BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Residue Catalytic Cracking Unit (RCC) dirancang untuk mengolah Treated Athmospheric Residue yang berasal dari unit AHU menjadi produk- produk minyak bumi yang bernilai tinggi, seperti: LPG, Gasoline, Light Cycle Oil, Decant Oil, Propylene, dan Polygasoline.
Furnace 15-F-102 di unit RCC berfungsi untuk memanaskan steam hingga suhu ± 380°C untuk menghasilkan High Pressure (HP) steam. HP steam ini kemudian dipergunakan untuk menggerakkan turbin pada Main Air Blower (MAB) dimana fungsi MAB adalah mengalirkan udara ke regenerator untuk proses pembakaran katalis yang telah tertutupi coke agar katalis dapat aktif kembali. Dilihat dari dasar kerjanya, maka alat ini dapat digolongkan pada golongan alat penukar panas (heat transfer equipment). Panas hasil pembakaran berpindah pada fluida di dalam tube secara konveksi maupun radiasi. Proses pembakaran yang terjadi merupakan reaksi antara oksigen dengan bahan bakar disertai timbulnya panas. Untuk memastikan terjadinya pembakaran, unsur yang dibutuhkan antara lain bahan bakar, api dan udara yang diambil dari udara bebas.
I.2 Rumusan Masalah
Furnace harus bekerja secara optimum agar dapat menjaga suhu pembakaran dengan baik. Optimasi furnace tersebut dapat dilihat dari angka efisiensi termalnya, semakin tinggi tingkat efisiensinya maka semakin optimum kinerja furnace tersebut. Untuk itu perlu dibuat sebuah perhitungan untuk melihat angka efisiensi furnace 15-F-102 di Residue Catalytic Cracking Unit (RCC).
I.3 Tujuan
Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui kinerja furnace 15-F-102 pada Residue Catalytic Cracking Unit (RCC) di Pertamina RU-VI Balongan dengan cara menghitung efisiensi thermal furnace aktual.
I.4 Manfaat
Manfaat dari tugas khusus ini yaitu untuk mengetahui kinerja kerja furnace di Unit 15 dan dijadikan pertimbangan dalam mengoperasikan dan atau menjaga pengoperasian furnace secara efisien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar II.1.1 Pembakaran
Pembakaran merupakan reaksi antara oksigen dengan bahan bakar disertai timbul panas. Untuk terjadinya pembakaran harus tersedia unsur- unsur yang dibutuhkan antara lain:
a. Bahan bakar : ada dua jenis yang digunakan sebagai bahan bakar dari furnace yaitu fuel oil dan fuel gas.
b. Udara : kebutuhan oksigen untuk pembakaran diambil dari udara sekitar/bebas sehingga secara langsung udara berpengaruh terhadap pembakaran.
c. Api : bahan ini digunakan untuk mencapai kondisi dimana pembakaran dapat berlangsung dengan sendirinya.
II.1.2 Mekanisme Pembakaran
a. Pembakaran lengkap dan sempurna
Jika semua atom “C” yang dibakar membentuk karbon dioksida serta atom “H2” menjadi air.
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O b. Pembakaran lengkap tapi tak sempurna
Hasil pembakaran masih ada udara yang tersisa atau tidak semua oksigen bereaksi.
CH4 + 3O2 CO2 + 2H2O + O2 c. Pembakaran tak sempurna
Udara tidak cukup untuk proses pembakaran sehingga beberapa atom karbon membentuk karbon monoksida.
3CH4 + 5O2 CO2 + 2CO +6H2O
Pengolahan minyak bumi (crude oil) menjadi fraksi-fraksinya hingga mencapai produk akhir, diperlukan kondisi operasi yang spesifik dengan variabel proses yang kompleks. Salah satu variabel proses utama adalah temperatur, dimana variabel ini merupakan variabel yang sangat penting.
Temperatur yang diinginkan dalam proses memerlukan panas/kalori yang sangat besar, sehingga memerlukan heat flux yang sangat besar.
