Jurnal Majemuk Vol. 3 No. 2 (Juni 2024) Hal. 196-205
JURNAL MAJEMUK
http://jurnalilmiah.org/journal/index.php/majemuk
Received April 11, 2024; Revised Mei 17, 2024; Accepted Juni 22, 2024
Analisis Perbandingan Hasil Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Adsorben Bleaching Earth, Tempurung Kelapa, dan Arang
Kharisma Ardhani Nur Pratiwi1 , Shafika Naila Puspita2, Riska Amalia3, Mochammad Choiril Muna4, Faranisa Febiola5, Qodria Chusdanar Alimawati6, Hanifa Husna Wulandari7
Prodi Teknik Kimia, Universitas Negeri Semarang,
[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4, [email protected]5, [email protected]6,
[email protected]7 Abstrak
Minyak goreng merupakan bahan pangan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penggunaannya, minyak goreng sering kali digunakan terus menerus pada temperatur tinggi sehingga mempengaruhi gizi dan mengalami penurunan nilai mutu pada makanan (Waluyo et al., 2020). Pola penggunaan seperti ini akan berdampak negatif pada kualitas dan nutrisi makanan. Namun, jika minyak goreng dibuang sembarangan akan memberikan dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan. Hal tersebut akan berdampak buruk terhadap lingkungan (Erna et al., n.d.).Satu pendekatan yang bersifat konservatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperbaiki kualitas minyak goreng yang telah terpakai agar dapat digunakan kembali. Hal ini dapat diperoleh menggunakan metode pemurnian melalui beberapa macam adsorben. Pendekatan konservasi bertujuan untuk menjaga, melindungi dan memanfaatkan sumber daya alam agar terjaga kelestarian dan keasriannya (Rachmasari et al., 2022).
Penelitian ini memiliki banyak manfaat seperti pengurangan limbah yang disebabkan oleh minyak jelantah sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Selain itu, limbah yang sudah tidak terpakai bisa menjadi adsorben alami untuk menggantikan adsorben kimia yang relatif mahal. Metode yang digunakan adalah adsorbsi yang dapat menjernihkan minyak jelantah sehingga dapat digunakan kembali. Adsorbsi yaitu peristiwa pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain akibat adanya ketidakseimbangan dan karena adanya gaya tarik antar atom atau molekul pada permukaan zat padat (Alamsyah et al., 2017). Adsorbsi dilakukan dengan cara menambahkan adsorben alami kemudian di campurkan ke dalam minyak jelantah setelah itu diaduk dan disaring. Adsorbsi merupakan metode yang efektif serta ekonomis karena tidak membutuhkan biaya yang besar, dapat diregenerasi dan metodenya sederhana. Adsorben yang akan digunakan pada penelitian ini adalah bleaching earth, arang dan tempurung kelapa. Hasil dari metode penjernihan minyak goreng bekas menggunakan beberapa adsorben alami yaitu minyak jelantah yang digunakan secara berulang akan menjadi lebih jernih dan dapat digunakan kembali.
Setelah peneliti melakukan penelitian maka diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sehingga mengurangi limbah minyak jelantah.
Kata Kunci: penjernihan, adsorben, minyak jelantah, adsorbsi, pemurnian Abstract
Cooking oil is a food ingredient that is often used in everyday life. In its use, cooking oil is often used continuously at high temperatures, thus affecting nutrition and decreasing the quality value of food (Waluyo et al., 2020). This usage pattern will hurt food quality and nutrition. However, if cooking oil is thrown away carelessly it will have a negative impact, namely environmental pollution. This will hurt the environment (Erna et al., n.d.). One conservative approach to overcome this is to improve the quality of used cooking oil so that it can be reused. This can be obtained using purification methods through several types of adsorbents. The conservation approach aims to maintain, protect and utilize natural resources so that their sustainability and beauty are maintained (Rachmasari et al., 2022). This research has many benefits, such as reducing waste caused by used cooking oil, thereby reducing environmental pollution. Apart from that, unused waste can become a natural adsorbent to replace relatively expensive chemical adsorbents. The method used is adsorption which can purify used cooking oil so that it can be reused. Adsorption is the event of the accumulation of molecules of one substance on the surface of another substance due to an imbalance and due to the attraction between atoms or molecules on the surface of a solid substance (Alamsyah et al., 2017). Adsorption is carried
out by adding a natural adsorbent and then mixing it with used cooking oil, after which it is stirred and filtered.
Adsorption is an effective and economical method because it does not require large costs, can be regenerated and the method is simple. The adsorbents that will be used in this research are bleaching earth, charcoal and coconut shells. The results of the method for purifying used cooking oil using several natural adsorbents, namely cooking oil that is used repeatedly, will become clearer and can be reused. After researchers have conducted research, it is hoped that the results of this research can be utilized to reduce used cooking oil waste.
