The Role Of Da’i In Religious Guidance To The People Of Acheh’s Border And Remote Areas
Asmadin1*), Silvianetri2, Syafrizal D3
1Kantor Urusan Agama Subulussalam Aceh, Indonesia
2Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia
3Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Moh Natsir Jakarta, Indonesia
email:[email protected],[email protected],[email protected]
*)Corresponding Author
Abstract:This paper is the result of da I service in borders and remote Aceh to carry out religious guidance to the community so that it is always maintained aqidah umat The approach taken in this study is Participatory Action Research par A service-based research The purpose of PAR is to understand the community in a certain area As for the steps of PAR research through 1 Initial mapping 2 Building Trust Relationships with the Community 3 Designing a Service Agenda 4 Participatory mapping in community groups 5 formulating problems experienced through tree analysis of problems 6 determining the parties involved stakeholders and formulating the possible successes and failures of the planned program and finding solutions if there are obstacles that hinder the success of the program 7. community organizing 8. Carrying out change actions service activities 9. Building a community learning center are carried out through mentoring the implementation of religious guidance activities throught pioneering activities of Islamic boarding schools activating parentalrecitation to carry out guidance in anticipation of apostasy to increase the understanding of Islamic teaching as a whole fostering and strengthening the creed of the ummat teaching and guiding reading the quran and fostering a quran education garden motivating the community to improve the quality of religious practice and always doing silaturrahmi to res idents
Keywords:Da’i, Religious Guidance To The People Of Acheh’s
PENDAHULUAN
ceh sebagai provinsi paling barat dikenal dengan julukan “Serambi Mekkah” karena kehidupan beragama dan nuansa islami sudah begitu kental dan mengakar di kalangan masyarakat. Maka tidak heran jika Undang – undang dan Qanun di sambut antusias oleh masyarakat. Aceh bersifat istimewa dan mendapat kewenangan khusus untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang sanggat penting bagi keutuhan negara, serta mendapat keistimewaan khusus di bidang agama.
(Abubakar, 2017; Gubernur Aceh, 2014;
Marzuki Abubakar, 2011; Qanun Aceh nomor 8, 2014). Keistimewaan bidang agama ini diberikan dengan berlakunya syari’at Islam terimplementasi dalam bentuk
A
Received:20-12-2022; Revised:28-12-2022; Accepted:29-12-2022
qanun (undang-undang) Aceh (Qanun Aceh nomor 8, 2014). sesuai dengan visi dan misi Pemerintah Aceh agar tersampaikan kepada seluruh elemen masyarakat maka
diperlukan da’i untuk
mengimplementasikan syari’at Islam sehingga mewujudkan masyarakat Aceh yang bersyariat, bermartabat, adil dan sejahtera, mandiri dengan mengamalkan nilai-nilai Islam yang kaffah (Gubernur Aceh, 2014).
Da’i adalah pendakwah (KBBI, 2016) artinya orang yang pekerjaannya mengajak, Melakukan tugas dakwah baik lisan, tulisan ataupun amal saleh serta sekaligus aktor utama dalam aktivitas menyampaikan materi dakwah kepada mad’u (Salim, 2018; Qanun Aceh nomor 8, 2014; Santoso, 2019). Da’I merupakan kelanjutan dari risalah kenabian sebagai pelaksana ajaran Islam di muka bumi, Sejatinya pendakwah harus otoratif dan kredibel dan kompeten (Hasanah, 2020) melalui kegiatan dakwah para dai menyebarkan ajaran Islam. Dengan kata lain, seorang dai adalah orang yang secara langsung mengajak orang lain baik langsung ataupun tidak langsung, melalui lisan, tulisan maupun perbuatan untuk mengamalkan nilai-nilai ke Islaman, memperjuangkan keadaan yang lebih baik menurut Islam. Melalui bimbingannya diharapkan akan berkembangnya ajaran Islam dari segala aspek kehidupan.
Menjalankan dakwah bukanlah hal mudah, banyak tantangan yang dihadapi dengan berbagai latar belakang masyarakat yang berbeda karakter, suku dan budaya.
perlunya metode khusus untuk menghadapi tantatangan yang berbeda dalam berdakwah.