II.2 Pengertian Furnace
Fire Heater (furnace) merupakan alat yang dapat memanaskan fluida hingga temperatur tinggi dengan biaya yang cukup ekonomis karena panas yang dipakai untuk memanaskan fluida yang mengalir dalam tube-tube berasal dari hasil pembakaran fuel. Furnace terdiri dari struktur bangunan yang berdinding plat baja yang di bagian dalamnya dilapisi oleh material tahan api. Panas yang digunakan dalam furnace berasal dari panas pembakaran secara langsung dan juga radiasi-radiasi panas yang dipantulkan kembali ke tube-tube yang ada di dalam furnace, sehingga akan mengurangi kehilangan panas.
Furnace didesain untuk dapat menggunakan fuel oil atau fuel gas maupun keduanya. Furnace umumnya terdiri dari dua bagian utama (section) yaitu bagian yang menerima panas dengan cara konveksi yang disebut Convection Section dan bagian yang menerima panas langsung dengan cara radiasi yang disebut Radiation Section atau sering juga disebut Combustion Chamber. Fluida yang akan dipanaskan terlebih dahulu masuk melalui Covection Section dengan tujuan untuk mendapatkan panas secara bertahap agar terhindar dari proses thermally shock, kemudian masuk ke dalam Radiation Section hingga mencapai temperatur yang diinginkan.
Agar dapat memberikan panas sebanyak-banyaknya kepada fluida yang mengalir dalam tube, maka perlu diusahakan agar pembakaran yang terjadi bisa berlangsung dengan sempurna dan mereduksi atau menekan panas yang hilang melalui stack dan dinding furnace seminimal mungkin.
Suatu furnace dapat berfungsi baik apabila:
a. Reaksi pembakaran sempurna.
b. Pemanasan dalam periode waktu yang lama.
c. Panas hasil pembakaran di dalam furnace merata.
d. Tidak terdapat scale pada permukaan tube.
e. Kebocoran atau kehilangan panas minimal.
Secara umum furnace digunakan untuk memanaskan fluida proses dengan tujuan sebagai berikut:
a. Memanaskan steam hingga untuk menghasilkan High Pressure (HP) steam. HP steam ini kemudian dipergunakan untuk menggerakkan turbin pada Main Air Blower (MAB) dimana fungsi MAB adalah mengalirkan udara ke regenerator untuk proses pembakaran katalis yang telah tertutupi coke agar katalis dapat aktif kembali. Sebagai contoh furnace yanga ada di unit RCC Kilang RU-VI Balongan.
b. Menaikkan temperatur minyak sampai temperatur tertentu, selanjutnya dipisahkan di dalam distillation coloumn atau fractionator coloumn.
Sebagai contoh furnace yanga ada di unit NHT Kilang RU-VI Balongan.
c. Menaikkan temperatur minyak hingga mencapai temperatur tertentu untuk mencapai thermal reaction. Sebagai contoh furnace yang ada di Unit Hydrotreating seperti ARHDM, GO-HTU, Kero-HTU Kilang RU- VI Balongan.
d. Menaikkan temperatur minyak sampai temperatur tertentu yang diperlukan untuk catalytic reaction. Sebagai contoh furnace yang ada di Unit Platforming PLBB Kilang RU-VI Balongan.
e. Furnace sebagai dapur reaksi, dimana di dalam tube-tube diisi katalis dan dialiri fluida yang dipanaskan pada temperatur reaksi seperti pada Hydrogen Plant. Sebagai contoh Reformer Hydrogen Plant RU-VI Balongan.
f. Furnace sebagai pemanas minyak yang dijadikan media pembawa kalor (Hot Oil), dimana fluida pembawa panas dipanaskan di dalam furnace, kemudian dialirkan melalui pipa dan dipakai sebagai media pemanas.
Sebagai contoh furnace yang memanaskan Hot Oil biasanya di Kilang Petrokimia atau Light End Unit TA-PTA Kilang RU-III Plaju.
II.3 Klasifikasi Furnace
II.3.1 Berdasarkan Konstruksi dan Susunan Tube Oil
Di dalam kilang pengolahan minyak bumi terdapat berbagai tipe furnace yang digunakan dan dapat diklasifikasikan baik menurut bentuk konstruksinya maupun susunan tube di dalam furnace serta fungsinya.