Keywords: purification, adsorbent, used cooking oil (UCO), adsorption, purification 1. PENDAHULUAN
Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida yang berasal dari bahan nabati dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk menggoreng (Badan Standardisasi Nasional, 2013). Minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Sundoro et al., 2020). Kebutuhan minyak goreng semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, sehingga minyak jelantah yang dihasilkan semakin meningkat pula. Kondisi yang umum terjadi adalah banyak ibu rumah tangga yang menggunakan minyak goreng berulang kali, bahkan sampai habis, tanpa mempertimbangkan kualitasnya. Pada tahap tertentu minyak goreng tersebut sudah tidak layak digunakan lagi dan dapat berdampak negatif pada kesehatan jika tetap dikonsumsi (Novitriani et al., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum menerapkan budaya konsumsi hijau (Najla Afifah Ramadhani, 2022).
Konsumsi hijau adalah perilaku konsumen yang memikirkan dampak-dampak lingkungan, alam, maupun kesehatan sebelum melakukan kegiatan konsumsi. Tingkat kepedulian seseorang kepada lingkungan tinggi, maka akan memiliki kecenderungan lebih terhadap perilaku konsumsi hijau. Tahun belakangan ini isu terkait lingkungan sedang hangat, preferensi pemilihan pembelian para konsumen mulai beralih ke produk ramah lingkungan.
Oleh karenanya, konsumen produk ramah lingkungan semakin meluas dan terus berkembang.
Dari hal ini, terlihat bahwa ada hubungan terkait perilaku konsumsi hijau dengan pemurnian minyak goreng bekas (Najla Afifah Ramadhani, 2022).
Minyak goreng yang beredar terbilang cukup tinggi harganya bagi sebagian masyarakat dan kurangnya pengetahuan membuat masyarakat sering kali menggunakan minyak goreng yang telah dipakai hingga berulang kali. Kebiasaan menggunakan minyak goreng bekas di masyarakat ini juga dipicu karena adanya pendapat bahwa makanan yang digoreng dengan minyak jelantah lebih sedap (Fitri Barau, 2015). Tetapi yang menjadi masalah dalam minyak goreng adalah selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid, dan polimer (Nofiyanti et al., 2018). Proses-proses tersebut akan menyebabkan kerusakan pada minyak yang pada akhirnya menjadi limbah minyak goreng atau bisa disebut minyak jelantah (Ervin et al., 2014).
Minyak goreng bekas atau minyak jelantah masih belum mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Perilaku penggunaan minyak goreng di masyarakat yang memiliki kecenderungan untuk memakainya berulang kali. Minyak goreng yang digunakan lebih dari tiga kali pemakaian akan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Hal ini disebabkan adanya kerusakan minyak yang mempengaruhi mutu dan nilai gizi yang terkandung di bahan pangan yang digoreng serta dapat berdampak pada kesehatan (Febrian et al., 2023). Minyak jelantah juga mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi, sehingga dapat memicu berbagai penyakit penyebab kematian, seperti penyakit jantung koroner, stroke, meningkatnya kadar lipida utamanya kolesterol darah, hipertensi, bahkan dapat memicu terjadinya kanker (Sinurat &
Silaban, 2021).
Minyak goreng yang rusak terjadi selama masa penggorengan akan menyebabkan menurunnya mutu dan nilai gizi pada makanan karena dapat merusak vitamin dan asam lemak esensial yang terkandung di dalam minyak. Penyebab utama minyak rusak adalah karena peristiwa oksidasi, hasil yang diakibatkan salah satunya adalah terbentuknya peroksida dan
aldehid. Asam lemak bebas yang terbentuk dalam minyak goreng bekas atau minyak jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama proses penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160-200˚C. Uap air yang dihasilkan pada proses penggorengan dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida dan menghasilkan asam lemak bebas digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam (Mardina, 2012) (Waluyo et al., 2020).
Di lain sisi, jika minyak jelantah tersebut dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari lingkungan (Damayanti et al., 2020). Minyak jelantah yang dibuang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air yang berakibat rusaknya ekosistem perairan dan pencemaran laut. Minyak yang dibuang melalui saluran pembuangan air lama-kelamaan akan menjadi padat dan menjadi penyumbat saluran air. Minyak jelantah yang terserap ke tanah akan mencemari tanah menjadikan tanah tidak subur. Selain itu, minyak jelantah yang dibuang ke lingkungan juga mempengaruhi kandungan mineral dalam air bersih (Hesti et al., 2022).
Menurut data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, terjadi peningkatan konsumsi minyak dari tahun 2012 hingga tahun 2017 yaitu sebesar 7,44% dengan jumlah 1,83 juta ton menjadi 2,36 juta ton. Penggunaan minyak goreng tersebut paling banyak dimanfaatkan untuk konsumsi rumah tangga. Total konsumsi ini diperoleh dari angka per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk. Selain minyak goreng konsumsi, minyak goreng sawit juga mengalami peningkatan yaitu 1,9 juta ton menjadi 2,45 juta ton dari tahun 2012 sampai tahun 2017.
