• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN DOKUMEN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "RINGKASAN DOKUMEN"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

JULI 2019

RINGKASAN DOKUMEN

KERANGKA PERENCANAAN MASYARAKAT ADAT

INDIGENOUS PEOPLE PLANNING FRAMEWORK (IPPF)

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

REPUBLIK INDONESIA

(2)

RINGKASAN

KERANGKA PERENCANAAN MASYARAKAT ADAT

Untuk memperkuat pengelolaan risiko dan dampak terhadap Penduduk Asli, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan Kerangka Kerja Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF), Kerangka kerja ini memberikan panduan kepada lembaga pelaksana ERP untuk terlibat dalam proses inklusif dan partisipatif untuk memastikan bahwa hak dan aspirasi Masyarakat Adat yang terkena dampak implementasi ERP dihormati

IPPF mencakup semua Masyarakat Adat dan komunitas rentan sebagaimana dicirikan oleh Bank Dunia OP 4.10 tentang Masyarakat Adat, Ruang lingkup penerapannya dijelaskan dalam kerangka kerja ini. Konstitusi Indonesia mengakui hak-hak masyarakat adat. Ruang lingkup langkah-langkah yang diperlukan dalam IPPF didefinisikan berdasarkan sifat risiko dan dampak dan ketentuan khusus mungkin diperlukan tergantung pada sifat dampak yang diantisipasi. Istilah “Masyarakat Adat” mengacu pada kelompok dengan identitas sosial dan budaya yang berbeda dari masyarakat dominan yang membuat mereka rentan untuk dirugikan dalam proses pembangunan.

Dalam konteks Indonesia, Penduduk Asli dikenal sebagai Masyarakat Adat. Dalam konteks hukum Indonesia, wilayah Masyarakat Adat disebut Masyarakat Hukum Adat.

Istilah yang terakhir, yang menekankan hukum adat yang berbeda dari masyarakat tersebut, sebagian besar digunakan dalam hukum dan peraturan pemerintah, termasuk Konstitusi Indonesia

IPPF dikembangkan pada tingkat Program untuk mengatasi aspek-aspek ini dan akan mencakup langkah-langkah khusus untuk memastikan bahwa Penduduk Asli yang terkena dampak proyek menerima manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai secara budaya dan; Pastikan bahwa efek buruk pada masyarakat adat dihindari, diminimalkan, dikurangi dan / atau dikompensasi.

Bagian penilaian risiko memberikan penilaian risiko yang relevan dan dampak potensial pada Penduduk Asli. Tinjauan umum tentang Penduduk Asli di Indonesia, dan khususnya di Kalimantan Timur disajikan untuk menetapkan konteks analisis, selama berabad-abad masyarakat Dayak telah terlibat dalam sistem kompleks pengelolaan hutan lestari, menyebarkan pengetahuan tradisional untuk mengolah sejumlah besar sumber daya pada area yang relatif kecil dari sistem tanam lahan dan siklus rotasi pada petak lahan bervariasi per kelompok. Bagi banyak masyarakat Dayak - misalnya Benuaq - perburuan di hutan alam adalah sumber mata pencaharian utama. Kelompok lain seperti Kenyah memiliki tradisi panjang dalam menanam talas dan padi tanpa irigasi di daerah rawa

untuk menghormati hak-hak Masyarakat Adat berdasarkan hukum nasional dan kewajiban internasional yang berlaku. Seperti disebutkan di atas, diharapkan Masyarakat Adat di Kalimantan Timur akan menjadi penerima manfaat utama dari Program.

(3)

kepemilikan adat dan berfungsi untuk membuktikan kepemilikan komunal atau individu di tingkat lokal. Bukti fisik yang dikenal dapat berupa kebun buah (memiliki berbagai nama lokal, seperti Lembo, Rondong / Kutai, Munaant / Tunjung, Simpukng / Benuaq) atau bukti sebelumnya yang digunakan dalam bentuk lain. Jika sertifikat kepemilikan tanah tidak ada, dokumen semi formal juga sering digunakan untuk membuktikan kepemilikan di luar tingkat lokal, baik di pengadilan atau dalam sengketa desa.

Kurangnya pengakuan formal atas penguasaan adat atas Masyarakat Adat telah menyebabkan tumpang tindihnya izin penggunaan lahan komersial dengan tanah adat dan seringkali mengakibatkan konflik atau perampasan, atau keduanya. Badan Penegakan Hukum KLHK (Gakkum) mendaftarkan tiga perselisihan yang sedang berlangsung antara masyarakat lokal dan perusahaan di Kalimantan Timur.