Adapun faktor utama yang sangat berpengaruh dan bentuk furnace adalah dalam menentukan ukuran dan bentuk furnace adalah kapasitas pembakaran (firing rate). Terdapat berbagai tipe furnace yang digunakan dalam industri minyak bumi berdasarkan bentuk konstruksi dan susunan tube oil sebagai berikut :
a. Furnace Tipe Box
Furnace tipe box mempunyai bagian radian (radiant section) bagian konveksi (convection section) yang dipisahkan oleh dinding batu tahan api yang disebut bridge wall. Dimana burner dipasang pada ujung furnace dan api diarahkan tegak lurus dengan pipa pembuluh (tube coil) ataupun dinding samping furnace. Aplikasi furnace tipe box:
1. Digunakan pada instalasi-instalasi lama dan juga dipakai pada instalasi baru.
2. Beban kalor berkisar antara 15-20 MMKcal/jam bahkan bisa lebih, tergantung kebutuhan.
3. Dipakai untuk proses dengan kapasitas besar.
4. Umumnya menggunakan bahan bakar fuel oil dan fuel gas.
Keuntungan menggunakan furnace tipe box adalah:
1. Dapat dikembangkan sehingga bersel tiga atau empat.
2. Distribusi panas (fluks kalor) merata disekeliling pipa.
3. Ekonomis untuk digunakan pada beban kalor di atas 20 MMKcal/jam.
Kerugian menggunakan furnace tipe box adalah:
1. Apabila salah satu aliran fluida dihentikan, maka seluruh operasi furnace harus dihentikan juga, hal ini dilakukan untuk mencegah pecahnya pipa.
2. Tidak dapat digunakan untuk memanaskan fluida pada suhu relatif tinggi dan aliran fluida singkat.
3. Harga relatif mahal tersusun mendatar.
4. Membutuhkan area relatif lebih luas
5. Pemeliharaan lebih sulit karena tube tersusun mendatar
Gambar II.3.1 Jenis-Jenis Furnace Tipe Box (a) Arbor Coil, (b) Vertical Tube Oil, (c)Horizontal Tube Oil
b. Furnace Tipe Silindris Tegak (Vertical Sylindris)
Furnace tipe silindris tegak mempunyai bentuk konstruksi silindris dengan bentuk lantai (alas) bulat, tube coil di pasang vertikal. Burner di pasang pada lantai sehingga arah pancaran apinya vertikal, sedangkan dapur tipe ini di rancang tanpa ruang konveksi (convection section).
Bagian bawah (bottom) di buat jarak kurang lebih 7 feet dari dasar lantai
atau disesuaikan untuk memberikan keleluasaan bagi operator pada saat pengoperasian furnace.
Aplikasi furnace tipe silinder tegak:
1. Dipergunakan untuk pemanasan fluida yang mempunyai perbedaan suhu antara sisi masuk (inlet) dan sisi keluar (outlet) tidak terlalu besar (90oC)
2. Beban kalor antara 2,5 s/d 20 MMKcal/jam
Keuntungan menggunakan furnace silinder tegak adalah:
1. Konstruksi sederhana sehingga harga relatif lebih murah 2. Area yang digunakan lebih kecil
3. Luas permukaan pipa tersusun lebih besar sehingga efisiensi thermalnya lebih tinggi
4. Ekonomis untuk beban pemanasan antara 15-20 MMKcal/jam Kerugian menggunakan furnace silinder tegak adalah:
1. Kapasitas feed relatif kecil
2. Plot area minimal dan perlu pengoperasian lebih hati-hati 3. Pada kasus di mana kapasitas furnace kecil, kurang efisien
Gambar II.3.2 Jenis-Jenis Furnace Tipe Silinder (a) Vertical Tube oil dan (b)Helical Tube Oil
c. Furnace Tipe Cabin
Furnace tipe cabin mempunyai bagian radiasi (radiant section) pada section pada sisi-sisi samping dan sisi kerucut furnace, sedangkan bagian konveksi (convection section) ada di bagian atas furnace, pipa konveksi pada baris pertama dan kedua di sebut shield section (pelindung). Burner di pasang pada lantai furnace dan menghadap ke atas, sehingga arah pancaran air maupun flue gas tegak lurus dengan saluran pipa, namun burner dapat juga di pasang horizontal.
