasi. Kemudian dilakukan bidai sampai operasi dilakukan.

Sirkulasi dan status neurologis distal perlu diperiksa berulang kali, terutama setelah manuver reduksi fraktur. Sindrom kompartemen tidak dapat dicegah dengan adanya fraktur terbuka; perlu kewaspadaan untuk komplikasi ini.

b. Klasifikasikan Cedera

Tata laksana ditentukan oleh jenis fraktur, sifat cedera jaringan lunak (termasuk ukuran luka) dan tingkat kontaminasi. Klasifikasi fraktur terbuka Gustilo menjadi tiga jenis digunakan secara luas (Gustilo et al., 1984) – perhatikan bahwa penilaian akhir hanya dapat dilakukan pada saat pembedahan.

1. Tipe I

Luka biasanya berupa tusukan kecil dan bersih di mana tonjolan tulang menonjol. Ada sedikit kerusakan jaringan lunak dan fraktur tidak kominutif (fraktur energi rendah).

2. Tipe II

Panjang luka lebih dari 1 cm, tetapi tidak ada skin flap. Tidak banyak kerusakan jaringan lunak dan dapat terjadi fraktur kominutif minimal (fraktur dengan energi rendah hingga sedang).

3. Tipe III

Ada laserasi besar, kerusakan luas pada kulit dan jaringan lunak di bawahnya, dan dalam kondisi yang paling parah dapat menyebabkan gangguan vaskular.

Cedera disebabkan oleh transfer energi tinggi ke tulang dan jaringan lunak.

Kontaminasi dapat menjadi signifikan.

(10)

9

• IIIA

Tulang yang fraktur dapat ditutupi oleh jaringan lunak secara adekuat meskipun terdapat laserasi.

• IIIB

Terdapat pengelupasan periosteal yang luas dan penutup fraktur hanya mungkin dilakukan dengan flap lokal atau jauh.

• IIIC

Terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, terlepas dari jumlah kerusakan jaringan lunak lainnya

Insidensi infeksi luka berhubungan secara langsung terhadap luasnya kerusakan jaringan lunak, dengan kurang dari 2% pada tipe I dan lebih dari 20% pada tipe III.

c. Prinsip Tata Laksana

Semua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa kecil kelihatannya, harus diasumsikan telah terkontaminasi. Penting untuk dilakukan pencegahan infeksi.

Empat prinsip penting dalam penatalaksanaan fraktur terbuka adalah: profilaksis antibiotik, debridemen luka dan fraktur segera, penutup luka definitif dini, dan stabilisasi fraktur.

1. Sterilisasi dan pemberian antibiotic

Luka harus tetap tertutup sampai pasien mencapai ruang operasi. Profilaksis antibiotik pada fraktur terbuka merupakan terapi tambahan untuk debridemen luka dan tidak diharapkan untuk mengatasi kegagalan dalam teknik aseptik atau debridemen. Menurut rekomendasi gabungan dari British Orthopedic Association (BOA) dan British Association of Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgeons (BAPRAS), co-amoxiclav atau cefuroxime (atau klindamisin jika alergi penisilin) diberikan sesegera mungkin di sebagian besar kasus. Antibiotik memberikan profilaksis terhadap sebagian besar bakteri Gram-positif dan Gram-negatif yang mungkin masuk ke luka pada saat cedera.

Co-amoxiclav atau cefuroxime (atau klindamisin) dilanjutkan sampai debridemen luka.

(11)

10

Luka fraktur Gustilo tipe I dan II dapat ditutup secara primer pada saat debridemen. Pada fraktur Gustilo tipe IIIA, beberapa ahli bedah memilih untuk menunda penutupan sebelum prosedur ‘second look’. Penundaan penutupan juga biasanya dilakukan pada sebagian besar kasus cedera tipe IIIB dan IIIC.

Karena luka sekarang telah ada di lingkungan rumah sakit selama beberapa waktu, terdapat data yang menunjukkan infeksi setelah fraktur terbuka tersebut sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang didapat di rumah sakit dan bukan didapat pada saat cedera, antibiotik lebih lanjut diperlukan diberikan pada saat debridement (rekomendasi BOA/BAPRAS adalah co-amoxiclav dan gentamisin; vancomycin atau teicoplanin adalah alternatif) dan dilanjutkan selama 72 jam atau sampai penutupan luka definitif, mana yang lebih cepat.

Antibiotik ini efektif melawan Staphylococcus aureus dan Pseudomonas yang resisten methicillin.

