• Tidak ada hasil yang ditemukan

Results of this research is known that Down syndrome children experiencing delays in phonological acquisition which resulted in difficulties in communicating and interacting

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Results of this research is known that Down syndrome children experiencing delays in phonological acquisition which resulted in difficulties in communicating and interacting"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMEROLEHAN FONOLOGI PADA PENDERITA DOWN SINDROM (STUDI KASUS PADA SEORANG ANAK)

JURNAL ILMIAH

NURAINI DETIA PUTRI NPM 11080270

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2015

(2)
(3)
(4)

ANALYSIS ACQUISITION OF PHONOLOGY PATIENTS ON DOWN SYNDROME

(CASE STUDY ON A CHILD)

By

Nuraini Detia Putri1, Silvia Marni2, Titiek Fujita Yusandra3 1) Students Of STKIP PGRI West Sumatra

2) & 3)The Lecturers Of Education Indonesian Language and Literature STKIP PGRI West Sumatra

ABSTRACT

This research is motivated by the slow pace of phonological acquisition of a Down syndrome child.

Phonological acquisition of a child through two periods of time and a perception of expression. The research is a qualitative research with descriptive method. The qualitative research with descriptive method was used to describe the data contained in the words of a child with Down Syndrome. Data collection is done by the steps namely; (1) observe the situation of respondents' living environment; (2) the introduction of the respondents; (3) conduct interviews and record the entire speech delivered respondents with recording equipment and stationery.

Results of this research is known that Down syndrome children experiencing delays in phonological acquisition which resulted in difficulties in communicating and interacting. Down Syndrome children tend to change the sound by eliminating one or more phonemes at the beginning and end of words. Further Down syndrome children have difficulty in pronouncing sounds with three silabe or three syllables, and weave the sounds with a high difficulty level. It was the equivalent of three-year olds who have learned to string sounds of the language and understand the meaning tuturannya. This is because brain development and psychological conditions that delayed and resulted in memory, concentration thinking, intelligence and mental mind does not evolve with the development of age.

Keywords: Phonological Acquisition, Down Syndrome.

(5)

ANALISIS PEMEROLEHAN FONOLOGI PADA PENDERITA DOWN SINDROM (STUDI KASUS PADA SEORANG ANAK)

Oleh

Nuraini Detia Putri1, Silvia Marni2, Titiek Fujita Yusandra3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) & 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh lambannya pemerolehan fonologi seorang anak Down Sindrom.

Pemerolehan fonologi seorang anak melalui dua periode yaitu masa persepsi dan masa ekspresi. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif ini digunakan untuk mendeskripsikan data yang terdapat pada ucapan seorang anak penderita Down Sindrom.

pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah yakni; (1) mengamati situasi lingkungan tempat tinggal responden; (2) perkenalan dengan responden; (3) melakukan wawancara serta merekam seluruh ucapan yang disampaikan responden dengan alat rekam dan alat tulis. Hasil penelitian ini diketahui bahwa anak Down Sindrom mengalami keterlambatan di dalam pemerolehan fonologi yang mengakibatkan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Anak Down Sindrom cenderung melakukan perubahan bunyi dengan menghilangkan satu atau lebih fonem pada awal dan akhir kata. Selanjutnya anak Down Sindrom memiliki kesulitan saat melafalkan bunyi-bunyi dengan tiga silabe atau tiga suku kata, serta merangkai bunyi-bunyi dengan tingkat kesulitan tinggi. Hal itu setara dengan anak usia tiga tahun yang sudah belajar merangkai bunyi- bunyi bahasa dan memahami arti tuturannya. Hal ini dikarenakan perkembangan otak dan kondisi psikologis yang terlambat dan mengakibatkan daya ingat, konsentrasi berpikir, kecerdasan pikiran dan mental tidak berkembang sesuai perkembangan usia.

Kata Kunci: Pemerolehan Fonologi, Down Sindrom.

(6)

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa adalah mutlak milik manusia dan telah menyatu dengan pemiliknya. Bahasa selalu muncul dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia yang tidak disertai penggunaan bahasa. Oleh karena itu, definisi bahasa menjadi beragam sejalan dengan bidang kegiatan tempat di mana bahasa itu digunakan. Bahasa dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Namun demikian, secara sederhana bahasa merupakan sarana komunikasi yang berupa ungkapan dari pikiran manusia. Bahasa juga merupakan suatu sistem simbol lisan yang bersifat mana suka yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antarsesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Secara fonologi, penguasaan suatu bahasa dimulai dari otak lalu dilanjutkan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem saraf otak.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa berbahasa adalah proses mengeluarkan pikiran dan perasaan dari otak secara lisan, dalam bentuk kata-kata maupun kalimat. Seorang manusia yang normal fungsi otak dan alat bicara, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, dengan kata lain kemampuan berbahasanya terganggu.

Down Sindrom merupakan kelainan genetis kelebihan jumlah kromosom yang menyebabkan keterbelakangan fisik dan mental dengan ciri-ciri yang khas pada keadaan fisiknya, termasuk alat ucap. Dewasa ini, gangguan berbahasa pada anak penderita Down Sindrom dianggap biasa saja atau menjadi suatu hal yang lumrah. Oleh karena itu, perhatian pada mereka pun terkesan kurang. Keterbelakangan fisik dan mental anak Down Sindrom kerap menjadi kendala dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Kendala utama terlihat dalam hal berbicara atau melafalkan bunyi. Hal tersebut pada akhirnya memengaruhi sistem komunikasi mereka, baik langsung maupun tidak.

Penelitian dilakukan pada seorang anak Down Sindrom usia sebelas tahun yang merupakan masih usia tahap pemerolehan fonologi, karena berdasarkan observasi diketahui bahwa anak Down Sindrom belum sempurna melafalkan bunyi-bunyi bahasa yang berupa kata maupun kalimat. Pada anak Down Sindronm ini akan dilakukan penelitian mengenai pemerolehan fonologi, perubahan bunyi, dan pengaruh keterbelakangan mental terhadap pemerolehan fonologi penderita Down Sindrom.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, permasalahan yang diteliti difokuskan pada pemerolehan fonologi pada penderita Down Sindrom.

Penilitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemerolehan fonologi yang dialami penderita Down Sindrom, mendeskripsikan perubahan-perubahan bunyi yang terjadi pada bunyi-bunyi yang dilafalkan, dan menjelaskan pengaruh keterbelakangn mental terhadap perkembangan fonologis anak Down Sindrom.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut. Pertama, bagi dunia pendidikan dapat menambah khasanah keilmuan dalam kajian bahasa dan sastra indonesia, khususnya tentang pemerolehan fonologi pada penderita Down Sindrom. Kedua, bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan memberikan inspirasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam. Ketiga, bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami tentang pemerolehan fonologi dan Down Sindrom serta mengambil manfaat dari isinya. Keempat, bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan.

Lenneberg (dalam Hartati, 2004: 23) mengatakan tahap pemerolehan bahasa atau perkembangan bahasa anak dilihat dari kaidah bahasa meliputi komponen fonologi, semantik, dan sintaksis. Perkembangan fonologi anak meliputi pengembangan fonetik, fonemik, dan fonotaktik.

Chaer (2003:1) secara rinci menjelaskan bahwa sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Bunyi-bunyi bahasa tersebut dianalisis mulai dari proses terjadinya bunyi hingga bagaimana bunyi bahasa tersebut sampai ke telinga pendengarnya.

Selanjutnya Maksan (1993: 39-4) menyimpulkan masa pemerolehan fonologi seorang anak melalui dua periode. Pertama, masa persepsi ialah waktu anak hanya menerima saja apa yang didengarnya. Kedua, masa ekspresi ialah masa mendengar anak-anak mulai mengucapkan kalimat.

