• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi Problem Solving Model polya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu dalam menyelesaikan soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi Problem Solving Model polya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu dalam menyelesaikan soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROBLEM SOLVING MODEL POLYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X TAV B SMK NEGERI 3 PALU DALAM

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT

Oleh:

Sutji Rochaminah, Ida Bagus Gede Putra Yasa dan Yosepha Endang Hermiyati

ABSTRAK

Masalah dalam penelitian ini rendahnya kemampuan siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu dalam menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat. Hal ini disebabkan karena rendahnya pemahaman siswa terhadap permasalahan (soal) yang diberikan yaitu berkaitan dengan membuat model matematika dan kesulitan memahami apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Untuk mengatasi masalah ini peneliti menerapkan pembelajaran Problem Solving Model Polya. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi Problem Solving Model polya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu dalam menyelesaikan soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat? Untuk menjawab permasalahan ini peneliti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif. Rancangannya mengacu pada model Kemmis dan Mc. Taggart dengan komponen perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data melalui tes, observasi, wawancara dan catatan lapangan dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Problem Solving Model Polya dalam kegiatan pembelajaran soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dapat membuat siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu lebih terarah dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita khususnya soal cerita yang sederhana yang tidak melibatkan adanya keterkaitan penggunaan rumus dengan materi lain.

Langkah-langkah Polya hanya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita yang sederhana mengenai persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, dan tidak demikian halnya untuk soal yang lebih kompleks yang melibatkan pengetahuan terhadap materi lain.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu ilmu yang mempunyai peran dalam membentuk pola pikir siswa. Pembelajaran matematika membekali siswa dengan berbagai kemampuan diantaranya kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis, kritis serta kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana yang tercantum dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa salah satu tujuan mata

(2)

pelajaran matematika adalah siswa dituntut memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Depdiknas, 2006:10).

Salah satu sarana pembelajaran yang digunakan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah melalui soal cerita. Pembelajaran soal cerita yaitu pembelajaran yang mengaitkan masalah dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran soal cerita ini siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah melalui kemampuannya dalam memahami, merancang, dan menyelesaikan soal cerita tersebut (Rahardjo dan Waluyati, 2011:1).

Berdasarkan analisis terhadap perkembangan hasil belajar siswa dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa siswa X TAV B SMK Negeri 3 Palu selalu mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita mengenai persamaan dan pertidaksamaan kuadrat. Kesulitan tersebut pada intinya disebabkan karena rendahnya pemahaman siswa terhadap permasalahan (soal) yang diberikan yaitu berkaitan dengan membuat model matematika dan kesulitan memahami apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Disamping itu pula, siswa masih kurang memahami bagaimana langkah-langkah (prosedur) dalam menyelesaikan soal cerita jika soal cerita yang disajikan sedikit diubah atau dengan kata lain soal cerita tersebut berbeda dengan bentuk sebagaimana dicontohkan oleh guru atau dengan tingkat kesukaran yang lebih tinggi siswa langsung kebingungan dan tidak memahami bagaimana mengerjakan soal tersebut.

Dari permasalahan di atas, maka peneliti dituntut untuk dapat menentukan suatu strategi pembelajaran yang dapat merancang proses berpikir dan mengarahkan siswa dalam menentukan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal-soal cerita pemecahan masalah pada materi persamaan dan pertidaksamaan kuadrat. Sehingga dengan strategi yang diterapkan tersebut kemampuan siswa dalam memahami dan mengerjakan soal cerita mengenai persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, dan dapat dijadikan sebagai acuan ketika nantinya siswa dihadapkan pada permasalahan yang sama pada materi-materi yang lain.

Untuk memperbaiki kondisi di atas, maka peneliti mencoba menerapkan pembelajaran Problem Solving Model Polya. Pemilihan strategi pembelajaran ini dikarenakan langkah- langkah Polya merupakan strategi esensial untuk menyeleksi informasi yang relevan.