Pemilihan judul ini karena dapat disadari bahwasanya banyaknya ibu rumah tangga dan pedagang yang menggunakan minyak goreng, sehingga menyebabkan menumpuknya minyak jelantah. Apabila minyak tersebut digunakan kembali dapat menimbulkan masalah pada kesehatan, akibat zat-zat hasil reaksi selama proses penggorengan berulang. Dan apabila minyak jelantah dibuang di tempat sembarang dapat mencemari lingkungan. Zat-zat berbahaya tersebut dapat dikurangi dengan cara penjernihan, maka dari itu kami melakukan penelitian untuk menjernihkan minyak jelantah menggunakan berbagai jenis adsorben. Penjernihan minyak jelantah ini bertujuan untuk menerapkan pola PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), karena seseorang yang memiliki gaya hidup yang bersih dan sehat akan lebih terhindar dari risiko terkena penyakit, sedangkan seseorang yang memiliki gaya hidup bersih dan sehat yang rendah maka akan lebih rentan terhadap risiko terkena penyakit (Arlita et al., 2021).
Untuk menurunkan risiko yang muncul akibat dari pemakaian minyak jelantah bisa dilakukan dengan cara mengembalikan minyak jelantah salah satunya menggunakan metode adsorpsi sehingga minyak dapat digunakan kembali tanpa mengurangi kualitas bahan minyak goreng tersebut. Karena sederhana, dapat diregenerasi, dan biaya yang relatif murah, adsorbsi dianggap sebagai metode yang ekonomis dan efektif (Adam et al., 2017). Pemurnian minyak goreng bekas dengan menggunakan metode adsorben merupakan proses yang sederhana dan efisien (Maskan et al., 2003).
Arang aktif adalah adsorben yang banyak digunakan. Ini adalah salah satu produk lanjutan dari arang tempurung dengan nilai ekonomi relatif tinggi, kira-kira sepuluh kali nilai ekonomi arang biasa. Aktivasi arang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah aktivasi secara fisika, yang melibatkan destilasi kering pada tempurung kelapa. Metode kedua adalah aktivasi kimia, yang menggunakan zat kimia seperti asam fosfat (H3PO4), kalium karbonat (K2CO3) atau seng klorida (ZnCl2). (Studi Pendidikan Biologi STKIP Labuhan Batu et al., 2017). Arang aktif adalah arang yang memiliki konfigurasi atom karbon yang dibebaskan dari ikatannya dengan cara menggabungkan dengan unsur lain atau dengan menyisipkan pengotor (impuritas), sehingga permukaan karbon aktif menjadi luas dan daya adsorbsi akan meningkat (Aprianis, 2012)
Adsorben lainnya yaitu menggunakan bleaching earth, Metode ini diterapkan mengacu pada harga bleaching earth yang masih murah (Rp. 4.000,-/ kg dan Rp.1500,-/ kg) dan dapat digunakan berulang–ulang 8–10 kali. Dalam proses penjernihan minyak goreng bekas secara adsorbsi menggunakan adsorben zeolit alam, tanah pemutih dan kecepatan pengadukan sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk suhu, persenan tanah pemutih, dan
kecepatan pengadukan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari berbagai faktor yang memengaruhi proses adsorbsi minyak goreng bekas serta faktor optimal yang memengaruhi pemurnian dan pemanfaatan kembali minyak goreng bekas sesuai dengan standar kesehatan SNI, yang mencakup jumlah asam dan peroksida.
Kemudian tempurung kelapa sebagai bahan adsorben. Struktur dari tempurung kelapa sendiri tersusun atas natural sellulose (sellulose, lignin, dan hemi sellulose) yang secara alami memberi struktur berpori sehingga kedua bahan tersebut dapat digunakan sebagai media adsorpsi. Penggunaan tempurung kelapa yang diolah menjadi karbon (arang) aktif diketahui menunjukkan kemampuan yang baik sebagai adsorben, antara lain untuk menyerap gas atau bau (deodorisasi) dan warna (decolorisasi). Sejauh ini tempurung atau sabut kelapa digunakan sebagai adsorben setelah melalui perlakuan awal diarangkan (karbonasi) lalu diaktivasi (Mardina et al., n.d.)
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode pemurnian minyak jelantah yang sederhana dari adsorben yang murah dan mudah didapat, yakni bleaching earth, tempurung kelapa, dan arang, serta mudah diterapkan oleh masyarakat, sedangkan tujuan khususnya yaitu mendapatkan hasil analisis adsorben yakni bleaching earth, tempurung kelapa, dan arang pada proses pemurnian minyak jelantah dalam upaya meningkatkan kualitas minyak.
