RESILIENSI AKADEMIK SISWA SMA MUHAMMADIYAH 2 SIDOARJO PADA MASA PEMBELAJARAN TATAP MUKA TERBATAS (PTM-T) : ANALISIS BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Dinda Putri Ramadhani1, Afi Faturrohmah2, Zuhrah Zulmahdiah Sinaga3, Dony Darma Sagita4, Fitniwilis5
1,2,3,4,5
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.HAMKA Co-Author: [email protected] - 081299414622 Info Artikel
Masuk : 23/09/22
Revisi : 05/01/23
Diterima : 02/04/23 Alamat Jurnal
https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/
AN-NUR/index
Jurnal Mahasiswa BK An-Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia disseminated below https://creativecommon s.org/licenses/by/4.0/
Abstract: Academic resilience is the ability of students to manage negative experiences that suppress the student's learning process by maximizing their potential to become resilient students and have good academic performance with all obstacles and social problems. The purpose of this study was to obtain the results of academic resilience of SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo students during the Limited Face-to-Face Learning Period (PTM-T). This article measures the resilience level of students with the dimensions of resilience. The research instrument was adapted from the Indonesian Version of the Adaptation Factor Analysis of Academic Resilience Instruments: Exploratory and Confirmatory Approaches using quantitative methods. The sample used was 304 students of SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. The analysis technique used is descriptive analysis technique. The results showed that the average level of resilience of SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo students was 103.31 which could be interpreted in the high category. A total of 15 students with a percentage of 4.9% in the medium category and as many as 289 students with a percentage of 95.1% in the high category. This shows that with Limited Face-to-face Learning, students are still able to rise from academic difficulties that can hinder their learning process first during the current Limited Face-to-face Learning (PTM-T) period. Based on gender, there was no significant difference in academic resilience because the significant value was 0,616 > 0,05. This shows that with Limited Face-to-Face Learning, students are still able to rise from academic difficulties that can hinder their learning process, especially during the current Limited Face-to-face Learning (PTM-T) period and there is no difference in academic resilience between boys and girls.
Keywords: Resilience; Academic Resilience; PTMT
PENDAHULUAN
Saat ini, seluruh negara masih dilanda pandemic Corona Virus Disease (COVID-19) salah satu negara yang terdampak adalah negara Indonesia. Sejak awal tahun 2020 lalu, seluruh masyarakat telah berjuang bersama untuk menanggulangi adanya penyebaran virus corona. Mulai dari pemerintah, tenaga kesehatan, warga spili dan pihak lain yang terlibat.
Berdasarkan data yang diperoleh , per 18 Maret 2022, jumlah kasus yang terpapar covid-19 di Indonesia mencapai 5.948.610 kasus positif, 5.549.220 dinyatakan sembuh dari covid dan 153.411 meninggal dunia (Covid19.go.id). Sedangkan di Kabupaten Sidoarjo, kasus covid-19 mencapai 44305 orang positif, 42935 orang sembuh dari covid-19, dan 1013 orang meninggal dunia akibat terpapar virus corona (Covid19.sidoarjokab.go.id). Dengan adanya musibah pandemi ini juga, banyak sektor yang dirugikan atau banyak masyarakat yang mengalami kesulitan baik dari segi ekonomi, sosial dan juga pendidikan.
Salah satu kesulitan bagi anak-anak adalah Pendidikan, idealnya sekolah tatap muka menjadi kegiatan untuk dapat mengembangkan diri dengan baik dan maksimal, kebijakan pembelajaran darurat di masa pandemi mengharuskan siswa untuk belajar dirumah melalui daring sesuai dengan Surat Keputusan (SK) edaran Menteri Pendidikan nomor 4 tahun 2020, bahwa pembelajaran jarak jauh atau kebijakan belajar dirumah dilaksanakan untuk memberikan siswa pengalaman belajar yang bermakna tanpa terbebani untuk menuntaskan capaian kurikulum dan difokuskan sebagai Pendidikan kecakapan hidup (Mendikbud RI, 2o2o). Kebijakan yang merupakan langkah strategis dalam Pendidikan di masa darurat covid ini juga tertulis diperkuat kembali dalam surat edaran nomor 15 tahun 2020 tentang pedoman pelaksanaan BDR (Belajar Dari Rumah) selama darurat Covid19 yang disebutkan bahwa tujuan dari pelaksanaan BDR (Belajar Dari Rumah) adalah untuk memastikan hak siswa dalam memperoleh proses pelayanan pembelajaran, terlindungi dari virus covid-19 dan menjamin terpenuhinya support psikososial bagi pendidik/ guru, siswa dan juga orang tua.
Dalam proses pembelajaran jarak jauh, peserta didik tidak berrtemu langsung dengan pendidik pada saat pembelajaran berlangsung (Mendikbudristek RI, 2020).
Namun, dalam pelaksanaannya, pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh melalui berbagai platform pembelajaran memberikan dampak negatif bagi pengguna, dampak tersebut dialami langsung oleh guru, siswa, maupun orang tua. Dampak yang diberikan ini mengakibatkan menurunnya tujuan proses pembelajaran selain tercapainya akademik dalam bidang keilmuan yang disampaikan. Adapun keresahan yang disampaikan oleh penerap kebijakan tersebut yakni adanya guru mengalami kendalam dalam mengelola aktvitas pembelajaran daring. Sementara orang tua terkendala dalam membagi waktu untuk mendampingi anak belajar dirumah dan bagaimana memberikan motivasi kepada anaknya.
Serta siswa pun mengalami kesulitan berkonsentrasi saat pembelajaran daring hingga meningkatnya rasa stress juga jenuh akibat isolasi yang cukup lama dapat berpotensi menimbulkan kecemasan dan depresi (Kemendikbud,2020).
Sari (2020) menyebutkan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) memberikan kendala- kendala pada siswa, seperti keterbatasan fasilitas (gadget, laptop), keterbatasan internet, jaringan listrik yang mudah padam, server down, dan kemampuan mencari referensi tugas.