2. Debridement

Operasi ini bertujuan untuk membebaskan luka dari bahan asing dan jaringan mati (misalnya, fragmen tulang avaskular), meninggalkan area bedah yang bersih dan jaringan dengan suplai darah yang baik ke seluruh bagian. Di bawah anestesi umum, pakaian pasien dilepas, sementara asisten mempertahankan traksi pada anggota tubuh yang cedera dan menahannya. Dressing yang sebelumnya dioleskan pada luka diganti dengan pembalut steril dan kulit di sekitarnya dibersihkan. Bantalan kemudian dilepas dan luka diirigasi secara

(12)

11

menyeluruh dengan normal saline dalam jumlah yang banyak. Luka ditutup lagi dan anggota tubuh pasien kemudian disiapkan dan ditutup untuk operasi.

Banyak ahli bedah lebih suka menggunakan tourniquet karena ini memberikan area tanpa darah. Namun, hal ini dapat menginduksi iskemia pada kaki yang sudah cedera parah dan dapat membuat sulit untuk mengenali struktur mana yang rusak. Komprominya adalah memasang tourniquet tetapi tidak menggembungkannya selama debridemen kecuali benar-benar diperlukan.

Karena fraktur terbuka seringkali merupakan cedera berenergi tinggi dengan kerusakan jaringan yang parah, operasi harus dilakukan oleh seseorang yang ahli menangani jaringan tulang dan jaringan lunak; idealnya, ini akan menjadi upaya bersama oleh ahli bedah ortopedi dan plastik. Prinsip-prinsip berikut ini harus diperhatikan.

Wound excision

Batas luka dieksisi, hanya meninggalkan tepian kulit yang sehat.

Wound extension

(13)

12

Pembersihan menyeluruh membutuhkan paparan yang memadai;

menusuk-nusuk luka kecil untuk menghilangkan kotoran bisa berbahaya.

Jika ekstensi diperlukan, maka tidak boleh membahayakan pembuatan skin flaps untuk penutup luka jika diperlukan. Ekstensi yang paling aman adalah mengikuti garis insisi fasiotomi; hal ini menghindari kerusakan pembuluh perforator penting yang dapat digunakan untuk menaikkan flap kulit untuk penutup fraktur.

• Delivery of the fracture

Pemeriksaan permukaan fraktur tidak dapat dilakukan secara adekuat tanpa mengekstraksi tulang dari dalam luka. Metode yang paling sederhana (dan paling lembut) adalah membengkokkan anggota badan dengan cara yang dipaksakan pada saat cedera; permukaan fraktur akan terlihat melalui luka tanpa kerusakan tambahan pada jaringan lunak. Tuas dan retraktor tulang besar tidak boleh digunakan.

• Removal of a devitalized tissue

(14)

13

Jaringan yang mengalami devitalisasi menyediakan media nutrisi bagi bakteri. Otot yang mati dapat dikenali dari warnanya yang keunguan, konsistensi lembek, kegagalannya berkontraksi saat distimulasi, dan kegagalannya mengeluarkan darah saat dipotong. Semua jaringan yang meragukan viabilitasnya harus diangkat. Ujung fraktur dapat dikuret hingga tampak berdarah.

• Wound cleansing

Semua benda asing dan sisa-sisa jaringan dihilangkan dengan eksisi atau melalui pencucian dengan saline dalam jumlah banyak. Kesalahan umum adalah menyuntikkan cairan melalui lubang kecil menggunakan jarum suntik – ini hanya akan mendorong kontaminan lebih jauh. Hingga 12 L saline mungkin diperlukan untuk mengirigasi dan membersihkan fraktur tulang panjang yang terbuka. Menambahkan antibiotik atau antiseptik ke dalam larutan tidak memiliki manfaat tambahan.

• Nerves and tendons

Sebagai aturan umum, lebih baik membiarkan saraf dan tendon yang terpotong, ketika luka bersih dan tidak memerlukan diseksi. Saraf dan tendon dapat diperbaiki jika terdapat ahlinya

3. Penutupan luka

Luka kecil yang tidak terkontaminasi pada fraktur tipe I atau II dapat dijahit (setelah debridemen), asalkan dapat dilakukan tanpa tension. Pada cedera yang

(15)

14

lebih parah, stabilisasi fraktur segera dan penutup luka menggunakan split-skin grafts, flap lokal atau jauh sangat ideal, asalkan ahli bedah ortopedi dan plastik menentukan luka bersih dan viable dicapai setelah debridement. Jika tidak, fraktur distabilkan sementara dan luka dibiarkan terbuka dan dibalut dengan pembalut kedap air (Gambar 23.24). Penambahan vacuum dressing telah terbukti membantu.

Operasi untuk ‘second look’ harus memiliki fiksasi fraktur definitif dan bertujuan menutup luka. Hal ini harus dilakukan dalam 48-72 jam, dan tidak lebih dari 5 hari. Fraktur terbuka tidak berjalan dengan baik jika dibiarkan terbuka untuk waktu yang lama, dan berulang kali kembali ke ruang operasi untuk debridemen berulang dapat merugikan diri sendiri.

