LAPORAN BACAAN
“Socio-spatial segregation in residents’ daily life:
A longitudinal study in Beijing”
I. Identitas Artikel Ilmiah
Judul : Socio-spatial segregation in residents’ daily life: A longitudinal study in Beijing
Penulis : Hongbo Chai
Jurnal : Applied Geography Edisi 171 tahun 2024 DOI : https://doi.org/10.1016/j.apgeog.2024.103395
II. Ringkasan Artikel Ilmiah
Penelitian ini bertujuan untuk memahami perubahan segregasi sosial-spasial di Beijing dari perspektif longitudinal (tidak statis, tapi dari waktu ke waktu), dengan mempertimbangkan dampak urbanisasi dan reformasi sistem perumahan. Segregasi sosial-spasial merujuk pada pemisahan kelompok sosial dalam ruang kota yang mempengaruhi akses mereka terhadap fasilitas dan layanan. Studi ini menggunakan survei aktivitas harian yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2017 di berbagai jenis perumahan di Beijing, termasuk perumahan danwei (rumah dinas), perumahan komoditas (komplek komersial), perumahan publik (komplek subsidi), dan perumahan swadaya (rumah yang dibangun sendiri). Pengukuran Segregasi dilakukan dengan mengukur 4 dimensi: extensity (mobilitas dan kemampuan mencapai titik-titik tujuan); intensity (frekuensi & durasi di sebuah lokasi aktivitas), diversity (banyaknya lokasi yang dikunjungi); dan non-exclusivity (proporsi waktu yang dihabiskan di tempat umum). Segregasi dikatakan meningkat bila ruang aktivitas individu lebih tersebar, frekuensi dan durasi aktivitas lebih terkonsentrasi di lokasi yang sama dengan kelompok sosial mereka sendiri, jumlah lokasi yang dikunjungi lebih sedikit, dan lebih banyak waktu dihabiskan di ruang privat atau menggunakan transportasi pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa segregasi sosial-spasial semakin meningkat, terutama di pinggiran kota, dengan pengaruh lingkungan terbangun yang semakin besar dan peran sistem perumahan danwei yang semakin berkurang.
III. Unsur “Geography Touch” dalam penelitian ini:
Dalam perkuliahan SIG dan Analisis Spasial, ditekankan bahwa geospasial akan berguna jika digunakan bersama Geographical Touch/Thought. Geographical Thought terdiri atas spatial thinking (semua tentang “Ruang”/”Place”), interaksi manusia dan lingkungannya, skala dalam berpikir dan bekerja serta didukung penggunaan teknologi.
Dalam penelitian ini, konsep Geographical Thought diterapkan dalam beberapa cara melalui:
1. Spatial Thinking:
Geospatial Data: Penelitian ini menggunakan data spasial dalam bentuk koordinat dan lokasi spesifik untuk menganalisis ruang aktivitas dari responden yang tersebar di berbagai jenis perumahan (danwei, komoditas, publik, dan bangunan sendiri) serta area geografis yang berbeda di Beijing. Lokasi ini dipetakan dalam area seperti pusat kota dan pinggiran kota, yang mencakup pengelompokan perumahan berdasarkan jarak dari jalan lingkar kota.
Konsep Ruang dalam Geografi: Peneliti mengeksplorasi konsep-konsep geografis seperti arah, ruang, dan jarak untuk memahami segregasi sosio-spasial antara penduduk di berbagai jenis perumahan dan area. Pembedaan antara area pusat dan pinggiran kota membantu menggambarkan pola interaksi sosial yang berbeda dan akses yang tidak merata terhadap fasilitas publik, pekerjaan, dan ruang publik, yang berhubungan langsung dengan pemahaman tentang jarak dan navigasi dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Kepedulian Terhadap Ruang (Spatial Awareness): Penelitian ini juga mencerminkan kepedulian terhadap pemanfaatan ruang, di mana peneliti memperhatikan bagaimana perubahan urbanisasi dan reformasi perumahan (housing system) dapat mempengaruhi akses, segregasi, dan kualitas hidup masyarakat. Penggunaan skala waktu 2007 dan 2017 membantu menunjukkan dampak dari kebijakan perencanaan wilayah, serta bagaimana perluasan kota dan pemindahan pusat aktivitas ke pinggiran dapat mempengaruhi kesejahteraan sosial dan lingkungan perkotaan.
2. Interaksi Manusia dan Lingkungan:
Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana perubahan lingkungan terbangun di Beijing memengaruhi perilaku aktivitas dan mobilitas penduduk dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi. Penelitian menyoroti dampak lingkungan yang berbeda bagi penduduk perumahan dinas (danwei), komoditas, publik, dan bangunan sendiri, dengan memperhatikan bagaimana keterbatasan akses ke fasilitas publik dan jarak dari pusat kota dapat meningkatkan segregasi sosial.
3. Skala dalam Berpikir dan Bekerja:
Penggunaan skala geografis, seperti ring roads atau jalan lingkar yang berlapis- lapis di Beijing, memungkinkan peneliti untuk menganalisis tingkat interaksi dan segregasi yang berbeda di antara area pusat dan pinggiran. Skala waktu yang digunakan (data longitudinal dari 2007 dan 2017) memungkinkan peneliti untuk memahami perubahan dinamis dalam segregasi sosio-spasial, menghubungkan perubahan lingkungan terbangun dan reformasi sistem perumahan dengan pola aktivitas harian dan interaksi sosial yang berbeda di kota yang terus berkembang.
4. Penggunaan Teknologi:
Teknologi geospasial, seperti pemetaan data survei menggunakan koordinat, digunakan untuk memvisualisasikan pola distribusi aktivitas dan pergerakan
penduduk. Visualisasi ini menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan ruang aktivitas di berbagai wilayah dan tipe perumahan, serta mengilustrasikan segregasi sosio-spasial dalam konteks perkotaan yang dinamis.
IV. Referensi:
Chai, H. (2024). Socio-spatial segregation in residents’ daily life: A longitudinal study in Beijing. Applied Geography. https://doi.org/10.1016/j.apgeog.2024.103395.