Adapun dampak yang dirasakan langsung oleh siswa pada pembelajaran daring sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Livia dan Maria (2021) pada siswa SMAN 04 dan SMAN 09 Semarang dengan jumlah responden 311 siswa yang bertujuan untuk mengukur
tingkat stress akademik siswa dalam pembelajaran jarak jauh dengan hasil bahwa sebesar 49% mayoritas siswa memiliki tingkat stress akademik sedang dan 10% dalam kategori tinggi. Artinya adalah mayoritas siswa cukup merasakan gejala-gejala stress akademik pada masa pembelajaran daring. Penelitian lain disampaikan pula oleh Listari, et.al, (2021) hasil penelitian yang didapatkan bahwa pembelajaran sosiologi berbasis daring di SMAN 3 Pontianak berpengaruh langsung yang signifikan terhadap motivasi berprestasi belajar dengan kontribusi 17,4%. Disamping itu didapatkan pula hasil bahwa motivasi berprestasi berpengaruh langsung pada hasil belajar siswa dengan kontribusi sebesar 16,68% pada pembelajaran sosiologi berbasis daring. Sesuai dengan adanya data tersebut, dapat diketahui bahwa dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh dimasa pandemi ini terdapat kendala dan dampak yang diberikan terutama kepada siswa. Santoso dan Santosa (2020) juga mengungkapkan dalam pembelajaran online memiliki dampak yang terjadi diantaranya adanya kendala dalam beradaptasi dengan belajar secara online dan adanya rasa jenuh karena terlalu lama berada dirumah.
Dampak negatif dari adanya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) juga dirasakan oleh siswa di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo antara lain menurunya motivasi belajar siswa, menurunnya prestasi belajar siswa, hingga menurunnya tingkat kemandirian siswa untuk dapat menyesuaikan diri disekolah, tugas-tugas yang diberikan di waktu yang bersamaan serta siswa yang tidak mampu untuk bangkit dari kesulitan-kesulitan atau trauma yang dialami yang bisa menjadi faktor penghambat mereka dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam akademik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuzuliya (2021) bahwa selama pandemi Covid-19 memberikan dampak pada sektor pendidikan salah satunya terhadap pembelajaran jarak jauh yang memiliki pengaruh terhadap resiliensi akademik siswa SMA Negeri 1 Trenggalek sebanyak 95 siswa dengan presentase 73,6 % siswa memiliki resiliensi akademik sedang, sedangkan 90 siswa atau 69,8%, memiliki tingkat optimisme sedang. Secara keseluruhan adanya pengaruh optimisme siswa SMAN 1 Trenggalek terhadap resiliensi akademik dimasa pandemi covid19 ini. Penelitian juga dilakukan oleh Livana et.al (2020) yang melibatkan 1.129 siswa dari berbagai provinsi di Indonesia mengemukakan hasil penelitiannya bahwa pembelajaran daring selama pandemi membuat siswa tertekan karena salah satu faktornya yaitu tugas pembelajaran dan cara mengajar guru yang membosankan sehingga menjadi sumber stress utama peserta didik selama pandemi. Berdasarkan data yang telah diketahui hal ini tentu mempengaruhi siswa dalam meningkatkan resiliensi akademik yang dimilikinya. Pendapat lain di ungkapkan oleh Martin & Mars (2003) bahwa resiliensi akademik sebagai kemampuan untuk secara efektif menghadapi kemunduran atau tekanan dalam lingkungan akademik.
Dengan adanya permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, pemerintah menerapkan kebijakan baru terhadap pembelajaran di Indonesia. Pemerintah mengizinkan Satuan Pendidikan untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara langsung, namun tetap dengan menaati peraturan yang telah ditetapkan. Berdasarkan surat keputusan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang tertuang dalam nomor 05/KB/2021, nomor 1347 tahun 2021, nomor HK.01.08/MENKES/6678/2021, dan nomor 443-5847 tahun 2021 (Kepmendikbud RI, 2021). Berdasarkan keputusan pemerintah mengenai pelaksanaan pembelajaran di masa pandemi Covid-19, per bulan November 2021 sesuai dengan kondisi geografis SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo berada pada PPKM level 2 kini melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas dengan peraturan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Adapun peraturan yang telah ditetapkan sebagai berikut: (1) Satuan Pendidikan dengan capaian vaksinasi dosis 2 pada pendidik dan tenaga kependidikan sebanyak 50%-80%, (2) Pembelajaran tatap muka terbatas dilakukan setiap hari secara bergantian, (3) Jumlah peserta didik 50% dari kapasitas ruang kelas, dan (4) Lama belajar paling banyak 6 jam pelajaran per hari.
Pada tanggal 21 Desember 2021 pemerintah melakukan revisi mengenai kebijakan sistem Pendidikan di masa pandemi ini melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yaitu menyelenggarakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 dilakukan berdasarkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan capaian vaksinasi pendidik, tenaga kependidikan dan warga masyarakat lanjut usia. Satuan Pendidikan yang berada pada daerah khusus berdasarkan kondisi geografis atau yang berada pada zona hijau dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka secara penuh dengan kapasitas peserta didik 100%, hal tersebut tercantum pada keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 160/P/2021. Mulai Januari 2022 sesuai dengan kondisi geografis di kabupaten Sidoarjo, SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas dengan kapasitas peserta didik 100% dengan jumlah 6 jam pelajaran per hari.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurillatifah et al (2021) di SMAN kota Bandung dengan tujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel tingkat keaktifan, konsentrasi, dan pemahaman siswa menengah atas negeri saat pembelajaran tatap muka terbatas terhadap efektivitas belajar siswa memperoleh hasil terdapat hubungan linear yang sigifikan antara keaktifan siswa saat belajar pada PTM Terbatas dengan 42, 9%. Didapatkan nilai koefesien variabel prediktor (X1,X2,X3) bertanda positif, yang berarti bahwa variabel Keaktifan siswa, Konsentrasi siswa, dan Tingkat Pemahaman siswa saat belajar pada Pembelajaran Tatap Muka Terbatas berpengaruh positif terhadap Efektivitas belajar saat Pembelajaran Tatap Muka Terbatas.