Penelitian ini membandingkan hasil penjernihan minyak jelantah yang paling efektif antara absorben bleaching earth, tempurung kelapa, dan arang. Sehingga, didapatkan metode proses penjernihan minyak kelapa yang menghasilkan produk berkualitas dan dengan cara yang efektif dan efisien.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif. Komparatif adalah penelitian yang membandingkan keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau dua waktu yang berbeda (Sugiyono, 2014). Peneliti melakukan percobaan pemurnian minyak jelantah dengan beberapa macam adsorben, seperti bleaching earth, tempurung kelapa, dan arang untuk membandingkan adsorben yang menghasilkan minyak paling baik di antara ketiganya. Peneliti melakukan penelitian ini berpacu pada prosedur yang telah direncanakan sebelumnya. Prosedur ini akan berpengaruh apabila tidak berpacu pada prosedur yang telah direncanakan. Sehingga, tidak akan dapat tergapainya suatu tujuan yang diinginkan serta bisa disebut seperti orang yang tidak mengerti aturan (Rosita Dewi et al., 2023).
Dalam Mekanisme pemurnian minyak jelantah menggunakan bleaching earth. Bahan yang diperlukan berupa bleaching earth sebanyak 9 gram dan minyak jelantah sebanyak 90 ml.
Minyak jelantah harus dipanaskan hingga mendekati titik didih, titik didih minyak jelantah berada di kisaran 175 °C, namun pemanasan dilakukan hingga suhu 100°C karena kondisi tersebut adalah kondisi terbaik dari pemurnian minyak jelantah (Akbar et al., n.d.). Pemanasan paling sederhana dapat dilakukan dengan kompor. Setelah minyak hampir mendidih, tambahkan bleaching earth dalam kondisi api kompor telah padam. Jumlah bleaching earth yang ditambahkan harus 10% dari jumlah minyak jelantah yaitu sebanyak 9 gram. Lalu, minyak perlu didiamkan selama 24 jam. Tahapan selanjutnya yaitu filtrasi, penyaringan yang dilakukan dengan kain halus.
Mekanisme pemurnian minyak jelantah menggunakan arang yaitu peneliti menggunakan arang aktif sebagai adsorben untuk menjernihkan minyak jelantah. Sebanyak 90 ml minyak jelantah dipanaskan hingga mendekati titik didih terbaik untuk melakukan adsorbsi, yaitu 100°C. Setelah itu masukan arang aktif dan bleaching earth dengan perbandingan 1:1, dalam penelitian ini adsorben yang ditambahkan masing-masing 5 gram dan diamkan selama 24 jam sebelum melakukan proses penyaringan. Dalam proses penyaringan dilakukan dengan kain halus.
Mekanisme pemurnian minyak jelantah menggunakan tempurung kelapa melalui metode adsorpsi dan filtrasi. Metode filtrasi adalah proses penyaringan zat cair untuk menghilangkan zat padat tersuspensi melalui media berpori, dalam penelitian ini peneliti menggunakan kain sebagai media penyaringnya (Ilyas et al., 2021). Bahan dan alat yang diperlukan adalah tempurung kelapa, air, kain dan minyak jelantah. Proses pemurnian diawali
dengan membersihkan tempurung kelapa dari kotoran dan serabutnya. Setelah itu, tempurung tersebut dicuci dan dikeringkan. Proses selanjutnya adalah pembakaran tempurung kelapa, tempurung tersebut dibakar dengan hati-hati agar tidak menjadi abu. Langkah selanjutnya adalah arang tempurung kelapa dicuci kembali dan dikeringkan. Lalu, tempurung dihaluskan dengan menumbuknya dan menyaring menggunakan saringan hingga dihasilkan bubuk arang halus yang selanjutnya akan dipanaskan menggunakan kompor selama satu jam untuk menghasilkan arang aktif. Pemanasan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air pada arang. Proses selanjutnya, karbon aktif dan minyak jelantah dicampurkan dengan rasio perbandingan 1:10, dengan berat karbon aktif 9 gram dan minyak jelantah 90 gram. Hasil pencampuran perlu didiamkan selama 24 jam untuk selanjutnya dilakukan penyaringan.
Penyaringan dapat dilakukan berulang kali hingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Kualifikasi minyak yang baik dilihat dari bau, warna dan jumlah kadar air dalam minyak.
Metode penentuan bau dan warna dilakukan secara kualitatif menggunakan panca indra (Ghifari
& Utaminingrum, 2022). Bau minyak goreng berkualitas baik biasanya mempunyai aroma segar, tidak menyengat, dan tidak bau tengik. Selain itu, minyak goreng memiliki bau yang khas, yaitu bau kelapa atau cenderung tidak berbau. Aroma dan rasa tengik pada minyak disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu paparan cahaya, panas, air, mikroba tertentu, dan udara.
