• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVISI PASCA Sempro 1-4[1]

N/A
N/A
Mochammad Zaelani

Academic year: 2024

Membagikan "REVISI PASCA Sempro 1-4[1]"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA WOODEN LACING DALAM MENINGKATKAN LINE AWARENESS PADA KEMAMPUAN MENULIS

ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Eksperimen Single Subject Research (SSR) di Yayasan Amani Insan Mandiri)

Proposal Skripsi

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

Ash-shaffa Mahaputri Santoso NIM. 2287200042

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG

2024

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

(3)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alah SWT, Yang telah memberikan nikmat, rahmat serta karunia yang tidak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Wooden Lacing Dalam Meningkatkan Line Awareness Pada Kemampuan Menulis Anak Tunagrahita”. Shalawat beriringkan salam, senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita, habibaa wasyafiia wamaulana Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari jaman kegelapan menuju jaman terang benderang seperti pada saat ini.

Dalam penulisan penelitian ini, tidak terlepas dari usaha, bimbingan, bantuan, dukungan, serta kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempaian ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H Fatah Sulaiman, MT. Selaku Rektorat Uiversitas Sultan Ageng Tirtayasa, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. H. Fadhullah, S.Ag. Selaku dekan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian.

3. Bapak Dr. Toni Yudha Pratama, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing pertama dan Ibu Siti Musayaroh, M.Pd., selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta memberi masukan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan proposal penelitian ini.

(4)

4. Pintu Surgaku, Ibu Indri Reswati, A.Md.Par dan cinta pertamaku Baba Joko Budisantoso, S.E, yang doanya selalu melangit dan memberikan dukungan baik moral maupun materi. Terimakasih atas do’anya.

5. Keluarga Besar Abu Sittar yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, pertanyaan “kapan wisuda?” kalian menjadi salah satu alasan mengapa skripsi ini selesai.

6. Pemilik NIM 6670200066, yang selama ini banyak hadir untuk mendukung dan memastikan saya untuk tetap semangat.

7. Teman-temanku, Rina, Atasya, Zulva, dan Muti, dan Dilla yang setia mendengar keluh kesah selama penulisan.

8. One Direction, yang lagu-lagunya selalu menemani perjalanan penulisan.

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu demi kelancaran penyusunan proposal skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap agar proposal ini bermanfaat bagi semua pihak, umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Serang, Mei 2024

Ash-shaffa Mahaputri Santoso NIM. 2287200042

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...i

PRAKATA... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR GRAFIK... viii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah...6

C. Perumusan Masalah...7

D. Tujuan Penelitian...7

E. Batasan Masalah...7

F. Manfaat Hasil Penelitian...8

BAB II LANDASAN TEORITIK... 9

A. Tunagrahita...9

1. Pengertian Tunagrahita...9

2. Karakteristik Tunagrahita...10

3. Klasifikasi Tunagrahita...12

4. Penyebab Tunagrahita...13

5. Permasalahan Tunagrahita……….14

B. Line Awareness Pada Kemampuan Menulis...16

1. Persiapan Pramenulis...16

2. Line Awareness...18

(6)

1. Media Pembelajaran...20

2. Pengertian Media Wooden Lacing...22

3. Manfaat Media Wooden Lacing...23

4. Cara Penggunaan Media Wooden Lacing...24

D. Hasil Penelitian Yang Relevan...25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...28

A. Metode Penelitian...28

B. Variabel Penelitian...30

1. Definisi Konsep Variabel...30

2. Definsi Operasional Variabel...32

C. Lokasi dan Subyek Penelitian...35

D. Instrumen Penelitian...35

E. Validasi Instrumen... 39

F. Teknik Pengumpulan Data...40

G. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data...41

H. Jadwal Penelitian...48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...49

A. Hasil Penelitian...49

B. Analisis Data...65

C. Pembahasan...80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...83

A. Kesimpulan... 83

B. Saran...83

DAFTAR PUSTAKA...84

LAMPIRAN... 91

(7)

DOKUMENTASI... 93

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen...28

Tabel 3.2 Instrumen Penelitian...30

Tabel 3.3 Rubik Penilaian Keterampilan Line Awareness...30

Tabel 3.4 Jadwal Penelitian...40

Tabel 4.1 Pengukuran Persentase Target Behavior Pada Baseline 1...50

Tabel 4.2 Pengukuran Persentase Target Behavior Pada Intervensi (B)...53

Tabel 4.3 Pengukuran Persentase Target Behavior Pada Baseline 2...60

Tabel 4.4 Panjang Kondisi...66

Tabel 4.5 Kecenderungan Arah...68

Tabel 4.6 Menghitung Rentang Stabilitas...69

Tabel 4.7 Menghitung Mean Level...69

Tabel 4.8 Menentukan Batas Atas...70

Tabel 4.9 Menentukan Bawah Atas...70

Tabel 4.10 Menentukan Persentase Stabilitas...71

Tabel 4.11 Panjang Kondisi...72

Tabel 4.12 Jejak Data...74

Tabel 4.13 Perubahan Kecenderungan Data...75

Tabel 4.14 Perubahan Level Data...77

Tabel 4.15 Resume Hasil Analisis Data Target Behavior 1 Line Awareness Kemampuan Menulis...78

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Media Wooden Lacing...16 Gambar 3.1 Desain Penelitian...23

(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Kemampuan Line Awareness Anak Fase Baseline 1 (A1)...52 Grafik 4.2 Kemampuan Line Awaress Pada Fase Intervensi (B)...59 Grafik 4.3 Kemampuan Line Awareness Pada Fase Base Line (B)...63 Grafik 4.4 Analisis Visual Grafik Kemampuan Line Awareness Pada Fase Base Baseline 1 (A1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A2)...64

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan motorik memegang peran penting dalam kehidupan sehari-hari, baik motorik halus maupun motorik kasar, karena hampir semua aktivitas manusia melibatkan gerakan fisik. Mulai dari aktivitas sederhana yang meliputi berjalan, berlari, hingga kegiatan yang membutuhkan koordinasi halus seperti menulis dan menggambar, semuanya bergantung pada kemampuan motorik individu. Saputra & Badruzaman (2009), menjelaskan bahwa perkembangan motorik adalah proses perubahan dalam perilaku gerak yang dipengaruhi oleh interaksi antara kematangan individu dan lingkungannya. Tahapan perkembangan motorik halus pada anak-anak melibatkan berbagai milestone yang menjadi indikator kemajuan dalam penguasaan keterampilan tersebut.

Perkembangan motorik sendiri terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar melibatkan penggunaan otot- otot besar untuk melakukan gerakan seperti merangkak, berjalan, berlari, melompat, dan sebagainya. Sementara motorik halus melibatkan penggunaan otot-otot kecil untuk melakukan gerakan yang memerlukan koordinasi dan ketepatan seperti menulis, menggambar, dan menggunting (Saputra &

Badruzaman 2009). Motorik halus adalah kemampuan menggunakan otot kecil yang melibatkan koordinasi antara mata dan tangan untuk melakukan tugas-tugas halus seperti menulis, menggambar, atau mengikat tali sepatu.

(11)

Tahapan perkembangan motorik halus pada anak melibatkan beberapa milestone yang mencakup kemampuan memegang benda kecil, mengkoordinasikan tangan dan mata dengan baik, hingga kemampuan menulis dengan jelas dan rapi. Mempelajari motorik halus merupakan bagian integral dari perkembangan anak karena kemampuan ini akan membantu mereka dalam mengekspresikan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari, dan menjalani pendidikan dengan lebih lancar (Aries 2017). Pentingnya motorik halus tidak hanya sebatas pada aspek fisik, tetapi juga memiliki dampak signifikan pada perkembangan kognitif anak. Kemampuan mengontrol gerakan halus memungkinkan anak untuk fokus dan berkonsentrasi lebih baik sehingga mereka dapat menyerap informasi dengan lebih efektif. Selain itu, motorik halus juga membantu dalam pengembangan keterampilan sosial, seperti berbagi dan bekerja sama dengan teman sebaya. Oleh karena itu, memberikan perhatian khusus pada perkembangan motorik halus anak menjadi suatu keharusan.