Hal ini menunjukan bahwa dengan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka terbatas dapat membantu siswa dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mengurangi hambatan dalam proses belajar mengajar antara guru dan siswa. Untuk dapat melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas, Satuan Pendidikan harus adanya persiapan mengenai protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh kemdikbud baik dalam kondisi kelas, jadwal pembelajaran, kondisi warga sekolah, dan sarana pra sarana yang ada dilingkungan sekolah tersebut. Tentu dengan adanya kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas ini, warga sekolah adanya penyesuaian diri dilingkungan yang baru dengan kebiasaan baru yakni protokol kesehatan. Adanya syarat khusus untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas ini bagi warga satuan Pendidikan, antara lain: (1) Tidak terkonfirmasi Covid-19 maupun tidak menjadi kontak erat Covid-19, (2) Sehat dan jika mengidap penyakit penyerta (komorbid) harus dalam kondisi terkontrol, dan (3) Tidak memiliki gejala Covid-19 , termasuk orang yang serumah dengan warga satuan Pendidikan.
Pembelajaran tatap muka terbatas pada masa pandemi Covid-19 ini , tentu membuat siswa sekolah menengah atas yang lalu disingkat SMA, mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Kesulitan yang dialami siswa didapatkan dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan ketahanmalangan dalam menghadapi kesulitan agar dapat menjadi individu yang resilien. Dalam konteks akademik, resiliensi dicirikan oleh siswa yang hadir dengan kapasitas untuk dapat membalikkan kemalangan dan kegagalan akademik dan berhasil sementara yang lain terus
berkinerja buruk dan gagal (Martin dan Marsh, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reka Adesty, et al (2021) bahwa remaja perempuan mengalami tingkat stress akademik (M= 86,69) yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki (M=78,23) pada masa pandemi Covid-19. Hal ini menunjukan apabila tingkat stress siswa lebih tinggi tentu akan membuat menurunnya resiliensi yang dimiliki siswa. Siswa yang memiliki resilien yang baik tidak mudah putus asa dalam menghadapi akademiknya. Ia akan berusaha optimis dan berpikir positif, meskipun berada dalam kesulitan. Siswa yang resilien memiliki keyakinan bahwa selalu ada solusi di setiap kesulitannya (Chemers, Hu, dan Gracia, 2001 (dalam Wiwin Hendriani, 2019). Siswa akan merasa tertantang untuk dapat memecahkan kesulitan-kesulitan akademik dengan potensi yang dimilikinya agar kompetensi semakin berkembang. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Wilks (2008) menjelaskan penelitiannya bahwa siswa yang resilien akan memiliki performa akademik yang baik. Kapasitas untuk menjadi resilien secara akademik dapat berlainan pada masing-masing orang dan dapat semakin meningkat ataupun menurun seiring berjalannya waktu (Henderson dan Milstein, 2003).
Oleh karena itu, dengan adanya proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh seluruh satuan pendidikan sangat berpengaruh dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan berdasarkan informasi pada pertemuan awal bersama siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo bahwa mereka sudah merasa nyaman dengan pembelajaran daring, siswa lebih banyak melakukan hal-hal yang mereka inginkan dirumah. Namun, hal itu menyebabkan siswa menjadi lebih pasif (kurang aktif) ketika proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung pada pembelajaran tatap muka terbatas dilaksanakan. Siswa menjadi kurang memahami materi yang diberikan oleh guru, ini membuat siswa tidak banyak bertanya ketika kelas berlangsung. Hal tersebut memberikan sedikit hambatan pada pembelajaran tatap muka terbatas seperti yang dilakukan saat ini. Banyaknya permasalahan yang dialami siswa membuat ia menjadi individu yang tidak percaya dengan kemampuan serta potensi yang dimilikinya. Banyaknya siswa yang mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan mengenai nilai yang didapatnya ketika ujian, ada juga siswa yang mengalami kesulitan tidak bisa bangkit karena adanya permasalahan dari faktor keluarga hingga siswa yang mengalami trauma dalam hidupnya. Permasalahan yang terlihat dilapangan diperkuat oleh ungkapan yang disampaikan oleh Hendriani (2016) bahwa resiliensi akademik menggambarkan siswa dalam mengatasi berbagai pengalaman negatif atau tantangan besar, sehingga membuatnya tertekan dan juga menghambat proses belajar serta menuntut siswa untuk bisa beradaptasi dengan tuntutan akademik dengan baik. Sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Martin & Marsh (2003) bahwa resiliensi akademik adalah kemampuan individu untuk menghadapi kejatuhan (setback), stress atau tekanan secara efektif pada setting akademik.
Adapun dalam pengukuran resiliensi akademik memiliki tiga faktor yang menjadi dimensi dalam pengukuran yang digunakan oleh Cassidy (2016) The Academic Resilience Scale-30 (ARS-30) yaitu Perseverances (Ketekunan), Reflecting and Adaptive Help Seeking (Refleksi) dan Negative Affect and Emotional Response (Afek Negatif).
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kuantitatif digunakan karena data diolah dalam bentuk angka-angka dan dianalisis secara statistik. Menurut Sugiyono (2018 : 16) metode penelitian kuantitatif ialah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme yang digunakan untuk meneliti suatu populasi
atau sampel tertentu dengan menggunakan instrumen penelitian sebagai teknik pengumpulan data, analisis data yang sifatnya kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk dapat menguji hipotesis yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang berjumlah 1.258 siswa pada tahun akademik 2021/2022 yang sedang melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Sampel yang diambil menggunakan teknik Proportionate Random Sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan populasi yang mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2018: 130). Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian, peneliti menggunakan rumus Slovin dan dengan taraf kesalahan 5% dan diperoleh besar sampel berjumlah 304 sampel yang meliputi kelas X, XI, dan XII.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang dilakukan secara online pada bulan Februari 2022. Penelitian ini menggunakan instrumen yang diadaptasi dari penelitian Kumalasari,D,. et.al. (2020) dengan judul penelitian “Analisis Faktor Adaptasi Instrumen Resiliensi Akademik Versi Indonesia: Pendekatan Eksploratori dan Konfirmatori” dalam Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 9 (2), 84-95 yang mana telah mendapatkan persetujuan dari pihak terkait. Instrumen ini merupakan modifikasi dari teori Cassidy (2020) The Academic Resilience Scale (ARS-30): A New Multidimensional Construct Measure yang sebelumnya ditujukan untuk mahasiswa, atas izin yang diberikan untuk memodifikasi instrumen yang ditujukan untuk Siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Instrumen ini memiliki 24 item pernyataan yang meliputi 3 komponen pernyataan yang meliputi 10 item komponen pernyataan dimensi Perseverance atau ketekunan, 6 item komponen pernyataan dimensi Negative Affect atau Efek Negatif, dan 8 item komponen pernyataan dimensi Reflective atau refleksi yang disajikan dengan metode skala likert. Terdapat dua jenis pernyataan yakni pernyataan Favorable dan pernyataan Unfavorable. Dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson untuk menguji validitas angket resiliensi akademik, diperoleh hasil bahwa 24 item pernyataan dinyatakan valid.