Dari segi warna, minyak goreng berkualitas baik biasanya memiliki warna kuning yang transparan, tidak berwarna coklat atau keruh. Warna kuning yang keemasan juga bisa mengindikasikan kandungan beta karoten dalam minyak. Minyak goreng yang sehat memiliki tekstur yang mirip dengan air, tidak terlalu kental, sehingga tidak akan terserap berlebihan oleh makanan dan tidak menyebabkan gatal di tenggorokan. Selain itu, minyak goreng yang baik juga tidak cenderung membeku, menunjukkan kandungan lemak jenuh yang rendah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penjernihan minyak jelantah menggunakan bleaching earth
Sebagai adsorben, bleaching earth memiliki sifat yang dapat menarik molekul gas atau zat terlarut ke permukaannya (Akbar et al., n.d.). Penjernihan minyak jelantah menggunakan bleaching earth sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kecepatan pengadukan, banyaknya bleaching earth yang digunakan, dan juga suhu temperatur yang digunakan saat penjernihan. Pengadukan pada proses pencampuran harus dilakukan dengan secara merata yang tentunya akan mempengaruhi hasil penjernihan. Kecepatan pengadukan inilah yang akan mempengaruhinya. Kecepatan pengadukan yang optimal, yaitu sebesar 1000 rpm (Akbar et al., n.d.). Apabila dilakukan secara tepat akan memaksimalkan proses dalam penyerapan zat-zat yang tidak diperlukan dalam minyak tersebut. Dalam penelitian ini kadar bleaching earth yang digunakan adalah 9 gram dengan perbandingan 1:10 terhadap minyak jelantah. Suhu yang digunakan tentunya juga akan mempengaruhi dari hasil penjernihan. Suhu optimal dapat meningkatkan efisiensi penyerapan zat yang tidak diinginkan oleh bleching earth tersebut. Terlalu tinggi atau terlalu rendah pada suhu yang digunakan dapat menurunkan efektivitas pada proses ini. Pada gambar a merupakan minyak jelantah belum diberi perlakuan.
Gambar b merupakan campuran minyak jelantah dengan bleaching earth. Gambar c merupakan hasil penyaringan untuk memisahkan minyak dari endapan bleaching earth.
(a) (b) (c)
Jika diperhatikan minyak jelantah yang telah disaring setelah proses pencampuran bleaching earth terlihat lebih jernih. Warna yang awalnya berwarna coklat setelah dicampur dengan bleaching earth dan dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring warna yang dihasilkan jauh lebih kuning dibandingkan sebelumnya. Peroksida merupakan komponen yang terdapat pada minyak jelantah akibat oksidasi minyak goreng dengan oksigen dan akan teradsorpsi oleh bleaching earth. Oleh karena itu, proses adsorpsi dapat menurunkan bilangan asam dan bilangan
peroksida pada minyak jelantah. Hal ini dapat mengakibatkan produk minyak goreng bekas hasil proses pemurnian dengan indeks asam 4,5 dan indeks peroksida 20 masih memenuhi standar kesehatan SNI 01 -3555-1998 (Akbar et al., n.d.).
Menggunakan bahan bleaching earth ini terbukti dapat menghilangkan kotoran secara efektif. Bahan ini sangat efektif untuk menghilangkan kotoran-kotoran, seperti fosfolipid, pigmen, dan logam dari minyak jelantah (Fajar et al., 2019). Hal ini akan menghasilkan produk minyak yang lebih jernih daripada sebelumnya. Selain itu, bleaching earth ini dalam penggunaannya dapat digunakan dalam berbagai jenis minyak yang ada, bahkan minyak yang sangat sulit diputihkan dan yang mempunyai klorofil tinggi (Optimasi Ekstraksi et al., 2012).
Disamping semua kelebihan itu, sayangnya bleaching earth itu sangat berdampak pada lingkungan. Dampaknya, yaitu limbah dari bleaching earth bekas ini dapat diklasifikasikan menjadi limbah yang berbahaya serta dalam proses pembuangannya diperlukan pengelolaan yang sangat hati-hati agar dapat meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
3.2 Hasil penjernihan minyak jelantah menggunakan tempurung kelapa
Arang tempurung kelapa atau batok kelapa sangat berpotensi untuk dijadikan arang aktif serta dapat menjadi adsorben alami. Menurut Hartini dkk, (2011) telah melakukan penelitian terhadap adsorpsi minyak jelantah dengan arang aktif tempurung kelapa dengan aktivator H3PO4 mampu menjernihkan minyak jelantah dan meningkatkan kualitas minyak goreng menjadi lebih baik (Yustinah, n.d.). Penjernihan minyak jelantah dengan menggunakan arang tempurung kelapa dapat mengurangi kekeruhan pada minyak tersebut. Penambahan arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yaitu untuk meningkatkan kualitas minyak.
