Nama : Deviana Nur Azizah
NPM : 170410200065
Kelas : A
Mata Kuliah : Komunikasi Pemerintahan Dosen Pengampu : Antik Bintari, S.IP., M.T.
RESUME JURNAL KOMUNIKASI PEMERINTAHAN: MENGIRIM DAN MENERIMA INFORMASI TUGAS DAN INFORMASI PUBLIK
Nama Jurnal : Jurnal Administrasi Publik Volume : 3
Nomor : 1
Halaman : 36–54 Tahun Terbit : 2004
Judul Jurnal : Komunikasi Pemerintahan: Mengirim dan Menerima Informasi Tugas dan Informasi Publik
Penulis : Ulber Silalahi
Komunikasi pemerintahan merupakan salah satu jenis komunikasi yang masuk ke dalam lingkup komunikasi organisasi. Oleh sebab itu, komunikasi pemerintahan dapat diartikan sebagai komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi pemerintahan. Dalam komunikasi pemerintahan isi pesan yang disampaikan bisa berupa informasi, ide atau gagasan, dan instruksi yang berhubungan dengan tindakan dan kebijakan pemerintah.
Sehubungan dengan tugas utama pemerintah sebagai pelayan masyarakat, komunikasi pemerintahan merupakan salah satu fungsi penting dalam organisasi pemerintahan, baik untuk managing staff dan managing people. Tanpa adanya komunikasi, maka organisasi pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik, penggunaan sumber daya yang dimiliki tidak akan efektif dan efisien sehingga tujuan tidak akan tercapai. Dalam hal ini, komunikasi untuk managing staff bertujuan mengarahkan para pegawai agar memahami tugasnya dan mendapatkan informasi tentang hasil pekerjaannya. Sedangkan, komunikasi untuk managing people bertujuan memberikan informasi tentang berbagai kebijakan-kebijakan dan peraturan- peraturan pemerintah kepada masyarakat, mendapatkan informasi untuk bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan peraturan, dan juga informasi tentang dampak dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk menentukan apakah kebijakan atau peraturan tersebut dilanjutkan atau dihentikan, direvisi atau dimodifikasi.
Lebih dari itu, Pearce and Robinson mengatakan bahwa komunikasi pemerintahan digunakan sebagai sarana memadukan kegiatan-kegiatan secara terorganisasi dalam mewujudkan kerjasama, sarana penyaluran masukan sosial ke dalam sistem sosial, sarana memodifikasi perilaku, mempengaruhi perubahan, memproduktifkan informasi, dan sarana untuk mencapai tujuan, membantu pelaksanaan, serta memadukan fungsi-fungsi manajemen.
PROSES KOMUNIKASI PEMERINTAHAN
Pada hakikatnya, komunikasi pemerintahan sama dengan komunikasi pada umumnya di mana sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan (messages) dari satu pihak (organisasi pemerintahan) kepada pihak lain (luar organisasi pemerintahan) melalui cara-cara dan saluran-saluran tertentu dengan harapan terjadi perubahan perilaku sesuai dengan pesan yang diterima. Ada enam elemen inti dalam setiap aktivitas komunikasi, yaitu why, for whom, what is it about, when, how, and which channels.
Dalam proses komunikasi pemerintahan biasanya diawali oleh pengirim (administrator pemerintah) yang akan berkomunikasi dengan aparatur birokrasi, masyarakat, dan organisasi lain. Pengirim akan memberikan sebuah informasi yang akan dikemas dalam bentuk kata atau lambang sehingga mudah dipahami penerima. Pesan akan disampaikan dengan cara verbal atau nonverbal melalui saluran tertentu, baik surat, laporan, majalah, televisi, konferensi, maupun lainnya. Pemilihan saluran memiliki efektivitas masing-masing yang dilihat dari general available, relatively low cost, high speed, immediate interaction, dan high impact and attention.
Setelah pesan diarahkan ke penerima pesan, maka ia akan melakukan interpretasi atas pesan yang diterima. Dari sana muncul sebuah respon sebagai umpan balik (feedback) bagi pengirim yang dapat disampaikan dalam bentuk verbal atau nonverbal. Feedback inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi derajat efektivitas komunikasi.
KOMUNIKASI INTERNAL ORGANISASI: MENGIRIM INFORMASI TUGAS Komunikasi pemerintahan internal lebih menekankan pada komunikasi dalam hubungan kerja, baik komunikasi ke bawah, ke atas, maupun ke samping. Komunikasi pemerintahan dalam internal organisasi ditujukan untuk mengirim dan menerima informasi tugas (task information) antara administrator dan aparatur yang membutuhkan jaringan komunikasi. Jaringan ini terbagi menjadi dua, yakni jaringan komunikasi yang relatif longgar (flexible) dan jaringan yang relatif kaku (rigid). Jaringan komunikasi yang kaku dapat dilihat saat pemerintahan era Orde Baru yang ditampilkan dalam jaringan berbentuk U terbalik (scalar chain), sebagaimana jaringan rantai komando (chain of command). Komunikasi ini menekankan komunikasi vertikal dengan arus komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) berdasarkan hubungan kekuasaan (power relationship) dalam hierarki organisasional. Dalam hal ini dimaknai sebagai hubungan antara atasan dan bawahan.
