• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)RISIKO PASAR: PERBANDINGAN MODEL EWMA DAN GARCH PADA NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP US DOLLAR Ari Christianti Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "(1)RISIKO PASAR: PERBANDINGAN MODEL EWMA DAN GARCH PADA NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP US DOLLAR Ari Christianti Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

RISIKO PASAR: PERBANDINGAN MODEL EWMA DAN GARCH PADA NILAI TUKAR RUPIAH

TERHADAP US DOLLAR

Ari Christianti

Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo 5-25, Yogyakarta , 55224

E-mail : ari@ukdw.ac.id

ABSTRACT

Financial risk model evaluation or backtesting is a key part of the internal model’s approach to market risk management as laid out by the Basle Committee on Banking Supervision. Using daily exchange rate from January 2006-February 2008, will be compared measuring volatility between EWMA (Exponential Weighted Moving Average) and GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heterocedasticity).

The results show that GARCH methods have considerably better power properties in measuring the volatility than the EWMA methods. However, the number of exceptions from the GARCH model, although much less than the EWMA model but the numbers were still above 5% and 1%

(confidence level of 95% and 99%). The arguments for explained this finding is a pressure from stakeholders or the existence of an economic events that result in changes in exposure due to the different policies. As a result, the VaR model would be inaccurate to reality.

Keywords: volatility, backtesting, EWMA, and GARCH

PENDAHULUAN

Sampai sekarang penelitian dalam bidang manajemen risiko masih terus dilakukan khususnya berkaitan dengan pengukuran risiko untuk

(2)

lembaga keuangan seperti perbankan. Salah satu alat perhitungan risiko dalam perbankan adalah VaR (Value at Risk). VaR merupakan ukuran standar risiko yang dikeluarkan Komite Basel sebagai ukuran kerugian terburuk yang diharapkan akan terjadi pada horison waktu tertentu pada kondisi pasar yang normal dengan tingkat kepercayaan tertentu.

Namun, dalam perkembangannya perhitungan VaR belum tentu dan tidak selalu akurat. Sebuah bank yang menerapkan VaR dalam mengukur risiko dimungkinkan akan dipengaruhi oleh tekanan dari stakeholder (Blanco & Oks, 2002) seperti manajemen senior, regulator, auditor, investor, kreditur, dan agen peringkat kredit. Hal ini akan berakibat pada perubahan eksposure karena adanya kebijakan yang berbeda. Dengan kata lain asumsi yang dibuat dari model VaR bisa bertambah. Akibatnya model VaR akan menjadi tidak akurat lagi dengan kenyataan.

Kendati demikian, VaR sampai saat ini lebih banyak digunakan dibandingkan dengan ukuran risiko lainnya. Hal tersebut disebabkan karena dengan adanya VaR, maka proses backtesting lebih mudah implementasikan. Backtesting merupakan proses yang digunakan untuk menguji validitas model dari pengukuran potensi kerugian. Kemudian sejauhmana kekuatan dari model risiko yang digunakan dalam memprediksi risiko yang terjadi.

Penelitian mengenai backtesting pertama kali dilakukan oleh Kupiec (1995) dan Christoffersen (1998) dengan menggunakan jumlah eksepsi sebagai dasar untuk melakukan backtesting VaR. Selanjutnya, Berkowitz dan O'Brien (2002) dalam studinya menggunakan data keuntungan dan kerugian trading dari enam bank multinasional periode Januari 1998 sampai Maret 2000 di US. Selanjutnya, dengan menggunakan backtesting yang diusulkan oleh Kupiec (1995) dan Christoffersen (1998), mereka menemukan bahwa model internal bank berupa VaR menyediakan cakupan yang cukup untuk risiko pasar.

Namun demikian, kerugian menjadi besar selama periode 1998 akibat krisis finansial Asia dan krisis Rusia. Artinya terdapat risiko dalam penggunaan VaR yang diabaikan dalam model risiko.

Risiko pasar berupa nilai tukar Dollar US terhadap Rupiah merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh industri perbankan.