Gambar 2. Hasil penjernihan menggunakan tempurung kelapa (sumber : https://youtu.be/Uj45amXDRjs?si=ftJwupkLOxltIsGi)
Aspek-aspek yang diamati adalah kadar air, warna, aroma, angka peroksida. Hasil uji menunjukkan bahwa penambahan arang aktif pada konsentrasi 1-5% kurang berpengaruh terhadap kadar air minyak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Poli (2016) bahwa penggunaan arang aktif tempurung kelapa dan bentoit 1-3% tidak mempengaruhi kadar air minyak. Dalam pengujian ini, semakin banyak arang tempurung kelapa yang digunakan, maka semakin warnanya semakin jernih.
Hasil uji warna menunjukkan bahwa semakin banyak arang aktif yang ditambahkan, minyak akan mengalami perbaikan warna, yaitu dari kuning kemerahan menjadi keputihan.
Gambar 1. (a) Minyak jelantah dan bleaching earth, (b) Minyak jelantah dicampur dengan bleaching earth, (c) Minyak
jelantah yang telah disaring
Hasil perbandingan antara minyak murni dan minyak bekas sangat berbeda, karena minyak bekas memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan warna aslinya. Hal ini diyakini merupakan hasil oksidasi. Komponen minyak seperti karotenoid dan vitamin bila bereaksi dengan peroksida yang juga mempunyai kemampuan untuk melarutkan bahan matang dari minyak (Yustinah, n.d.).Aroma diukur menggunakan indra penciuman. Setelah penambahan arang tempurung kelapa, aroma minyak menjadi lebih baik serta mengurangi ketengikan minyak jelantah tersebut.
Grafik 1. Grafik perbandingan bilangan peroksida sebelum dan sesudah pemurnian (sumber : https://repository.uin-suska.ac.id/1383/1/2011_2011740.pdf)
Bilangan peroksida sering digunakan sebagai indikator tingkat ketengikan suatu minyak.
Senyawa peroksida terbentuk sebagai hasil reaksi oksidasi akibat paparan minyak ke udara dan dapat dipercepat dengan panas dan cahaya. Analisis bilangan peroksida minyak goreng baru dan bekas serta hasil pemurnian dilakukan dengan metode iodium, dengan melarutkan sejumlah tertentu minyak dalam campuran asetat: kloroform mengandung KI, akan membentuk pelepasan iodium (I2).
Penggunaan karbon aktif dapat menurunkan kadar bilangan peroksida sehingga memenuhi standar umum minyak goreng. Nilai peroksida minyak jelantah setelah dimurnikan sebesar 0,8734 pada kali penggorengan kedua, 1,1714 pada penggorengan keempat dan 1,9235 pada penggorengan keenam. Rata-rata penurunan bilangan karbon aktif peroksida sebesar 76,2990. Bilangan peroksida minyak goreng bekas sebelum dan sesudah pemurnian dapat dilihat pada gambar berikut:
Tabel 1. Bilangan Peroksida (mg/gr) Minyak Goreng Bekas Sebelum dan Sesudah Pemurnian (sumber : https://repository.uin-suska.ac.id/1383/1/2011_2011740.pdf)
Proses adsorpsi antara peroksida dan karbon aktif bergantung pada perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dengan zat yang diadsorpsi, baik gaya fisika maupun kimia (Evika, 2011)
3.3 Hasil penjernihan minyak jelantah menggunakan arang aktif yang dicampur dengan bleaching earth
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran melalui proses karbonisasi. Arang aktif dipakai dalam proses pemurnian udara, gas, larutan atau cairan (Siahaan et al., 2013). Arang yang digunakan diperoleh dari proses pembakaran tidak sempurna
dari kayu. Arang yang dihasilkan perlu digerus dan diayak untuk memperoleh ukuran yang seragam. Luas permukaan arang yang dihasilkan masih tergolong kecil, hal ini dikarenakan arang mempunyai mineral organik dan zat tar yang terperangkap di dalamnya.
Dalam penelitian ini, kadar arang aktif dan bleaching earth yang digunakan sebanyak 4,5 gram dengan perbandingan 1:10 terhadap minyak jelantah bersuhu 100°C lalu diendapkan selama 24 jam. Tingkat kejernihan minyak jelantah dengan adsorben arang aktif dipengaruhi oleh seberapa banyak arang aktif yang dicampurkan. Hasil yang kami dapat, terdapat perubahan warna pada minyak jelantah tersebut yang semula berwarna cokelat menjadi kekuningan.