Keuntungan menggunakan furnace tipe cabin:
1. Bentuk konstruksi kompak dan mempunyai effisiensi thermal tinggi.
2. Beban panas antara 5-75 MMKcal/jam.
3. Pada furnace tipe cabin multicell, memungkinkan pengendalian operasi terpisah (fleksibel).
Gambar II.3.3 Jenis Furnace Cabin
II.3.2 Berdasarkan Pasokan Udara Pembakaran (Draft)
Klasifikasi furnace dapat di bagi menurut cara pemasokan udara dan pembuangan gas hasil pembakaran (flue gas), sebagai berikut:
a. Furnace dengan Draft Alami ( Natural Draft)
Perbedaan tekanan inlet dan outlet air register yang disebabkan oleh perbedaan berat antar bagian flue gas yang panas di dalam stack dan udara di luar stack. Natural draft ini akan menghisap udara pembakaran masuk ke ruang dan membawa gas hasil pembakaran keluar. Kebocoran pada stack akan mengurangi draft tersebut. Natural draft biasanya di pakai pada furnace yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai resistance yang kecil terhadap aliran flue gas 2. Tanpa air pre-heater
3. Mempunyai stack yang cukup tinggi
b. Furnace dengan Draft Induksi (Induction Draft)
Gas hasil pembakaran keluar melalui stack dengan tarikan blower.
Tarikan blower ini menyebabkan tekanan di dalam dapur lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga udara luar masuk ke dalam dapur.
c. Furnace dengan Draft Paksa (Forced Draft)
Tekanan inlet pada suplai udara melalui air register diperbesar dengan bantuan blower sehingga draft menjadi lebih besar. Forced draft biasanya di pakai untuk furnace yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Resistence-nya kecil terhadap aliran flue gas 2. Mempunyai stack rendah
d. Furnace dengan Draft Berimbang (Balance Draft System)
Merupakan kombinasi dari forced draft dan induce draft. Balance draft ini memperbesar tekanan dengan air register dan mengurangi
tekanan outlet. Penambahan dan pengurangan tekanan tersebut masing- masing dilakukan dengan bantuan sebuah blower. Balance draft ini di pakai heater yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Resistance terhadap aliran flue gas besar 2. Mmempunyai air preheater
3. Mempunyai stack yang rendah
II.3.3 Klasifikasi Furnace Berdasarkan Tipe Perancangannya
Klasifikasi furnace dapat di bagi menurut tipe perancangannya menjadi 3 tipe sebagai berikut:
a. Furnace tanpa menggunakan air preheater
Tipe furnace ini hampir sama dengan natural draft di mana udara pembakaran masuk ke ruang pembakaran dan hasil pembakaran langsung di buang ke atas.
b. Furnace dengan air preheater menggunakan pemanas internal
Pada tipe ini digunakan air preheater, di mana untuk pemanasan udara pembakaran yang digunakan memanfaatkan panas dari flue gas furnace itu sendiri.
c. Furnace dengan air preheater menggunakan air eksternal
Furnace ini menggunakan air preheater di mana untuk pemanasan udara pembakaran menggunakan sumber panas dari luar.
II.4 Prinsip Kerja Furnace
Pada dasarnya proses perpindahan panas yang terjadi lebih banyak menggunakan panas radiasi menuju feed yang mengalir di dalam tube. Ruang utama yang terbuka di dalam heater adalah radiant fire box (ruang bakar), di mana di dalam ruangan ini terjadi pembakaran fuel. Bahan bakar cair atau gas atau kombinasi antara keduanya dimasukkan ke dalam furnace setelah di campur dengan udara pembakaran di dalam burner kemudian dinyalakan.
Feed yang dipanaskan dialirkan melalui bagian dalam tube yang tersusun pada bentangan horizontal atau vertikal di sepanjang lantai, di dinding samping, atau di atas dari ruang pembakaran, tergantung pada konfigurasi perencanaan letak yang memungkinkan perencanaan secara langsung panas radiasi dan nyala api pembakaran serta pemantulan kembali panas dari permukaan dinding ke permukaan tube.
Fluida yang dipanaskan umumnya dialirkan terlebih dahulu melalui seksi konveksi yang terletak di ruang bakar dan cerobong, agar dapat memanfaatkan panas yang terdapat di dalam gas hasil pembakaran. Selanjutnya melalui pipa cross over, fluida dialirkan ke dalam radiant fire box.
