• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOSMOLOGI ARSITEKTUR SUNDA PADA PERANCANGAN PUSAT SENI DAN BUDAYA JAWA BARAT DI BANDUNG

N/A
N/A
Philia Eva

Academic year: 2023

Membagikan "KOSMOLOGI ARSITEKTUR SUNDA PADA PERANCANGAN PUSAT SENI DAN BUDAYA JAWA BARAT DI BANDUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KOSMOLOGI ARSITEKTUR SUNDA PADA PERANCANGAN PUSAT SENI DAN BUDAYA JAWA BARAT DI BANDUNG

THE IMPLEMENTATION OF SUNDA COSMOLGY ARCHITECTURE IN WEST JAVA ART AND CULTURAL CENTER

DESIGN AT BANDUNG

Tamara Yunika1), A. Hadi Prabowo2), Dwi Rosnarti3)

1)Mahasiswa Program Studi Sarjana Jurusan Arsitektur, Faktultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti.

2) Dosen Pembimbing Utama Proyek Arsitektur Akhir, Prodi Sarjana Arsitektur.

3) Dosen Pembimbing Pendamping Proyek Arsitektur Akhir, Prodi Sarjana Arsitektur.

Email : 1tamaraypz@gmail.com, 2ahadipra@gmail.com, 3dwi.r@trisakti.ac.id ABSTRAK

Perancangan Bangunan Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat ini merupakan upaya dalam menanggapi Kerangka Acuan Kerja (KAK) Sayembara Proyek Bangunan Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat. Mengacu pada KAK, desain bangunan pusat seni dan budaya Jawa Barat ini diharapkan dapat menonjolkan aspek Jawa Barat itu sendiri. Dari sini maka Kosmologi dari arsitektur sunda akan diangkat agar aspek non-fisik dari arsitektur sunda dapat menonjol disamping unsur fisiknya. Suku sunda sebagai suku yang identik pada Jawa Barat memiliki kosmologi yang kental pada rumah tinggal tradisionalnya yang menjadi acuan dalam masayarakat ini mendesign suatu bangunan, mereka memiliki pemahaman tiga dunia yang disebut Buana Ngungcung berarti kepala (atap) yang hubungannya dengan manusia kepada tuhannya, suci, atau surga (sakral), lalu ada Buana Panca Tengah berarti badan (dinding) yang maknanya kehidupan tempat tinggal manusia atau dunia, lalu Buana Larang berarti kaki yang bermakna kematian, kotor, dosa, neraka. Oleh sebab itu, ide dasar desain bangunan ini adalah menonjolkan sisi seni dan budaya Jawa Barat dari yang tidak hanya terlihat secara fisik maupun dari segi kepercayaan masyarakatnya. Dalam mewujudkan unsur kosmologi pada perancangan bangunan ini, maka dilakukan studi preseden yang menghasilkan pola tata letak gubahan bangunan, pola penataan zonasi ruang, dan juga sirkulasinya.

Kata kunci: Kosmologi, Arsitektur, Sunda, Pusat Seni, Jawa Barat.

ABSTRACT

The design of West Java Art and Cultural Center (WJACC) was an effort to respond the Term of Referance (TOR) of this building. Refer to TOR, the design of WJACC was expect to highlight the aspects of West Java itself. West Java has Sunda Ethnic for the most identic ethnic to this Region.

Sunda people had cosmology on their Traditional building that manage this people to design a building, they had three level of world belief, the first one is called Buana Ngungcung that means head, it tells the relationship between person and their god, holy, or paradise (sacred), and then Buana Panca Tengah means body (wall) telling life, people place, or world, after that they had Buana Larang means foot telling about death, dirt, sin, and hell. In realizing the cosmological element in the design of this building, a precedent study was carried out which resulted in the layout of the building composition, the spatial zoning arrangement, and also its circulation.

Key word: Cosmology, Architecture, Sunda, Art Center, West Java

A. PENDAHULUAN

Masyarakat Jawa Barat khususnya Sunda sangat memegang kuat pandangan bahwa manusia hidup selaras dengan alam dan

manusia sebagai bagian dari alam itu sendiri.