Bimbingan Agama adalah upaya membantu manusia mengembangkan fitrah insani dengan mendayagunakan akal, iman dan kehendak yang diberikan Allah SWT kepadanya untuk mempelajari ajaran Allah
dan Rasul-Nya, sehingga fitrah individu tersbeut berkembang dengan baik dan kokoh sebagaimana mestinya sesuai petunjuk dari Allah SWT (Sutoyo, 2013;
Umin et al., 2019). Bimbingan agama Islam adalah bantuan yang secara terus menerus diberikan kepada individu dengan memperhatikan kemungkinan adanya kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapinya dalam pengembangan mental spiritual dibidang agama, sehingga individu tersebut menyadari dan memahami keberadaannya untuk menumbuhkan visi- misi dalam bertindak, bersikap dan berperilaku sesuai dengan pedoman agama Islam (Hidayat, 2018).
Bimbingan agama juga termasuk bagian dari bimbingan mental spiritual manusia yakni usaha untuk memperbaiki dan memperbaharui perbuatan atau tingkah laku seseorang, sehingga memiliki kepribadian yang sehat, keteladanan akhlak dan bertanggung jawab terhadap dirinya dalam menjalani kehidupannya (Rojikun, 2012) . Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk bimbingan mental spiritual adalah melalui konseling berbasis Islam (Wati & Silvianetri, 2018; Irman et al., 2021) . Kehidupan yang tenang dapat di raih dengan mempraktikan terapi zikir dalam kehidupan sehari-hari (Irman et al., 2019;
Asmendri, Irman, Annas et al., 2019)
Hasil bimbingan agama dapat membangkitkan dan menumbuhkan semangat hidup menjadi pribadi yang baik dan untuk bertakwa kepada Allah SWT (Suyudi & Prasetyo, 2020). Tujuan bimbingan agama Islam adalah untuk membantu pribadi memahami dirinya sebagai manusia yang utuh gunna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tujuan terbentuknya program Da’i Perbatasan didesa terpencil ialah untuk menjalankan perannya dalam
membentengi Aqidah ummat tempat ia bertugas serta mempersiapkan masyarakat guna memperkuat iman dan takkwa sebagai modal dasar menjalani kehidupan dan mendorong untuk mengamalkan syariat dalam berbagai aspek kehidupan (Andriyani & Jarnawi, 2019). Meningkatkan dakwah Islam dalam segala bidang kehidupan.
Menjadikan keluarga sebagai prioritas pembangunan moral dan landasan ketahanan masyarakat. menumbuhkan rasa Kerjasama dan persaudaraan.
Mendorong tercapainya lingkugngan yang damai, tertib dan aman. Menjadi promotor kegitan belajar mengajar masyarakat, revitalisasi lembaga pengajian. Memberdayakan pemudan dan remaja mesjid/munasah (pengkaderan ummat yang berkelanjutan).
Aktivitas dakwah diperbatasan Aceh menghadapi problema gerakan pemurtadan.
Hal ini karena wilayah kota subulussalam berbatasan dengan daerah Sumatera Utara secara langsung. Masyarakat yang berada diperbatasan Aceh mayoritas beragama non Islam. Maka tidak mengherankan jika gereja atau undung-undung ada di Aceh. Hal ini sangat mengkwatirkan terjadinya pendangkalan akidah bagi umat islam, juga dapat menimbulkan konflik antar umat beragama (Muhammad Yati, 2019).
Selaras dengan wawancara da’i perbatasan di Aceh dengan Ustadz Ismail mengatakan gencarnya kasus pendangkalan aqidah masyarakat Aceh sejak gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 lalu. Dan sejak saat itu akidah umat mulai mengalami pendangkalaan terus menerus hingga sekarang aski ini terus berlanjut. "Pemanfaatan bencana sebagai upaya pendangkalan aqidah memang semakin marak di Indonesia,"
Ismail Yusanto menegaskan Upaya meruntuhhkan aqidah Islam pada masyarakkat bukanlah informasi baru.
Aktivitas pendangkalan ini terus berjalan bahkan semakin masif dari waktu ke waktu.
Berdasarkan dari penjelasan diatas, penulis sangat tertarik untuk membahas dakwah da’i perbatasan Aceh dalam membentengi aqidah ummat islam khususnya yang ada di daerah terpencil dan pelosok dari gerakan pemurtadan dan aliran sesat.
METODE
Pendekatan penelitian yang dipakai adalah riset aksi dikenal dengan PAR atau Participatory Action Research. Pengabdian tindakan partisipatif pada masyarakat merupakan pendekatan yang bertujuan untuk pembelajaran dalam mengatasi masalah dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, serta produksi ilmu pengetahuan, dan proses perubahan sosial keagamaan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan ( Efendi et al., 2022).
Pengabdian ini merupakan berupa pendampingan dan bimbingan agama kepada masyarakat (Roza, 2022).
Maksudnya Bimbingan Agama yang dilaksanakan kepada masyarakat perbatasan Aceh untuk memperoleh paparan dan gambaran yang tepat tentang peran Da’i dalam mengantisipasi gerakan pemurtadan di desa Oboh Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam. Pengabdian yang dilakukan di desa Oboh perbatasan menggunakan metode participatory action research (PAR).
Tujuan PAR adalah untuk lebih mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang masyarakat di wilayah tertentu dalam kehidupan sehari- hari mereka dan untuk membantu berkontribusi mengatasi
melalui metode partisipatif (Efendi et al., 2022)
Adapun langkah-langkah penelitian yang dirancang oleh Egziabher & Edwards (Silvianetri, Irman, & Rozi, 2022) PAR adalah; 1) Pemetaan Awal 2) Membangun hubungan kepercayaan dengan masyarakat 3) Merancang agenda pengabdian 4) Pemetaan partisipatif dalam kelompok- kelompok komunitas 5) Merumuskan masalah yang dialami melalui analisis pohon masalah, 6) Menentukan pihak yang terlibat (stakeholders), dan merumuskan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan program yang direncanakannya serta mencari jalan keluar apabila terdapat kendala yang menghalangi keberhasilan program, 7) Pengorganisasian masyarakat 8) Melakukan aksi perubahan 9) Membangun pusat-pusat belajar masyarakat (Silvianetri, Irman, & Rozi, 2022)
Sasaran pengabdian adalah masyarakat perbatasan Aceh untuk memeperoleh paparan dan gambaran yang tepat tentang peran Da’i dalam mengantisipasi gerakan pemurtadan di desa Oboh Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Da’i dalam Bimbingan Agama pada Masyarakat wilayah perbatasan dan terpencil Aceh sebagai upaya mengantisipasi gerakan pemurtadan di Desa Oboh adalah dengan melakukan kegiatan keagamaan dengan melibatkan seluruh tokoh masyarakat baik tingkat desa, kecamatan bahkan sampai tingkat Kota Subulussalam. Usaha Dai dalam mengantisipasi gerakan pemurtadan dengan terus berusaha lewat berbagai kegiatan –
kegiatan sebagaimana hasil wawancara kami dengan dai yang bertugas di Desa Oboh Kecamatan Rundeng Kota Subulussalam dengan mencetak generasi da’i – da’i di masa mendatang.
Upaya da’i dalam mengantisipasi terjadinya pemurtadan didesa Oboh perbatasan dan terpencil adalah dengan
1. Merintis Pondok Pesantren yang Bernama pondok pesantren Syekh Hamzah Al Fansyuri didirikan pada tahun 2016 untuk mempermudah anak – anak di desa perbatasan yang ingin melanjutkan Sekolah Menengah Pertama. Tujuan Dai merintis pesantrean dari nol agar menjadi pembenteng aqidah dan antisipasi pemurtadan lebih terarah melalui lembaga pendidikan pesantren.
2. Menghidupkan Pengajian Keagamaan pada masyarakat diawal tahun 2019 setelah dua tahun setengah lebih merintis Pondok Pesantren Syekh Hamzah Al Fansyuri dan berjalan dengan baik, dai Desa Oboh kemudian fokus mengaktifkan kegiatan keagamaan di masyarakat, mulai dari tingkat usia anak – anak, usia remaja dan juga usia dewasa. Menghidupkan lembaga pendidikan TPA untuk usia anak – anak di sore dan malam harinya.
Kajian rutin mingguan untuk remaja masjid dan usia dewasa setiap malam jum’at dengan materi tauhid, fiqih dan mu’amalah. Ini dilakukan untuk menanamkan pemahaman keagamaan dan penguatan aqidah sesuai dengan usia masyarakat.
3. Melakukan Bimbingan Mengantisipasi Pemurtadan pada masayarakat perbtasan Aceh menjalankan tugas sebagai Da’i diwilayah Perbatasan dan Daerah terpencil melaksanakan poin – poin tugas berikut :
a. meningkatkan pengetahuan ajaran Islam secara kaffah;
b. membina dan memperkuat akidah ummat;
c. melaksanakan pengajaran serta melakukan bimbing Al-Qur’an terhadap santri dan para orangtua;
d. membina Taman Pendidikan Al- Qur’an
e. Mendorong masyarakat dalam meningkatkan praktik ibadah dan kualitas hidup (Gubernur Aceh, 2014)
4. Metode Bimbingan Agama yang dilakukan dai pada masyarakat perbatasan dan terpencil.
Upaya dakwah untuk tercapainya target dalam bimbingan agama pada masyarakat melalui tiga model yakni Secara Al-Mau’idzatil al-Hasanah, al- Mujadalah, al-Hal dan silaturrahmi.
a. Mau’idzatil al-Hasanah adalah metode bimbingan keagamaan dengan cara disenangi sehingga menyebabkan terjalin hubungan teman dekat dan saling menyayangi antara dai dengan mad’u. Al-Mau’idzatil al-Hasanah pendekatan sengan cara penuh kasih sayang (Nurdiansyah, 2020).
b. bil-lisan.
Dakwah dalam bentuk lisan dapat dibuktikan dari kegiatan rutin setiap harinya dalam pembinaan dan penanaman aqidah. Dalam wawancara kami dengan dai Desa Oboh, kegiatan harian yang dilakukan sebagai dai adalah menghidupkan Taman Pengajian Al-Qur’an (TPA) bagi anak – anak.
Kegiatan belajar mengajar Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dengan empat tenaga pengajar sesuai dengan roster yang telah ditetapkan oleh
Pimpin TPQ. Mata pelajaran yang diajarkan kepada anak – anak TPQ mulai dari baca tulis Al Qur’an, praktek ibadah, riwayat nabi, akidah akhlak dan pelajaran – pelajaran lainnya. Hasil didikan TPQ ini tahun 2019, santri – santriwati TPQ berhasil meraih beberapa juara ketika pelaksanaan Festival Anak Saleh Indonesia tingkat Kecamatan Rundeng dan Kota Subulussalam.
Untuk usia remaja dan dewasa bimbingan bil-lisan yaitu kegiatan pengajian seminggu sekali setiap malam Jum’at. Materi pengajian fiqih, tauhid dan juga mu’amalat, pelaksanaan pengajian selesai shalat jama’ah maghrib di setiap malm Jum’at, untuk memperbaiki bacaan Al Qur’an dilaksanakan setiap malam Senin, juga selesai pelaksanaan shalat jama’ah Maghrib.
c. Bil Mujadalah
Metode Bil Mujadalah adalah metode dengan cara dialog atau debat. Namun, debat seorang dai ialah debat dengan cara bijaksana, bukan dengan cara yang kasar, keras dan sebagainya yang tidak sesauai dengan ajaran Islam.
Sebab bila dilakukan dialog atau perdebatan yang tidak bijaksana akan menyebabkan mad’u akan semakin jauh dan tidak akan menerima seruan dakwah.
Menurut pengamatan penulis, dai Desa Oboh ketika melakukan dialog pertama kali dilakukan dialog dengan cara tenang, sehingga objek dakwah merasa nyaman dan tenang dalam berdialog. Kedua menyampaikan suatu persoalan yang di dialogkan dengan di dasari kepada sebuah dalil atau dasar yang jelas, sehingga mudah
diterima dan melahirkan pemahaman baru bagi objek dakwah tersebut, baik yang bersumber dari Al qur’an atau juga hadits – hadits rasul.
Dari dialog ini dai tersebut memberikan pemahaman tentang makna dan hakikat agama Islam dalam kehidupan, serta memberikan saran, agar jangan sampai aqidah yang kita miliki bisa goyah oleh pengaruh – pengaruh yang sifatnya pendangkalan aqidah baik secara terang – terangan atau juga secara tersembunyi.
d. Bil Hal
Metode dakwah bil hal juga sangat penting dalam bertugas sebagai orang dai. Bagaimana mungkin dakwah yang kita sampaikan akan diterima oleh masyarakat sebagai mad’u bila prilaku sebagai dai tidak mencerminkan apa yang kita sampaikan. Dakwah bil hal memiliki pengaruh cukup besar dan harus kita sesusaikan dengan keadaan masyarakat lokasi tugas.
“Dakwah bil hal itu sangat penting, contoh kecil saja dari segi berpakaian, sebagai seorang dai dalam kegiatan sehari – hari harus memakai sarung dan peci, hal ini yang tidak bisa dipisahkan, harus tetap digunakan” (Komunikasi pribadi, 10 Oktober 2021)
Contoh kecil yang kami amati bagi seorang dai setiap kegiatan sosial baik menyangkut keagamaan atau kegiatan – kegiatan lain selalu harus memakai sarung dan peci, lebih – lebih lagi bila acara pengajian, shalat jama’ah dan hari – hari besar Islam. Bila saja sarung dan peci atau salah satunya dalam kegiatan – kegiatan sosial tidak digunakan, rasanya kurang begitu afdhal. Sehingga satu cara penyajian dakwah bil-hal dengan
memberikan keteladanan langsung berarti menggunakan metode keteladanan atau demontrasi sehingga mad’u akan tertarik mengikuti dengan apa yang di contohkan.
e. Silaturrahmi
Metode Dakwah yang dilakkukan da’I perbatasan adalah dengan dengan menggunakan metode khusus, yaitu silaturahmi (Nelisma Y., Fitriani W, Silvianetri, 2022; Silvianetri, Irman, Rajab, et al., 2022). Implemntasi metode tersebut yakni dakwah yang dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada mad’u tertentu dalam rangka menyampaikan isi pesan dakwah oleh pendakwah kepada penerima dakwah. Tak jarang berkunjung ke rumah – rumah warga untuk melakukan diskusi baik menyangkut dengan aktifitas sehari – hari atau juga diskusi dengan topik keagamaan, ibadah, aqidah dan lain – lain.
KESIMPULAN
Peran da’I dalam memberikan bimbingan agama kepada masyarakat merupakan sebuah pengabdian yang tidak ada batasnya guna mengantisipasi terjadinya pemurtadan didesa Oboh perbatasan dan terpencil Aceh dengan Sumatera utara sangat rawan terjadi karena perbedaan yang signifikan. Aceh sebagai daerah syariat berbatasan dengan daerah Sumatera Utara yang beragama Krisitiani. Jadi dengan adanya dai memberikan bimbingan agama pada masyarakat perbatasan dan terpencil sangat membantu membentengi aqidah masyarakat terpencil. Hal ini sesuai dengan tuntunan Agama Islam agar menyeru kepada umat untuk selalu bertqwa kepada Allah dan senantiasa menjaga aqidah serta terbinanya
REFERENSI
Abubakar, M. (2017). Syariat Islam Di Aceh:
Sebuah Model Kerukunan Dan Kebebasan Beragama. … ’ah: Wahana Kajian Hukum Islam Dan Pranata Sosial, 44.
Afandi, A. (2013). Articipatory Action Research (Par) Metodologi Alternatif Riset Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Transformatif. Workshop Pengabdian Berbasis Riset Di LP2M UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 53(9), 1689–1699.
Andriyani, J., & Jarnawi, J. (2019).
Pendekatan Konseling Islam Lintas Budaya para Da’i Perbatasan terhadap Masyarakat Kabupaten Singkil. Jurnal
Al-Bayan, 24(2).
https://doi.org/10.22373/albayan.v24i 2.3755
Asmendri, Irman, Annas, B., Sari, Milya, silvianetri, & Yeni, P. (2019). the Effectiveness of Zikir Therapy Model on.
Batusangkar International Conference IV, 67–82.
Efendi, R., Rahmatul Utamy, H., Bima, A., Negeri Batusangkar Korespondensi, I., Jendral Sudirman No, J., & Kaum Kab Tanah Datar, L. (2022). Techniques for Formation of Nagari Rules in Nagari Tuo Pariangan. MARAWA: Jurnal Masyarakat Religius Dan Berwawasan, 1(1), 31.
Gubernur Aceh. (2014). Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5. In Peraturan Gubernur Aceh.
Hasanah, U. (2020). Kualifikasi Da’i:
Komparasi Konseptual Retorika Dakwah dan Retorika Aristoteles.Jurnal Komunikasi Islam, 10(2), 256–275.
https://doi.org/10.15642/jki.2020.10.2.
256-275
Hidayat, D. F. (2018). Konsep Bimbingan Agama Islam Terhadap Wanita Tuna Susila Di Upt Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri.Inovatif,4(1).
Irman, I., Saari, C. Z., Silvianetri, S., Rajab, K., & Zalnur, M. (2019). The Effect of Zikir Relaxation in Counseling to Reduce Internet Addiction. Al-Ta Lim
Journal, 26(1), 1–11.
https://doi.org/10.15548/jt.v26i1.547 Irman, I., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., Yeni,
P., Gusria, W., Usman, H., & Siraj, R.
(2021). the Effectiveness of Islamic Premarriage Counseling To Readiness for Household Life. Alfuad: Jurnal Sosial
Keagamaan, 5(2), 96.
https://doi.org/10.31958/jsk.v5i2.4730 KBBI. (n.d.). Pencarian - KBBI Daring. In
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia(p. 1).
Marzuki Abubakar. (2011). Syariat Islam Di Aceh : Sebuah Model Kerukunan Dan Kebebasan Beragama.Hukum Islam Dan Pranata Sosial,XIII(1).
Muhammad Yati, A. (2019). Metode Komunikasi Da’i Perbatasan Aceh Singkil Dalam Menjawab Tantanagn Dakwah. Jurnal Al-Bayan, 24(2).
https://doi.org/10.22373/albayan.v24i 2.4602
Nelisma Y., Fitriani W, Silvianetri, S. (2022).
Religious counseling with cultural approach in forming adolescent resilience.Consilia: Jurnal Ilmiah BK,5(1), 66–76.
Nurdiansyah, W. (2020). Analisis Pesan Dakwah pada Rubrik Hikmah Republika Online Terbitan 27 Februari –
5 Maret 2019. Komunika: Journal of Communication Science and Islamic
Dakwah, 4(2).
https://doi.org/10.32832/komunika.v4 i2.4994
Qanun Aceh nomor 8. (2014). Qanun Aceh Tentang Pokok Pokok Syariat Islam. In Pemerintahan Aceh. Aceh.
Rojikun, M. (2012). Implementasi Bimbingan Mental Spiritual oleh Guru-guru Pendidikan Agama Islam dalam Menangani Kenakalan Siswa Di SMK Negeri 2 Pati. InJurnal Islamia.
Roza, N. J. (2022). Reduce the Anxiety of the Elderly Through Individual Counseling the Tazkiyatun Nafs Approach.Marawa, 1(1), 15–21.
Salim, A. (2018). PERAN DAN FUNGSI DAI DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAKWAH. AL-HIKMAH: Media Dakwah, Komunikasi, Sosial Dan Budaya, 8(1).
https://doi.org/10.32505/hikmah.v8i1.
401
Santoso, B. R. (2019). Revitalisasi Metode Dakwah Anakronistis Dai Generasi Milenial.Tasamuh UIN Mataram,17(1).
Silvianetri, Irman, & Rozi, A. (2022). Surau- Based Community Counseling Service
to Increase Psychological Resilience of Ms. Majelis Ta’lim in Nagari Terindah Pariangan, West Sumatra. Marawa, I(1), 22–30.
Silvianetri, S., Irman, I., Rajab, K., Zulamri, Z., Zubaidah, Z., & Zulfikar, Z. (2022).
The Effectiveness of Islamic Counseling as a Dakwah Approach to increase the Religious Awareness of Ex-Prostitute.
Jurnal Dakwah Risalah, 33(1), 71–91.
https://doi.org/10.24014/jdr.v33i1.158 79
Sutoyo, A. (2013). Bimbingan dan Konseling Islami (teori dan praktik). Pustaka Pelajar.
Suyudi, M., & Prasetyo, D. (2020).
Pembinaan Kerohanian Islam Kepada Tahanan dan Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Ponorogo.
El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama,8(2).
Umin, I., Aisyah, U., & Setiawati, R. (2019).
Bimbingan Agama Islam Bagi Muallaf Di Muallaf Center Indonesia (MCI).
Bina’ Al-Ummah, 14(2), 137–148.
https://doi.org/10.24042/bu.v14i2.562 9
Wati, W., & Silvianetri, S. (2018). Pengaruh Konseling Islam Dalam Meningkatkan Kesadaran Sholat Berjamaah Siswa.
Alfuad: Jurnal Sosial Keagamaan,2(2), 279.
https://doi.org/10.31958/jsk.v2i2.1443