Penambahan arang aktif pada minyak jelantah mempengaruhi kadar air dan asam lemak pada minyak jelantah. Semakin tinggi kadar air dalam minyak maka semakin tinggi kandungan air dan tingkat hidrolisis sehingga minyak lebih mudah terurai. Lama proses adsorbsi mempengaruhi hasil percobaan ini, penyerapan dalam arang akan lebih optimal saat kontak antara arang dan minyak berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Selain kadar air, kandungan asam lemak minyak penting untuk mengontrol kualitas minyak pangan. Asam lemak mempengaruhi bau dan citra rasa pada minyak. Sebagai adsorben, arang mampu menurunkan kandungan asam lemak pada minyak jelantah, karena arang mempunyai kandungan senyawa yang dapat menetralisir senyawa asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah. Semakin lama kontak antara arang dan minyak maka penurunan kadar asam lemak pada minyak akan semakin tinggi.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah kami laksanakan. Pemurnian minyak jelantah merupakan salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Ada banyak cara untuk melakukan pemurnian minyak jelantah, salah satunya adalah adsorbsi dengan menggunakan berbagai adsorben. Metode ini mudah dan praktis untuk dipraktikkan. Adsorben yang paling menghasilkan kualitas pemurnian yang baik adalah bleaching earth. Hasil pemurnian dengan menggunakan bleaching earth membuat minyak jelantah menjadi lebih jernih dan tidak bau sehingga dapat digunakan kembali.
Penelitian di atas menguraikan tentang hasil analisis perbandingan pemurnian minyak jelantah dengan menggunakan beberapa adsorben, seperti bleaching earth, arang aktif dan tempurung kelapa. Penelitian ini hanya membandingkan ketiga jenis adsorben tersebut. Masih banyak adsorben-adsorben yang belum diteliti oleh penulis. Untuk mendukung hal ini, disarankan untuk penelitian mendatang agar melakukan penelitian dengan adsorben yang berbeda. Hasil penelitian ini bermanfaat baik untuk lingkungan maupun masa depan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pada beberapa draf jurnal yang diajukan untuk dipublikasikan, masih banyak kesalahan berbahasa dan penulisan dalam jurnalnya (Purwo Yudi Utomo et al., 2019). Publikasi artikel penelitian memiliki banyak kriteria dan syarat khusus agar menjadi jurnal yang terakreditasi. Salah satu syarat terakreditasi yaitu ketepatan penulisan dan keefektifan kalimat (Ariyadi et al., n.d.). Untuk itu, kami ingin mengungkapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Asep Purwo Yudi Utomo, S.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan, membimbing, dan memberikan panduan dalam penulisan artikel ini.
Gambar 3. Hasil dari adsorben arang
5. DAFTAR PUSTAKA
Adam, D. (2017). Kemampuan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Adsorben untuk Meregenerasi Minyak Jekantah. Jurnal Edu Science, 8-11.
Aprianis, Y. (2012). Karakteristik Arang Aktif dari Tunggak Acacia Crassicarpa. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 262.
Akbar, T., Hendro, A., Ferdy, E. D., & Edward, L. (n.d.). Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Menggunakan Adsorbent Zeolit dan Bleaching Earth. In Indonesian Journal of Halal (Vol. 4, Issue 1).
Alamsyah, M., Kalla, R., & Ifa, L. (2017). Pemurnian Minyak Jelantah dengan Proses Adsorbsi.
Journal Of Chemical Process Engineering, 02(02).
Ariyadi, A. D., Purwo, A., & Utomo, Y. (n.d.). Analisis Kesalahan Sintaksis pada Teks Berita Daring berjudul Mencari Etika Elite Politik di saat Covid-19. Jurnal Bahasa Dan Sastra, 8(3), 2020. https://doi.org/10.24036//jbs.v8i3.110903
Arlita, T., Fahrurozi, A., Purwo, A., Utomo, Y., & Ibrahim, T. (2021). Analisis Tingkat Rumah Tangga Sehat Desa Keji Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. In Jurnal Implementasi (Vol. 1, Issue 2). http://jurnalilmiah.org/journal/index.php/ji/index
Damayanti, F., Supriyatin, T., & Supriyatin, T. (2020). Pemanfaatan Limbah Minyak Jelantah Sebagai Upaya Peningkatan Kepedulian Masyarakat Terhadap Lingkungan. Dinamisia : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(1). https://doi.org/10.31849/dinamisia.v5i1.4434 Erna, N., Sakti, W., Fakultas, W. P., Dan, M., Pengetahuan, I., Unnes, A., Sekaran, K., & Semarang,
G. (n.d.). Pengolahan Minyak Goreng Bekas (Jelantah) Sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak Tanah (Biofuel) Bagi Pedagang Gorengan Di Sekitar Fmipaunnes.
Ervin, O. :, Suryandari, T., Si, M., & Abstrak, . (2014). Pelatihan Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiacal, Linn) Untuk Pedagang Makanan Di Pujasera Ngaliyan. In Pelatihan Pemurnian Minyak Jelantah… (Vol. 57, Issue 1).
Evika. (2011). Penggunaan Adsorben Arang Aktif Tempurung Kelapa pada Pemurnian Minyak Goreng Bekass. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 90 Fajar, S., Program, M., Industri, S. T., Tinggi, S., Dumai, T., Utama, J., Bukit, K., & Ii, B. (2019).
