• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)REFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MEMBANGUN MODEL PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT MEMENUHI KEINGINAN MASYARAKAT Marjoni Rachman 1 Abstract Reform governance of area is in Indonesia started with its form of area autonomy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "(1)REFORMASI PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MEMBANGUN MODEL PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT MEMENUHI KEINGINAN MASYARAKAT Marjoni Rachman 1 Abstract Reform governance of area is in Indonesia started with its form of area autonomy"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

Pelayanan publik merupakan produk birokrasi publik yang diterima oleh warga negara yang menggunakannya dan oleh masyarakat secara keseluruhan. Pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna (warga negara).

PENUTUP

Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik harus selalu berubah mengikuti perkembangan sosial. Model pelayanan publik seperti ini diharapkan dapat menjadi model yang sesuai dengan harapan masyarakat. manajemen publik) dan akhirnya menuju model pelayanan publik yang baru.

PENDAHULUAN

Situasi inilah yang menyebabkan birokrasi berkembang menjadi budaya yang kaku, berada dalam lingkungan yang hanya sebatas mengikuti instruksi. Akibat pengetatan kontrol juga, birokrasi kurang inisiatif dan kreatif.

PERMASALAHAN

Namun beberapa sumber menyebutkan masih ada pejabat birokrasi yang mengabaikan pekerjaan pelayanan yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini terlihat dari keberadaan dan kerja birokrasi dalam lingkungan yang hierarkis, birokratis, monopolistik dan dibatasi oleh otoritas politik (Utomo, 2002).

PEMBAHASAN

Penggalian dan pembangunan 4 P dapat dilakukan dengan baik dan prasyarat sistem birokrasi yang sehat harus ada. Keempat, birokrasi yang melayani, yaitu birokrasi yang tidak menuntut dilayani, melainkan birokrasi yang melayani masyarakat.

PEMBAHASAN A. Budaya Organisasi

Effendi (2005) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia selama ini adalah kurangnya perhatian terhadap perubahan pola budaya organisasi yang ada pada birokrasi pemerintahan. Budaya organisasi jenis ini ditandai dengan rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tinggi perhatian terhadap hubungan antarmanusia.

Reformasi Birokrasi

Dwiyanto, dkk (2006) mengatakan reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik bertujuan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang profesional dan bertanggung jawab. Uraian di atas menunjukkan bahwa reformasi birokrasi akan mengarah pada reformasi tiga dimensi tersebut.

Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Reformasi Birokrasi

Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi adalah belum adanya budaya antikorupsi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam reformasi birokrasi perlu dikembangkan pola budaya yaitu.

PENUTUP

Salah satu penyebab kegagalan pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia selama ini adalah kurangnya perhatian terhadap perubahan pola budaya organisasi yang ada pada birokrasi pemerintahan. Reformasi birokrasi sebagai suatu proses harus berpedoman pada aturan normatif yang ditetapkan oleh organisasi birokrasi yang terlibat sebagai perwujudan budaya organisasi. Dengan demikian, tidak ada titik awal lain untuk meningkatkan pelayanan publik selain mendengarkan suara masyarakat itu sendiri secepat mungkin.

PEMBAHASAN

Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah

Salah satu indikator yang dapat diambil dari fenomena tersebut adalah fungsi pelayanan publik yang dikenal luas karena sifatnya yang birokratis dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat, serta kepentingan masyarakat yang memanfaatkannya. Manajer sektor publik kemudian cenderung lebih bersifat direktif dan hanya memperhatikan/mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya. Pelayanan publik hendaknya dikelola dari paradigma olahraga dengan lebih fokus pada kepentingan masyarakat. Pengelola pelayanan harus mampu bersikap layaknya seorang pelayan yang sadar melayani dan tidak dilayani.