4. Stabilisasi fraktur

Menstabilkan fraktur penting dalam mengurangi kemungkinan infeksi dan membantu pemulihan jaringan lunak. Metode fiksasi yang dipilih bergantung pada tingkat kontaminasi, waktu dari cedera hingga operasi, dan jumlah kerusakan jaringan lunak. Jika tidak ada kontaminasi yang jelas dan penutup luka definitif dapat dicapai pada saat debridemen, semua jenis fraktur terbuka dapat diperlakukan sebagai cedera tertutup; fiksasi internal atau eksternal disesuaikan tergantung pada karakteristik individu dari fraktur dan luka.

Skenario ideal dari debridemen jaringan lunak dan tulang, pembersihan luka, stabilisasi segera dan penutup ini hanya mungkin dilakukan jika ahli bedah dengan keahlian bedah ortopedi dan plastik hadir pada saat operasi awal.

(16)

15

Jika penutup luka tertunda, fiksasi eksternal dapat digunakan sebagai tindakan sementara; namun, ahli bedah harus berhati-hati dalam menyisipkan pin fiksator jauh dari flap potensial yang diperlukan oleh ahli bedah plastik.

Fiksasi eksternal dapat ditukar dengan fiksasi internal pada saat penutupan luka definitif selama: (1) penundaan penutupan luka kurang dari 7 hari; (2) kontaminasi luka tidak terlihat; dan (3) fiksasi internal dapat mengontrol fraktur serta fiksasi eksternal. Pendekatan ini kurang berisiko daripada memperkenalkan fiksasi internal pada saat operasi awal.

5. Aftercare

Di bangsal, anggota tubuh diangkat dan peredarannya diawasi dengan cermat.

Kultur luka jarang membantu, jika terjadi, sering disebabkan oleh organisme yang berasal dari rumah sakit; hal ini menekankan perlunya debridemen yang cermat dan penutupan atau penutupan luka yang tepat sejak dini.

d. Sequelae Fraktur Terbuka 1. Kulit

Jika split-thickness skin graft digunakan secara tidak tepat (misalnya untuk menutupi tendon atau tulang), terutama di mana penutup flap lebih cocok, akan ada area kontraktur atau kulit rapuh yang rusak secara intermiten. Pembedahan reparatif atau rekonstruktif oleh ahli bedah plastik diperlukan.

2. Tulang

Infeksi melibatkan tulang dan implan yang telah digunakan. Infeksi dini dapat muncul sebagai inflamasi luka dengan atau tanpa sekret. Sulit untuk mengidentifikasi organisme penyebab tanpa sampel jaringan, tetapi kemungkinan besar adalah S. aureus (termasuk varietas yang resisten methicillin) atau Pseudomonas. Supresi dengan antibiotik yang tepat, selama fiksasi tetap stabil, memungkinkan fraktur untuk union, tetapi pembedahan lebih lanjut mungkin diperlukan kemudian, ketika antibiotik dihentikan.

Kejadian infeksi yang terlambat mungkin didapatkan dari bukti X-ray yang menunjukan sequestra. Implan dan semua potongan tulang avaskular harus diangkat; diperlukan penutup jaringan lunak yang kuat (idealnya flap). Fixator

(17)

16

eksternal dapat digunakan untuk menjembatani fraktur. Jika defek yang dihasilkan terlalu besar untuk pencangkokan tulang pada tahap selanjutnya, pasien harus dirujuk ke pusat dengan pengalaman dan fasilitas yang diperlukan untuk transportasi tulang/rekonstruksi ekstremitas.

3. Sendi

Ketika fraktur yang terinfeksi dihubungkan dengan sendi, prinsip pengobatannya sama dengan infeksi tulang, yaitu debridemen dan drainase, obat-obatan dan splintage. Pada resolusi infeksi, perhatian dapat diberikan untuk menstabilkan fraktur sehingga gerakan sendi dapat dimulai kembali.

Kekakuan permanen adalah ancaman nyata; di mana stabilisasi fraktur tidak dapat dicapai untuk memungkinkan gerakan, sendi harus dibidai pada posisi optimal untuk ankilosis..

e. Luka Tembak

Luka tembak dipandang sebagai jenis khusus dari cedera terbuka. Kerusakan jaringan disebabkan oleh: (1) cedera langsung di jalur langsung peluru; (2) kontusio otot di sekitar jalur peluru; dan (3) memar dan kongesti jaringan lunak pada jarak yang lebih jauh dari jalur utama. Luka keluar (jika ada) biasanya lebih besar dari luka masuk.

Dengan tembakan berkecepatan tinggi (biasanya dari peluru rifles, bergerak dengan kecepatan di atas 600 m/dtk) terdapat kavitasi dan kerusakan jaringan yang nyata di area yang luas. Pecahnya tulang, akibat transfer energi dalam jumlah besar, menciptakan cedera tembak sekunder, menyebabkan kerusakan yang lebih besar.