Tujuan utama dari IPPF adalah untuk merealisasikan peningkatan manfaat dan menghindari dampak negatif. Jika tidak layak, IPPF berupaya memastikan bahwa langkah-langkah yang relevan untuk meminimalkan dampak potensial sudah ada sebelum dimulainya kegiatan apa pun. Upaya semacam itu perlu dilakukan melalui konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak.

Situasi penguasaan lahan oleh Penduduk Asli seringkali tidak aman, mengingat bahwa wilayah tradisional masyarakat ini biasanya terletak di dalam area yang ditetapkan sebagai Kawasan Hutan atau konsesi perkebunan. Akibatnya, banyak komunitas terpinggirkan secara sosial-ekonomi dan bergantung pada dukungan luar untuk menyuarakan keluhan dan hak klaim

Diikuti oleh pengaturan kelembagaan yang diusulkan dan pemantauan dan evaluasi untuk implementasi IPPF IPPF mengadopsi pendekatan bertahap untuk implementasi ketentuan-ketentuan utama di bawah IPPF. SESA yang dikembangkan di bawah ERP menetapkan konteks untuk penerapan OP 4.10 dan memberikan gambaran luas tentang risiko dan peluang yang relevan untuk masyarakat adat. Verifikasi lapangan / lapangan, konsultasi lebih lanjut, dan pengembangan rencana aksi yang diperlukan akan dilakukan setelah investasi dan lokasi spesifik diketahui. Langkah-langkah mitigasi risiko yang relevan akan merespons, dan sebanding dengan, sifat dan tingkat risiko yang diidentifikasi selama implementasi

Pengaturan pembagian manfaat untuk masyarakat yang diidentifikasi sebagai Pribumi, yang mungkin termasuk masyarakat adat dan komunitas lokal, perlu disediakan sebagai bagian dari Rencana Pembagian Manfaat Program (disediakan sebagai dokumen mandiri), yang mencerminkan proses konsultasi yang telah dilakukan hingga saat ini dengan Pemangku kepentingan program, termasuk perwakilan masyarakat.

Implementasi Rencana Pembagian Manfaat untuk Masyarakat Adat akan diperkuat melalui proses konsultasi masyarakat serta perencanaan partisipatif di tingkat desa.

Masyarakat Adat, yang keberadaannya belum diakui secara hukum melalui proses formal akan difasilitasi untuk memperoleh pengakuan tingkat desa dan karenanya,

(4)

memungkinkan mereka untuk menerima manfaat Program melalui proses perencanaan dan penganggaran tingkat desa

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur di bawah koordinasi dari SEKDA akan memberikan pemantauan dan evaluasi (M&E) secara teratur terhadap pelaksanaan IPPF / IPP dan kemajuan kegiatan yang direncanakan. Spesialis pengamanan yang relevan di tingkat provinsi dan PIC pengamanan di tingkat kabupaten akan memberikan dukungan dan pengawasan teknis dan pemantauan untuk M&E IPPF / IPP, dasar sifat dan tingkat risiko, nasihat tentang pengaturan, frekuensi, dan pendekatan untuk Monitoring dan Evaluasi

Keseluruhan koordinasi dan pengawasan teknis IPPF akan tetap berada di bawah lingkup SEKDA Provinsi, berkoordinasi dengan KLHK. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur di bawah koordinasi dari SEKDA akan memberikan pemantauan dan evaluasi (M&E) secara teratur terhadap pelaksanaan IPPF / IPP dan kemajuan kegiatan yang direncanakan. Fungsi lain untuk konsultasi lebih lanjut dan pengungkapan informasi untuk masyarakat seperti balai desa / desa, kantor desa / desa, dipegang oleh Kantor DPMPD Kabupaten dan Kantor DPMPD Provinsi.

Actions, responsibility, and timeline for the IPPF.

Action Responsibility Timeline

District and village consultations on the ERP and relevant mitigation measures

DGCC and DDPI On-going and will be maintained during ERP implementation

Assignment of focal points at provincial and district levels

To be discussed, but possibly organised by Bappeda

During readiness phase and will be maintained following ERPA

signing Training and awareness raising on

key requirements and processes under the IPPF

To be discussed, but possibly organised by Provincial Environment and/or Forestry

Agency

On-going

Establishment of FGRM committees

To be discussed Following ERPA signing

Training of local dispute mediators To be discussed Following ERPA signing

Referensi

Dokumen terkait

Contoh sanksi adat yang berlaku dalam masyarakat hukum adat Minangkabau di Sumatera Barat serta masyarakat hukum adat Dayak di Kalimantan Tengah setidaknya telah