Pandangan ini melahirkan kearifan lokal yang dimanifestasikan ke dalam konsep ruang dan tempatnya. Masyarakat Sunda percaya bahwa

(2)

ada kekuatan adikodrati selalu melindungi mereka, dalam artian ini adalah leluhur yang mereka sucikan. Dari sini mereka percaya akan teori tiga dunia, yang menggambarkan dunia atas sebagai hubungan manusia dengan tuhannya, dunia tengah sebagai tempat manusia itu sendiri, dan juga dunia bawah yang melambangkan sesuatu yang kotor. Lalu untuk konsep tempatnya, mereka menganggap imah panggung sebagai manifestasi yang melambangkan manusia sebagai titik pusat itu sendiri. Manusia harus hidup selaras dengan alam agar timbul keharmonisan yang seimbang, begitu juga sebaliknya. Tentu saja tidak hanya teori tiga dunia yang dimiliki oleh kosmologi sunda, tata letak susunan bangunan pada perkampungan sunda juga memiliki kosmologi yang mereka percayai seperti luhur handap, wadah eusi, dan juga lemah cai.

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa sunda memiliki kosmologi tiga dunia yang diterapkan pada susunan tata letak bangunan sesuai tingkatannya dengan fungsinya masing- masing (Riany et al., 2014). Dalam Konteks lain, kosmologi juga dapat berpengaruh pada pola penataan lansekap dan bangunan, sehingga diperoleh pola bangunan dan juga pola dari kawasan yang juga berpengaruh pada zonasi pada desain bangunan dan juga kawasannya (Pangendra et al., 2018)

Konsep tradisional masyarakat sunda pada zaman modern ini sudah luntur dan jarang diketahui oleh masyarakat jaman sekarang.

Oleh karena itu dalam perancangan Gedung pusat seni ini akan diangkat konsep dasar pemikiran dan kepercayaan bangunan tradisional Sunda Jawa Barat yang akan melalui tahap moderenisasi. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan atmosfir Jawa Barat kuno itu sendiri pada bangunan pusat seni dan budayanya. Kosmologi arsitektur sunda ini sendiri akan diterapkan pada tata susunan massa bangunan pada tapak, penzoningan tata ruang bangunan , dan juga susunan hirarki bangunan pada perancangan ini.

Mengidentifikasi prinsip-prinsip arsitektur masyarakat sunda, dengan cara analisis

berdasarkan kosmologi Arsitektur Sunda untuk diterapkan dasar-dasar arsitekturnya dari makro hingga mikro pada bangunan pusat seni dan budaya Jawa Barat.

Agar memiliki acuan dan pedoman dalam merancang sehingga lebih efektif dalam menonjolkan ciri bangunan Jawa Barat pada bangunan pusat seni dan budaya Jawa Barat.

B. STUDI PUSTAKA B.1 PUSAT

Menurut Poerdarminto, Pusat adalah pokok pangkal (berbagai urusan, hal dan sebagainya).

Tempat yang memiliki aktivitas tinggi yang dapat menarik dari daerah sekitar : (Poerdarminto, W.J.S :2003)

B.2 SENI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu, Keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya), Karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tari, lukisan, ukiran, Kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa)

Seni adalah sebuah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya. Seni juga dapat diartikan karya yang diciptakan dengan keahlian yang lagi luar biasa, seperti tari, lukisan dan ukiran. Seni ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yang melihat, mendengar, atau merasakan. : (Poerdarminto, W.J.S :2003)

B.3 BUDAYA

Budaya menurut KBBI: Pikiran; akal budi, Adat istiadat, Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah.

Menurut Al. Krueber kebudayaan adalah suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep.

Kebudayaan dari wujud sebagai rangkaian tindakan berpola suatu aktivitas dan manusia yang. : (Al-Krueber, 1958: 582-583)

(3)

B.4 SENI DAN BUDAYA TRADISIONAL Menurut KBBI, tradisional adalah menurut tradisi (adat) Seni tradisional adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Kesenian tradisional adalah ekspresi individu atau masyarakat melalui gerak yang ritmis, bunyi, peran, rupa, atau perpaduan d i antaranya yang mengandung nilai, norma, dan tradisi yang berlaku pada masyarakat secara turun temurun. : (Perda Kota Bandung No. 05 / 2012 tentang Pelestarian Seni Tradisional)

B.5 KOSMOLOGI MASYARAKAT SUNDA Masyarakat Sunda memiliki sakral kosmologi tentang alam semesta (dunia).

Terdapat pembagian tiga jenis dunia, yaitu:

(1) Buana nyungcung atau ambu luhur, artinya dunia atas sebagai tempat tinggal Sanghyang, para dewa, batara, atau leluhur yang sangat disucikan (Sakral); (2) Buana panca tengah atau ambu tengah, adalah dunia tengah sebagai tempat tinggal manusia atau kehidupan bagi makhluk ciptaan Sanghyang; (3) Buana larang atau ambu handap, artinya dunia bawah sebagai tempat kembalinya manusia ke asalnya yaitu tanah; kematian (neraka/profan). Apabila seseorang meninggal dan dikubur, bukan semata-mata mengubur jasadnya saja, tetapi dianggap sebagai salah satu cara untuk menyampaikan orang tersebut kepada ambu luhur yang jalannya harus melalui ambu handap yang menguasai tanah. Kuburan merupakan tempat roh si mati menyimpan jasadnya selama dia menghadap ambu handap. Apabila roh tersebut telah menghadap ambu luhur di buana nyungcung, maka jasad dan rohnya pergi menghilang dari tanah. Mencangkul tanah dipandang tindakan atau perbuatan buyut(tabu), karena membalikkan bumi, begitu juga menggunakan penutup atap dari genteng sama artinya mengubur diri hidup-hidup.

Termasuk lantai rumah tidak boleh menempel langsung ke tanah, karena itu harus dipisahkan oleh batu umpak sebagai

pemisah antara dunia atas dengan dunia bawah, dengan demikian manusia menempatkan dirinya sebagai pusat (pancer) ketiga dunia tersebut. : (Nuryanto, 2006)

Gambar 2.1 Hirarki Tiga Duni Sunda (Sumber: Hasil Olahan Data Pribadi)

Gambar 2.2 Rumah buka pongpok (Sumber: Arsitektur Tradisional Daerah Jawa

Barat, Jakarta, 1998)

Bentuk dari rumah tradisional jawa barat khusunya sunda yaitu berupa rumah panggung.

Gambar diatas (gambar 2.2) merupakan salah satu contoh rumah tradisional sunda.

Masyarakat sunda memiliki kosmologi tiga alam yang menjadi dasar pembuatan rumah panggung ini. Kosmologi tiga alam dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Konsep organisasi denah dan tampak imah panggung Masyarakat Sunda

(Sumber: Nuryanto, 2016).

(4)

Gambar 2.4 Filosofi Perkampungan Rumah Adat Sunda

(Sumber: Jurnal Reka Karsa,2013)

Penyusunan suatu kawasan didalam arsitektur sunda juga ada aturannnya, seperti luhur handap, wadah eusi, dan juga lemah cai.

C. METODE 1. Studi Pustaka

Mengumpulkan data dan informasi yang didapat melalui buku dan jurnal- juranal tentang kosmologi arsitektur masyarakat sunda dan juga penerapannya.

2. Studi Preseden

Mengumpulkan data beberapa kasus bangunan yang menerapkan kosmologi tradisional pada desain bangunnanya, dan dijelaskan berdasarkan parameter dan variabelnya.

D. HASIL STUDI/PEMBAHASAN

Berikut adalah analisis studi preseden tentang bangunan yang menggunakan komsologi sunda.

1. Kampung Dukuh

Gambar 2.5 Rencana Tapak Kampung Dukuh (Sumber: Jurnal Reka Karsa,2013) Rencana Tapak pada Kawasan ialah memiliki pola terpusat dan juga linear.

Gambar 2.6 Hirarki Pola Susun Bangunan (Sumber: Jurnal Reka Karsa,2013)

Pada Pola penataan bangunan mengambil pola luhur handap sebagai dasarnya. Sehingga bangunan dengan hirarki paling tinggi berada ditempat dengan ketinggian tertinggi.

Gambar 2.7 Hirarki Pola Susun Bangunan (Sumber: Jurnal Reka Karsa,2013)

Bangunan berbentuk rumah panggung dengan menerapkan hirark tiga dunia.

2. Gedung Rektorat Universitas Padjajaran

Gambar 2.8 Rencana Tapak

(Sumber: Sintetis Elemen Arsitektur Lokal denagn Non Lokal, Purnama, Bachtiar, 2013)

Pada rencana tapak pola yang diambil adalah tersebar dan juga terpusat pada bangunan utamanya.

(5)

Gambar 2.9 Denah Gedung Rektorat (Sumber: Sintetis Elemen Arsitektur Lokal denagn

Non Lokal, Purnama, Bachtiar, 2013)

Pada denah tapaknya, bangunan ini membuat inner yard pada tengan bangunannya untuk merespon kepercayaan dan kebiasaan masyarakat sunda yaitu ngariung.

Gambar 2.10 Gedung Rektorat

(Sumber: Sintetis Elemen Arsitektur Lokal denagn Non Lokal, Purnama, Bachtiar, 2013)

Pada bentuk bangunan, bangunan mengambil pepatah sunda yaitu “niat kudu buleud) dan menyajikannya dengan lebih modern dengan sedikit sentuhan dari potongan atap julang ngapak pada bagian depannya

D.1 ALTERNATIF PENERAPAN KOSMOLOGI SUNDA

Gambar 4.1 Peta Lokasi Tapak (Sumber: RTRW Kota Bandung)

Terletak di kota Bandung, Jawa Barat, Tepatnya pada jalan Pahlawan, Kelurahan Neglasari, Kecamatan Cibeunying Kaler.

Utara : Pemukiman Penduduk Selatan : Intitur Teknologi Nasional Timur : Pemukiman Penduduk Barat : Jalan Raya

Luas Tapak : ± 23 Ha GSB : 8 meter

KDB : 40%

KLB : 0,6

KDH : 30 %

KB : 2

KTB : 55%

Gambar 4.2 Peta Zonasi Kecamatan Cibeunying (Sumber: RTRW Kota Bandung)

D.1.1 PENERAPAN PADA RENCANA TAPAK

Gambar 4.3 Zonasi denah rumah panggung sunda (Sumber: Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat,

Jakarta, 1998)

(a) Tepas bawah (Teras): Publik ; (b) Tepas atas (Teras penyambut): Publik ; (c) Pangkeng (Pangkeng): Private ; (d) Tengah imah (Ruang berkumpul): Semi private/public ; (e) Goah

(6)

(Ruang penyimpanan): Service ; (f) Pawon (Dapur): Service

Gambar 4.4 Transformasi Pola Penempatan Gubahan Massa

(Sumber: Hasil Olahan Data Pribadi)

Transformasi gubahan massa dari tapak WJACC ini dihasilkan dari penerapan zonasi yang diambil dari bangunan rumah adat Sunda sendiri. Awalnya tapak memiliki dua zonasi yaitu yang pertama zona bangunan utaa lalu yang kedua adalah zona bangunan penunjang.

Lalu dari sini zonasi dari bangunan tradisional diterapkan dan terbagilah menjadi 5 zona. Lalu gubahan diletakkan sesuai zonanya, dan area service ditutupi dari pandangan gubahan utama dengan dibantu oleh gubahan penunjang. Lalu tapak diberi ornament seperti dinding dan atap untuk melengkapinya.

Gambar 4.5 Zonasi Site Terancang (Sumber: Hasil Olahan Data Pribadi)

(a) Publik: Bangunan Gedung pusat seni dan budaya jawa barat ; (b) Semi Private: Pasar seni dan retail ; (c) Private: Hotel ; (d) Service:

Gardu listrik kawasan, gardu sampah, dsb.

Gambar 4.6 Blok Plan WJACC

Gambar 4.6. Hirarki dan Fungsi bangunan (Sumber: Hasil Olahan Data Pribadi)

Penempatan massa pada bangunan- bangunan di pusat seni dan budaya ini mengacu pada kosmologi yang ada pada arsitektur sunda, yaitu tentang pola tata kampungnya yang disini saya mengambil pola luhur handap yang menempatkan bangunan dengan hirarki tertinggi ditempat tertinggi. Dan juga mengambil kosmologi tiga dunia arsitektur sunda.

Bangunan utama yang berupa pusat dari area ini memiliki ketinggian bangunan yang paling tinggi dibanding dengan bangunan lainnya. Hal ini untuk menunjukkan jika bangunan ini memiliki hirarki yang paling tinggi.

D.1.2 PENERAPAN PADA GUBAHAN BANGUNAN

Gambar 4.7 Perspektif Sirkulasi Bangunan Pusat

Seni dan Budaya Jawabarat (Sumber: Hasil Olahan Data Pribadi)

(7)

Pada peletakan gubahan massa, desain mengacu pada pola tata bangunan dari sunda yaitu, kepala sebagai bangunan utamanya, badan diletakkan bangunan penunjangnya seperti pasar seni, hotel, dan juga retai. Lalu pada kaki diletakkan bangunan service.

Gambar 4.8 Perspektif Sirkulasi Bangunan Pusat Seni dan Budaya Jawabarat

(Sumber: Hasil Olahan Data Pribadi)

Lalu untuk merespon hirarki tiga dunia sunda, maka pada bangunan utama lantai pertamanya diangkat keatas untuk mengangkat aktivitas utama bangunan ini agar tidak berada didaerah luhur handap. Setelah itu lantai paling bawahnya dijadikan ruang komunal untuk aktivitas masyarakat dan dapat dijadikan sebagai sirkulasi manusia. Hal ini juga dapat menjadi sirkulasi angin pada kawasan ini agar kawasan tetap terasa sejuk dan nyaman bagi pengguna. Sirkulasi antar bangunan juga disediakan jembatan dilantai dua yang menghubungkan seluruh bangunan agar aktivitas utama pengguna bangunan tetap berada di dunia tengah dan juga mempermudah aksesibilitas dari satu bangunan ke bangunan lainnya.

Pada tengah kawasan diberikan plaza sebagai perwujudan dari kepercayaan dan kebiasaan masyarakat sunda yaitu ngariung.

Plaza ini berfungsi sebagai fasilitas untuk menyatukan seluruh bangunan pada kawasan ini.

E. KESIMPULAN

Dari hasil studi preseden yang didapat, penerapan Arsitektur kosmologi bangunan sunda dapat diterapkan pada pola susun massa bangunan pada tapak, lalu pada denah bangunan yang akan berpengaruh pada penzoningannya, lalu juga pada bentuk

bangunan itu sendiri. Pada perancangan Bangunan Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat maka akan diterapkan kosmologi Arsitektur sunda mulai dari penzoningan tapak, yang akan berpengaruh juga pada sirkulasi pada tapak, lalu juga diterapkan pada penempatan massa bangunan yang ini juga akan mengatur ketinggian masing-masing bangunan sehingga akan mempengaruhi skyline kawasannya, dan juga tentu saja pada bentuk bangunan digubahan massa utamanya sendiri.

REFERENSI

Salura, P. & Fauzy, B. (2013). Sintesis Elemen Arsitektur Lokal dan Non Lokal.

Retrieved June 26, 2020, from Riau:

ttps://docplayer.info/37168786- Sintesis-elemen-arsitektur-lokal- dengan-non-lokal.html.

Kustianingrum, D. Sonjaya, O. & Ginanjar, Y.

(2013). kajian pola penataan massa dan tipologi bentuk bangunan kampung adat dukuh di garut , jawa barat.

Adimihardja, Kusnaka & Salura, P. (2004).

Arsitektur dalam Bingkai Kebudayaan.

Cetakan Pertama, CV.

Architecture&Communication, ForishPublishing, Bandung.

Garna, Yudistira (1984). Pola Kampung dan Desa, Bentuk serta Organisasi Rumah Masyarakat Sunda. Pusat Ilmiah dan Pengembangan Regional (PIPR) Jawa Barat.

Nuryanto (2006). Kontinuitas dan Perubahan:

Pola Kampung dan Rumah Tinggal dari Kasepuhan Ciptarasa ke Kasepuhan Ciptagelar. Tesis Master Arsitektur, Program Pasca Sarjana, SAPPK-Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung. Tidak diterbitkan.

Nuryanto (2016). Seri Arsitektur Nusantara:

Arsitektur Tradisional Sunda (Pengantar Arsitektur Kampung dan

(8)

Rumah Panggung). Penerbit: PT.

Rajawali Grafindo Press, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

The World Health Organization WHO recommends exclusive breastfeeding for the first 6 months of life, and continuing for 2, or more years while introducing appropriate complimentary