Dengan tembakan berkecepatan rendah (peluru dari civilian hand-guns yang melaju dengan kecepatan 300–600 m/dtk) kavitasi jauh lebih sedikit, dan dengan kerusakan jaringan senjata yang lebih kecil mungkin hampir terbatas pada jalur peluru. Namun, dengan semua luka tembak, debris masuk ke dalam luka, yang karenanya terjadi kontaminasi sejak awal

1. Tata laksana emergensi

Seperti biasa, penghentian perdarahan dan resusitasi umum menjadi prioritas.

Setiap luka harus ditutup dengan pembalut steril dan dilakukan pemeriksaan

(18)

17

untuk menilai kerusakan arteri atau saraf. Antibiotik harus segera diberikan, mengikuti anjuran untuk fraktur terbuka.

2. Tata laksana definitf

Secara tradisional, semua cedera tembak diperlakukan sebagai cedera terbuka yang parah, dengan eksplorasi jalur tembakan dan debridemen formal. Namun, telah ditunjukkan bahwa luka berkecepatan rendah dengan luka masuk dan keluar yang relatif bersih dapat diobati seperti luka Gustilo tipe I, dengan debridemen superfisial, splintage ekstremitas, dan penutup antibiotik; fraktur tersebut kemudian dirawat dengan cara yang sama seperti fraktur terbuka serupa. Jika cedera hanya melibatkan jaringan lunak, dengan serpihan tulang minimal, luka dapat dirawat dengan aman tanpa operasi tetapi dengan perawatan luka lokal dan antibiotik.

Cedera berkecepatan tinggi menuntut pembersihan luka dan debridemen secara menyeluruh, dengan eksisi jaringan yang rusak dalam dan, jika perlu, pemisahan kompartemen fasia untuk mencegah iskemia; fraktur distabilkan dan luka dirawat seperti fraktur Gustilo tipe III. Jika terdapat fraktur kominutif, penanganan terbaik adalah dengan fiksasi eksternal. Metode penutupan luka akan bergantung pada keadaan jaringan setelah beberapa hari; dalam beberapa kasus penundaan penjahitan primer dimungkinkan, tetapi seperti cedera terbuka lainnya, diperlukan kerjasama yang erat antara ahli bedah plastik dan ortopedi.

Cedera tembakan jarak dekat, meskipun secara teknis mungkin berkecepatan rendah, diperlakukan sebagai luka berkecepatan tinggi karena massa tembakan mentransfer sejumlah besar energi ke jaringan.

(19)

18 BAB III KESIMPULAN

• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang. Jika kulit atau salah satu rongga tubuh robek, maka digolongkan fraktur terbuka (juga dikenal sebagai compound fracture) yang rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.

• Klasifikasi fraktur terbuka Gustilo terbagi atas tiga jenis, yaitu I, II, dan III. Fraktur terbuka gr III dibagi kembali menjadi IIIa, IIIb, dan IIIc.

• Empat prinsip penting dalam penatalaksanaan fraktur terbuka adalah: profilaksis antibiotik, debridemen luka dan fraktur segera, penutup luka definitif dini, dan stabilisasi fraktur.

• Prinsip dalam debridement, di antaranya wound excision, wound extension, delivery of the fracture, removal of a devitalized tissue, wound cleansing, serta nerve and tendons.

• Luka tembak dipandang sebagai jenis khusus dari cedera terbuka dan perlu penatalaksanaan khusus.

(20)

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Blom A, Warwick D, Whitehouse MR. Apley & Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma. Florida: CRC Press. 2018;10th ed.

2. Schaller, Thomas M. Open Fractures. Medscape, 2018.

https://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview

3. Simpson AHRW, Tsang STJ. Non-union after plate fixation. Injury. 2018 Jun;49 Suppl 1:S78-S82.

4. Sop JL, Sop A. Open Fracture Management. [Updated 2021 Aug 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448083/

5. Einhorn TA, Gerstenfeld LC. Penyembuhan fraktur: mekanisme dan intervensi. Nat Rev Rheumatol. Januari 2015; 11 (1):45-54.

6. Sop JL, Sop A. Open Fracture Management. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448083/

Referensi

Dokumen terkait

Research Article Determination of genotoxic effects of aluminum on Cirrhinus mrigala and Ctenopharyngodon idella using comet assay and micronucleus test Kousar S.1*; Javed M2;

https://doi.org/10.51574/ijrer.v1i1.44 9 DEVELOPING OF TEACHING MATERIALS: USING ANIMATION MEDIA TO LEARNING ENGLISH VOCABULARY FOR EARLY CHILDHOOD Ayu Sartika Br Siregar1,