Model Pengelolaan Organisasi Pelayanan Publik

Aspek Kepemimpinan

Aspek Sistem Kelembagaan

Dalam konteks partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, komunikasi yang efektif antara masyarakat dan pemerintah menjadi penting, terutama dalam penyelenggaraan pelayanan yang berorientasi pada pelanggan dimana kepentingan, keinginan, harapan dan tuntutan masyarakat menjadi penopang utamanya. Kedudukan masyarakat pada tingkat ini dipandang sebagai subjek yang harus dilayani dan dipuaskan. Jadi bila kita berbicara mengenai kualitas pelayanan yang diberikan, maka akan sejajar dengan tingkat kepuasan masyarakat sebagai pelanggan. Untuk memberikan pelayanan yang baik, seorang pelayan harus mampu berkomunikasi dengan baik terhadap orang yang dilayaninya.

Model Siklus Layanan (Moment Of Truth)

Dalam berkomunikasi dengan orang lain ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) komunikator dan komunikator sama-sama harus mempunyai pola pikir yang positif berdasarkan pola pikir yang jelas dan logis, (2) komunikator dan komunikator harus mampu menempatkan diri pada situasi ketika berkomunikasi atau lawan bicara harus mampu menempatkan lawan bicara pada posisi bebas dan manusiawi, (3) lawan bicara harus mampu menunjukkan sikap santun dan membuat lawan bicara dapat memahami isi pesan. menyampaikan pesan dan memberikan umpan balik, dan (4) kemampuan memilih dan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami lawan bicara. Sesuai mekanisme urutan pemberian layanan yang ditentukan, masyarakat (pegawai) hanya perlu datang dan melakukan urusannya langsung di loket/petugas di unit kerja/instansi masing-masing. Untuk menunjang kelancaran arus informasi, maka proses pelayanan terkait masing-masing loket/loket dan unit/instansi terkait harus lengkap atau informasi lengkap mengenai urutan kegiatan, persyaratan dan biaya pelayanan harus diberikan secara jelas dan terbuka di lokasi tersebut.

Model Standar Pelayanan Umum

LANDASAN TEORI

Aspek Hukum Kehutanan Di Indonesia

Kebijakan

Partisipasi masyarakat

METODOLOGI A. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah: data kebijakan pemerintah/pemerintah kota terkait pengelolaan kawasan hutan mangrove dan data kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di dalam/sekitar dan di luar kawasan hutan mangrove dengan sampel 10%. jumlah kepala keluarga di wilayah desa penelitian dan data kondisi ekologi/fisik hutan mangrove, meliputi data primer dan sekunder sebagai berikut: (a) Data kebijakan dan kelembagaan; (2) b) Data sosial ekonomi dan data budaya masyarakat.

Metode Pengumpulan Data

Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara khusus lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Bontang Utara, Kecamatan Bontang Kuala dengan luas 576 Ha yang berbatasan dengan sebelah utara Kecamatan Lok Tuan; sebelah timur Selat Makassar, sebelah selatan desa Tanjung Laut dan sebelah barat desa Bontang Baru. Kawasan ini dihuni oleh 598 kepala keluarga menurut jenis kelamin, 1.353 laki-laki dan 1.156 perempuan. Jumlah penduduk yang tidak tamat SD terbanyak sebanyak 959 orang, disusul tamatan SLTA/SLP sebanyak 656 orang, sedangkan sisanya 394 orang merupakan lulusan S1, Sarjana Muda, dan SD.

Rehabilitasi Hutan Mangrove Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Tingkat pendidikan masyarakat rendah sehingga pemahaman terhadap pentingnya hutan mangrove secara ekonomi, ekologi, dan sosial juga minim. Terdapat komitmen dari lembaga konservasi (nasional dan internasional) yang peduli terhadap hutan mangrove untuk memberikan dukungan finansial bagi pengelolaan dan konservasinya. Serta adanya kebijakan OTDA (Otonomi Daerah) yang memungkinkan pengelolaan hutan mangrove secara mandiri.

Dampak Sosial, Budaya dan Ekonomi Kebijakan Pengelolaa Hutan Mangrove di

PENUTUP A. Kesimpulan

Terdapat kecenderungan individu masyarakat desa setempat, maupun dari luar, melakukan kegiatan penebangan hutan di kawasan hutan mangrove untuk berbagai keperluan. Optimalisasi kebijakan dan komitmen pemerintah dan lembaga konservasi alam dalam upaya pengelolaan kawasan hutan mangrove (kebijakan). Meningkatkan pengetahuan dan pendapatan masyarakat di/sekitar kawasan hutan mangrove (sosial ekonomi dan budaya masyarakat).