Berdasarkan ukuran, kapasitas dan temperatur yang diperlukan terdapat berbagai variasi desain furnace dan jenis material konstruksi yang digunakan.
Namun pada dasarnya, furnace dioperasikan berdasarkan prinsip-prinsip yang sama.
Besarannya beban panas yang harus diberikan oleh furnace kepada fluida yang dipanaskan bergantung pada jumlah umpan dan perbedaan suhu inlet dan outlet yang inggin dicapai. Semakin besar perbedaan suhu dan semakin banyak jumlah umpan, maka beban furnace akan semakin tinggi.
Pengoperasian Furnace
Pengoperasian furnace salah satunya adalah pengaturan udara excess. Alat yang digunakan untuk mengetahui O2 excess adalah Oxygen Analyzer yang terpasang pada furnace. Oxygen Analyzer dapat mengetahui kandungan O2 di flue gas dan dijadikan sebagai parameter udara excess pada proses pembakaran.
Komponen Furnace
Gambar II.3.4 Komponen Furnace
Furnace terdiri dari beberapa komponen utama dan accesories yang meliputi:
a. Burner
Burner adalah peralatan untuk memasukkan bahan bakar (fuel) dan udara pembakaran (air combustion) ke dalam ruang pembakaran dengan kecepatan (velocity), pengadukan (turbulence) serta pengaturan ratio bahan bakar/udara yang sesuai untuk menjaga stabilitas pembakaran.
b. Dinding Dapur
Pada umumnya, dinding dapur terdiri dari beberapa lapisan tergantung keperluannya. Lapisan sebelah luar, berupa dinding baja
yang berfungsi sebagai penahan struktur dapur. Lapisan sebelah dalam, terdiri dari satu atau dua lapisan. Lapisan yang langsung terkena api adalah fire brick atau batu tahan api, sedangkan lapisan yang tidak langsung terkena api dipasang insulation brick atau batu insolasi untuk menahan adanya kehilangan panas melalui dinding tersebut. Lapisan sebelah dalam dapur modern, umumnya terdiri dari satu lapis yang berfungsi sekaligus sebagai fire brick dan insulation brick.
c. Pipa-Pipa Pembuluh (Tube Coil)
Coil merupakan bagian terpenting dari fuurnace. Tube-tube tersebut terpasang secara paralel (pass) di convention maupun radiation section. Fluida yang dipanaskan dialirkan di dalam tube-tube, dimana mula-mula masuk di convection section, kemudian ke radiation section dengan tujuan agar diperoleh proses perpindahan panas secara bertahapa.
d. Combustion Air Preheater (APH)
Peralatan ini berfungsi untuk memanfaatkan sisa panas dari flue gas setelah melewati pipa-pipa di dalam convection section, kemudian dimanfaatkan untuk memanasi udara pembakaran yang akan masuk ke masing-masing burner dan selanjutnya ke ruang pembakaran. Dengan demikian panas yang seharusnya dibuang lewat stack atau cerobong dapur dapat dipindahkan ke udara pembakar sehingga efisiensi dapur menjadi lebih baik
e. Soot Blower
Hasil pembakaran di dalam flue gas akan menempel pada dinding luar tube di daerah convection section, sehingga proses perpindahan panas pada daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan penurunan efisiensi. Untuk membersihkan pengotor tersebut digunakan soot blower, yaitu peralatan yang digunakan untuk membersihkan endapan kotor di daerah konveksi agar tidak menghalangi transfer panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spray dari steam/air yang ditembakkan ke pipa konveksi.
f. Cerobong (Stack)
Stack adalah cerobong vertikal yang berfungsi untuk melepas hasil pembakaran (flue gas) ke udara.
g. Stack Damper
Stack Damper adalah plat logam untuk mengatur tekanan di excess udara (excess air).
h. Lubang Pengintip (Peep Hole)
Merupakan lubang kecil yang terbuat dari kaca untuk mengamati keadaan di dalam ruang pembakaran seperti nyala api, warna pipa dan batu tahan api.
i. Batu Tahan Api (Refractory)
Refractory dipasang pada bagian dalam dinding furnace dan boiler.
Fungsi dari alat ini adalah untuk menahan agar panas tidak keluar dari furnace, sehingga heat loss dapat diminimalisir, selain itu juga berfungsi sebagai pelindung material penahan bagian luar (plat logam dinding furnace atau boiler).
j. Kelengkapan Furnace
1. Platform, adalah tempat laluan operator sekeliling dapur dalam pemeriksaan kondisi operasi dapur.
2. Acces door ( man way), berukuran cukup besar, digunakan pada saat pemeriksaan atau perbaikan dapur.
3. Exploition door, dipasang pada bagian atas radiant section sebagai pengaman terhadap kemungkinan excess tekanan di dalam ruang pembakaran.
4. Wind box, terpasang pada dudukan burner assy, selain untuk mengatur udara pembakaran, juga untuk mengurangi kebisingan operasi furnace.
5. Snuffing steam conection, terpasang pada daerah convection dan radiant, untuk injeksi steam guna mengusir gas liar pada start up maupun shut down.
II. 5 Effisiensi Furnace
Parameter yang dijadikan patokan dalam kinerja suatu furnace adalah thermal efficiency nya. Thermal efficiency merupakan suatu gambaran pemanfaatan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar (fuel) untuk memanaskan fluida proses. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi furnace.
a. Udara Excess
Untuk mencegah terjadinya pembakaran yang tidak sempurna dalam proses pembakaran pada furnace, diinjeksikan udara berlebih dari kebutuhan udara teoritis. Udara excess yang rendah akan mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna (menghasilkan CO) sehingga menurunkan efisiensi.
Namun excess udara yang berlebihan juga tidak efisien karena akan menghasilkan volume gas yang besar, serta pembakaran akan diserap untuk menaikkan temperatur udara.
b. Panas Hilang
Panas yang hilang akan menyebabkan nilai efisiensi turun. Berikut ini merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan panas hilang:
1. Panas hilang melalui casing furnace.
2. Pembakaran tidak sempurna dari fuel gas yang mengakibatkan komponen yang tidak terbakar atau terbakar tidak sempurna terbawa flue gas.
3. Temperatur flue gas yang tinggi sehingga menyebabkan panas yang terbuang melalui flue gas.
c. Peralatan Furnace
Efisiensi pada furnace juga dipengaruhi oleh pengoperasian alat-alat bantu pada furnace.
Selain ketiga faktor di atas, performa furnace juga dipengaruhi oleh kondisi operasional di lapangan, beberapa permasalahan yang sering timbul dalam operasional di lapangan antara lain:
a. Burner mati
b. Gas buang (flue gas) berasap c. Temperatur stack tinggi
d. Nyala api flash back (membalik) e. Nyala api pendek
f. Panas tidak tercapai g. Suhu permukaan tube naik h. Nyala api miring
i. Nyala api bergelombang j. Lidah api menyentuh tube
Beberapa permasalahan di atas dapat diketahui secara visual maupun dengan alat ukur (indicator) yang tersedia dan harus selalu dilakukan pengecekan dan memperhatikan kondisi operasional di lapangan sehingga apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian akan cepat diketahui dan segera ditangani.
II.6 Heating Value (Nilai Kalor)
Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur – unsur kimia yang ada pada pada bahan bakar tersebut. Dalam perencanaan ruang bakar sebuah ketel uap, nilai kalor bahan bakar sangat menentukan.
Nilai kalor bahan bakar terdiri dari : a. Nilai Kalor Atas (High Heating Value)
High Heating Value (HHV) merupakan nilai kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan bakar dengan memperhitungkan panas kondensasi uap (air yang dihasilkan dari pembakaran berada dalam wujud cair).
b. Nilai Kalor Bawah (Lov Heating Value)
Low Heating Value (LHV) nilai kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan bakar tanpa memperhitungkan panas kondensasi uap (air yang dihasilkan dari pembakaran berada dalam wujud gas / uap).
II.7 Furnace 15-F-102 Residue Catalytic Cracking Unit
Furnace 15-F-102 di unit RCC berfungsi untuk memanaskan steam hingga suhu ± 380°C untuk menghasilkan High Pressure (HP) steam. HP steam ini kemudian dipergunakan untuk menggerakkan turbin pada Main Air Blower (MAB) dimana fungsi MAB adalah mengalirkan udara ke regenerator untuk proses pembakaran katalis yang telah tertutupi coke agar katalis dapat aktif kembali. Furnace 15-F-102 merupakan furnace tipe Box Vertical Cylindrical Radiant dengan bahan bakar berupa fuel gas.
BAB III METODOLOGI
III.1 Pengumpulan Data
Langkah awal dalam mencapai tujuan perhitungan efisiensi furnace 15-F- 102 di RCU pada RU-VI Balongan adalah pengumpulan data primer maupun sekunder.
a. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer digunakan untuk dijadikan bahan perhitungan efisiensi furnace 15-F-102. Data diperoleh dari data-data aktual pada tanggal 1 – 31 Januari 2016.
b. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data sheet furnace 15-F-102 pada Pertamina RU-VI Balongan, literatur, serta analisa laboratorium untuk komposisi fuel gas di RCU.
III.2 Pengolahan Data
Data-data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan, diolah datanya untuk mengetahui performance furnace dari nilai efisiensinya. Nilai efisiensi desain di peroleh dari data desain unit RCU sebesar 84,8%
sedangkan efisiensi aktual di lapangan diperoleh dari perhitungan menggunakan “Loss Method” versi British.
1. Efisiensi Perpindahan Panas Desain
Nilai efisiensi disain dapat di hitung dengan menggunakan data dari
“Data Sheet" di mana:
Effisiensi=
x 100%
Q absorb: heat absorbsion (radiant section+convection section)
Q fuel total: diambil dari data normal operation
2. Perhitungan Heat Loss
a. Unburn loss = % Total Ash x 33820 = i x A x 33820 (KJ/Kg fuel) i = % C di Ash
A = % dry ash di fuel
Unburn loss bernilai 0 karena pebakaran menggunakan fuel gas yang tidak menghasilkan ash.
b. Wet flue gas loss =
× (4,2 × (25-T2) + 2442 + 1,88 × (T1-25)) KJ/fuel
M = Moisture pada fuel (= 0 karena bahan bakar menggunakan fuel gas)
H = % Massa hidrogen pada fuel T1 = T stack (o C)
T2 = T ambient (o C) c. Total Dry Loss =
( ) × (
) ( )
CO2 = % V di Flue gas
=
CO = % V di flue gas C = % massa di fuel S = % massa di fuel CiA = % C di Ash T1 = T stack (o C) T2 = T ambient (o C)
d. Radiation
Ln Lrc = 1,88 – 0,4288 × Ln MS Lrc = % Loss
MS = kapasitas boiler (Kg/s)
e. Total Loss tanpa radiasi = Unburn Loss + Wet Loss + Total Dry Gas f. Heat Supply = Flow fuel gas x GHV x 1000 Kg/ton
GHV = Gross Heating Value (kCal/kg) g. % Loss =
3. Perhitungan Efisiensi Efisiensi = 100 - % Loss
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Efisiensi Furnace 15-F-102 Pada Tanngal 1 - 31 Januari 2016
Furnace 15 F 102 digunakan untuk memanaskan saturated steam dari catalyst cooler menjadi steam superheated. Bahan bakar yang digunakan berupa fuel gas. Efisiensi desain diketahui sebesar 84,8% sedangkan efisiensi aktual furnace 15 F 102 dapat dihitung sebagai berikut :
Tabel IV.1.1 Hasil perhitungan efisiensi aktual Jenis % Loss Efisiensi (%)
% Unburn Loss -
%Wet Loss 6067,44
%Dry Loss 4136,25
% Radiation 14,74
% Loss 16,89
Efisiensi Loss method versi british =100% - 16,89% = 83,11 % Dengan perhitungan seperti di atas, diperoleh data hasil perhitungan selama bulan Januari 2016 sebagai berikut :
Tabel IV.1.2 Data hasil perhitungan efisiensi aktual dan efisiensi desain Januari
2016
Efisiensi Loss Method (%)
Efisiensi Design (%)
1 83,11 84,8
2 83,11 84,8
3 83,11 84,8
4 82,65 84,8
5 82,63 84,8
6 82,20 84,8
7 83,28 84,8
8 83,30 84,8
9 83,17 84,8
10 83,17 84,8
11 83,23 84,8
12 83,23 84,8
13 83,48 84,8
14 83,31 84,8
15 83,30 84,8
16 81,95 84,8
17 81,94 84,8
18 82,99 84,8
19 82,99 84,8
20 83,34 84,8
21 83,47 84,8
22 83,48 84,8
23 83,39 84,8
24 83,38 84,8
25 83,37 84,8
26 83,37 84,8
27 83,59 84,8
28 83,57 84,8
29 83,57 84,8
30 83,69 84,8
31 83,69 84,8
Rata-rata 83,25 84,8
Dalam pengoperasian furnace perlu diperhatikan kondisi alat tersebut, salah satunya yang berkaitan dengan efisiensi. Untuk mencapai efisiensi maksimum, dapat dilakukan dengan cara mengatur dan menjaga alat agar menghasilkan total panas masuk secara optimal. Efisiensi furnace dihitung setelah pengurangan berbagai kehilangan panas. Untuk menghitung efisiensi, berbagai parameter harus diukur seperti pemakaian bahan bakar furnace setiap jam, outlet bahan, jumlah udara berlebih, suhu gas buang, suhu furnace pada berbagai zona, dan lain-lain. Metode yang digunakan dalam perhitungan ini adalah loss method versi British. Berdasarkan metode tersebut, diperoleh hasil efisiensi rata-rata furnace sebesar 83,25 %.