Sedangkan, hubungan antara pejabat sesama tingkat cenderung menekankan komunikasi horizontal yang menunjukkan kerjasama.
Hubungan kerja dalam komunikasi pemerintahan dikenal adanya komunikasi informasi dan komunikasi penugasan sebagai cara memberi tugas agar diselesaikan dengan efektif dan efisien menurut norma dan standar yang berlaku. Komunikasi dikatakan berhasil apabila hasil penugasan yang dikerjakan mencerminkan penerapan informasi yang diperoleh pihak kedua (penerima pesan). Sebaliknya, komunikasi dikatakan tidak berhasil apabila informasi yang dikomunikasikan oleh pihak pertama tidak dapat dipahami oleh pihak kedua atau paham yang diperoleh pihak kedua tidak sesuai dengan paham yang disampaikan kepadanya. Dengan demikian, penting adanya kesesuaian paham di antara kedua belah pihak.
Komunikasi internal organisasi pemerintahan memiliki dua arah, yakni komunikasi ke atas di mana seorang pimpinan mengirim pesan kepada bawahan berupa instruksi, job rationale, peraturan yang berlaku, feedback, motivasi, dan tujuan organisasi. Sebaliknya, komunikasi ke atas merupakan arus komunikasi jaringan dari bawahan ke pimpinan berupa laporan kerja, keluhan, pengembangan prosedur dan teknik, serta saran perbaikan.
Realitanya, komunikasi ke bawah bersifat sangat dominan dan menjadi ciri khas komunikasi pemerintahan sentralistis, yang tercermin saat era Orde Baru. Akibat dominasi komunikasi ini adalah bawahan akan bersikap “tunduk” kepada atasan sehingga bawahan lebih sering mengutamakan pelayanan kepada atasannya daripada kepada masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu pasca Orde Baru dan didukung demokratisasi serta desentralisasi yang digemakan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, berhasil mengubah pola komunikasi downward menjadi komunikasi upward. Hal ini penting karena pimpinan pemerintah akan mendapatkan informasi yang diperlukan atas berbagai hal untuk menilai kekurangan dan sebagai bahan pertimbanan dalam pengambilan keputusan. Apabila arus informasi ke atas kurang memadai, cenderung menerapkan komunikasi downward, akan mengakibatkan manajemen tingkat atas kurang informasi untuk mengetahui dan menyadari
secara cepat dan tepat keadaan organisasi pada umumnya dan keadaan bawahan pada khususnya.
KOMUNIKASI EKSTERNAL ORGANISASI: MENGIRIM INFORMASI PUBLIK Komunikasi pemerintahan eksternal organisasi ditujukan untuk mengirim informasi publik oleh administrator/aparatur kepada masyarakat dan sektor swasta (private sector) atau sektor bisnis (business sector) dalam berbagai tindakan-tindakan pemerintah (regulasi dan kebijakan) serta mengakomodasi opini publik dari masyarakat dan sektor bisnis. Dalam hal ini, komunikasi pemerintahan dapat juga disebut komunikasi kebijakan karena informasi yang disebar berupa kebijakan. Komunikasi pemerintahan eksternal akan berjalan efektif apabila proses komunikasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat terlaksana dengan baik pula, harus memperlihatkan “two-way affair” dengan mengutamakan timely dan accurate.
Di era good governance, komunikasi pemerintahan menekankan pada beberapa aspek, yakni ketanggapan (responsiveness) di mana perhatian manajemen publik harus konstan dan intensif terhadap informasi yang diperoleh masyarakat; transparansi (transparency) di mana informasi disampaikan secara jujur dan adil; partisipasi (participation) di mana masyarakat diikutsertakan memberi informasi dalam membuat kebijakan dan berjalannya kontrol sosial;
dan akuntabilitas (accountability) di mana pemerintah bertanggungjawab atas informasi kebijakan dan penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam prosesnya, tentu terdapat rintangan-rintangan yang akan mempengaruhi dan mengganggu komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, seperti faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum, dan geografi dari suatu negara.