UNITEK. 12(1).
Febrian, S., Gharis Sumardin, T., Yahya, A. A., Ayu, S., Sari, P., Haryvalen, A. F., & Nurhidayat, S. (2023). Pemanfaatan Minyak Bekas “Jelantah” Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Lilin Aromaterapi Anggota Pkk Desa Pohijo Kec. Sampung Use Of Used “Jelantah” Oil As A Basic Material For Manufacturing Aromatherapy Candles For Pkk Members Of Pohijo Village Kec. Sample. Jurnal Pedamas (Pengabdian Kepada Masyarakat), 1(3).
Fitri Barau, S. N. (2015). Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Sebagai Pengadsorbsi Minyak Jelantah . Jurnal Akademika Kimia, 9
Hesti, Y., Ainita, O., Nurhalizah, A., Putri, A. R., Hafizha, A. R., Octavia, P., Studi, P., Hukum, I., Hukum, F., & Lampung, U. B. (2022). Peningkatan Kesadaran Masyarakat Pada Penanganan Limbah Minyak Jelantah Untuk Kelestarian Lingkungan. Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Riset Sosial Humaniora, 2(2). www.bps.go.id.
Ilyas, I., Tan, V., & Kaleka, M. (2021). Penjernihan Air Metode Filtrasi untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat RT Pu’uzeze Kelurahan Rukun Lima Nusa Tenggara Timur. Warta Pengabdian, 15(1), 46. https://doi.org/10.19184/wrtp.v15i1.19849
Maskan, M. d. (2003). The Recovery of Used Sunflower Seed Oil in Repeated Deep Fat Frying Process. Jurnal of Europian Food Research and Technology , 26-31
Najla Afifah Ramadhani, T. W. (2022). Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Konservasi Terhadap Perilaku Konsumen Hijau (Green Consumers Behavior) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Angkatan 2021 di Universitas Negeri Semarang. Indonesian Journal of Conservation, 9 Nofiyanti, E., Gatut, D., & Wardani, A. (2018). Proses Konversi Minyak Goreng Bekas Menjadi
Poliol Sebagai Bahan Baku Busa Poliuretan [Conversion Process of Waste Cooking Oil to Polyol as Raw Material in Making Polyurethane Foam]. KOVALEN, 4(2), 221–227.
Novitriani, K., Si, M., Intarsih, I., Program, A. M. A., Analis, S. D.-I., Stikes, K., Tunas, B., &
Tasikmlaya, H. (2013). Pemurnian Minyak Goreng Bekas. In Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada (Vol. 9).
Optimasi Ekstraksi, Akbar, M. A., & Ui, F. T. (2012). Universitas Indonesia Optimasi Ekstraksi Spent Bleaching Earth Dalam Recovery Minyak Sawit Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Depok Semester Genap 2012.
Purwo Yudi Utomo, A., Fahmy, Z., Indramayu Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, A., &
Bahasa dan Seni, F. (2019). Jurnal Sastra Indonesia Kesalahan Bahasa pada Manuskrip Artikel Mahasiswa di Jurnal Sastra Indonesia. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi
Rachmasari, D., Marbun, R., Kirani, N. S., Ramadhan, R., Purwo, A., & Utomo, Y. (2022).
Indonesian Journal of Conservation i j Upaya Konservatif UNNES dalam Menyikapi Urgensi Krusial Climate Change di Lingkungan Kampus. Indonesian Journal of Conservation, 11(1), 22–28. https://doi.org/10.15294/ijc.v11i1.36913
Rosita Dewi, F., Aenatul Nabila, A., Safinah Az-zahroh, F., Murdiyanti, A., Purwo Yudi Utomo, A., & Septriana, H. (2023). Analisis Penggunaan Frasa pada Teks Prosedur dalam Buku Bahasa Indonesia Bergerak Bersama Kelas V SD Kurikulum Merdeka. Jurnal Motivasi Pendidikan Dan Bahasa, 1(1), 126–139. https://doi.org/10.59581/jmpb-widyakarya.v1i1.507 Siahaan, S., Hutapea, M., & Hasibuan, R. (2013). Penentuan Kondisi Optimum Suhu Dan Waktu Karbonisasi Pada Pembuatan Arang Dari Sekam Padi. In Jurnal Teknik Kimia USU (Vol. 2, Issue 1).
Sinurat, D. I., & Silaban, R. (2021). Analysis of the Quality of Used Cooking Oil Used in Frying Chicken.
Sundoro, T., Kusuma, E., Auwalani, F., Surya, S., & Yogyakarta, G. (2020). Pemanfaatan Minyak Jelantah Dalam Pembuatan Lilin Warna-Warni. In Jurnal Pengabdian Masyarakat Ipteks (Vol.
6, Issue 2).
Yustinah, H. (n.d.). Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut Kelapa.