PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Toxic Relationship adalah hubungan yang tidak sehat karena dapat berdampak buruk pada kondisi mental dan fisik. Toxic Relationship meliputi hubungan yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan seseorang merasa dirugikan, dimana salah satu pihak merasa terhina5. Cahayani, Shinta Sukmawati, Eka Saputra Restu Aji, “Hubungan Harapan dan Harga Diri Terhadap Kebahagiaan pada Orang yang Mengalami Toxic Relationship dengan Kesehatan Psikologis,” Jurnal Psikologi Integratif, Vol.8 No.
Saat ini banyak dijumpai hubungan-hubungan beracun dalam keluarga yang bersifat toxic dikalangan mahasiswa Konseling Islam IAIN Ponorogo, misalnya berupa ketidaksesuaian pemikiran antara orang tua dan anak atau sebaliknya serta sikap orang tua yang tidak mencerminkan kehangatan dan wadah untuk mengungkapkan kasih sayang. Hal inilah yang melatar belakangi perlunya dilakukan penelitian yang berjudul: “Resistensi Mahasiswa Konseling Islam IAIN Ponorgo dalam menghadapi hubungan beracun dalam keluarga”.
Rumusan Masalah
Topik yang akan penulis soroti dalam penelitian ini adalah resiliensi (usaha penyembuhan) siswa yang pernah mengalami hubungan beracun dalam keluarganya, termasuk ketiga siswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Ponorogo yang tangguh dalam menghadapi hubungan beracun dalam keluarga sebagai subjeknya. Setelah melalui tahap-tahap diatas, ada beberapa resiliensi atau cara bertahan dan pulih yang dilakukan mahasiswa Konseling Islam IAIN Ponorogo ketika menghadapi hubungan toxic family, antara lain: Analisis Aspek Resiliensi Mahasiswa Konseling Islam IAIN Ponorogo ketika menghadapi toxic family hubungan.
Penulis menemukan bahwa ketiga narasumber saat menjawab pertanyaan wawancara terlihat tenang meski berada dalam situasi stres dalam menghadapi hubungan beracun dalam keluarganya. Bentuk-bentuk hubungan beracun dalam keluarga yang dialami mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Ponorogo terbagi menjadi dua, yaitu verbal dan non-verbal.
Manfaat Penelitian
Telaah Pustaka
Subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memasuki masa dewasa awal dan berasal dari keluarga Broken Home. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi aspek-aspek dan mendapatkan gambaran mendalam tentang resiliensi pada dewasa muda yang berasal dari keluarga berantakan. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia 12 hingga 16 tahun yang menjadi korban perceraian orang tuanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi resiliensi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan gejala PTSD dengan ketahanan terhadap trauma pada dewasa muda yang terpapar kekerasan.
Metode Penelitian
- Pendekatan dan Jenis Penelitian
- Lokasi Penelitian
- Data dan Sumber Data Penelitian
- Teknik pengumpulan data
- Teknik Pengolahan Data
- Teknik Analisis Data
- Pengecekan Keabsahan Data
Sumber data sekunder merupakan sumber data pendukung, yaitu data yang digunakan untuk memperkuat sumber data utama. Klasifikasi Klasifikasi merupakan proses pemilahan data yang diperoleh di lapangan, baik dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi maupun catatan-catatan lain yang diperoleh di lapangan. Verifikasi, memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh sehingga dapat diketahui keabsahan datanya dan digunakan dalam penelitian.
Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan data secara sistematis yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan,. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data, dengan cara melakukan observasi kembali ke lapangan untuk mendapatkan data yang benar.
Sistematika Pembahasan
Hal ini memerlukan pencarian ciri-ciri dan unsur-unsur situasi yang paling relevan dengan isu atau permasalahan yang dicari, kemudian memusatkan perhatian pada hal-hal yang dicari, dan kemudian memusatkan perhatian pada hal-hal tersebut secara rinci. Teknik triangulasi yang digunakan adalah pengecekan melalui sumber lain, artinya membandingkan dan mengecek kembali derajat kredibilitas informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. BABIV: Bab ini berisi analisis data, bentuk-bentuk resiliensi mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Ponorogo dalam menghadapi hubungan beracun dalam keluarga, aspek-aspek resiliensi mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Ponorogo dalam menghadapi hubungan keluarga yang toxic dan upaya resiliensi Mahasiswa Bimbingan Islam IAIN Ponorogo dalam menghadapi hubungan keluarga yang beracun.