Saran-Saran

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove hanya sebatas pada kegiatan penanaman dengan mendapatkan pekerjaan yang dibayar dan mereka tidak merasa memiliki sehingga tidak ikut serta dalam menjaga/menjaganya. Pengelolaan mangrove harus dikembangkan melalui kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan (terutama lembaga teknis, lembaga masyarakat, kelompok tani, akademisi, dan lembaga donor dalam/luar negeri yang peduli terhadap kelestarian lingkungan (misalnya WWF, TNC, CIFOR dan lain-lain). Keterlibatan harus dikembangkan dan sesuai dengan ketentuan. bersama seluruh unsur terkait dalam upaya pengelolaan, pengamanan, dan pelestarian hutan mangrove serta penegakan hukum secara konsisten dan konsekuen.

Persiapan Kampanye

Apa yang disampaikan dalam kampanye merupakan perkembangan dan adaptasi terhadap situasi dan kondisi di lapangan. Program kampanye merupakan program calon yang disajikan kepada pemilih, dananya akan diperjuangkan ketika calon tersebut terpilih. Kandidat dan tim kampanye membuat program yang komprehensif, namun yang disampaikan dalam kampanye adalah pokok-pokok program yang didasarkan pada kebutuhan, dengan memperhatikan skala prioritas.

Merancang Pesan

Pesan yang singkat, ringkas, mudah dipahami, fleksibel dan mudah dicerna umumnya menjadi pilihan para perancang pesan. Simbol akustik, pembuat pesan menyusun pesan-pesan politik dengan memperhatikan nada, ritme dan warna bunyi, karena simbol-simbol tersebut mempunyai muatan emosional dari isi pesan yang disampaikan. Simbol ruang dan waktu Perancang pesan menyusun pesan kampanye sesuai dengan kondisi tempat dan waktu yang tepat.

Memilih Jenis dan Model Kampanye

Terdapat gejala mobilitas penduduk pedesaan yang meninggalkan daerahnya, yaitu gambaran rendahnya pembangunan dan peluang sosial ekonomi di pedesaan. Oleh karena itu, jika penduduk yang dimukimkan kembali bekerja di luar sektor pertanian, khususnya di sektor informal, berarti bertentangan dengan tujuan dari program pemukiman kembali itu sendiri. Perlu adanya kajian mendalam terhadap berbagai faktor penyebab terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor informal pada warga pendatang di kota Samarinda.

Program Transmigrasi

Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan daerah dimaksudkan untuk membentuk pusat-pusat pertumbuhan di luar pulau Jawa dan Bali. Melalui pusat-pusat pertumbuhan dan kutub-kutub pertumbuhan tersebut diharapkan akan terjadi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat menarik pendatang dari pulau Jawa dan Bali (Tjiptoherijanto, 1985). Hal ini dimaksudkan untuk membentuk pusat-pusat pembangunan, sehingga pertumbuhan ekonomi terjadi pada wilayah sasaran penempatan transmigrasi.

Mobilitas Penduduk

Ketimpangan pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang menjadi landasan mobilitas penduduk dapat terjadi antar wilayah (provinsi, pulau) maupun antara desa dan kota. Mobilitas penduduk dari pedesaan ke perkotaan mencerminkan perbedaan pertumbuhan dan ketimpangan fasilitas pembangunan antara pedesaan dan perkotaan. Kecenderungan perubahan bentuk mobilitas penduduk terutama dipengaruhi oleh perbaikan sarana dan prasarana transportasi serta perluasan jaringan komunikasi.

Perubahan Sosial

Proses mobilitas sosial erat kaitannya dengan proses migrasi. Hal ini dapat dimaklumi karena semakin tinggi proses migrasi maka semakin tinggi pula proses mobilitas sosial suatu masyarakat. Migrasi lebih menekankan pada proses perpindahan penduduk, sedangkan mobilitas sosial lebih menekankan pada proses sosial. Proses ini merupakan fenomena universal yang selalu dialami oleh semua masyarakat, dan memberi makna bahwa perubahan sosial merupakan gambaran nyata yang melekat pada setiap masyarakat, namun juga merupakan wujud dari masyarakat itu sendiri.