Berdasarkan hasil rhitung uji reliabilitas menggunakan rumus Alpa Cronbach akan dibandingkan dengan rtabel menggunakan taraf signifikansi 5%, dinyatakan reliabel apabila hasil rhitung lebih besar dari rtabel. Lalu hasil tersebut di klasifikasikan kedalam 5 kategori yakni Sangat Tinggi (0,9 ≤ 1,00), Tinggi (0,7 ≤ 0,8), Cukup (0,5 ≤ 0,6), Rendah (0,3 ≤ 0,4) dan Sangat Rendah (0,0 ≤ 0,2) serta berdasarkan nilai Mean, Varians dan Standar Deviasi . Selain itu, penelitian ini menggunakan uji normalitas kolmogorov-smirnov yang merupakan bagian dari asumsi klasik untuk mengetahui apakah data sebaran berdistribusi normal atau tidak. Ada tiga tingkatan dalam menentukan tingkat resiliensi akademik siswa yakni Tinggi, Sedang dan Rendah. Untuk mengetahui hasil resiliensi akademik yang dimiliki siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo digunakannya uji kategorisasi dengan 3 tingkatan tersebut. Penelitian ini telah mendapatkan izin oleh pihak Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan nomor surat 001/A.30.02/2022.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Resiliensi di bidang Pendidikan menyajikan sebuah kerangka kerja untuk dapat memahami mengapa beberapa anak-anak yang beresiko dapat berhasil di sekolah, sedangkan yang lainnya tidak (Geste, 2010). Resiliensi akademik didefinisikan sebagai kapasitas individu untuk beradaptasi dengan situasi akademik, dengan merespon secara sehat dan
produktif untuk memperbaiki diri sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tuntutan akademik (Satyaningrum, 2014). Adapun penelitian mengenai resiliensi akademik yang dilakukan oleh Satyaningrum (2014) yang mengkaitkan beberapa variabel seperti School engagement, locus of control dan social support dengan resiliensi akademik siswa untuk melihat adanya pengaruh dari variabel tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah adanya pengaruh bersama yang signifikan terhadap resiliensi akademik remaja meskipun pengaruhnya kecil. Definisi lain Resiliensi akademik yang dikemukakan oleh Martin & Mars (2003) sebagai kemampuan untuk secara efektif menghadapi kemunduran atau tekanan dalam lingkungan akademik. Resiliensi akademik terjadi ketika siswa dapat menggunakan kemampuan internal maupun eksternal yang dimilikinya dalam mengelola segala bentuk emosional negatif dengan memunculkan perilaku adaptif, maka hal itu dapat dikatakan siswa sudah memiliki resiliensi akademik yang baik. Siswa yang memiliki resiliensi percaya bahwa selalu ada jalan atau solusi untuk dapat bangkit dari kesulitan yang dihadapinya.
Selain itu, dalam mengukur tingkat resiliensi akademik pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang sedang menjalankan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dengan menggunakan instrumen yang telah di adaptasi dan dimodifikasi dari Kumalasari, D. et.al (2020) dalam penelitian tentang Analisis Faktor Adaptasi Instrumen Resiliensi Akademik Versi Indonesia : Pendekatan Eksploratori Dan Konfirmatori, yang juga dikembangkan oleh Cassidy (2016) berisi gambaran kesulitan dalam konteks Pendidikan, yang memungkinkan individu untuk merespon dengan cara adaptif atau non-adaptif, sehingga memberikan pengukuran resiliensi akademik dengan alat ukur ARS-30. Cassidy (2016) menyatakan bahwa ARS-30 mengukur respons kognitif-afektif dan perilaku terhadap kejadian-kejadian kesulitan akademik.
1. HASIL
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti melakukan uji coba instrumen pada beberapa siswa SMA di Kabupaten Sidoarjo diolah dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 26. Hasil menunjukkan bahwa dari 24 item pernyataan hanya 15 item meliputi dimensi Perseverances (Ketekunan), Reflecting and Adaptive Help Seeking (Refleksi) dan Negative Affect and Emotional Response (Afek Negatif) yang dinyatakan valid saat diujikan karena nilai signifikansi < 0,05 dan 9 item pernyataan tidak valid karena nilai signifikansi >
0,05. Adapun 4 item pernyataan tidak valid pada dimensi Perseverance (Ketekunan), 1 item pernyataan dari dimensi Negative Affect, dan 4 item pernyataan dari dimensi Reflecting and Adaptive Help Seeking (Refleksi). Instrumen yang telah di uji validitas selanjutnya diuji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach dengan taraf signifikansi 5% yang menunjukkan hasil dengan nilai 0,743 adalah Tinggi atau dapat dinyatakan bahwa data reliabel sesuai dengan tabel ketentuan. Dengan demikian, peneliti menggunakan instrumen yang sama untuk penelitian dengan memodifikasi kembali item pernyataan yang tidak valid dengan kalimat dan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, sehingga 24 item pernyataan dapat kembali digunakan untuk penelitian. Hasil perhitungan instrumen resiliensi akademik pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (N= 304) dalam pengujian validitas dan reliabilitas adalah dinyatakan valid untuk 24 item pernyataan dengan memperoleh nilai signifikansi < 0,05 dan instrumen tetap reliabel dengan nilai Alpha Cronbach rhitung > rtabel atau 0,785 > 0,113. Berikut adalah tabel hasil pengolahan uji reliabilitas menggunakan pendekatan Alpha Cronbach yang dihitung dengan software IBM SPSS Statistics 26 :
Gambar 1. Uji Reliabilitas Alpha Cronbach
Dalam penelitian ini, Uji normalitas digunakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengolahan data menggunakan software IBM SPSS Statistics 26. Adapun dasar pengambilan keputusan pada uji data normalitas adalah jika nilai signifikansi > 0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal.