Gambar IV.1. Hubungan efisiensi terhadap waktu
Berdasarkan gambar IV.1. dapat dilihat bahwa nilai efisiensi dari perhitungan lebih kecil dari efisiensi desain. Hal ini disebabkan karena terjadinya kehilangan panas yang terbawa ke stack. Selain itu dapat juga disebabkan karena panas yang keluar menembus dinding furnace sehingga terjadi perpindahan panas. Apabila hal tersebut terjadi, maka akan sangat merugikan kinerja furnace karena pembakaran fuel gas yang seharusnya dapat
81,5 82 82,5 83 83,5 84 84,5 85
1 6 11 16 21 26 31
% efisiensi
Tanggal Januari 2016
Efisiensi aktual (%) Efisiensi desain (%)
meningkatkan suhu fluida (steam), terbuang ke lingkungan. Jumlah panas yang melewati dinding dipengaruhi oleh luas dinding furnace dan selisih antara suhu di dalam furnace dengan di luar furnace.
Untuk meningkatkan efisiensi furnace dapat dilakukan dengan cara menambahkan flow steam untuk dapat menyerap panas yang optimal. Akan tetapi harus memperhatikan Bridge Wall Temperature (BWT), yakni temperatur maksimum yang dapat ditahan dinding furnace sebesar 800oC.
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Perhitungan efisiensi furnace 15-F-102 di unit RCC dilakukan berdasarkan data operasional pada tanggal 1 – 31 Januari 2016. Dari hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Efisiensi rata-rata furnace 15-F-102 adalah 83,25%.
b. Efisiensi furnace dipengaruhi oleh temperatur keluar stack. Jika temperatur keluar stack tinggi, maka efisiensi rendah karena panas yang dibuang melalui stack lebih besar daripada panas yang diserap oleh bagian internal furnace.
c. Efisiensi aktual furnace dapat ditingkatkan dengan menambah flow steam masuk furnace.
V.2. Saran
Untuk menjaga efisiensi furnace 15-F-102 di unit RCC maka sebaiknya perlu dilakukan tindakan tindakan sebagai berikut:
a. Mengecek refraktori furnace/bata tahan api di furnace agar tidak banyak panas yang hilang dan menyebabkan efisiensi panas furnace turun.
b. Membersihkan tube di furnace dengan steam secara berkala agar jelaga di dalam tube hilang dan mengurangi terjadinya isolasi panas dari fuel oleh jelaga
c. Melakukan maintenance terhadap furnace secara berkala supaya performa furnace tetap optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Himmelblau, M.David. 2012. Basic Principles and Calculations in Chemical Engineering 6th edition. Singapore : Prentice Hall
Kern D.Q. 1965. Process Heat Transfer International Edition. Singapore : Mc Graw Hill Book Company
PERTAMINA, “Boilers and Furnaces Optimization”, Pertamina RU-VI Balongan, Indramayu: 2010.
PERTAMINA EXOR - 1 , Pedoman Operasi Kilang Unit 15 Residue Catalytic Craking Unit, Balongan: 1992.