Resiliensi Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam dalam
- Resiliensi
- Pengertian Resiliensi
- Aspek-aspek Resiliensi
- Tahapan Resiliensi
- Mahasiswa
- Toxic Relationship
- Pengetrian Toxic Relationship
- Bentuk-bentuk Toxic Relationship
- Dampak Toxic Relationship
- Keluarga
- Keluarga
Setiap individu yang mempunyai kemampuan dalam mengatur emosi akan mampu mengatur ketika individu tersebut merasa jengkel dan akan mampu mengatasi perasaan sedih, cemas atau marah sehingga dapat mempercepat penyelesaian permasalahannya. Dalam mengendalikan tingkah laku dan pikiran, individu yang memiliki pengendalian impuls yang rendah akan sering mengalami perubahan emosi secara cepat yang dapat menyebabkan individu tersebut menjadi mudah marah, kehilangan kesabaran, bertindak agresif dalam situasi kecil yang tidak terlalu penting, dan impulsif yang dapat menyebabkan dirinya menjadi marah. Lingkungan sekitar membuat mereka merasa tidak nyaman dan dapat memicu permasalahan dalam hubungan sosial. Individu yang memiliki aspek-aspek positif dalam hidupnya mampu membedakan risiko yang nyata dan tidak realistis serta memiliki tujuan hidup yang bermakna serta mampu melihat gambaran kehidupan secara utuh.
Menurut Siswoyo, mahasiswa dapat diartikan sebagai seseorang yang menempuh pendidikan pada suatu perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, atau pada perguruan tinggi lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. 45 Very Julianto, dkk., “Hubungan Harapan dengan Harga Diri dan Kebahagiaan pada Orang Mengalami Hubungan Toxic dengan Kesehatan Psikologis,” Jurnal Psikologi Integratif, Vol.8, No.1 (2020). Menurut Dr. Lilian Glass menyatakan bahwa hubungan beracun diartikan sebagai hubungan antara individu yang tidak saling mendukung, yang menunjukkan adanya konflik dalam hubungan tersebut.
Hubungan yang beracun adalah hubungan yang membuat salah satu pasangan merasa tidak didukung, diremehkan, atau diserang. Hubungan ini juga akan membuat perasaan seseorang menjadi lebih buruk.Ciri-ciri hubungan yang beracun antara lain perasaan tidak aman, cemburu, egois, tidak jujur, sikap meremehkan, memberikan komentar dan kritik negatif. Hubungan yang beracun secara verbal adalah suatu bentuk perilaku beracun yang bersifat verbal atau terucap tanpa keterlibatan fisik, namun kekerasan verbal dapat melukai hati individu.
Pada umumnya gaslighting akan menuduh seseorang mengalami masalah psikologis sehingga kehilangan rasa percaya diri. Ketika orang berada dalam keadaan pikiran negatif, mereka akan memandang dunia secara umum dari sudut pandang yang lebih negatif. Toxic Relationship yang banyak terjadi terutama dalam keluarga dapat menimbulkan stres, kecemasan, perasaan tidak aman, dan menyebabkan seseorang menjadi introvert karena takut bertemu orang lain.
Menurut Duval, keluarga dihubungkan dengan orang-orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran, yang tujuannya adalah untuk menciptakan dan melestarikan budaya bersama, untuk meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial individu dalam masyarakat. itu.58. Menurut Balion dan Maglaya, keluarga adalah dua individu atau lebih yang bersatu melalui hubungan darah, perkawinan dan pengangkatan anak dalam suatu rumah tangga dan saling bekerja sama dengan tujuan untuk menciptakan dan melestarikan kebudayaan.59.
Resiliensi Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam dalam
Profil Prodi Bimbingan Penyuluhan Islam
Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) mempunyai beban studi sebanyak 146 SKS yang tersebar dalam 8 (delapan) semester dan dapat diselesaikan dalam waktu minimal 8 (delapan) semester dan maksimal 14 (empat belas) semester. Munculnya hubungan yang beracun dalam hubungan pasangan merupakan suatu hal yang memberikan dampak negatif bagi individu yang mengalaminya. Ada beberapa bentuk hubungan keluarga yang beracun yang peneliti temui pada individu yang diwawancarai oleh penulis.
Penulis menemukan bahwa pada ketiga narasumber ketika menjawab pertanyaan wawancara, mereka tampak tenang meski dalam kondisi stres dalam menghadapi hubungan beracun dalam keluarganya.79. Penulis menemukan bahwa pada ketiga narasumber ketika menjawab pertanyaan wawancara, mereka tampak yakin bisa menghadapi permasalahan yang dialaminya, padahal mereka sedang dalam kondisi stres dalam menghadapi hubungan beracun dalam keluarganya. Penulis menemukan tahapan resiliensi untuk menghadapi hubungan beracun dalam keluarga kedua individu.