Perubahan Struktur Perekonomian

Mellor didasarkan pada model “bi-sektoral” (Ranis-Feo, Fei-Ranis dan Jorgenson), menempatkan sektor pertanian dalam kerangka transformasi pertanian-ke-industri. Dalam kerangka tersebut dijelaskan dengan jelas bahwa peranan sektor pertanian adalah penyediaan pangan dan tenaga kerja. Beralihnya pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor industri, sehingga Term of Trade di sektor pertanian semakin memburuk.

Sektor Informal Kota

Menurut Bambang Tri Cahyono, pekerja yang bergerak di sektor informal mempunyai ciri khas tersendiri, antara lain: “1. Dari ciri-ciri pekerja yang bekerja pada sektor informal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usaha pada sektor informal berkaitan dengan kegiatan tersebut. Aspek organisasi: pada sektor pertanian umumnya kegiatannya tergabung dalam organisasi, sedangkan kegiatan pada sektor informal tidak terorganisir.

Pemerintah daerah diberi kesempatan sebesar-besarnya untuk menentukan dan merumuskan kebijakan teknis pendidikan di daerahnya. Desentralisasi merupakan pemberian kewenangan kepada daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan di daerah sebagai daerah otonom. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan seluas-luasnya dalam perumusan dan penyelenggaraan pendidikan di daerah.

Kewajiban Pemerintah Daerah di Bidang Pendidikan Kewenangan pemerintah daerah yang memiliki hak

Proses pendelegasian atau pemberian kewenangan disebut desentralisasi, sedangkan hak kewenangan daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di daerah disebut otonomi daerah. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi pendidikan merupakan penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat di bidang pendidikan kepada pemerintah daerah sebagai daerah otonom.

Kriteria dan Upaya Pengembangan Pendidikan Bermutu

Persyaratan demokrasi pendidikan sangat membantu terwujudnya pendidikan yang bermutu, karena tanpa demokrasi maka otonomi pendidikan sebagai paradigma baru penyelenggaraan pendidikan sangat sulit terwujud. Dengan demokrasi dan otonomi pendidikan, penyelenggara pendidikan dapat mengelola komponen pendidikan secara optimal dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Sumber daya pendidikan berupa guru, pimpinan dan seluruh tenaga kependidikan merupakan faktor penentu peningkatan mutu pendidikan.

Konsep Umum Desentralisasi dan Daerah Otonom Pada akhir tahun 1970-an, pemerintahan yang sentralis

Dengan adanya desentralisasi fungsi dan penugasan pejabat pemerintah ke daerah, maka pengetahuan dan kepekaan mereka terhadap permasalahan dan kebutuhan daerah akan meningkat. Efisiensi negara dapat ditingkatkan melalui desentralisasi dengan membebaskan pejabat manajemen puncak dari tugas-tugas rutin yang sebenarnya akan lebih efisien jika dilakukan oleh staf lapangan atau pejabat daerah setempat. Jadi, daerah otonom adalah daerah yang diberi kewenangan atau kekuasaan oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah atau isi otonomi daerah.

Konsep Otonomi Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

  • Penggunaan Pakaian dan Asesoris
  • Nada dan Tinggi Rendah Suara
  • Keterbukaan
  • Penggunaan Alat-bantu
  • Penggunaan ruangan
  • Waktu
  • Ambiguity (sikap mendua)

Komunikasi dalam pendidikan dan pengajaran adalah penyampaian materi/materi pembelajaran dari seorang guru/penyaji (guru) kepada murid/peserta didik. Saat presenter mulai memasuki kelas, hal pertama yang diperhatikan siswa adalah kebersihan pakaiannya. Suasana akan kembali mencekam jika presenter menjelaskan sesuatu dengan membelakangi siswa.

Referensi

Dokumen terkait