Setiap individu mengalami perkembangan motorik secara unik dan berbeda satu sama lain. Ada yang mengalami perkembangan motorik lebih cepat dari usia mereka, sementara yang lain mungkin mengalami keterlambatan. Faktor-faktor seperti genetik, lingkungan, dan faktor intelektual turut memengaruhi perkembangan motorik seseorang. Menurut Somantri (2007), anak dengan hambatan intelektual cenderung mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik mereka dan anak-anak pada umumnya biasanya mengalami perkembangan ini seiring bertambahnya usia,

(12)

namun sebaliknya anak tunagrahita mungkin memerlukan pendekatan yang lebih intensif dan terfokus untuk mencapai tahapan-tahapan tersebut.

Tunagrahita atau disebut juga anak dengan kecerdasan di bawah rata- rata, menghadapi berbagai hambatan dalam belajar dan perkembangan mereka (Basuni 2012). Salah satu area yang memerlukan perhatian khusus adalah perkembangan motorik halus. Anak tunagrahita seringkali mengalami keterlambatan dalam mencapai milestone-milestone tersebut, yang dapat berdampak pada kemampuan mereka dalam mengekspresikan diri dan berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari. Karena itu, pengembangan metode atau media yang dapat membantu meningkatkan perkembangan motorik halus pada anak tunagrahita menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting (Aditama

& Utami 2023).

Pentingnya motorik halus tidak dapat diabaikan karena berkaitan erat dengan kemampuan anak dalam menulis dan berbagai aktivitas sehari-hari.

Menurut Atkinson dalam Hanjani (2014), menulis bagi anak usia dini usia 5-6 tahun diartikan sebagai suatu kegiatan membuat pola atau menuliskan kata- kata, huruf-huruf atau pun simbol-simbol pada suatu permukaan dengan memotong, mengukur atau menandai dengan pena. Kegunaan menulis bagi para siswa adalah untuk menyalin, mencatat dan mengerjakan sebagian tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan tugas tersebut.

Namun, berdasarkan hasil pengamatan dan asesmen awal (hasil pada lampiran) peneliti di Yayasan Amani Insan Mandiri, terdapat satu anak

(13)

tunagrahita kelas VII berumur 13 tahun masih belum bisa menulis di dalam garis. Saat didikte, anak bisa menuliskan kata dengan benar namun tulisannya naik, turun hingga keluar garis, juga terdapat beberapa ukuran dan bentuk huruf yang tidak konsisten. Pada hal ini didapati bahwa faktor internal nya adalah anak tersebut adalah anak tunagrahita yang mana terdapat gangguan pada pemrosesan visual sehingga berpengaruh pada proses akademiknya. Lebih lanjut, upaya guru untuk mengatasi kondisi tersebut baru sebatas pemberian kegiatan menempel mozaik, dan hasil dari upaya tersebut belum membuahkan hasil karena tulisan anak masih naik turun dan hal ini menjadi faktor eskternalnya.

Bagi anak tersebut, menulis dapat menjadi tantangan tersendiri karena keterbatasan kemampun koordinasi mata dan tangan sehingga hasil tulisannya belum rapih dan sesuai. Maka dari itu, mencari solusi yang dapat membantu meningkatkan kemampuan menulis anak tunagrahita perlu menjadi perhatian utama dalam upaya mencapai pendidikan yang merata. Menurut Rufiana (2013), anak-anak usia sekolah memerlukan kemampuan menulis yang baik untuk mengikuti kurikulum, mengekspresikan diri, dan berkomunikasi dengan baik. Penting bagi pendidik dan orang tua untuk memberikan dukungan maksimal dalam mengembangkan keterampilan menulis anak-anak, termasuk mereka yang menghadapi kondisi tunagrahita.

Untuk memperoleh keberhasilan dalam keterampilan motorik halus yaitu menulis dengan baik didalam garis, dibutuhkan suatu kegiatan yang menarik dan bervariasi. Salah satunya yaitu kegiatan belajar menggunakan

(14)

media wooden lacing. Wooden lacing adalah selembar kayu tipis berbagai bentuk yang memiliki beberapa lubang. Kegiatan lacing ini menjadi langkah awal untuk meluweskan jari-jari atau motorik halus anak melalui kegiatan memasukan tali ke dalam lubang dengan benar dan teliti. Melalui aktivitas ini, anak tunagrahita dapat melatih koordinasi mata dan tangan, memperkuat otot- otot halus, dan merangsang perkembangan motorik halus secara menyeluruh.

Menurut Hutauruk (2008), menjahit adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk anak usia dini sebagai upaya untuk mengembangkan motorik halus.

Selaras dengan pendapat Darminta (2001), Menjahit merupakan salah satu kegiatan kreativitas untuk anak dengan menggunakan tangan dan berfungsi untuk melatih keterampilan motorik halus. Tujuan dari kegiatan menjahit yang lain adalah untuk meningkatkan kosentrasi anak, kemampuan logika, kemampuan motorik halus, dan melatih koordinasi mata dan tangan anak, juga untuk kemampuan menulis dan meningkatkan kemampuan gerakan tangan, pergelangan tangan dan jari. Selain itu menjahit juga mampu mengajarkan anak untuk memecahkan masalah, berpikir kreatif, sabar dan memupuk semangat untuk terus berjuang sampai mampu melakukanya dengan baik. Pemanfaatan media wooden lacing dapat menjadi solusi inovatif dalam memperbaiki dan meningkatkan perkembangan motorik halus pada anak tunagrahita, terutama dalam melatih koordinasi mata dan tangan sehingga membantu anak menulis dengan baik.

Dengan wooden lacing, aktivitas dapat dirancang sesuai dengan tingkat perkembangan motorik halus anak tunagrahita. Misalnya, memulai dengan

(15)

aktivitas simpel seperti mengikat simpul sederhana, kemudian secara progresif meningkatkan kompleksitas pola dan tingkat kesulitan. Melalui penggunaan media wooden lacing secara kreatif dan terarah, diharapkan anak tunagrahita dapat mengalami peningkatan signifikan dalam perkembangan motorik halus mereka, yang pada gilirannya akan mendukung kemampuan menulis mereka.

Penerapan wooden lacing tidak hanya sebagai aktivitas fisik semata, tetapi juga sebagai alat bantu untuk mempersiapkan anak dalam mengembangkan keterampilan menulis. Melibatkan anak dalam aktivitas ini secara teratur dapat membantu mereka membentuk pola gerakan tangan yang sesuai dengan proses menulis.

Berdasarkan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Media Wooden Lacing Dalam Meningkatkan Line Awareness Pada Kemampuan Menulis Anak Tunagrahita”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah sangat penting sebagai langkah awal penelitian juga sebagai upaya untuk menjelaskan masalah dan membuat penjelasan dapat diukur. Dengan melihat dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasikan masalahnya, yaitu:

1. Anak tunagrahita selalu menulis keluar dari garis buku (tulisan naik dan turun)

2. Anak tunagrahita menulis dengan ukuran huruf tidak tetap 3. Penggunaan media pengembangan motorik halus yang monoton

(16)

C. Perumusan Masalah

Suatu perumusan masalah memuat pertanyaan yang nantinya akan menjadi sebuah topik penelitian penulis, menjadi panduan kemana penelitian akan dibawa, dan apa saja yang ingin dikaji oleh penulis. Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini yaitu:

“Bagaimana pengaruh penggunaan media wooden lacing dalam meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita?”

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah suatu pernnyataan mengenai apa yang hendak penelitian kita capai. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah adanya pengaruh penggunaan media wooden lacing dalam meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

E. Batasan Masalah

Batasan masalah berperan untuk membuat fokus pada satu persoalan.

Pembatasan masalah digunakan untuk menghindari penyimpangan pokok permasalahan agar penelitian lebih fokus dan tercapai tujuannya. Mengingat luasnya bahasan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi penelitian ini

(17)

pada aspek kajian line awareness pada kemampuan menulis dalam anak tunagrahita.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian adalah gambaran hal apa saja yang diperoleh ketika suatu tujuan penelitian tercapai.

1. Manfaat praktis untuk pendidik, siswa, dan sekolah

a. Bagi siswa: memberikan sebuah pengalaman belajar yang menarik, kreatif, dan bervariasi kepada siswa sehingga siswa diharapkan terdorong lebih semangat dalam proses peningkatan perkembangan motorik halus.

b. Bagi pendidik: dapat memberikan inspirasi dalam memberikan media pembelajaran yang lebih unik dan tidak monoton.

c. Bagi sekolah: menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pelaksanaan pembelajaran dan untuk meningkatkan kualitas layanan untuk anak tunagrahita.

2. Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis hasil penelitian ini yaitu untuk pengembangan keilmuan pendidikan khusus kedepannya, terutama untuk pembelajaran menulis.

(18)

BAB II

LANDASAN TEORITIK

B. Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sanskerta, di mana kata "tuna" memiliki arti "kurang" atau "rugi", sedangkan

"grahita" berarti "berpikir" (Mumpuniarti, 2000). Dalam konteks ini, tunagrahita merujuk pada kondisi seseorang yang mengalami keterbatasan dalam kemampuan berpikir atau kekurangan dalam fungsi mental. Istilah ini memiliki beragam padanan dalam bahasa Inggris, seperti mental retardation, mental deficiency, mental defective, mentally handicapped, feeble-mindedness, mental subnormality, amentia, dan oligophrenia. Di Indonesia, tunagrahita juga sering disebut dengan anak dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi dibawah intelegensi normal dengan skor IQ sama atau lebih rendah dari 70. Intelegensi yang dibawah rata-rata anak normal, jelas ini akan menghambat segala aktifitas dalam kehidupannya sehari-hari, dalam bersosialisasi, komunikasi dan yang lebih menonjol adalah ketidakmampuannya dalam menerima pelajaran yang bersifat akademik sebagaimana anak-anak sebaya (Kemis & Rosnawati, 2013).

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri,

(19)

2006). Sedangkan anak tunagrahita menurut Tarigan (2000) adalah fungsi intelektual siswa umum berada dibawah rata-rata, disertai dengan penyesuaian diri yang rendah selama proses perkembangan.

Menggali lebih dalam, tunagrahita mencakup spektrum keterbatasan mental yang luas. Kondisi ini dapat berkisar dari tingkat ringan hingga berat, memengaruhi kemampuan seseorang dalam memahami, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang fungsi intelektualnya berbeda dari anak pada umumnya, yaitu memiliki IQ 70 ke bawah. Anak tunagrahita tidak bisa mengumpulkan informasi seperti yang dilakukan anak pada umumnya karena adanya gangguan intelektual.

Perlu diberikan perlakuan yang lebih khusus kepada anak tunagrahita tersebut. Anak tunagrahita juga menunjukkan hambatan atau kekurangan dalam perilaku adaptif dan terjadi selama masa perkembangannya.

2. Karakteristik Tunagrahita

Menurut Lerner & Kline (2006), anak dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dapat memiliki beberapa karakteristik, seperti gangguan perhatian, keterampilan motorik rendah, proses psikologis terbatas, kurangnya kesadaran fonologi, kemampuan kognitif yang lemah, kesulitan berbahasa, membaca, dan berhitung, serta kurangnya keterampilan sosial. American Psychiatric Association (2013), mendefinisikan anak tunagrahita atau IDD (Intellectual Developmental Disorder) sebagai individu yang mengalami gangguan dalam

(20)

perkembangan intelektual dan keterbatasan fungsi adaptif dalam konseptual, sosial, dan keterampilan adaptif, dengan rentang IQ antara 68- 52 menurut Skala Binet dan 69-55 menurut Skala Weschler (WISC).

Karakteristik anak tunagrahita ringan meliputi rendahnya intelegensi, konsep diri yang rendah, kesulitan dalam proses belajar, keterampilan motorik rendah, keterampilan berkomunikasi yang kurang, dan kemampuan mengikuti arahan yang terbatas (Sumaryanti, Kushartanti, &

Ambardhini, 2010).

Menurut Maria (2007), anak yang tergolong tunagrahita ringan memiliki IQ antara 50-75 dan dapat mempelajari keterampilan setaraf tingkatan akademik hingga kelas 6 Sekolah Dasar. Mereka memiliki kemampuan berbicara, meskipun perbendaharaan kata-kata mereka sangat terbatas. Efendi (2006), menyatakan bahwa secara umum, karakteristik tunagrahita meliputi kemampuan berpikir konkrit, kesulitan konsentrasi, keterbatasan kemampuan sosial, kesulitan dalam menyimpan instruksi yang sulit, keterbatasan dalam menganalisis dan menilai kejadian, serta pencapaian akademis yang setara dengan anak normal kelas III-IV Sekolah Dasar. Apriyanto (2012), menambahkan karakteristik tunagrahita melibatkan kecerdasan terbatas, kesulitan sosial, kesulitan berkonsentrasi, kurangnya inisiatif emosional positif, kepribadian yang mudah digoyahkan, dan kondisi fisik yang kurang sempurna. Secara singkat, karakteristik tunagrahita ringan mencakup rendahnya intelegensi, kesulitan belajar, keterampilan motorik rendah, serta keterbatasan dalam

(21)

berbahasa dan interaksi sosial.

3. Klasifikasi Tunagrahita

Pengklasifikasian anak tunagrahita dapat dilakukan melalui berbagai perspektif, termasuk pandangan medis, pendidikan, sosiologis.

Menurut Mumpuniarti (2007), klasifikasi berdasarkan pendidikan melibatkan pemisahan anak tunagrahita menjadi tiga kelompok, yaitu mampu didik, mampu latih, dan perlu rawat, dengan dasar tingkat kecerdasan IQ. Apriyanto (2012), memberikan perspektif lain dengan mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan keperluan dalam pembelajaran, terbagi menjadi educable, trainable, dan custodia.

Sistem pengklasifikasian tunagrahita juga dilihat dari sudut pandang sosiologis (Mumpuniarti, 2007). Klasifikasi ini mencakup tunagrahita ringan, sedang, berat, dan sangat berat, tergantung pada kemampuan mereka dalam beradaptasi dan berpartisipasi dalam masyarakat. Pendekatan ini memberikan fokus pada aspek sosial dan kemampuan adaptasi tunagrahita dalam lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya, Somantri (2006), memberikan klasifikasi berdasarkan derajat keterbelakangan, yang melibatkan tipe ringan, sedang, berat, dan sangat berat, dengan mempertimbangkan rentang IQ dari masing-masing tipe.

Dalam konteks pembelajaran, Efendi (2006) membagi tunagrahita menjadi tiga kategori, yaitu mampu didik, mampu latih, dan mampu rawat.

Kategori ini menekankan kemampuan anak tunagrahita dalam mengikuti program pendidikan, mempertahankan diri, dan tingkat ketergantungan

(22)

pada orang lain. Keseluruhan klasifikasi ini membantu guru dalam merancang program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masing- masing anak tunagrahita.

4. Penyebab Tunagrahita

Menurut Strauss dalam Mumpuniarti (2000), faktor penyebab ketunagrahitaan dapat dikelompokkan menjadi dua gugus utama, yaitu endogen (berkaitan dengan sel keturunan) dan eksogen (di luar keturunan).

Faktor endogen melibatkan kelainan kromosom dan gen, seperti inversi, delesi, duplikasi, serta kelainan gen pada lokus tertentu. Faktor eksogen mencakup gangguan metabolisme dan gizi, infeksi, keracunan, trauma, zat radioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan sosial budaya.

Munzayanah (2000) juga mengidentifikasi dua kelompok penyebab retardasi mental, yakni kelompok biomedik dan kelompok sosio-kultural. Kelompok biomedik mencakup faktor prenatal (infeksi, gangguan metabolisme, iradiasi, kelainan kromosom, malnutrisi), natal (anaxia, asphysia, prematuritas, kerusakan otak), dan posnatal (malnutrisi, infeksi, trauma). Sementara itu, kelompok sosio-kultural melibatkan aspek psikologis dan lingkungan, seperti teori stimulasi (kekurangan rangsangan), teori gangguan (gangguan proteksi terhadap stres), dan teori keturunan (lemahnya hubungan orangtua-anak).

Abdurrachman & Sudjadi (1994) menambahkan beberapa faktor penyebab tunagrahita, termasuk faktor genetik (kerusakan biokimia dan abnormalitas kromosomal), faktor prenatal (virus rubella, faktor rhesus),

(23)

faktor natal (luka saat kelahiran, sesak napas, prematuritas), faktor postnatal (infeksi, encephalitis, meningitis, malnutrisi), serta faktor sosiokultural.