Informasi tersebut berupa data dan permasalahan yang akan di cari penyelesaiannya. Selain itu, prosedur-prosedur yang terdapat dalam model Polya sangat sesuai dan memudahkan siswa untuk menganalisis suatu masalah dan kemudian mencari solusinya (Nuril Huda, 2011).

(3)

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Implementasi Problem Solving Model polya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu dalam menyelesaikan soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat“. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi Problem Solving Model polya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu dalam menyelesaikan soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat?”

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi masalah atau kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dan memberikan pengetahuan dan pengalaman langsung bagi guru dalam menerapkan strategi pembelajaran pemecahan masalah model Polya. Manfaat penelitian bagi sekolah adalah sebagai bahan masukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah khususnya pada mata pelajaran matematika dan bagi peneliti dapat menambah pengetahuan sebagai bahan rujukan untuk pengembangan penelitian pembelajaran matematika lebih lanjut.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Branca, N.A (Sumardyono, 2007:50) secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) problem solving sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solving sebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill).

1. Problem solving sebagai tujuan

Bila problem solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary reason) belajar matematika.

2. Problem solving sebagai proses

Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis.

Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika.

(4)

3. Problem solving sebagai keterampilan dasar

Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, keterampilan aritmetika, keterampilan logika, keterampilan “matematika”, dan lainnya. Sementara itu, National Council of Teacher of Mathematics (Nuril Huda, 2011) menyatakan bahwa :

“Pemecahan masalah mempunyai dua fungsi dalam pembelajaran matematika. Pertama, pemecahan masalah merupakan sarana yang penting untuk mempelajari materi matematika, karena banyak konsep matematika yang dapat dikenalkan secara efektif kepada siswa melalui pemecahan masalah. Kedua, pemecahan masalah dapat membekali siswa dengan pengetahuan matematika sebagai dasar dalam memformulasikan, mendekati, dan memecahkan masalah sesuai dengan yang telah mereka pelajari di sekolah”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pemecahan masalah merupakan keterampilan yang mendasar dan memegang peranan penting dalam proses penemuan dan pengaplikasian konsep-konsep matematika

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Pelaksanaan setiap siklus mengacu kepada pada model Kemmis dan Mc. Taggart dengan 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi yang bersiklus.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan tindakan adalah membuat perangkat pembelajaran yang menerapkan problem solving langkah polya. Pada tahap pelaksanaan tindakan peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat, yaitu dengan menerapkan pembelajaran Problem Solving Model Polya. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap observasi yaitu mencatat segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian tindakan, yaitu perilaku subjek penelitian (siswa) dan guru (peneliti) selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini dicatat dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan selama pelaksanaan tindakan. Pada tahap releksi peneliti menganalisis, mendiskusikan, dan menyimpulkan data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi, tes wawancara dan catatan lapangan untuk mengetahui

(5)

kekurangan dan kelebihan selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil analisis data digunakan sebagai acuan dalam merencanakan siklus berikutnya. Melalui kegiatan refleksi juga dilihat apakah pelaksanaan tindakan telah mencapai indicator keberhasilan tindakan atau belum. Hasil yang diperoleh pada tahap refleksi ini dijadikan acuan untuk perbaikan pada perencanaan dan implementasi tindakan pada siklus selanjutnya.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu yang berlokasi di Jalan Tanjung Santigi No. 19 Palu Selatan . Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X TAV B SMK Negeri 3 Palu yang berjumlah 21 orang terdiri dari 19 laki-laki dan 2 perempuan yang terdaftar pada tahun ajaran 2012/2013.

Data pada penelitian ada dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa data aktivitas guru dan siswa, yang diperoleh dari hasil observasi selama pelaksanaan tindakan dan hasil wawancara. Data kuantitatif berupa data hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal berupa hasil tes awal dan tes akhir siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan pemecahan masalah. Teknik analisis data mengacu pada model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:246), yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/verification (kesimpulan/verifikasi). Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah apabila presentase ketuntasan klasikal mencapai lebih dari atau sama dengan 75%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Hasil observasi yang dilakukan oleh pengamat, diperoleh gambaran bahwa pengelolaan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti sudah cukup baik, siswa terlihat menyelesaikan dengan baik masalah yang disajikan dalam LKS mereka dengan menggunakan langkah-langkah Polya, Namun demikian ada beberapa kekurangan diantaranya yaitu pada saat belajar dalam kelompok, masih ada siswa yang belum berani bertanya serta kurang aktif dalam kegiatan diskusi serta masih adanya dominasi siswa yang berkemampuan tinggi.

Pada pelaksanaan tes akhir tindakan, peneliti memberikan 2 butir soal, soal yang diberikan mempunyai tingkat kesulitan/jenis soal yang berbeda, soal nomor 1 adalah soal rutin dimana hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengetahuan siswa dalam merancang dan menyesaikan soal sederhana menyelesaikan soal rutin menggunakan langkah-langkah Polya.

Sementara itu, soal nomor 2 pula merupakan soal rutin namun dalam soal tersebut peneliti koneksikan dengan penerapan materi lain yaitu dengan materi geometri. Hal ini peneliti

(6)

lakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam mengkoneksikan materi yang mereka pelajari dengan materi lain yang terkait dengan persamaan kuadrat.

Analisis terhadap tes akhir tindakan siklus I untuk seluruh subjek penelitian diperoleh bahwa untuk soal nomor 1 ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 78,57% atau dengan kata lain rata-rata dapat menyelesaikan soal tersebut. Untuk soal 2, ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 7,14% atau dengan kata lain untuk soal ini kemampuan siswa dalam menyelesikan soal sangat rendah. Dari hasil analisis terhadap pekerjaan siswa tersebut, terlihat bahwa siswa dapat menggunakan langkah-langkah Polya dengan baik untuk menyelesaikan soal 1, namun untuk soal 2, sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam menerapkan langkah-langkah Polya pada tahap membuat perencanaan (langkah 2), analisis lebih jauh diketahui bahwa kesulitan tersebut terletak pada langkah 2 dimana siswa tidak dapat membuat model matematika dari soal tersebut sehingga berimplikasi siswa tidak dapat menyelesaikan soal tersebut.

Analisis terhadap tes akhir tindakan siklus II untuk seluruh subjek penelitian diperoleh ketuntasan belajar klasikal siswa untuk soal 1 adalah 85,71 % dengan kata sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal 1 dengan baik, hasil ini memberikan gambaran bahwa siswa dapat mengimplementasikan langkah-langkah Polya dalam menyelesaikan soal. untuk soal 2 ketuntasan belajar klasikal siswa adalah 19,04 % atau dengan kata lain kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal jenis ini sangat rendah. Pada soal ini sebagian besar siswa mengalami kesulitan pada saat membuat perencanaan (langkah 2), kesulitan utama dalam soal 2 sebagaimana terjadi pula pada siklus 1 adalah dalam hal membuat model matematika dari soal, yaitu pada tahap membuat perencanaan.

Pembahasan

Untuk soal nomor 1 dalam tes siklus 1, semua siswa yang mengikuti tes dapat menyelesaikan soal dengan baik. menunjukkan bahwa untuk jenis soal ini siswa tidak mengalami masalah dalam menyelesaikannya menggunakan langkah-langkah Polya, hal ini pula memberi arti bahwa siswa dapat mengimplementasikan langkah-langkah Polya dengan sangat baik. Untuk soal 2, langkah-langkah Polya belum sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, dari seluruh subjek yang mengikuti tes, hanya 1 orang saja yang mampu menyelesaikannya, bahkan dalam menyelesaikannya menggunakan langkah-langkah Polya, untuk soal ini mereka tidak mampu membuat perencanaan dari masalah yang diberikan, penyebabnya setelah peneliti analisis melalui refleksi bahwa untuk soal 2, kesulitan yang siswa alami disebabkan kerena kurangnya pengetahuan siswa dalam hal

(7)

menghubungkan rumus terkait dengan masalah yang diberikan sehingga tidak ada rancangan yang baik terhadap persamaan yang akan mereka bentuk dan mereka selesaikan, melalui hal ini dapat diasumsikan bahwa bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan tingkat yg lebih kompleks masih sangat rendah. Hal ini diakibatkan karena memang sulit untuk membiasakan siswa dengan kemampuan dasar yang rendah dalam hal menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang merupakan sesuatu yang baru bagi siswa, sebagaimana yang diungkapkan Kantowsky (Usman, 2006:7) bahwa siswa dengan kemampuan dasar yang baik umumnya lebih mampu menggunakan heuristik dalam pemecahan masalah. Dalam aktivitas pembelajaran, kurangnya keaktifan siswa dalam bertanya maupun mengkomunikasikan jawaban mereka sebagaimana terungkap dari wawancara yang peneliti lakukan serta dari hasil observasi yang dilakukan oleh pengamat pula merupakan salah satu penyebab kurangnya terserapnya materi yang siswa pelajari. Namun jika dibandingkan dengan keadaan awal cara siswa dalam menjawab dan menafsirkan suatu masalah setelah menggunakan langkah-langkah Polya mulai mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan.

Pada pelaksanaan siklus II, peneliti melakukan perbaikan-perbaikan dalam beberapa aspek kegiatan pembelajaran, penyajian materi, diskusi, interaksi personal serta dari segi pengelolaan waktu. Materi yang diajarkan pada siklus ini adalah mengenai pertidaksamaan kuadrat, namun sebelum peneliti mengajarkan tentang soal cerita mengenai pertidaksamaan kuadrat, terlebih dahulu peneliti membahas kembali soal tes akhir yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa pada siklus sebelumnya, hal ini dimaksudkan agar siswa mengetahui seperti apa penyelesaian yang semestinya dari masalah tersebut. Gambaran terhadap pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran ditunjukkan dengan keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi ataupun mengkomunikasikan penyelesaian yang mereka peroleh baik terhadap individu ataupun kelompok, ini menunjukkan bahwa dari segi pelaksanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran pada siklus ini berlangsung baik dan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya dapat di minimalisir.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian ini memberikan deskripsi sebagai berikut :

(8)

1. Implementasi Problem Solving Model Polya dalam kegiatan pembelajaran pada materi soal cerita persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dapat membuat siswa lebih terarah dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita khususnya soal cerita yang sederhana yang tidak melibatkan adanya keterkaitan penggunaan rumus dengan materi lain.

2. Langkah-langkah Polya hanya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita yang sederhana mengenai persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, dan tidak demikian halnya untuk soal yang lebih kompleks yang melibatkan pengetahuan terhadap materi lain.

Saran

Sebelum menerapkan Problem Solving Model Polya, perlu dipersiapkan secara matang hal-hal yang akan dilakukan terutama dari segi waktu, pemilihan soal serta dalam mengkombinasikannya dengan suatu model pembelajaran sehingga kegiatan belajar dapat berlangsung secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Nuril Huda. 2011. Pemecahan Masalah Menggunakan Problem Solving. (online). (http://nuril- hudaspd.blogspot.com/2011/11/pemecahan-masalah-matematika-dengan.html. diakses 24 desember 2011).

Rahardjo dan Waluyati. 2011. Pembelajaran Soal Cerita Pada Operasi Hitung Campuran di SD. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemerdayaan Pendidik Tenaga Kependidikan (PPPTK) Matematika.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sumardyono. 2007. Pengertian Dasar Problem Solving. (online). (http://p4tk matematika.org/file/problemsolving/pengertiandasarproblemsolvingsmd.pdf. diakses 24 desember 2011)

Usman H.B. 2006. Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika. Palu : FKIP Universitas Tadulako.

(9)

Referensi

Dokumen terkait