Salah satu cara tersebut dinilai mampu mengurangi beban individu yang mengalami hubungan beracun dalam hidupnya. Bentuk komunikasi verbal toksik yang dimaksud adalah bentuk perilaku negatif yang bersifat verbal tanpa keterlibatan fisik yang dapat melukai perasaan individu yang mengalaminya. Salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang bersifat racun adalah perilaku yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan alat atau bagian tubuh.
Penulis menemukan bahwa ketiga narasumber saat menjawab pertanyaan wawancara terlihat percaya diri mampu menghadapi permasalahan yang mereka alami meski berada di bawah tekanan untuk menghadapi hubungan beracun dalam keluarganya. Penulis menemukan bahwa ketiga narasumber ketika menjawab pertanyaan wawancara, mereka yakin memiliki kemampuan dalam menangani masalah secara efektif. Dalam menghadapi hubungan keluarga yang beracun, tidak semua individu mampu bertahan dan pulih dari keterpurukan yang dialaminya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa resiliensi mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Ponorogo dalam menghadapi hubungan toxic family adalah sebagai berikut. Sedangkan bentuk sikap toksik yang bersifat nonverbal adalah perilaku yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan alat atau bagian tubuh.
Data Bentuk Toxic Relationship dalam Keluarga Mahasiwa
Data Aspek-aspek Resiliensi Mahasiwa Bimbingan Penyuluhan
Data Resiliensi Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam IAIN
Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam dalam
Analisa Bentuk Toxic Relationship dalam Keluarga Mahasiwa
Analisa Aspek-aspek Resiliensi Mahasiwa Bimbingan Penyuluhan
Analisa Resiliensi Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam IAIN
Individu yang memiliki resiliensi dapat membimbing dan mengendalikan dirinya dalam menghadapi permasalahan serta menjadikan pengalaman hidupnya lebih kaya dan bermakna. Pada tahap ini ketiga siswa sudah bosan dengan keadaan yang dialaminya dan lebih baik diam saja. Pada tahap ini, siswa tidak dapat mencapai atau kembali ke tingkat kesehatan yang sehat dan mengalami kesulitan dalam memproses emosinya.
Pada tahap ini siswa PLS merasa tidak bisa mengendalikan emosinya ketika bertemu dengan orang lain. Sedangkan mahasiswa ACW dan IN merasa dirinya emosional, pemurung dan selalu overthinking. Pada tahap ini, siswa PLS mencoba membuka diri kepada teman-temannya, yang memungkinkannya pulih dari keadaan sebelumnya.
Pada tahap ini, siswa tidak kembali ke tingkat fungsi sebelumnya setelah mengalami kesulitan. Berikut resiliensi atau cara bertahan dan bangkit yang penulis temukan antara lain pada mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Ponorogo. Siswa PLS, ACW, dan IN mampu menerima keadaan yang terjadi di keluarganya, meskipun pada awalnya mereka putus asa.
Dari ketiga mahasiswi konseling Islam yang mengalami toksisitas dalam keluarganya, masing-masing mempunyai pasangan cerita yang terdiri dari pasangan atau sahabat. Untuk menjadi individu yang tangguh, mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam IAIN Ponorogo melalui empat tahapan resiliensi, yaitu pasrah, bertahan hidup, pulih, dan tumbuh cepat. Siswa yang mengalami hubungan keluarga yang beracun disarankan untuk lebih menerima diri sendiri berdasarkan permasalahan yang dihadapi.
PENUTUP
Kesimpulan
Bentuk-bentuk toksisitas verbal antara lain egois dan kurang empati dalam keluarga, tidak menghargai pendapat dan tidak peduli, sering melakukan kesalahan, menuntut dan membanding-bandingkan. Aspek resiliensi yang dialami ketiga siswa tersebut adalah regulasi emosi, optimisme, analisis penyebab masalah efikasi diri dan regulasi emosi, optimisme, analisis penyebab masalah efikasi diri dan peningkatan aspek positif. Setelah menyelesaikan langkah-langkah tersebut, siswa menyelesaikan beberapa langkah ketahanan, antara lain mencoba menerima keadaan, menyampaikan keluh kesah dengan bercerita kepada orang yang mereka percaya, memaafkan perilaku beracun yang dilakukan keluarga, dan mencari sistem pendukung baru.
Saran