Secara umum, kesimpulan yang dapat diambil adalah faktor-faktor penyebab tunagrahita melibatkan aspek keturunan, kondisi prenatal, natal, postnatal, dan faktor lingkungan sosial budaya. Semua faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya ketunaan pada anak pada berbagai tahap perkembangan.

5. Permasalahan Tunagrahita

Permasalahan yang dihadapi oleh anak tunagrahita dalam proses belajar sering kali berkisar pada keterampilan menulis dan kemampuan fokus mereka. Tunagrahita, atau retardasi mental, merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi kemampuan kognitif dan adaptif individu (Aini & Harsiwi, 2024). Dalam konteks ini, anak tunagrahita sering mengalami permasalahan dalam fisik dan motoriknya seperti kesulitan dalam menulis disebabkan keterbatasan dalam koordinasi motorik halus dan kemampuan kognitif yang mempengaruhi pemahaman mereka terhadap konsep penulisan (Arum & Haryanti, 2021). Salah satu permasalahan utama adalah kurangnya fokus yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mengikuti alur penulisan dan menyelesaikan tugas menulis dengan tepat. Penelitian oleh Marzuki dan Harsiwi (2024) menunjukkan bahwa tantangan ini tidak hanya mempengaruhi hasil tulisan, tetapi juga berpotensi menghambat kemajuan akademik anak

(24)

tunagrahita secara keseluruhan.

Anak tunagrahita sering mengalami kesulitan dalam pemahaman dan pengolahan informasi. Menurut Adiatama (2023) kemampuan kognitif yang terbatas menyebabkan mereka menghadapi tantangan dalam mengorganisasi pikiran dan ide-ide mereka secara logis dan sistematis.

Menulis memerlukan pemikiran abstrak, kemampuan untuk merencanakan dan mengatur konten, serta keterampilan untuk membuat hubungan antara ide-ide yang berbeda. Anak tunagrahita cenderung kesulitan dalam berbahasa seperti membuat rencana menulis yang terstruktur, mengakibatkan tulisan yang tidak koheren dan sulit dipahami.

Mereka juga cenderung kesulitan dalam memahami instruksi tertulis dan memerlukan bantuan lebih untuk dapat mengikuti arahan secara tepat.

Menulis memerlukan keterampilan motorik halus, seperti kemampuan untuk mengontrol gerakan tangan dan jari saat memegang pena atau pensil. Zatalini & Utami (2022) menyatakan anak tunagrahita sering mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halus, yang mengakibatkan tulisan tangan yang buruk, tidak terbaca, dan tidak rapi. Koordinasi mata-tangan yang buruk juga menyulitkan mereka dalam menulis huruf-huruf dengan bentuk yang benar dan konsisten.

Bahasa adalah komponen fundamental dalam menulis. Anak tunagrahita sering mengalami keterlambatan dalam pengembangan bahasa, termasuk dalam aspek tata bahasa, kosakata, dan struktur kalimat.

Mereka mungkin kesulitan dalam membentuk kalimat yang lengkap dan

(25)

benar secara gramatikal. Keterbatasan dalam kosakata menghambat kemampuan mereka untuk mengekspresikan ide-ide mereka secara efektif dan kreatif (Logowo, 2023). Kesulitan dalam memahami dan menggunakan kata-kata yang tepat juga membuat tulisan mereka menjadi kurang jelas dan bermakna. Hal ini juga berpengaruh pada kemampuan sosial-emosi anak tunagrahita, dalam bersosialisasi anak tunagrahita sering sulit memahami keadaan sekitarnya sehingga anak tunagrahita tidak berpandangan luas, sering putus asa karena sulit memahami apa yang ada di lingkungan nya.

Upaya untuk mengatasi permasalahan ini melibatkan pendekatan pedagogis yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus anak tunagrahita.

Sebagai contoh, strategi intervensi yang berfokus pada pengembangan keterampilan motorik halus dan perhatian dapat membantu memperbaiki keterampilan menulis (Rizky et al., 2023). Program-program seperti kerajinan tangan yang sederhana juga telah terbukti efektif dalam meningkatkan koordinasi motorik dan konsentrasi anak tunagrahita, seperti yang dicontohkan dalam program pemberdayaan yang dilaksanakan di Desa Karangpatihan (Arum & Haryanti, 2021). Pendekatan ini membantu anak untuk lebih fokus dalam kegiatan menulis dengan menyediakan mereka alat dan metode yang sesuai dengan kemampuan mereka.

C. Line Awareness Pada Kemampuan Menulis 1. Persiapan Pramenulis

Persiapan pramenulis adalah tahap awal yang sangat penting dalam

(26)

mengembangkan kemampuan menulis, khususnya bagi anak tunagrahita.

Tahap ini melibatkan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat keterampilan dasar yang diperlukan dalam menulis, termasuk kesadaran garis (line awareness). Kesadaran garis mengacu pada kemampuan untuk memahami dan menggunakan garis sebagai panduan dalam menulis. Hal ini melibatkan kemampuan untuk menulis di dalam garis yang telah ditentukan, menjaga konsistensi ukuran huruf, dan memastikan huruf-huruf tersusun dengan baik di atas kertas (Suranti, 2023). Kesadaran garis sangat penting untuk menghasilkan tulisan yang terbaca dan rapi, yang merupakan dasar penting bagi kemampuan menulis yang efektif.

Pada anak tunagrahita, tahap pramenulis memerlukan pendekatan yang lebih terstruktur dan terencana. Langkah pertama dalam persiapan pramenulis adalah mengidentifikasi kebutuhan individu anak melalui penilaian awal.

Penilaian ini mencakup evaluasi kemampuan motorik halus, tingkat pemahaman instruksi, serta kesadaran spasial dan visual. Setelah kebutuhan anak teridentifikasi, dapat merancang program pramenulis yang sesuai, dengan fokus pada latihan-latihan yang memperkuat kemampuan motorik halus dan koordinasi mata-tangan (Liliana, 2020). Latihan ini dapat mencakup kegiatan seperti menghubungkan titik-titik, meniru bentuk-bentuk dasar, menggunting mengikuti garis, dan mengisi pola pada kertas bergaris.

Selain latihan motorik halus, penting untuk memperkenalkan konsep garis dan ruang kepada anak tunagrahita. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan bermain yang melibatkan garis, seperti menggambar di atas pasir,

(27)

menggunakan cat air pada permukaan yang berbeda, atau bermain dengan permainan papan yang memerlukan pergerakan di sepanjang garis. Aktivitas semacam ini membantu anak memahami konsep dasar tentang ruang dan batas, yang akan berguna ketika mereka mulai menulis di atas kertas bergaris.

Penggunaan alat bantu visual, seperti buku bergambar dan alat peraga tiga dimensi, juga dapat membantu anak memahami konsep garis dengan lebih baik.

2. Line Awareness

Line awareness adalah sebuah aktivitas mengenai kesadaran garis pada keterampilan tulisan tangan.  Kesadaran garis ini digunakan untuk meningkatkan fungsi tulisan tangan dan keterbacaan sebuah tulisan tangan seseorang. Line awareness mengacu pada penempatan huruf secara akurat berada pada dalam garis tulisan. Beberapa kesulitan akan adanya kesadaran garis ini disebabkan oleh masalah pemrosesan visual. Keterampilan pemrosesan visual yang memengaruhi line awareness ini meliputi: pemindaian visual, koordinasi mata-tangan, dan integrasi motorik visual.

Line awareness merupakan kemampuan yang erat hubunganmya dengan kemampuan menulis. Kemampuan menulis merupakan kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan yang diperlukan untuk menulis dengan baik. Line awareness atau kesadaran garis adalah suatu konsep yang sangat berkaitan dengan kemampuan menulis, yang membantu individu dalam menulis dengan tulisan yang mudah dipahami dan juga terstruktur (Andika, 2022). Menulis

(28)

merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Untuk meningkatkan kemampuan menulis, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang merangsang motorik halus anak untuk menunjang persiapan menulis. Selain itu, Proses menulis juga berpengaruh pada hasil menulis.

Heather Greutman (2022) menyatakan bahwa Ketika seorang anak memasuki Taman Kanak-kanak, mereka harus diperkenalkan secara formal dengan menulis dalam satu garis (usia 5-6 tahun). Usia antara 6 dan 7 tahun ini merupakan masa dimana sebagian besar anak diharapkan mampu menulis pada baris dengan orientasi dan penempatan yang baik pada ruang menulis.