Sedangkan apabila nilai signifikansi < 0,05 maka data dinyatakan tidak berdistribusi normal.
Berikut adalah hasil dari perhitungan uji normalitas dengan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov :
Gambar 2. Tabel Uji Normalitas
Berdasarkan tabel diatas, diketahui nilai Mean (rata-rata) sebesar 103,31 dan besar nilai Standard Deviation (Standar Deviasi) adalah 9,969. Hasil berikutnya adalah melihat nilai signifikansi, dengan pendekatan Exact diketahui bahwa nilai sig. (2-tailed) memiliki nilai sebesar 0,157 atau p=0,157. Dengan demikian diketahui bahwa nilai p>0,005 maka data dinyatakan berdistribusi normal, sedangkan jika nilai p<0,005 maka data dinyatakan tidak berdistribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian 0,157 > 0,005 maka data penelitian dapat dinyatakan berdistribusi normal dan bisa dipergunakan untuk melanjutkan uji kategorisasi. Selanjutnya, peneliti menganalisis data dengan menggunakan Teknik analisis data pada uji kategorisasi yang memiliki 3 kategori atau tingkatan, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Melalui penyesuaian perhitungan yang diperoleh data dan diuji kategorisasi dari tingkat resiliensi akademik siswa dengan rumus yang diperoleh dari Azwar
(2012) yakni Rendah : X < (M-1SD), Sedang : (M- 1SD) <=X < (M + 1SD), Tinggi (M + 1SD) <= X.
Berdasarkan perhitungan rumus kriteria dengan menyesuaikan data penelitian diperoleh hasil kategori Rendah (X< 56), Sedang (56 ≤ X < 88 ), dan kategori Tinggi (88 ≤ X). Adapun uji kategorisasi gambaran resiliensi akademik siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo dengan menggunakan software IBM SPSS Statistcs 26 diperoleh hasil uji kategorisasi memiliki nilai Mean atau rata-rata sebesar 103,31 dan besar nilai Standar Deviasi adalah 9,96 yang dapat diartikan jika nilai rata-rata 103,31 (dengan hasil 88 ≤ 103,31) maka rata-rata resiliensi akademik yang dimiliki siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo termasuk dalam kategori Tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada table berikut ini :
Gambar 3. Kategori Resiliensi Akademik Siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
Adapun hasil tabel tingkat resiliensi akademik diatas sebanyak 15 siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang memiliki resiliensi akademik pada kategori sedang atau sebanyak 4,9% siswa dari banyaknya sampel penelitian (N=304). Lalu, sebanyak 289 siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang memiliki resiliensi akademik pada kategori tinggi atau dengan presentase sebanyak 95,1% siswa dari banyaknya sampel penelitian (N=304). Siswa yang berada pada kategori sedang kurang dari 50% yang artinya adalah bahwa masih banyak siswa yang memiliki ketahanmalangan untuk bangkit menyelesaikan permasalahan akademik yang dihadapinya pada Pembelajaran Tatap Muka Terbatas ini. Selanjutnya, diperoleh presentase sebanyak 95,1% siswa yang sudah memiliki resiliensi akademik yang baik dan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi serta dapat menghambat proses pembelajaran pada masa pembelajaran tatap muka terbatas yang masih berlangsung hingga saat ini.
No Sub Variabel Max Min Mean Jumlah %Rata- rata
St.
Deviasi Desc
1 Perseverance 50 10 40,87 12425 81,74 4,22 T
2 Reflecting and adaptive help seeking
40 8 34,04 10351 85,12 4,63 ST
3 Negative Affect 30 6 17,29 5257 57,64 4,47 S
Total 120 24 92,21 28033 224,51% 13,33
Gambar 4. Hasil Berdasarkan Sub Variabel
Berdasarkan tabel hasil per-sub Variabel resiliensi akademik diatas, sub variabel Perseverance (ketekunan) berada pada kategori Tinggi dengan hasil presentase 81,74% , sedangkan sub variable Reflecting and adaptive help seeking (mencerminkan dan mencari
bantuan) berada pada kategori Sangat Tinggi dengan hasil presentase 85,12% dan pada sub variabel Negative Affect berada pada kategori Sedang dengan hasil presentase 57,64%.
Tabel 5. Uji T Perbedaan Laki-laki dan Perempuan
Berdasarkan tabel hasil uji T untuk melihat adakah perbedaan resiliensi akademik antara laki-laki dan perempuan pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang saat ini masih melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas (PTM-T) didapatkan hasil bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan karena nilai signifikan 0,05 < 0,616 nilai signifikan yang diperoleh. Maka dapat disimpulkan bahwa laki- laki dan perempuan memiliki tingkat resiliensi akademik yang sama yaitu secara keseluruhan berada pada kategori tinggi.
2. PEMBAHASAN
Pada masa pembelajaran tatap muka terbatas (PTM-T) saat ini, siswa tentu mengalami banyak perubahan. Siswa diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan sekolah yang baru dimasa Covid-19 ini. Resiliensi akademik yang dimiliki siswa adalah kemampuan dalam mengelola emosional terhadap apa yang terjadi dan bangkit dari situasi sulit yang menghambat proses belajarnya. Mallick & Kaur (2016) mendefinisikan resiliensi akademik adalah proses perkembangan dinamis yang melibatkan banyak jenis faktor dan faktor-faktor ini membantuk untuk dapat memelihara ketahanan pada siswa. Siswa yang resilien adalah individu yang berhasil mengatasi berbagai macam risiko dalam studi dengan cara-cara yang adaptif, juga mampu menyeimbangkan antara pemenuhan tuntutan akademik dengan tuntutan sosialnya yang lain. Menurut Widuri (2012) bahwa konsep resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk menerima, menghadapi dan mentranformasikan masalah yang telah dan sedang dihadapi. Siwa yang resilien juga menunjukkan pengelolaan positif terhadap berbagai kondisi yang mendatangkan tekanan, sehingga mampu menyelesaikan studi dengan hasil yang baik terutama pada masa pembelajaran tatap muka terbatas seperti saat ini.
Siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas dimasa pandemi Covid-19 ini masih merasa nyaman dengan pembelajaran jarak jauh.
Siswa bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dirumah. Namun, hal tersebut membuat siswa menjadi lebih pasif (kurang aktif) ketika proses pembelajaran tatap muka terbatas dikelas berlangsung. Siswa tidak banyak bertanya kepada guru dan banyak siswa yang mudah mengeluh serta menyerah ketika menghadapi kesulitan mengenai nilai yang didapatkan ketika ujian. Sehingga hal tersebut membawa seseorang kedalam keadaan yang merugikan karena mengalami peraasaan-perasaan negatif seperti cemas, ketakutan dan khawatir selalu dan dapat menghambat kehidupan sehari-hari peserta didik (Ramanda & Sagita, 2020).
Sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Aryansah & Sari (2021) bahwa resiliensi sangat penting dimiliki oleh siswa agar mereka mampu bertahan dan mampu mengatasi masalah yang mengharuskan mampu belajar dirumah. Maka, pentingnya resiliensi akademik yang dimiliki siswa untuk dapat dikembangkan sebaik mungkin agar siswa lebih siap untuk
menjadi individu yang resilien, memiliki ketahanmalangan terhadap kesulitan yang dihadapinya meskipun adanya transisi sistem pembelajaran dari pembelajaran jarak jauh hingga sistem pembelajaran tatap muka terbatas seperti yang dilaksanakan saat ini agar siswa tidak memiliki hambatan dalam proses pembelajaran.
Sehingga berdasarkan pengolahan data penelitian, diketahui gambaran resiliensi akademik yang dimiliki siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo diperoleh dengan rata-rata (Mean) M= 103,31, maka dapat dinyatakan siswa berada pada kategori tinggi. Adapun hasil yang diperoleh dari sampel penelitian (N=304) siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo yang meliputi kelas X, XI, dan XI, maka sebanyak 289 orang siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo memiliki tingkat resiliensi akademik yang tinggi dengan presentase sebesar 95,1%.
Hasil penelitian menggambarkan respon perilaku siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo dalam menghadapi kesulitan akademik yang meliputi kerja keras, terus berusaha dan bertahan, fokus pada rencana dan tujuan, menerima dan memanfaatkan feedback dan memiliki dalam menghadapi kesulitan sesuai dengan dimensi Perseverance. Selain itu, siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo juga memiliki respon kognitif dalam menghadapi kesulitan akademik yang meliputi kemampuan untuk merefleksikan kelebihan dan kekurangan ke dalam proses belajar, mencari bantuan, dukungan dan dorongan, serta mengevaluasi usaha dan pencapaian sesuai dengan dimensi Reflecting and Adaptive Help Seeking. Hasil ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yavuz (2020) dimana siswa memiliki rasa optimis dan percaya diri dalam mengatasi stress yang dialami. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2021) mengenai hubungan resiliensi akademik dengan stress akademik pada mahasiswa dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh diperoleh hasil bahwa adanya hubungan negatif antara resiliensi akademik dengan stress akademik yang artinya adalah semakin tinggi resiliensi akademik maka akan semakin rendah stress akademik, begitu sebaliknya semakin rendah resiliensi akademik maka semaki tinggi stress akademik. Sedangkan sebanyak 15 orang siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo memiliki tingkat resiliensi akademik yang sedang dengan memperoleh presentase sebesar 4,9%. Dalam hal ini, siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo juga memiliki gambaran respon emosional dalam menghadapi kesulitan akademik yang meliputi kecemasan, menghindari emosi negatif, serta optimisme dan keputusasaan sesuai dengan dimensi Negative Affect. Hasil ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarigan, et.al (2021) bahwa variabel resiliensi diperoleh hasil yaitu sebanyak 87 subyek (45,8%) yang tergolong pada kategori rendah dan 103 subyek (54,2%) tergolong pada kategori tinggi. Artinya, dari 190 subyek penelitian, terdapat 103 subyek atau lebih dari setengah jumlah subyek memiliki tingkat resiliensi yang tinggi, dengan kata lain semakin tinggi kemampuan memanajemen stress maka semakin tinggi juga resiliensi yang dimiliki begitu sebaliknya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2015) dengan sampel penelitian kurang dari 50 pada SMA Christus Sacerdos memperoleh hasil bahwa ada 8 orang siswa atau sekitar 19,5% memiliki tingkat resiliensi pada kategori tinggi, 26 orang siswa atau 63,4% memiliki tingkat resiliensi yang pada kategori sedang, dan 7 orang siswa atau 17 memiliki tingkat resiliensi pada kategori rendah. Menurut Ginting, hal tersebut perlu diperhatikan pula bahwa siswa yang memiliki tingkat resiliensi akademik dengan kategori sedang dan rendah presentasenya lebih banyak daripada siswa dengan resiliensi akademik kategori tinggi, sehingga diperlukannya pengembangan resiliensi akademik bagi siswa. Siswa sebagai remaja diharapkan memiliki ketahanan dalam menghadapi tantangan.
Keberadaan resiliensi akan mengubah permasalahan menjadi kekuatan. Hasil penelitian sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Mufidah (2017) bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan tidak menyerah pada keadaan-keadaan yang sulit dalam hidup serta berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan keadaan tersebut dan kemudian bangkit dari keadaan yang sedang dialami untuk menjadi lebih baik.
Penelitian ini juga sejalan dengan Muwakhidah & Ayong (2021) dengan jumlah sampel remaja sebanyak 540 orang yang aktif melaksanakan pembelajaran daring dirumah selama pandemi Covid-19 dan dipilih secara random memperoleh hasil mayoritas berusia 16 tahun dan maksimal 21 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin responden mayoritas perempuan dengan presentase 65,19%. Sedangkan hasil tingkat resiliensi remaja menunjukkan resiliensi remaja pada kategori tinggi sebesar 34% atau 184 remaja, sedangkan resiliensi remaja pada kategori sedang sebesar 65,6%atau 349 remaja, dan resiliensi remaja pada kategori rendah sebesar 1,3% atau 7 remaja.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Setyawan (2021) hasil penelitian menunjukan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara resiliensi akademik siswa laki- laki dan perempuan (t=2.24, p<0.05), yang menunjukkan bahwa siswa laki-laki memiliki resiliensi akademik yang lebih besar (mean=41.86) dari pada siswa perempuan (mean=39.69). Dengan demikian, tingkat resiliensi akademik kategori tinggi siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo masih dapat ditingkatkan, sedangkan beberapa siswa yang memiliki resiliensi akademik pada kategori sedang masih dapat dikembangkan kembali dengan potensi yang dimilikinya. Serta tingginya resiliensi akademik yang dimiliki sama oleh siswa laki-laki dan perempuan. Sejalan dengan definisi oleh Boatman (2014) menjelaskan bahwa resiliensi akademik adalah saat siswa menggunakan kekuatan internal ataupun eksternal untuk menghadapi berbagai pengalaman buruk, tekanan, dan penghalang proses belajar, sehingga mampu menyesuaikan diri dan melaksanakan setiap tuntutan akademik dengan efektif.
Selain itu, SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo menjalankan seluruh kebijakan satuan pendidikan dengan sangat baik. Terlebih dengan dijadikan sebagai sekolah referensi atau sekolah percontohan dalam program UBAH (Usaha Berubah Perilaku Hadapi Covid-19) yang diselenggarakan oleh MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) kabupaten Sidoarjo. Dalam hal ini, seluruh guru, tenaga kependidikan dan siswa menjadi peserta dalam agen perubahan hadapi covid-19. Dengan adanya program ini juga, SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo memiliki tingkat kepatuhan protokol kesehatan yang baik.
Sehingga, dalam lingkungan sekolah dan proses belajar mengajar membuat seluruh warga sekolah menjadi aman tanpa mengkhawatirkan terjadinya peningkatan kasus Covid-19. Hal ini juga menjadi salah satu pengaruh eksternal siswa dalam meningkatkan resiliensi akademik yang dimilikinya. Dengan kesulitan-kesulitan akademik yang ada pada saat pembelajaran jarak jauh hingga pembelajaran tatap muka terbatas saat ini, protokol kesehatan, metode belajar, metode mengajar serta media belajar yang digunakan membuat siswa yakin dapat menghadapi kesulitan itu. Hal ini menyatakan bahwa dengan 3 (tiga) dimensi dalam mengukur resiliensi akademik siswa dapat memperlihatkan bahwa pada masa pembelajaran tatap muka terbatas saat ini siswa mampu bertahan dan mampu menghadapi kesulitan akademik yang dialaminya hingga perasaan-perasaan negatif dapat disalurkan dengan perilaku yang adaptif.
PENUTUP
Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa sebanyak 289 orang siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo sudah memiliki tingkat resiliensi akademik pada kategori tinggi dengan presentase 95,1% dan sebanyak 15 orang siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo memiliki tingkat resiliensi akademik pada kategori sedang dengan besar presentase 4,9%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi siswa saat pembelajaran tatap muka terbatas di masa pandemi covid-19 ini mampu menyesuaikan diri dengan perubahan proses pembelajaran yang terjadi dan mampu bangkit dari kesulitan akademik yang dihadapinya.
Salah satu faktor pendukung siswa dalam meningkatkan resiliensi akademik di masa pembelajaran tatap muka terbatas ini juga adalah kepatuhan protokol kesehatan yang dilakukan oleh pihak sekolah sebagai sekolah referensi di kabupaten Sidoarjo dalam kegiatan program UBAH (Usaha Berubah Perilaku Hadapi Covid-19) oleh MDMC kabupaten Sidoarjo. Sedangkan siswa yang memiliki resiliensi akademik pada kategori sedang masih tetap harus mengembangkan resiliensi akademik yang dimilikinya, dengan kata lain masih harus mampu bertahan dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya terutama pada proses akademik. Dimensi resiliensi yang terdapat pada indikator pengukuran resiliensi akademik yaitu: (a) Dimensi Perseverance atau ketekunan yang menggambarkan respon siswa dalam menghadapi kesulitan, (b) Dimensi Reflecting and Adaptive Help Seeking yang menggambarkan respon kognitif, dan (c) Dimensi Negative Affect yang menggambarkan respon emosional siswa dalam menunjukkan resiliensi akademiknya.
REFERENSI
Aisya, A. P. (2021). Hubungan Resiliensi Akademik Dengan Stres Akademik Pada Mahasiswa Baru Dalam Melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Aryansah, J. E., & Sari, S. P. (2021). Analisis Peran Regulasi Emosi Mahasiswa terhadap Kebijakan School From Home Di Masa Pandemi Covid 19. Jurnal Pemerintahan Dan Politik, 6(1).
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Boatman, M. (2014). Academically resilient minority doctoral students who experienced poverty and parental substance abuse (Doctoral dissertation, Walden University).
Dwiastuti, I., Hendriani, W., & Andriani, F. Perkembangan Penelitian Resiliensi Akademik Di Indonesia: Scoping Literature Review. Jurnal Psikologi TALENTA, 7(1), 23-35.
Cassidy, Simon. 2016. The Academic Resilience Scale (ARS-30): A New Multidimensional Construct Measure. Front. Psychol., November 18 2016. Directorate of Psychology and Public Health, University of Salford, Salford, UK.
Fuerth, K.M (2008). Resiliency in academically successful Latina doctoral students:
Implication for advocacy. Graduate Theses and Dissertation.
Geste, A. J. (2010). Urban elementary teachers" negotiation of school culture and the fostering of educational resilience. Doctoral Dissertation. The University of North Carolina at Charlotte.
Ginting, R. L. (2015). Program Bimbingan Belajar Untuk Mengembangkan Resiliensi Akademik Siswa Boarding School (Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMA). Jurnal Psikologi Konseling Vol, 7(1).
Hendriani, Wiwin. 2016. Resilliensi Akademik Mahasiswa Doktoral. Laporan Penelitian.
Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Hendriani, Wiwin. 2018. Resiliensi Psikologis, (1th.ed). Jakarta: Prenadamedia Group.
Kemendikbud (2020). Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19
Kemdikbud. 2021. kemdikbud.go.id/main/blog/2021/12/keputusan-bersama-4-menteri- tentang-panduan-penyelenggaraan-pembelajaran-di-masa-pandemi-covid19 diakses pada tanggal 17 Maret 2022
Kemdikbud (2021) Buku Saku Keputusan Bersama 4 Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19 : kemdikbud.go.id diakses pada tanggal 17 Maret 2022
Kumalasari, D., Luthfiyani, N. A., & Grasiawaty, N. (2020). Analisis Faktor Adaptasi Instrumen Resiliensi Akademik Versi Indonesia: Pendekatan Eksploratori dan Konfirmatori. JPPP-Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 9(2), 84-95.
Kurroti A’yun, dkk,.2021. Resiliensi, Inovasi dan Motivasi Pertemuan Tatap Muka Terbatas.
Tulungagung: Akademia Pustaka.
Lianawati, A. (2021). Profil Tingkat Resiliensi Remaja Di Masa Pandemic Covid-19.
Prosiding Konseling Kearifan Nusantara (KKN), 1, 143-150.
Listari, L., Bahari, Y., & Zakso, A. (2021). Pengaruh Pembelajaran Online terhadap Motivasi Berprestasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi SMAN 3 Pontianak.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 10(9).
Livana, M., & Basthomi, Y. (2020). Penyebab Stres Mahasiswa Selama Pandemi Covid-19.
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(2), 203-208.
Mallick, M. K. (2016). Academic Resilience among Senior Secondary School Students : Influence of Learning Environment. Rupkatha Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities, VIII(2).
Martin, A.J., & Marsh, H.W. (2003).Academic Resilience and the Four Cs: Confidence, Control, Composure, and Commitment. Sydney: Self-Concept Enhancement and Learning Facilitation Research Centre.
Martin, A.J., & Marsh, H.W. (2009). Academic resilience and academic buoyancy:
Multidimensional and hierarchical conceptual framing of causes, correlates, and cognate constructs. Oxford Review of Education, 35, 353-370.
Mendikbud RI. (2020). Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. 1-3.
Mufidah Alaiya Choiril . (2017)Hubungan Antara Dukungan Sosial Terhadap Resiliensi Mahasiswa Bidikmisi Dengan Mediasi Efikasi Diri: Jurnal Sains Psikologi. Vol 6. No 2 Mujiansyah, R. A., & Rafsanjani, M. A. (2021). Pengaruh Belajar Dari Rumah (BDR) dan Penggunaan Media LKS Berbasis Online Terhadap Hasil Belajar Ekonomi di Kelas X SMA Negeri 1 Soko Tuban. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 20-30.
Mulyadi, K., & Ratnaningsih, N. (2022). Analisis pencapaian dan Kendala Penerapan Problem Based Learning pada Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (ptmt). J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan), 3(1), 37-46.
Nurillatiffah, T., Salsabila, N. A., & Pontoh, R. S. (2021). Pengaruh PTM Terbatas Terhadap Efektivitas Belajar pada Tingkat Menengah Atas Negeri di Kota Bandung. E-Prosiding Nasional| Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran, 10(2), 39-39.
Nuzuliya, K. (2021). Pengaruh optimisme terhadap resiliensi akademik siswa selama masa pandemi covid-19 di SMAN 1 Trenggalek (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd. 2014. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta : Kencana.
Rahayu, R. A., Kusdiyati, S., & Borualogo, I. S. Pengaruh Stress Akademik terhadap Resiliensi Pada Remaja di Masa Pandemi COVID-19.
Ramadhani, L. (2021). Hubungan Antara Self-compassion dengan Resiliensi Akademik Pada Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan Skripsi (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Ramadanti, R., & Herdi, H. (2021). Hubungan antara Resiliensi dan Dukungan Sosial dengan Stress Akademik Mahasiswa Baru di Jakarta pada Masa Pandemi Covid-19. INSIGHT:
Jurnal Bimbingan Konseling, 10(2), 150-163.
Ramanda, P., & Sagita, D. D. (2020). Stres Akademik Mahasiswa Dalam Menyusun Skripsi Dimasa Pandemi Covid-19. Kopasta: Journal of the Counseling Guidance Study Program, 7(2), 94-100.
Safira, L., & Hartati, M. T. (2021). Gambaran stres akademik siswa SMA negeri selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Jurnal Bimbingan dan Konseling, 8(1), 125-136.
Santoso, D. H., & Santosa, A. (2020). Covid-19 dalam ragam tinjauan perspektif. LPPM Mercubuana.
Sari, W., Rifki, A. M., & Karmila, M. (2020). Analisis Kebijakan Pendidikan terkait Implementasi Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Darurat Covid 19. Jurnal Mappesona, 2(2).
Satyaninrum, I. R. (2014). Pengaruh school engagement, locus of control, dan social support terhadap resiliensi akademik remaja. Tazkiya: Journal of Psychology, 2(1).
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Tambunan, H. (2021). Dampak pembelajaran online selama pandemi covid-19 terhadap resiliensi, literasi matematis dan prestasi matematika siswa. JPMI (Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia), 6(2), 70-76.
Tanuwijaya, N. S., & Tambunan, W. (2021). Alternatif solusi model pembelajaran untuk mengatasi resiko penurunan capaian belajar dalam pembelajaran tatap muka terbatas di masa pandemic covid 19. Jurnal Manajemen Pendidikan, 10(2), 80-90.
Tarigan, A. H. Z., Appulembang, Y. A., & Nugroho, I. P. (2021). Pengaruh Stress Management Terhadap Resiliensi Mahasiswa Semester Akhir di Palembang. Jurnal Bimbingan dan Konseling Ar-Rahman, 7(1), 12-17.
Uyun, Z. (2012, April). Resiliensi dalam pendidikan karakter. In Paper dipresentasikan Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islam (200-208). Surakarta: UMS.
Widuri, E. L. (2012). Regulasi Emosi Dan Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama.
Humanitas: Indonesian Psychological Journal, 9(2), 147.
Wilks, S.E. (2008). Resilience Amid Academic Stress: The Moderating Impact Of Social Support Among Social Student. Journal of Advances in Social Work: Vol 1. No.2 Yavuz, Hatunoglu Bedri. (2020). Stress Coping Strategies of University Students. Cypriot
Journal of Educational Sciences. DOI:10.18844/cjes.v15i5.5171.