Fluktuasi nilai tukar Dollar US misalnya, akan mempengaruhi kondisi

(3)

bank berkaitan dengan posisi neraca bank serta aktivitas treasuri. Karena risiko nilai tukar Dollar terhadap Rupiah cenderung tidak pasti dan terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka dipandang perlu menggunakan tools dalam manajemen risiko untuk mengukur volatilitas nilai tukar dalam rangka mengantisipasi risiko yang terjadi.

Adapun metodologi untuk mem-forecast volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar adalah EWMA (Exponential Weighted Moving Average) dan GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heterocedasticity). EWMA dan GARCH dalam perkembangannya merupakan model ukuran volatilitas yang banyak digunakan dalam aplikasi keuangan yang bersifat time series seperti nilai tukar.

Berdasarkan pada penjelasan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah menghitung VaR dengan menggunakan model EWMA dan GARCH. Selain itu, penelitian ini juga akan membandingkan kedua pengukuran volatilitas risiko nilai tukar dengan melakukan backtesting untuk mengetahui mana yang lebih baik diantara keduanya. Diharapkan hasil penemuan ini dapat bermanfaat bagi manajer risiko dalam mengendalikan risiko nilai tukar Rupiah terhadap Dollar.

TELAAH LITERATUR

Manajemen Risiko

Manajemen risiko perbankan menjadi sangat penting dalam usaha perbankan mengingat kompleksitas usaha bank yang terus meningkat.

Hal ini disebabkan karena manajemen risiko sebagai salah satu perangkat dalam menjaga kualitas aktiva serta mendukung aktivitas perbankan yang prudent. Diharapkan dengan menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi dan menyeluruh, bank dapat melalui setiap perubahan dan krisis yang terjadi dengan risiko yang kecil.

Adapun kerangka manajemen risiko bank mencakup pengendalian internal, prosedur, limit transaksi dan garis kewenangan yang dievaluasi secara berkala. Tujuan evaluasi adalah dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan sistem pengelolaan risiko agar dapat memberikan peringatan dini terhadap risiko yang ada di setiap lini bisnis. Dengan demikian bank dapat menetapkan strategi yang tepat dan mengambil

(4)

keputusan berbagai langkah untuk melakukan mitigasi risiko serta melakukan penyempurnaan terhadap sistem pengelolaan risiko bank.

Volatilitas dan VaR (Value at Risk)

Volatilitas merupakan ukuran statistik dari pergerakan harga suatu aset. Volatilitas yang tinggi berarti kemungkinan return atau loss yang didapat juga tinggi. Dalam perkembangannya seorang manajer risiko tidak dapat mengasumsikan bahwa volatilitas suatu aset adalah tetap atau konstan sepanjang waktu. Akibatnya, manajer risiko tidak bisa menjadikan volatilitas masa lalu sebagai panduan untuk volatilitas di masa yang akan datang. Untuk itu diperlukan pengukuran volatilitas aset sebagai antisipasi risiko sehingga risiko bisa dimitigasi. Salah satu pengukuran volatilitas adalah VaR yang memperkirakan jumlah kerugian dengan cara mengukur keakuratan volatilitas yang digunakan.

Value at Risk (VAR) merupakan suatu metode untuk menilai risiko dengan menggunakan teknik statistik standar. Berikut adalah beberapa definisi tentang Value at Risk:

Best, Phillip (1999:9-10)

Value at risk is a statistical measure of the risk that estimates the maximum loss that may be experienced on a portfolio with a given level of confidence.

Crouhy, at all (2000:187)

Value at risk can be defined as the worst loss that might be expected from holding a security or portfolio over a given period of time, given a specified level of probability (known as confidence level).

Berdasarkan pada uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa VaR merupakan ukuran kerugian terburuk yang diharapkan akan terjadi pada horison waktu tertentu pada kondisi pasar yang normal dengan tingkat kepercayaan tertentu. Selain itu, VaR juga memuat perhitungan risiko dengan tiga komponen penting yaitu, tingkat kepercayaan yang relatif tinggi (95% atau 99%), periode waktu (harian, bulanan, atau tahunan), dan estimasi kerugian (satuan mata uang atau prosentase ).

(5)

Adapun formulasi VaR berkaitan dengan volatility adalah sebagai berikut:

.X.

VaR …….………...………..1

Alpha () adalah nilai variabel normal baku (z), X adalah exposure, dan  merupakan volatilitas faktor risiko dalam prosen. Bagi pelaku pasar atau investor misalnya, nilai tukar memiliki risiko pergerakan nilai tukar yang volatil. Sehingga perlu diketahui berapa besarnya risiko yang ditanggung oleh pelaku pasar dan investor yang berkepentingan terhadap fluktuasi atau volatilitas nilai tukar.

Backtesting

Backtesting merupakan proses yang digunakan untuk menguji validitas model pengukuran potensi kerugian. Pengujian validitas model ini dimaksudkan untuk mengetahui akurasi model risiko yang digunakan untuk melakukan proyeksi potensi kerugian. Proses pengujian validitas model dengan backtesting dilakukan dengan membandingkan nilai value at risk (VaR) suatu risiko dengan realisisasi kerugian dalam suatu periode waktu seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini,

Gambar 1. Kalkulasi VaR dan Proses Backtesting

(6)

Hasil validitas backtesting digunakan untuk memperkuat kebijakan penggunaan suatu model tertentu jika ternyata dalam pengujiannya model dinyatakan valid. Sebaliknya, jika dalam pengujian validitas ternyata model tidak valid maka model yang digunakan untuk mengukur potensi kerugian perlu ditinjau kembali atau diganti dengan model pengukuran potensi kerugian lainnya yang lebih sesuai atau valid untuk digunakan.

Backtesting merupakan reality checks yang berguna bagi pengguna VaR dan manajer risiko yang memerlukan langkah untuk menguji apakah peramalan VaR telah ter-kalibrasi dengan baik. Jika VaR belum terkalibrasi dengan baik, maka model perlu diuji ulang apakah ada kesalahan asumsi kesalahan parameter atau pemodelan yang belum akurat. Pada model yang telah terkalibrasi secara sempurna, maka jumlah observasi yang jatuh di luar VaR harus sesuai dengan tingkat kepercayaan (confidence level). Jumlah observasi yang yang ada di luar confidence level dikenal dengan jumlah pengecualian (exceptions). Jika banyak exceptions maka model tersebut underestimate risk.

Exceptions adalah kerugian harian yang lebih besar dari VaR dengan tingkat kepercayaan 99%. Diharapkan bahwa backtesting menghasilkan rata-rata 2,5 exceptions dari 250 pengamatan kerugian atau keuntungan harian setahun lalu. Basel Commitee menetapkan bahwa jumlah kecil exceptions yang masih dapat ditoleransi adalah empat.

Apabila bank menggunakan model yang menghasilkan exceptions lebih dari empat, maka pengawas memberikan pinalti. Pinalti tersebut dinyatakan dalam plus factor (k). Tabel berikut menampilkan nilai faktor k untuk tiga kelompok exceptions.

Tabel 1. Zona Penalti

Zone Number of exceptions Increase in scaling factor (k)

Green Zone 0

1 2 3 4

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

(7)

Yellow Zone 5 6 7 8 9

0,40 0,50 0,65 0,75 0,85

Red Zone 10 or more 1,00

Sumber: Basel Committee on Banking Supervision. 1996b

Apabila backtesting menghasilkan exceptions paling banyak 4 (green zone), maka pengawas bank tidak memberikan pinalti. Apabila backtesting menghasilkan exceptions lebih dari 4, maka bank mendapatkan pinalti dalam bentuk penambahan nilai k (plus factor) dalam penghitungan beban risiko pasar. Penambahan nilai k bersifat progresif dari 0,4 hingga 1 (yellow zone). Nilai k akan bertambah 1 apabila backtesting menghasilkan exceptions > 10 (red zone).

Studi Literatur

Penelitian mengenai risiko pasar dalam perkembangannya masih banyak meneliti tentang backtesting untuk risiko pasar khususnya nilai tukar. Kupiec (1995) dan Christoffersen (1998) menggunakan jumlah eksepsi sebagai dasar untuk melakukan backtesting VaR. Selanjutnya, Berkowitz dan O'Brien (2002) dalam studinya menggunakan backteststing yang diusulkan oleh Kupiec (1995) dan Christoffersen (1998). Dalam penelitiannya digunakan data keuntungan dan kerugian trading dari enam bank multinasional di US periode Januari 1998 sampai Maret 2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model internal bank menyediakan cakupan yang cukup untuk risiko pasar. Namun demikian, kerugian menjadi besar selama periode 1998. Artinya, terdapat risiko dalam penggunaan VaR yang diabaikan oleh model risiko.

Berkaitan dengan backtesting atau ketepatan pengukuran risiko, penelitian juga telah dilakukan antara model EWMA dan GARCH.

Rivera, Tae Hwy Lee dan Santosh Mishra (2003) menjelaskan bahwa GARCH adalah model volatilitas yang akurat dalam memprediksi secara konsisten, namun EWMA masih memiliki kecukupan untuk melakukan pendugaan walaupun tidak sebaik model GARCH. Selanjutnya, Ederington dan Wei Guan (2004) mengatakan bahwa secara umum model GARCH (1,1) menghasilkan pendugaan yang lebih baik dari pada

(8)

EWMA. Korkmaz dan Aydin (2005) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa model GARCH lebih akurat dalam menganalisis volatilitas tujuh nilai tukar dibandingkan dengan EWMA bahkan ketika saat krisis terjadi di Turki.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengukuran risiko (VaR) antara EWMA dengan GARCH berkaitan dengan volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Adapun perbandingan keakuratan tersebut dilakukan dengan proses backtesting. Penelitian menggunakan data nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US (harian) mulai tanggal 03 Januari 2006 sampai dengan 29 Februari 2008.

Uji Stasioneritas

Data stasioner merupakan syarat bahwa data yang dimaksud sudah layak untuk dimasukkan dalam model karena mean-variance konstan. Jika data belum stasioner, maka perlu dilakukan treatment lebih dahulu, antara lain dengan metode Ljung-Box, Box-Pierce, Dicky-Fuller, dan lain-lain.

Pengukuran Volatilitas dengan model EWMA

EWMA merupakan model perhitungan risiko yang digunakan oleh J.P Morgan untuk mengukur volatilitas yang tidak konstan diamana menggunakan nilai faktor dengan asumsi berdistribusi normal. Berikut ini adalah perhitungan volatilitas menggunakan EWMA,

 

2

2

1 1 t

tr



   

...2 σ = decay factor

n = jumlah hari yang digunakan untuk menentukan volatilitas µ = nilai rata-rata dari distribusi yang diasumsikan normal

(9)

Nilai λ ditentukan dengan Root Mean Squared Error (RMSE), dimana λ ditentukan sedemikian rupa sehingga error antara nilai variabel random dengan volatilitasnya pada saat yang sama mempunyai nilai terkecil.

Adapun decay factor optimum ditentukan dengan persamaan:

   

T

t

T T

rT

RMSE T

1

2 2 1 2

1

1  

...3 dimana,

 

   

t

T

TF t tX

21  . / 1  1

 

t/ t1

F = forecast variance t-1

Xt = variance return pada waktu t

Dalam EWMA, observasi yang diestimasi berikutnya dalam suatu time- series (Ft+1) adalah fungsi dari forecast sebelumnya (Ft) dan observasi (Xt) pada waktu t. Berkaitan dengan kasus nilai tukar rupiah terhadap Dollar US, akan digunakan perhitungan volatilitas dengan menggunakan confidence level 95% dan 99% dengan nilai faktor masing-masing adalah 1,64 dan 2,33. Pergukuran volatilitas dengan model EWMA dilakukan dengan menggunakan program Excel.

Pengukuran Volatilitas dengan model GARCH

GARCH merupakan model volatilitas (sigma) yang mulai muncul pada dekade 80-an dan dikembangkan oleh Bollerslev (1986). Model GARCH ini membahas volatilitas yang dipengaruhi oleh volatilitas aktual dan kesalahan sebelumnya. Adapun persamaan dari GARCH secara umum adalah sebagai berikut:

p

t j

t i q

i t i t

2 1 1

2 1 0

2    

……….4

0 = konstanta

q = jumlah autoregressi i = orde autoregressi  = parameter autoregressi

(10)

p = jumlah rata-rata bergerak

 = parameter rata-rata bergerak

Sama halnya dengan model EWMA, akan digunakan perhitungan volatilitas dengan menggunakan confidence level 95% dan 99% dengan nilai faktor masing-masing adalah 1,64 dan 2,33.

Kerangka Pemikiran Teoritis

Berikut ini adalah kerangka pemikiran teoritis dari penelitian ini,

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan pada gambar di atas akan dihitung nilai VaR dengan alpha 95% dn 99% dari model EWMA dan GARCH. Selanjutnya, dilakukan backtesting untuk menguji validitas model pengukuran potensi kerugian.

Model yang telah terkalibrasi secara sempurna (estimate risk) atau sebaliknya.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan pada hasil perhitungan risiko dalam hal ini volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar antara model EWMA dan GARCH, maka berikut ini adalah hasil perhitungan dan analisis berkaitan dengan tujuan penelitian.

(11)

Uji Stasioneritas

Data stasioner merupakan syarat bahwa data yang dimaksud sudah layak untuk dimasukkan dalam model karena mean-variance konstan.

Berikut ini adalah hasil uji satasioneritas dengan menggunakan metode Dickey-Fuller,

Tabel 2. Hasil Uji Stasioneritas Augmented Dickey-Fuller test statistic

t-Statistic Prob.*

-26.54945 0.0000 Test critical values: 1% level

5% level 10% level

-3.441736 -2.866455 -2.569447

Sumber: Hasil olah data

Berdasarkan pada hasil uji stasioneritas data dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller terlihat bahwa nilai ADF statistik lebih besar dari nilai ADF kritis yang berarti bahwa data sudah stasioner.

EWMA (Exponential Weighted Moving Average)

Pengukuran Volatilitas

Nilai  mempunyai peranan penting dalam EWMA. Makin besar nilai  (mendekati 1), makin kecil adjustment yang diperlukan terhadap errors dari forecast sebelumnya. Sebaliknya, makin kecil nilai  (mendekati 0), makin besar adjustment yang dilakukan. Untuk menentukan besarnya nilai , digunakan indikator Root Mean Square Errors (RMSE). Nilai terbaik  adalah yang menghasilkan nilai RMSE minimum.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan solver dari Excel nilai alpha berubah dari 0,9500 dengan RSME 0,67124 menjadi 0.87887 dengan RSME 0,65838. Nilai  sebesar 0,87887 (mendekati 1), menunjukkan makin besar adjustment yang diperlukan terhadap errors dari forecast sebelumnya. Selanjutnya nilai RMSE masih tinggi yakni 0.65838 menunjukkan bahwa nilai  yang dihasilkan masih kurang baik.

Sama halnya dengan confidence level 99%, pengukuran volatilitas EWMA, menunjukkan nilai alpha berubah dari 0,9900 dengan RSME

(12)

0,76248 menjadi 0,87887 dengan RSME 0.65838. Nilai  sebesar 0,87887 (mendekati 1), menunjukkan makin besar adjustment yang diperlukan terhadap errors dari forecast sebelumnya. Selanjutnya nilai RMSE masih tinggi yakni 0,65838 yang menunujukkan bahwa nilai  yang dihasilkan juga masih kurang baik.

Validitas Model: Backtesting dengan Confidence level 95%

Setelah dilakukan pengukuran volatilitas dengan menggunakan model EWMA, selanjutnya dilakukan backtesting. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa pada model yang telah terkalibrasi secara sempurna, maka jumlah observasi yang jatuh di luar VaR harus sesuai dengan tingkat kepercayaan (confidence level).

Berdasarkan perhitungan exceptions (error atas) dengan tingkat kepercayaan 95% dan jumlah observasi 564 maka banyaknya jumlah exceptions dari 564 observasi nilai tukar USD adalah sebanyak 28 (5% x 564 hari). Namun berdasarkan analisis dengan menggunakan Excel banyaknya exceptions 28 yakni sebanyak 63 (11,17%). Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut underestimate risk. Berikut ini adalah gambar grafik Ln dari delta nilai tukar (actual), upper, dan lower dari analisis volatilitas nilai tukar USD dengan menggunakan EWMA untuk confidence level 95%.

-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

100 200 300 400 500

USD UPPER LOW ER

Gambar 3. Grafik EWMA dengan cofidence level 95%

(13)

Validitas Model: Backtesting dengan Confidence level 99%

Setelah dilakukan pengukuran volatilitas dengan menggunakan model EWMA, selanjutnya dilakukan backtesting. Berdasarkan perhitungan exceptions (error atas) dengan tingkat kepercayaan 99% dan jumlah observasi 564 maka banyaknya jumlah exceptions dari 564 observasi nilai tukar USD adalah sebanyak sebanyak 6 (1% x 564 hari).

Namun berdasarkan analisis dengan menggunakan Excel banyaknya exceptions lebih dari 6 yakni sebanyak 27 (4.79%). Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut juga underestimate risk.

Berikut ini adalah gambar grafik Ln dari delta nilai tukar (actual), upper, dan lower dari analisis volatilitas nilai tukar USD dengan menggunakan EWMA untuk confidence level 99%.

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

100 200 300 400 500

USD UPPER2 LOW ER2

Gambar 4. Grafik EWMA dengan cofidence level 99%

GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heterocedasticity)

Pengukuran Volatilitas

Setelah dilakukan beberapa tahapan pengujian hingga sampai pada pengujian GARCH (1,1) dengan menggunakan software (E-Views), maka diperoleh output sebagai berikut:

(14)

Tabel 3. Hasil Estimasi GARCH

Variable Coefficient Std. Error Z-Statistik Prob.

C AR (1) MA (1)

-0.024833 0.887076 -0.893945

0.016694 0.071790 0.068918

-1.487518 12.35661 -12.97115

0.1369 0.0000 0.0000 Variance Equation

C ARCH (1) GARCH (1)

0.037607 0.370633 0.552231

0.005762 0.028256 0.032982

6.52647 13.11685 16.74349

0.0000 0.0000 0.0000

Sumber: Hasil olah data

Berdasarkan hasil estimasi GARCH pada tabel 2, berikut ini adalah model GARCH (1,1)

2 1 1

2 0

2  0.370635 t 0.5522291 t

tu

Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai dari α1

adalah 3706350. , sementara nilai dari β1 adalah 55222910. . Nilai dari alfa (α) dan beta (β) akan sangat mempengaruhi volatilitas dari nilai tukar USD ini. Nilai α adalah ‘reaction’ coefficient sementara β adalah

persistence’ coeffisien. Jika α < β, menunjukkan bahwa effect dari volatilitas akan berlangsung secara terus menerus terhadap asset tersebut karena reaksi untuk kembali normal kecil dari kecendrungan untuk terus bergerak. Jika α > β, volatilitas terkendali, artinya, setiap volatilitas terjadi akan ada reaksi kuat untuk membuat revisi pergerakan. Jika α = β, maka menunjukkan tidak akan pernah terjadi. Karena nilai tukar USD memiliki α = 3706350. dan β1 = 55222910. , sehingga α < β (memiliki volatilitas yang tinggi), dapat dikatakan pola nilai tukar USD cenderung diatur oleh para “speculators” bersama emosional investors dalam mempengaruhi nilai tukar.

Backtesting

Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengukuran volatilitas dengan menggunakan model GARCH, maka dilakukan backtesting.

Adapun perhitungan exceptions dilakukan dengan membawa hasil

(15)

perhitungan VaR batas atas (upper) dan batas bawah (lower) dari E- Views dari persamaan GARCH.

Validitas Model: Backtesting dengan Confidence level 95%

Berdasarkan perhitungan exceptions (error atas) dengan tingkat kepercayaan 95% dan jumlah observasi 564 maka banyaknya jumlah exceptions dari 564 observasi nilai tukar USD adalah sebanyak 28 (5% x 564 hari). Namun berdasarkan analisis dengan menggunakan Excel, banyaknya exceptions lebih dari 28 yakni sebanyak 56 (9.93%). Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut underestimate risk.

Berikut ini adalah gambar grafik Ln dari delta nilai tukar (actual), upper, dan lower dari analisis volatilitas nilai tukar USD dengan menggunakan GARCH untuk confidence level 95%.

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

250 500 750 1000

UPPER USD LOW ER

Gambar 5. Grafik GARCH dengan confidence level 95%.