Dalam line awareness, keselarasan dalam tulisan tangan mengacu pada kemampuan untuk menjaga agar huruf-huruf tetap berbaris dengan baik di ruang penulisan tanpa ada huruf yang mengarah secara diagonal dan mulai menulis dari bagian kiri halaman. Kesadaran garis atau line awareness pada kemampuan menulis ini merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan pembelajaran menulis.

Line awareness, atau kesadaran terhadap garis, merupakan keterampilan penting dalam menulis yang melibatkan kemampuan untuk menulis dengan rapi dan mengikuti batasan yang ditentukan (Adiatama, Wardany, & Utami, 2023). Bagi anak tunagrahita, kesulitan dalam line awareness sering kali menjadi tantangan yang signifikan. Mereka mungkin kesulitan dalam menjaga tulisan mereka tetap berada di dalam garis, yang dapat mengakibatkan tulisan yang tidak teratur dan sulit dibaca (Sari & Setia, 2023).

Kesadaran garis ini penting untuk membantu anak tunagrahita menulis dengan

(29)

lebih terstruktur dan memudahkan mereka dalam menyampaikan ide secara jelas.

Penggunaan media pembelajaran yang mendukung line awareness, seperti papan pintar dan buku latihan, telah terbukti meningkatkan keterampilan menulis anak tunagrahita (Adiatama et al., 2023). Media ini tidak hanya memberikan panduan visual yang jelas tetapi juga menyediakan umpan balik langsung yang membantu anak untuk memperbaiki kesalahan secara real- time. Penelitian oleh Sari dan Setia (2023) mengungkapkan bahwa media papan, khususnya, memiliki efektivitas yang tinggi dalam membantu anak tunagrahita memahami dan mengikuti garis, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam penjumlahan dan keterampilan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk terus mengembangkan dan menerapkan media yang sesuai untuk mendukung keterampilan menulis anak tunagrahita.

D. Media Wooden Lacing 1. Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sebuah alat, metode, atau teknik yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran agar lebih efektif dan tersampaikan. Menurut Sadiman, dkk. (2008), pengertian media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapar merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat, dan perhatian siswa sehingga terjadi suatu proses belajar. Sejalan dengan Haryoko (2009), penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu keefektifan dari proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi

(30)

pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Adanya ragam gaya belajar siswa membuat guru harus lebih membimbing dan memilih, lebih khusus anak yang memili hambatan seperti tunagrahita.

Dalam kegiatan pembelajaran, media dapat sebagai perantara sumber pesan guru dengan penerima pesan siswa yang berisikan bahan tertentu atau suatu isi Pelajaran. Aspek keterampilan motorik halus dalam penggunaan media pembelajaran ini sangat penting bagi anak-anak tunagrahita yang sering mengalami kesulitan dalam menulis karena keterbatasan dalam kontrol motorik mereka (Bintang, 2022).

Media pembelajaran memainkan peran krusial dalam mendukung proses belajar anak tunagrahita. Media yang dirancang dengan baik dapat membantu anak untuk lebih memahami konsep-konsep dasar dan mengatasi berbagai kesulitan yang mereka hadapi dalam proses belajar (Arum &

Haryanti, 2021). Media pembelajaran seperti papan pintar, buku latihan, dan perangkat teknologi lainnya dapat meningkatkan keterampilan menulis dan kemampuan akademik anak tunagrahita dengan cara yang lebih interaktif dan menarik (Adiatama et al., 2023). Misalnya, penggunaan papan pintar dalam pengajaran keterampilan menulis telah menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan anak tunagrahita (Sari & Setia, 2023).

Selain itu, media pembelajaran juga membantu guru dalam menyusun strategi pengajaran yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan individual siswa (Ernawati & Hayati, 2024). Dengan adanya berbagai jenis

(31)

media, guru dapat menyesuaikan pendekatan mereka berdasarkan kekuatan dan kelemahan setiap siswa. Program-program pemberdayaan yang melibatkan media pembelajaran seperti kerajinan tangan dan alat bantu visual telah terbukti meningkatkan keterampilan dan kepercayaan diri anak tunagrahita (Anugrawati & Pradana, 2021). Oleh karena itu, pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita sangat penting untuk mendukung kemajuan akademik dan perkembangan mereka secara keseluruhan.

2. Pengertian Media Wooden Lacing

Media wooden lacing adalah sebuah media berbahan kardus ataupun triplek dengan berbagai bentuk. Media ini disetiap sisinya terdapat lubang yang saling berhubungan hingga membentuk sebuah pola yang sesuai dengan bentuk media tersebut, kemudian lubang-lubang tersebut dimasukkan tali dengan mengikuti pola bentuknya. Pada media ini dibutuhkan adanya koordinasi gerakan mata dan jari-jari tangan dengan memasukkan tali melalui lubang. Wooden lacing bisa disesuaikan dengan berbagai bentuk pola mulai dari pola jahitan lurus yang sederhana hingga pola yang lebih kompleks seperti zigzag, dapat pula ukuran lubang dieksplorasi seiring dengan kemajuan keterampilan.

(32)

Gambar 2.1 Media wooden lacing

Salah satu kegiatan yang dapat menstimulasi pergerakan motorik halus adalah pengenalan kegiatan lacing atau istilah dalam bahasa Indonesia dikenal dengan menjahit. Darminta (2001) menyatakan bahwa menjahit adalah sesuatu pekerjaan mendekatkan atau menyambung dengan benang menggunakan tangan. Selanjutnya, Hutauruk (2008) menyebutkan bahwa menjahit adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk anak usia dini sebagai upaya untuk mengembangkan motorik halus.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa media dengan kegiatan dasar menjahit merupakan salah satu aktivitas yang dapat dilakukan untuk menstimulsi perkembangan keterampilan motorik halus anak.

3. Manfaat Media Wooden Lacing

Menjahit merupakan salah satu kegiatan kreativitas untuk anak dengan menggunakan tangan dan berfungsi untuk melatih keterampilan motorik halus. Tujuan dari kegiatan menjahit yang lain adalah untuk

(33)

meningkatkan kosentrasi anak, kemampuan logika, kemampuan motorik halus, melatih koordinasi mata dan tangan anak, juga untuk kemampuan menulis, dan meningkatkan kemampuan gerakan jari-jari tangan.

Halwa & Christiana (2016) dalam penelitiannya menyebutkan manfaat menjahit untuk anak TK diantaranya meningkatkan kosentrasi anak, kemampuan logika, kemampuan motorik halus, melatih koordinasi mata dan tangan anak,dan meningkatkan kemampuan menulis serta meningkatkan kemampuan gerakan tangan, pergelangan tangan dan jari.

Surianti (2012) menyatakan bahwa kegiatan menjahit mampu melatih keleturan jari anak dalam menggunakan peralatan sekolah misalnya alat tulis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa media wooden lacing bermanfaat untuk melatih keterampilan motorik halus anak, terutama koordinasi mata dan tangan karena media wooden lacing merupakan media dengan kegiatan dasar menjahit.

4. Cara Penggunaan Media Wooden Lacing

Menurut Pusparina (2014) ada bebrapa langkah-langkah dalam penggunaan media wooden lacing yaitu :

1) Menyiapkan dan mengenalkan alat dan bahan yang akan digunakan 2) Mengenalkan gambar dan pola pada media

3) Memberikan contoh kepada anak cara memasukkan tali ke dalam lubang secara runtut dan berurutan

(34)

4) Memberikan giliran kepada anak untuk mulai menjahit mengikuti pola tersebut. Apabila anak menemui kesulitan guru dapat memberikan bantuan kepada anak untuk menyelesaikan jahitan, namun setelah itu guru memberi kesempatan anak untuk mengulangi lagi contoh dari guru

5) Memberikan reward jika anak berhasil menyelesaikan pola jahitan dan memberikan evaluasi dan motivasi jika anak belum mampu menyelesaikannya.

E. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Devi (2018) yang berjudul “Pengaruh Kegiatan Menjahit Terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Kelompok B Di TK Ilmu Al-qur’an Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember Tahun Ajaran 2017/2018". Penelitian ini menjelaskan bahwa Pembelajaran motorik halus di sekolah sangat penting dilakukan untuk melatih kelenturan otot pada anak. Salah satu kegiatan yang dapat menstimulus kemampuan motorik halus yaitu kegiatan menjahit. Kegiatan menjahit dapat melatih koordinasi mata dan tangan, yaitu ketika mata fokus pada lubang yang akan dimasukkan oleh benang, sedangkan tangan bergerak untuk memasukkan dan menarik benang ke dalam lubang. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan setelah dilakukan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kegiatan menjahit terhadap kemampuan

(35)

motorik halus anak kelompok B di TK Ilmu Al-Qur’an Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember Tahun Ajaran 2017/2018.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Pusparina & Poerwanti, (2014) yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Motorik Halus melalui Kegiatan Menjahit pada Anak Kelas B Tk Ngembak 1 Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2013/2014". Penelitian ini menjelaskan bahwa hasil wawancara dengan guru memberikan keterangan bahwa selama ini pengembangan motorik halus anak banyak dilakukan dengan cara menggambar, mewarnai, menebalkan huruf atau angka. Hal yang perlu dicermati bahwa anak harus bisa melakukan banyak hal dan harus mampu menggunakan jari secara luwes dalam aktivitasnya. Oleh karena itu, variasi dalam mengembangkan keterampilan motorik halus anak harus dilakukan salah satunya dengan kegiatan menjahit.

Berdasarkan penemuan di atas peneliti memberikan kegiatan menjahit untuk meningkatkan keterampilan motorik halus anak. Berdasarkan hasil Penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan menjahit dapat meningkatkan keterampilan motorik halus anak kelompok B TK Ngembak 1 Tahun Ajaran 2013/2014. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penilaian terhadap belajar anak dan hasil observasi proses kegiatan menjahit.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Halwa & Christiana (2016) yang berjudul

“Pengaruh Kegiatan Menjahit Terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Kelompok A Di Tk Pejajaran”, penelitian ini menjelaskan bahwa

(36)

Kemampuan motorik halus anak di TK Pejajaran masih belum optimal dikarenakan guru masih kurang menstimulasi kemampuan anak.

Pengembangan keterampilan motorik seringkali terabaikan. Berdasarkan analisis data perhitungan hasil pre-test dan post-test menunjukkan bahwa ada pengaruh kegiatan menjahit terhadap kemampuan motorik halus anak kelompok A di TK Pejajaran.

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni metode eksperimen. Sugiyono (2013) mengungkapkan bahwa penelitian eksperimental adalah metode yang digunakan untuk mendapati efek dari perlakuan tertentu pada hal-hal lain dalam pengaturan yang terkontrol.

Menurut Arikunto (2013), penelitian eksperimen adalah penelitian yang keberadaan suatu variabel (variabel terikat) untuk dipelajari sengaja diciptakan dengan memanipulasinya lewat gerakan.

Pendekatan yang digunakan pada metode eksperimen dalam penelitian ini ialah menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen dan dengan subjek penelitian tunggal atau yang dikenal dengan istilah Singel Subject Research (SSR). Charitas (2021) menyatakan desain penelitian subyek tunggal pengukuran variabel terikat atau perilaku sasaran (target behaviour) dilakukan berulang-ulang selama periode kurun waktu tertentu.

Metode penelitian eksperimen dengan jenis penelitian subjek tunggal digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan peneliti hendak mengetahui penerapan media wooden lacing dalam meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji pengaruh dari penerapan media wooden lacing dalam

(38)

proses pelatihan terhadap meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita kelas VII Yayasan Amani Insan Mandiri. Pengaruh tersebut dapat dijumpai dari dampak yang didapatkan dari pelaksanaan pengimplementasian dengan menggunakan media wooden lacing. Desain SSR yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain A-B-A, dimana A-1 adalah fase baseline-1, B adalah fase intervensi, dan A-2 adalah fase baseline-2. Hasil eksperimen ini disajikan dan juga dianalisis berdasarkan subjek secara individual. Sulistiyo (2014) berpendapat bahwa baseline adalah sebuah kondisi dimana target behaviour dilakukan pada keadaan awal (natural) sebelum diberikan intervensi apapun. Kondisi eksperimen merupakan kondisi dimana intervensi sudah diberikan dan target behaviour diukur pada kondisi tersebut.

Desain A-B-A dilakukan dengan tiga tahapan dimana baseline A-1 adalah kondisi pengukuran awal sebelum adanya perlakuan apapun, tahap intervensi adalah kondisi dimana target sudah diberikan perlakuan, sedangkan baseline A-2 kondisi evaluasi atau tahap pengukuran setelah diberikan perlakuan. Pada penelitian ini, baseline A-1 yaitu kemampuan awal line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

Sedangkan intervensi yang dilakukan adalah pemberian kegiatan lacing menggunakan media wooden lacing, dan baseline A-2 yaitu pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi setelah dilakukan intervensi untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh intervensi terhadap target. Desain penelitian A-B-A dapat digambarkan secara berikut :

(39)

Baseline-1 Intervensi Baseline-2

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sesi

Gambar 3.1 Desain Penelitian

A1 (Baseline 1) Pada fase ini akan dilakukan 4 sesi pertemuan untuk pengukuran awal line awareness anak tunagrahita pada kemampuan menulisnya. Kemudian fase B (Intervensi) adalah fase penggunaan media wooden lacing untuk meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita, hingga 8 sesi. Setelah fase intervensi kemudian dilanjutkan ke fase A2 (Baseline 2) yang bertujuan untuk menilai line awareness anak tunagahita dan seberapa jauh intervensi penggunaan media wooden lacing mempengaruhi line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita, dengan melalui 4 kali pertemuan.

B. Variabel Penelitian

1. Definisi Konsep Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat mengenai sesuatu yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diamati dalam penelitian dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yang akan menjadi objek yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut :

(40)

a. Variabel Bebas / variabel independent (X)

Menurut Sugiyono (2014), variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian SSR disebut dengan nama intervensi/

perlakuan yaitu penggunaan media wooden lacing.

b. Variabel Terikat/ variabel dependen (Y)

Dalam penelitian SSR, variable terikat disebut dengan nama target behaviour / perilaku sasaran yaitu kemampuan line awareness.

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa dalam penelitian eksperimen dengan subjek tunggal, perilaku target sebagai variabel terikat dapat diukur dari beberapa jenis skala, yaitu frekuensi, laju, persentase, durasi, latensi, besaran, dan percobaan. Sedangkan dalam penelitian ini pengukuran perilaku pada variabel terikat diukur dengan jenis pengukuran persentase tulisan yang keluar dari garis. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

Menurut Charitas (2021), dalam penelitian eksperimen dengan subjek tunggal, perilaku atau target behaviour tidak terbatas pada domain psikomotor saja, tetapi mencakup pikiran, perasaan dan perbuatan yang dapat dicatat dan diukur. Oleh sebab itu, pada penelitian ini variabel bebas yang menjadi treatmen adalah media wooden lacing dan variabel terikat yang dijadikan sebagai target behavior yaitu line awareness pada kemampuan menulis anak

(41)

tunagrahita.

2. Definisi Operasional Variabel

Kesulitan dalam koordinasi antara mata dan tangan anak dengan hambatan intelektual saat menulis merupakan salah satu masalah yang harus di atasi. Namun, tanpa adanya stimulasi terhadap motorik halus nya akan menjadi suatu permasalahan yang bisa berdampak terhadap proses anak dalam menulis, terutama dalam line awareness . Untuk memahami mengenai penelitian ini lebih dalam lagi, peneliti akan memaparkan beberapa definisi operasional yaitu sebagai berikut:

a. Anak dengan hambtan intelektual merupakan anak yang memiliki IQ atau kecerdasan dibawah rata-rata dibanding dengan anak pada umunya, dapat dikatakan juga sebagai anak yang memiliki keterlambatan untuk mencapai milestone-milestone perkembangan, hal ini mempengaruhi umur kalender dan umur mental tidak selaras dengan semestinya karena adanya keterlambatan yang dimiliki oleh anak.

b. Penerapan media wooden lacing kepada anak dengan hambatan intelektual diharapkan untuk anak dapat menimbulkan kesadaran anak akan line awareness. Media wodeen lacing ini diterapkan oleh peneliti yang mana akan dilakukan intervensi kepada anak serta akan di berikan treatment untuk mengetahui perubahan yang terjadi kepada anak setelah dilakukan treatment tersebut.

c. Untuk mendukung keberhasilan treatment peneliti akan memberikan

(42)

reward kepada anak berupa kata-kata motivasi terhadap pencapaian- pencapaian anak yang telah dilakukan selama masa treatment diberikan.