Cara pemerintah menyebarkan informasi kepada publik umum dapat terjadi dalam dua Bentuk, yaitu a passive obligation to inform, i.e. providing information at the receiver’s request; an active obligation to inform, i.e. providing information on the sender’s initiative. Di era desentralisasi dan demokratisasi, bentuk kedua adalah bentuk idaman karena komunikasi pemerintahan menuntut usaha aktif dan afirmatif dari pemerintah untuk membuka dan mensosialisasikan informasi publik maupun aktivitasnya yang relevan. Dengan kata lain, informasi publik dibedakan dalam dua bentuk teori, yaitu reactively dan actively. Dalam kasus bentuk reactive, pemerintah berkewajiban memastikan informasi yang diberikan melalui media tertentu dapat dijawab secara cepat dan akurat. Untuk itu, beberapa pemerintah memerlukan badan khusus untuk mengurus informasi publik atau information centres atau memiliki telepon khusus dengan saluran bebas.
SALURAN/JARINGAN KOMUNIKASI
Pada kenyataannya, pimpinan dalam organisasi pemerintah mendapat tekanan dari banyak pihak karena informasi dan sumber data yang mengalir ke dalam jabatan- jabatannya berasal dari berbagai pihak, baik subordinasi, badan-badan lain, kelompok warga, dan publik.
Sebagai pembuat keputusan publik, pimpinan pemerintah harus selektif memilih informasi, yang kemudian disalurkan dalam satu kuantitas informasi substansial kepada orang di dalam dan di luar struktur organisasi melalui memorandum, laporan-laporan, konferensi, pembicaraan telepon, dan pertemuan informal yang menimbulkan satu saluran komunikasi baru dan keputusan melalui yang lain. Dalam konteks ini, tampak bahwa perjalanan informasi berlangsung dalam dua cara, yakni saluran-saluran formal atau direncanakan, seperti memorandum, laporan-laporan, dan komunikasi tulisan; serta cara-cara informal atau tidak direncanakan, seperti kontak tatap muka, konferensi, panggilan telepon kepada teman atau komunikasi lisan. Berdasarkan observasi dari Simon, Smithburg, and Thomson menunjukkan bahwa dalam banyak organisasi, tidak terkecuali organisasi pemerintah, bagian terbesar dari informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan ditransmisi secara informal.
MASALAH “BLOCKAGES”
Blockages atau rintangan dalam sistem komunikasi menjadi masalah sentral dalam komunikasi pemerintahan, yang mungkin terjadi dalam tiap satu dari tiga tahap proses
komunikasi, yaitu initiation, transmission, atau reception. Simon, Smithburg, and Thomson mengemukakan tipe-tipe rintangan komunikasi (barriers to effective communication) sebagai berikut:
1. Barrier of language, diartikan dengan penggunaan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh penerima karena perbedaan kultur, tingkat pendidikan, atau cara penyampaian 2. Frame of reference, berhubungan dengan penafsiran penerima komunikasi memiliki
satu “mental set” yang menghalangi persepsi kuat dari masalah, respon tidak sesuai dengan stimulus sehingga persepsi informasi bervariasi di antara individu
3. Status distance
4. Geographical distance
5. Self-protection of the initiator, berhubungan dengan ketidaksediaan seseorang untuk memberi dan atau menerima informasi
6. Pressure of other work
7. Deliberate restrictions upon communication
Komunikasi dimaknai sebagai jantung dari organisasi sehingga tanpa komunikasi maka aktivitas dalam organisasi tidak akan berjalan dan cenderung akan mati. Komunikasi pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila memperhatikan hal-hal, seperti pemilihan bahasa yang tepat, saluran, dan media yang digunakan (dengan pertimbangan outcome dan impact yang diharapkan); berupaya mengatasi rintangan-rintangan komunikasi; menguasai pengetahuan tentang praktik berkomunikasi efektif yang dapat membantu administrator pemerintah mengelola secara lebih efektif, misalnya, pengetahuan tentang audiens (knowledge about the audience), pengetahuan tentang pesan (knowledge about the message), pengetahuan tentang medium (knowledge about the medium); dan mengubah pendekatan pemerintah terhadap informasi publik dari traditional press release policy –based on interpersonal exchanges between politicians and journalists– menjadi professionalized and specialized process of strategic communication controlling the flow of news.
Praktek praktek komunikasi pemerintahan sangat ditentukan oleh sistem pemerintahan.
Misalnya, komunikasi dalam pemerintahan Orde Baru yang sentralistik menekankan komunikasi ke bawah dengan arus informasi satu arah sehingga arus informasi yang diperoleh cenderung kaku, lamban, waiting times, waste, red tape. Dalam berkomunikasi dengan masyarakat, pemerintah cenderung memperlihatkan unfriendly, coldly, impersonally, without a frown or a smile.
Sebaliknya, komunikasi pemerintahan pasca Orde Baru yang desentralistik menekankan kombinasi komunikasi ke atas dan ke bawah sehingga arus informasi yang diperoleh berjalan lancar dan mencegah kesenjangan informasi (asymmetric information) antara pemerintah dan masyarakat, khususnya dalam pra penetapan kebijakan (ex ante), pembahasan kebijakan (interim), dan pasca penetapan kebijakan.