Validitas Model: Backtesting dengan Confidence level 99%

Berdasarkan perhitungan exceptions (error atas) dengan tingkat kepercayaan 95% dan jumlah observasi 564 maka banyaknya jumlah

(16)

exceptions dari 564 observasi nilai tukar USD adalah sebanyak 6 (1% x 564 hari). Namun berdasarkan analisis dengan menggunakan excel banyaknya exceptions lebih besar dari 6 yakni sebanyak 18 (3.19%) Ini menunjukkan bahwa model tersebut juga masih underestimate risk.

Berikut ini adalah gambar grafik Ln dari delta nilai tukar (actual), upper, dan lower dari analisis volatilitas nilai tukar USD dengan menggunakan GARCH untuk confidence level 99%.

-10.0 -7.5 -5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0

250 500 750 1000

LOW ER2 UPPER2 USD

Gambar 6. Grafik GARCH dengan confidence level 99%.

Perbandingan Model EWMA dan GARCH:

 

Berdasarkan pengukuran volatilitas dengan menggunakan EWMA dan GARCH dapat dibandingkan jumlah masing-masing exceptions yang ditampilkan pada tabel di bawah ini:

(17)

Tabel 4. Jumlah exceptions dengan model EWMA dan GARCH Model

Confidence level

EWMA GARCH 95% 99% 95% 99%

Exceptions 63 (11.17%) 27 (4.79%) 56 (9.93%) 18 (3.19%) Terlihat dari tabel tersebut bahwa model GARCH mempunyai jumlah exceptions yang lebih kecil dibandingkan dengan model EWMA. Dengan demikian, model GARCH lebih baik dalam mengukur volatilitas dibandingkan dengan model EWMA. Namun demikian, jumlah exceptions dari model GARCH meskipun lebih sedikit dibandingkan dengan model EWMA tetapi jumlahnya masih di atas 5% dan 1%

(confidence level 95% dan 99%). Misalnya,model GARCH dengan confidence level 95% mempunyai jumlah exceptions sebesar 8,85%, hal ini menunjukkan bahwa model masih belum cukup terkalibarasi dengan baik karena masih di atas 1%.

Selanjutnya berdasarkan grafik pengukuran volatilitas dengan model EWMA dan GARCH pada gambar 2, 3, 4 dan 5 sebelumnya terlihat bahwa model GARCH lebih responsif, cepat, dan agresif terhadap perubahan nilai tukar dibandingkan dengan model EWMA.

Selain itu terlihat pula dalam grafik bahwa pada periode tertentu volatilitas nilai tukar menurun dan mendekati nilai 0 (nol).

PEMBAHASAN

Peramalan volatilitas merupakan tugas penting bagi sebagian besar investor di pasar keuangan. Namun, menghitung volatilitas tidak cukup hanya untuk mengontrol risiko investasi tetapi harus menggunakan perhitungan VaR. Hal ini disebabkan karena VaR saat ini telah berkembang menjadi alat manajemen untuk memperkirakan jumlah kerugian dengan cara mengukur keakuratan volatilitas.

Dalam perkembangan selanjutnya, model EWMA dan GARCH menjadi alat penting yang digunakan untuk aplikasi keuangan yang bersifat time series seperti nilai tukar. Penelitian ini mencoba menghitung VaR nilai tukar rupiah terhadap Dollar US dengan menggunakan metode

(18)

EWMA dan GARCH. Hasil perbandingan menunjukkan hal yang kurang memuaskan untuk peramalan volatilitas pada tingkat kepercayaan 95%

dan 99% baik untuk model EWMA dan GARCH.

Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Blanco & Oks (2002) yang menyatakan bahwa perhitungan VaR belum tentu dan tidak selalu akurat. Hal ini disebabkan karena pengukuran risiko dimungkinkan akan dipengaruhi oleh tekanan dari stakeholder (manajemen senior, regulator, auditor, investor, kreditur, dan agen peringkat kredit). Hal ini akan berakibat pada perubahan eksposure karena adanya kebijakan yang berbeda. Akibatnya, model VaR akan menjadi tidak akurat lagi dengan kenyataan.

  Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung gagasan yang menyatakan bahwa VaR tidak mengukur risiko dari suatu "peristiwa"

(misalnya, market crash), sehingga stress testing perlu dilakukan untuk melengkapi VaR. Hal tersebut bisa dilihat dari kondisi perekonomian dunia memasuki semester II hingga Oktober 2007, yang diwarnai dengan krisis sektor perumahan di Amerika Serikat dan meluas di pasar keuangan dunia, yang kemungkinan mulai mempengaruhi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil backtesting pengukuran volatilitas nilai tukar antara EWMA dan GARCH menunjukkan bahwa model GARCH lebih baik dalam mengukur volatilitas dibandingkan dengan model EWMA.

Artinya model GARCH lebih dapat menangkap pergerakan actual loss yang terjadi dan lebih mendekati atau mencerminkan keadaan risiko yang sesungguhnya. Namun jumlah exceptions dari model GARCH meskipun lebih sedikit dibandingkan dengan model EWMA, tetapi jumlahnya masih di atas 5% dan 1% (confidence level 95% dan 99%). Hal ini menunjukkan bahwa model masih belum cukup terkalibarasi dengan baik karena masih di atas 5% dan 1%. Kemungkinan hal ini disebabkan karena adanya tekanan dari stakeholder atau adanya suatu peristiwa ekonomi yang berakibat pada perubahan eksposure karena adanya

(19)

kebijakan yang berbeda. Akibatnya, model VaR akan menjadi tidak akurat lagi dengan kenyataan.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya, selain perlu dilengkapi dengan stress testing juga perlu diuji dengan menggunakan model Monte Carlo.

Kemungkinan ada kesalahan asumsi atau pemodelan yang belum akurat.

Monte Carlo biasanya dipergunakan dalam melakukan analisa terhadap keputusan yang berdasarkan pada satu atau lebih faktor yang karakteristiknya tidak diketahui dengan pasti untuk memprediksi perilaku dari instrumen keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Basle Committee on Banking Supervision. (1996b). Supervisory Framework for the use of Backtesting in Conjunction with the Internal Models Approach to Market Risk Capital Requirements.

January.

Beder, T. (1995). VaR: Seductive but Dangerous. Financial Analysts Journal 51, 5, 12--24.

Berkowitz, J. and J. O’Brien. (2002). How Accurate are the Value-at- Risk Models at Commercial Banks. Journal of Finance 57, 1093- 1112.

Best, Philip. (1999). Implementing Value at Risk. John Wiley and Sons Ltd: England

Blanco, Carlos & Oks Maksim (2002). Backtesting VaR Models:

Quantitative and Quantitative Test. www.google.com

Christoffersen, P., J. Hahn, and A. Inoue. (2001). Testing and Comparing Value-at-Risk Measures. Journal of Empirical Finance 8, 325-342.

Christoffersen, Peter F., (1998), Evaluating Interval Forecasts, International Economic Review 39, 841 – 862.

Crouhy, at all. (2000). Risk Management. Mc Graw Hill: New York

(20)

Ederington, Louis H, dan Wei Guan, (2004), Forecasting Volatility, Journal of Futures Markets. Willey Inter Science. Amerika Serikat.

Hendricks, D. (1996). Evaluation of Value-at-Risk Models Using Historical Data. In Economic Policy Review, Federal Reserve Bank of New York, April, 39--69.

Kupiec, Paul H., (1995), Techniques For Verifying The Accuracy of Risk Measurement Models, Journal of Derivatives 3, 73 – 84.

Marshall, C., and M. Siegel. (1997). Value at Risk: Implementing a Risk Measurement Standard. Journal of Derivatives 4, 91--110.

Pritsker, M. (1997). Evaluating Value at Risk Methodologies: Accuracy versus Computational Time. Journal of Financial Services Research 12, 201--241.

Rivera, Gloria Gonzales, Tae Hwy Lee dan Santosh Mishra, (2003), Forecasting Volatility: A Reality Check Based on Option Pricing, Utility Function, Value at Risk, and Predictive Likelihood, Department of Economics University of California. California.

Wong, Woon K., (2008). Backtesting the Tail Risk of VaR in Holding US Dollar. www.ssrn.com

www.bi.go.id

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Uji Keunggulan Metode Pembelajaran Tidak terdapat perbedaan keefektifan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari kemampuan literasi matematika, maka tidak

3.1 Soil A - Deep sandy duplex This soil consists of a surface layer of dark grey or brown, medium to coarse sand over a pale, sand to clayey sand, which overlies a mottled sandy clay