Down sindrom (dikenal dengan sindroma down atau down syndrome) adalah sebutan bagi sebuah kelainan genetik yang ditemukan Dr. John Longdon Down pada tahun 1866. Delphie (2009:9) menjelaskan bahwa Down Sindrom merupakan penyakit yang disebabkan terjadinya penyatuan kromosom nomor 15 dan 21 (disebut trisomy) sehingga mengalami kelebihan kromosom.

Secara umum, Soetjiningsih (1995: 211) menambahkan bahwa Down Sindrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia dan Down Sindrom adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih.

Selanjutnya Delphie (2009: 12) menjelaskan Down Sindrom merupakan genetis yang mengalami kelebihan jumlah kromosom dan menyebabkan keterbelakangan fisik serta mental dengan ciri-ciri yang khas pada keadaan fisiknya, termasuk alat ucap. Tinggi badannya relatif pendek, bentuk kepala mengecil

(7)

(microchephaly), hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid, mulut mengecil dan lidah menonjol keluar (macroglossia), serta beberapa kekhasan fisik lainnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Satori dan Komariah (2009:25) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan dan diperoleh dari situasi yang alamiah. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan data tersebut maka akan dihasilkan gambaran tentang pemerolehan fonologi penderita Down Sindrom.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak. Menurut Mahsun (2005:90) metode simak ialah penyediaan data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa.

Teknik dasar yang digunakan yaitu teknik sadap dengan teknik lanjutan simak libat cakap, simak bebas libat cakap, dan catat.

Data dalam penelitian ini adalah seluruh bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan oleh Dela Rahma Yunita, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah Dela Rahma Yunita seorang anak berusia sebelas tahun penderita Down Sindrom.

Penelitian ini menggunakan teknik pengabsahan data ketekunan pengamatan. Pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dengan kaitannya dalam proses analisis yang konstan atau atentif, mencari suatu usaha, membatasi pengaruh, mencari apa yang dapat diperhitungkan dan yang tidak dapat diperhitungkan.

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang diperoleh dari bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan penderita Down Sindrom. data penelitian yang terkumpul berupa rekaman ucapan dari penderita Down Sindrom.

melalui rekaman ucapan penderita Down Sindrom akan diperoleh gambaran mengenai pemerolehan fonologi sesuai dengan lampiran 2.

Jumlah data pemerolehan fonologi penderita Down Sindrom sebanyak 50 ucapan. Pemerolehan fonologi yang ditemukan dalam ucapan penderita Down Sindrom adalah (1) terdapat perbedaan antara bunyi- bunyi bahasa yang diperoleh penderita Down Sindrom dengan bunyi-bunyi bahasa pada anak normal lainnya, (2) penderita Down Sindrom cenderung melakukan perubahan bunyi pada setiap bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan, dan (3) daya konsentrasi yang lemah, kondisi fisik yang terbatas, dan kurangnya kemampuan menangkap instruksi dan ketetapan bentuk mengakibatkan penderita Down Sindrom masih sulit melafalkan bunyi-bunyi yang seharusnya dapat dilafalkan.

Pembahasan dari temuan penelitian ini adalah (1) berdasarkan ucapan responden dalam bentuk pemerolehan fonologi, responden belum mampu mengucapkan atau mengeluarkan bunyi-bunyi bahasa secara lengkap, benar dan jelas. Bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan responden belum sempurna. Responden cenderung menghilangkan salah satu fonem di awal dan pada akhir kata. Menurut teori Jean Piaget, anak pada usia 7;0-12;0 sudah menguasai struktur linguistik secara umum. Dengan kata lain, seorang anak berusia sebelas tahun sudah mampu dan cakap dalam berbicara dan berbahasa. Namun tidak demikian halnya dengan Dela Rahma Yunita, responden mengalami keterlambatan di dalam berbicara dan berbahasa khususya mengeluarkan bunyi-bunyi fonologi, tetapi responden mampu merespon dengan baik setiap tuturan yang dikeluarkan oleh lawan bicaranya, (2) berdasarkan hasil temuan penelitian disimpulkan bahwa responden melakukan perubahan bunyi jenis disimilasi, zeroisasi aferesis, zeroisasi apokop, zeroisasi sinkop, dan anaptiksis protesis. Pada penelitian ini responden melakukan tiga puluh empat kali perubahan bunyi. Perubahan bunyi yang paling dominan dilakukan ialah perubahan bunyi zeroisasi aferesis dan zeroisasi apokop yaitu penanggalan salah satu fonem pada awal dan akhir kata, dan (3) kompetensi fonologi Rahma mengalami keterlambatan. Daya konsentrasi yang lemah, kondisi fisik yang terbatas, dan kurangnya kemampuan menangkap instruksi dan ketetapan bentuk mengakibatkan Rahma masih sulit melafalkan bunyi-bunyi yang seharusnya dapat dilafalkan.

Rahma memiliki kesulitan saat melafalkan bunyi-bunyi dengan tiga silabe atau tiga suku kata, serta merangkai bunyi-bunyi dengan tingkat kesulitan tinggi. Hal itu setara dengan anak usia tiga tahun yang sudah belajar merangkai bunyi-bunyi bahasa dan memahami arti tuturannya. Hal ini dikarenakan perkembangan otak dan kondisi psikologis yang terlambat dan mengakibatkan daya ingat, konsentrasi berpikir, kecerdasan pikiran dan mental tidak berkembang sesuai perkembangan usia.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan: (1) pemerolehan fonologi anak penderita Down Sindrom lamban karena belum mampu mengeluarkan bunyi-bunyi bahasa dengan jelas terutama pada saat mengeluarkan fonem di awal kata. Tetapi, responden sudah bisa mengucapkan maksud dan tujuannya berkomunikasi dengan orang lain dan mampu

(8)

merespon dengan baik maksud dari tuturan lawan bicaranya, (2) anak penderita Down Sindrom identik melakukan perubahan bunyi dengan jenis pelesapan bunyi sehingga terkadang lawan tutur salah mengartikan maksud dari ucapannya, (3) keterbelakangan mental yang di derita oleh anak Down Sindrom sangat mempengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi, anak Down Sindrom mengalami keterlambatan pertumbuhan dan mengakibatkan daya konsentrasi yang lemah, kondisi fisik yang terbatas, dan kurangnya kemampuan menangkap instruksi dan ketetapan bentuk mempengaruhi kemampuannya untuk melafalkan bunyi-bunyi yang seharusnya dapat dilafalkan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menyarankan beberapa hal diantaranya: (1) anak yang berada pada tahap pemerolehan bahasa hendaknya selalu diikutsertakan dalam berkomunikasi agar kemampuan fonologinya semakin sempurna dan kosakata yang dimilikinya semakin bertambah, (2) pada masa pemerolehan bahasa anak, selain faktor kognitif, faktor lingkungan, faktor sosial turut mempengaruhi kecakapan berbahasa anak. Oleh karena itu, anak harus diperkenalkan dengan lingkungannya dan anak hendaknya sealu berada pada lingkungan berbahasa yang baik agar anak juga terlatih untuk berbahsa yang baik, (3) anak Down Sindrom yang membutuhkan layanan pendidikan yang lebih khusus seharusnya tidak dibiarkan untuk mempelajari bahasa hanya di lingkungan keluarga tetapi anak Down Sindrom seharusnya dibiarkan berbaur dan diperkenalkan dengan lingkungan sosial yang lebih luas cakupan berbahasanya, (4) anak Down Sindrom yang memiliki keterlambatan dalam berbicara tidak seharusnya diasingkan bahkan dianggap tidak mampu berkomunikasi karena mereka hanya mengalami keterlambatan bukan ketidakmampuan untuk melafakan bunyi- bunyi bahasa dengan sempurna.

KEPUSTAKAAN

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.

Hartati. 2004. Psikolingistik. Bandung: UPI Press. Bahan Ajar.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa. Jakarta:

Bumi Aksara.

Satori, Djaman. dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sudaryanto. 1993. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Referensi

Dokumen terkait