Adapula tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan penerapan media wooden lacing sebagai berikut:

1) Gambaran Umum Pelaksanaan Intervensi

Intervensi dilakukan dalam 8 sesi dengan durasi 20 menit setiap sesinya setelah siswa pulang sekolah. Di setiap sesi diawali dengan pendekatan kepada siswa ditujukan untuk memberikan siswa rasa nyaman dan semangat dengan tanya jawab singkat.

2) Tahapan Pelaksanaan Intervensi

Pelaksanaan intervensi dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah penggunaan media wooden lacing dari Pusparina (2014) sebagai berikut :

a) Mula-mula guru menyiapkan dan mengenalkan alat (jarum tiruan berbahan plastic) dan bahan (tali) yang akan digunakan

b) Guru mengenalkan bentuk gambar dan pola pada media wooden lacing

c) Anak diminta untuk memperhatikan garis pada pola wooden lacing

d) Guru mempraktikkan contoh kepada anak cara memasukkan tali ke dalam lubang secara runtut dan berurutan dengan perlahan

(43)

e) Kemudian guru memberikan giliran kepada anak untuk mulai menjahit mengikuti pola tersebut. Ketika anak mengalami kesulitan guru dapat memberikan bantuan kepada anak untuk menyelesaikan jahitan, namun setelah itu guru memberi kesempatan anak untuk mengulangi lagi contoh dari guru

f) Guru memberikan reward berupa pujian kepada anak jika anak berhasil menyelesaikan pola jahitan dan memberikan evaluasi dan motivasi jika anak belum mampu menyelesaikannya.

g) Anak diminta untuk mengamati garis pada buku tulis

h) Anak diminta untuk menulis kalimat yang didiktekan oleg guru sesuai garis yang ada di buku

3) Evaluasi Pelaksanaan Intervensi

Penerapan media wooden lacing yang digunakan sebagai treatment kepada subjek sebagai intervensi mengikuti kepada skenario yang dibuat oleh peneliti. Penilaian di ukur menggunakan instrumen yang telah di rumuskan oleh peneliti dalam meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis subjek. Peneliti mengevaluasi untuk melihat, menilai, dan mempertimbangkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan. Kegiatan ini untuk mengamati dampak dari tindakan yang telah diberikan. Hal ini terkait tentang seberapa jauh keberhasilan dari rencana tindakan yang telah ditetapkan.

(44)

C. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Amani Insan Mandiri yang beralamat di Jalan Taman Krakatau, Kelurahan Margatani, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yaitu seorang anak laki-laki yang mengalami hambatan pada intelektual dengan kategori ringan yang berada di kelas VII dan berumur 13 tahun.

D. Instrumen Penelitian

Sejatinya meneliti adalah melakukan sebuah pengukuran, maka didalamnya harus terdapat alat ukur yang baik. Alat ukur dalam sebuah penelitian bisa di sebut juga sebagai instrumen penelitian. Instrumen penelitian ini biasanya digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Sugiono, 2014). Adapula instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(45)

1. Kisi-kisi Instrumen

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Target

Behaviour

Indikator Sub Indikator Nomor Item

Jumlah Item Line awareness

pada

kemampuan menulis

Tulisan berada di dalam garis tanpa kata mengambang baik keatas maupun kebawah dan keluar dari garis

Anak menulis lurus tanpa ada tulisan yang naik keatas dan keluar garis

(Pemindaian Visual)

Anak menulis lurus tanpa ada tulisan yang turun kebawah dan keluar garis

(Koordinasi Mata dan Tangan)

(46)

Memulai tulisan dari kiri ke kanan dan dari bagian paling atas halaman

Anak memulai tulisan dari kiri ke kanan (Integrasi Motorik Visual)

Anak memulai tulisan dari bagian garis paling atas halaman (Integrasi Motorik Visual)

2. Instrumen Penelitian

INSTRUMEN PENELITIAN

Nama Subjek : B

Kelas : VII

Pengamat : Ash-shaffa Mahaputri Santoso

Fase : A1-B-A2

(47)

Tabel BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1 Instrumen Penelitian

3. Prosedur Penilaian

Tes penilaian ini dibuat untuk mempermudah peneliti dalam memberikan presentase nilai terhadap keberhasilan anak.

Tabel 3.3

Rubik Penilaian Keterampilan Line Awareness No Variabel yang

diamati Skor Keterangan

1. Line awareness pada

kemampuan menulis

3 Anak mampu menulis lurus tanpa ada tulisan yang naik, turun, keluar garis, dan memulai tulisan dari kiri ke kanan di bagian garis paling atas halaman dengan mandiri

2 Anak mampu menulis lurus tanpa ada tulisan yang naik, turun, keluar garis, dan memulai tulisan dari kiri ke kanan di bagian garis paling atas halaman dengan bantuan fisik dan verbal

1 Anak belum mampu menulis lurus tanpa ada tulisan yang naik, turun, keluar

No Aspek Yang Dinilai Skor Keterangan

3 2 1

1. Menulis lurus tanpa ada tulisan yang naik ke atas dan keluar garis

2. Menulis lurus tanpa ada tulisan yang turun ke bawah dan keluar garis

3. Memulai tulisan dari kiri kemudian ke kanan

4. Memulai tulisan dari bagian garis paling atas halaman

(48)

SKOR = Skor yang di peroleh X 100%

Skor keseluruhan

kanan di bagian garis paling atas halaman

Untuk mengevaluasi observasi kemampuan line awareness dibutuhkan sebuah format penilaian. Adapun penilaian yang digunakan menggunakan skor. Skor kemampuan line awareness anak tunagrahita berdasarkan tiga kriteria, dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Menentukan skor. Penghitungan skor diperoleh dari :

2) Menentukan jumlah kelas kategori (tiga kategori: baik, cukup, kurang.

E. Validitas Instrumen

Sugiyono (2019) menyatakan bahwa instrumen yang valid ialah sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur data itu valid. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur pada penelitian. Penggunaan instrumen yang valid dalam pengumpulan data pada penelitian ini diharapkan dapat membuat penelitian menjadi valid demikian. Untuk mengukur keberhasilan penelitian, instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian. Untuk menguji validitas dibutuhkan validator untuk menilai lembar validasi yang berisi kejelasan instrumen yang telah disusun.

Validasi instrumen dilakukan oleh para ahli atau validator yang

(49)

memiliki keahlian dibidang yang akan di teliti dan menggunakan validasi isi.

Peneliti meminta pertimbangan ahli dengan menilai lembar validasi yang berisi kejelasan instrumen yang telah disusun. Setelah instrumen divalidasi selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan pada instrumen berdasar pada saran, kritik dan komentar dari ahli atau validator.

F. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2013) berpendapat bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian tak lain ialah untuk mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yaitu bagaimana ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Menurut Arikunto (2014), terdapat beberapa jenis teknik pengumpulan data antara lain angket, tes, interview, observasi dan dokumentasi, serta skala psikologis. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tentang line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik tes.

Arifin (2016) menyatakan bahwa tes adalah suatu teknik yang digunakan dalam rangka pengukuran, yang didalamnya berisi perintah atau pertanyaan yang harus dijawab dan harus dijalankan, yang mendasarkan bagaimana peserta didik patut menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, kemudian peneliti mengambil kesimpulan untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.

Sedangkan Menurut Azwar (2015), bahwa tes ialah prosedur yang

(50)

sistematik untuk mengukur sampel perilaku seseorang. Sistematik juga memiliki pengertian objektif, standar dan syarat-syarat kualitas lainnya.

Dengan menggunakan teknik tes, peneliti dapat mengukur kemampuan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita. Maka akan diperoleh data-data yang memenuhi standar yang sudah di tetapkan.

Peneliti mulai menguji pada tahap awal (A-1), intervensi, dan dasar (A- 2) untuk memperoleh skor anak sebelum menerima intervensi.

G. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data 1. Prosedur

Dalam penelitian pada subjek tunggal prosedur penelitian yang digunakan yakni sebagai berikut :

a. Fase baseline-1 (A-1)

Fase baseline-1 ini digunakan untuk mendapatkan data yang stabil, sebab fase ini adalah tahap awal yang dilakukan guna mengetahui kemampuan awal anak sebelum diberikan intervensi.

Dalam penelitian ini, fase baseline-1 adalah kemampuan awal anak sebelum dilakukannya penerapan media wooden lacing dalam meningkatkan line awareness. Fase awal ini menggunakan Teknik participant observation karena peneliti melihat secara langsung dengan subjek untuk mengamati hal-hal yang terjadi pada subjek sebagai sumber penelitian. Adapun manfaat penggunaan teknik participant observation yaitu data yang diperoleh lebih jelas, lengkap, dan peneliti akan mengetahui hal-hal yang akan terjadi selama

(51)

penelitian berlangsung agar menjadi tolak ukur dalam penelitian.

Kegiatan observasi yang dilakukan bertujuan untuk melihat kemampuan anak tunagrahita dalam meningkatkan line awareness.

b. Fase intervensi (B)

Tujuan dari fase ini ialah guna mengumpulkan data anak saat perlakuan, pada fase ini subjek dilakukan perlakuan selama beberapa kali sampai mendapatkan data yang stabil. Pada penelitian ini, fase intervensi bertujuan untuk melihat pengaruh penerapan media wooden lacing dalam meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

c. Fase baseline-2 (A-2)

Fase baseline-2 ini merupakan kegiatan pengulangan dari Fase baseline-1 yang ditujukan sebagai evaluasi dan melihat perngaruh dari adanya penerapan perlakuan yang telah dilakukan. Pada penelitian ini, Fase baseline-2 bertujuan untuk melihat hasil dari perlakuan media wooden lacing apakah penerapan media wooden lacing ini dapat meningkatkan line awareness pada kemampuan menulis anak tunagrahita.

Menurut Sugiyono (2013) mengambil kesimpulan membutuhkan kerja keras, serta cara berpikir yang kreatif. pada proses penelitian, tahap paling akhir berdasarkan hasil data yang telah diambil disebut sebagai analisis data. Pada umumnya penelitian eksperimen menggunakan teknik analisis data statistik deskriptif.

(52)

Tujuan analisis data ialah untuk mengamati sejauh mana pengaruh intervensi penggunaan media wooden lacing dalam meningkatkan line awareness dalam kemampuan menulis anak tunagrahita. Metode analisis visual yang digunakan yaitu disajikan dalam bentuk grafik.

Tujuan menganalisis visual dengan menggunakan grafik adalah dapat lebih mudah untuk dipaparkan dan menganalisis perilaku subjek dengan detail.

Hasil yang telah diperoleh selanjutnya akan dianalisis kedalam analisis antar kondisi dan analisis dalam kondisi. Berikut penjelasannya :

1) Analisis dalam kondisi

Analisi dalam kondisi ialah mengamati suatu perubahan data dalam suatu kondisi. Adapun komponennya yaitu :

a) Panjang kondisi

Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi yang berasal dari banyaknya sesi yang dilakukan setiap kondisi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain A-B-A. Dimana huruf A untuk baseline-1, B untuk intervensi dan A untuk baseline-2.

b) Estimasi kecenderungan arah

Untuk menentukan arah data maka diperlukan garis lurus yang melintasi semua data dalam menentukan kecenderungan arah, pengestimasian arah dapat

(53)

menggunakan metode split-middle (belah tengah) yang dapat menggambarkan hasil dari perilaku yang diukur apakah menurun, meningkat, ataupun sebagainya.

c) Kecenderungan Stabilitas

Kecenderungan stabilitas atau trend stability bermaksud untuk menentukan tingkat homogenitas dalam suatu kondisi. Dalam menentukan kecenderungan stabilitas dapat menghitung banyaknya data point yang ada di dalam rentang, yang selanjutnya dibagi berdasarkan banyaknya data poin dan dikali 100%. Data dapat dikatakan stabil apabila mencapai presentase sebanyak 85% - 90% sedangkan jika di bawah itu maka dikatakan tidak stabil.

d) Jejak data

Dalam menetapkan jejak data, cara yang digunakan sama dengan kecenderungan arah yaitu memasukkan hasil yang sama.

e) Rentang

Dalam menentukan level stabilitas dan rentang dapat menggunakan cara dengan data stabil dan rentang data, dimulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Rentang memberikan informasi yang sama seperti pada analisis tentang perubahan level (level change).

f) Level perubahan

(54)

Level perubahan ialah perubahan antar dua data, yang mana tingkat perubahan data dapat diamati dari hasil selisih antara data pertama dengan terakhir. Jika arah data naik maka menggunakan tanda positif (+), menurun tanda negatif (-) dan tanda sama dengan (=) untuk data yang tidak mengalami perubahan.

2) Analisis antar kondisi

Analisis antar kondisi adalah perubahan antar suatu kondisi dari kondisi baseline ke kondisi intervensi. Berikut ialah komponen analisis antar kondisi :

a) Jumlah Variabel yang Diubah

Perubahan yang sebaiknya diubah dalam analisis antar kondisi adalah variabel terikat atau perlakuannya yang difokuskan satu perilaku saja. Analisis ini lebih difokuskan terhadap pengaruh intervensi terhadap perilaku sasar.

b) Perubahan Kecenderungan dan Efeknya

Perubahan yang terjadi dalam analisis antar kondisi dapat diamati dari kecenderungan arah antara kondisi baseline dengan intervensi yang berarti menunjukkan perubahan perilaku sasaran yang disebabkan oleh intervensi.

Data yang stabil merupakan data yang menunjukkan arah yang konsisten (mendatar, menaik dan menurun) secara konsisten.

(55)

c) Perubahan level

Perubahan level data merupakan perubahan yang menunjukkan besarnya data yang berubah. Tingkat perubahan data dapat ditunjukkan dengan perbedaan antara data terakhir pada baseline dengan data pertama pada intervensi dimana nilai selisih tersebut dapat menunjukkan besar tidaknya perubahan perilaku akibat pengaruh dari intervensi.

d) Data tumpang tindih (Overlap)

Data tumpang tindih ialah data yang memperlihatkan persamaan pada kondisi baseline dengan intervensi. Dengan banyaknya data yang tumpang tindih lantas menunjukkan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi, dan hal tersebut memperkuat bahwa kondisi intervensi yang dilakukan tidak dapat dikatakan berhasil.

Pada penelitian ini digunakan grafik untuk menganalisis data.

Menurut Sunanto, Takeuchi, dan Nakata (2006), Komponen utama dalam membuat grafik adalah sebagai berikut:

1. Absis adalah sumbu X (sumbu mendatar) yang digunakan untuk menunjukkan satuan waktu. Misalnya: sesi, hari, atau tanggal 2. Ordinat merupakan sumbu Y (sumbu vertikal) yang digunakan

untuk menunjukkan satuan variabel terikat maupun sasaran.

Misalnya: frekuensi, persen, atau durasi

(56)

3. Titik awal adalah pertemuan sumbu X dan Y sebagai titik awal skala

4. Skala merupakan garis-garis pendek pada sumbu X dan Y yang digunakan untuk menunjukkan ukuran. Misalnya: 0%, 20%, 50%, 75%

5. Label kondisi merupakan keterangan yang memaparkan kondisi eksperimen. Misalnya: kondisi baseline atau intervensi

6. Garis perubahan antar kondisi merupakan garis vertikal yang menyatakan adanya perubahan judul yang digunakan dari satu kondisi ke kondisi lainnya

7. Judul grafik merupakan judul yang digunakan untuk mengarahkan tinjauan pembaca agar dapat mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat

Perhitungan dalam pengolahan data pada penelitian ini menggunakan pertensate (%). Sunanto, Takeuchi, dan Nakata (2006) mennyatakan bahwa persentase menunjukkan besaran terjadinya suatu peristiwa atau perilaku dibandingkan dengan keseluruhan atau kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut kemudian dikalikan dengan 100%.

Peneliti menggunakan persentase karena peneliti mencari skor dari hasil tes instrumen pada saat intervensi yang diberikan kepada subjek yaitu anak dengan hambatan intelektual. Adapun perhitungan skornya sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1 Media wooden lacing
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Target
Tabel BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1 Instrumen Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait